1

loading...

Sunday, July 28, 2019

Makalah Hukum Acara Pidana“Asas-Asas Dalam Hukum Acara pidana”

 Makalah Hukum Acara Pidana“Asas-Asas Dalam Hukum Acara pidana”

     A.    Asas-asas Hukum Acara Pidana
Kitab Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidan (KUHAP) mengatur perlindungan terhadap keluhuran harkat serta maratabat manusia yang telah diletakan di dalam undang-undang, baik pada waktu pemeriksaan permulaan mau pun pada waktu persidangan pengadilan. Terdapat asas-asas dalam hukum acara pidana yang menjadi patokan hukum sekaligus merupakan tonggak pedoman bagi instansi jajaran aparat penegak hukum dalam menerapkan pasal-pasal KUHAP.4 Andi Hamzah. Op. Cit. hlm. 6.26
Makna asas-asas hukum itu sendiri merupakan ungkapan hukum yang bersifat umum. Sebagian berasal dari kesadaran hukum serta keyakinan kesusilaan atau etis kelompok manusia dan sebagaian yang berasal dari pemikiran dibalik peraturan undangan serta yurisprudensi. Rumusan pengertian asas-asas hukum yang demikian itu konsekuensinya adalah kedudukan asas itu menjadi unsur pokok dan dasar yang penting dari peraturan hukum.
Asas-asas penting yang terdapat dalam Hukum Acara Pidana:
1.       Asas Peradilan Cepat, Sederhana Biaya Ringan
Asas Peradilan Cepat, Sederhana dan Biaya Ringan adalah suatu asas dimana proses peradilan diharapkan dapat dilaksanakan secara cepat dan sederhana sehingga biaya apapun ringan, sehingga tidak menghabiskan anggaran Negara terlalu besar dan tidak memberatkan pada pihak yang berpekara. Tekanan pada peradilan cepat atau lazim diebut constant justitie semakin ditekankan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP), dalm penjelsan umum butir 3 e dikatakan: “peradilan yang harus dilakukan dengan cepat, sederhana dan biaya ringan serta
bebas, jujur dan tidak memihak harus diterapkan secara konsekuen dalam seluruh tingkat pengadilan” Penjelasan umum tersebut dijabarkan dalam banyak Pasal dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP), misalnya Pasal 24 ayat (4), 25 ayat (4), 26 ayat (4), 27 ayat (4), 28 (4). Umumnya dalam pasal-pasal tersebut dimuat ketentuan bahwa jika telah lewat waktuu penahanan 2 seperti tercantum dalam ayat sebelumnya, maka penyidik, penuntut umum dan Hakim harus sudah mengeluarkan tersangka atau terdakwa dari tahanan demi hukum. Hal ini mendorong penyidik, penuntut umum dah Hakim untuk mempercepat penyelesaian perkara tersebut.Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana Pasal 50 juga mengatur tentang hak tersangka dan terdakwa untuk segera diberitahukan dengan jelas dalam bahasa yang dimengerti olehnya tentang apa yang disangkakan kepadanya pada waktu di mulai pemeriksaan, ayat (1), segera perkaranya diajukan ke pengadilan oleh penuntut umum, ayat (2), segera diadili oleh pengadilan, ayat(3).Pasal 102 ayat (1) KUHAP juga mengatakan penyidik yang menerima laporan atau pengaduan tentang terjadinya suatu peristiwa yang patut diduga merupakan tindak pidana wajib segera melakukan tindakan penyelidikan yang diperlukan. Selain bagi penyidik berlaku juga bagi penyidik alam hal yang sama, penyidik juga harus segera menyerahkan hasil penyidikannya kepada penuntut umum. Penuntut umum pun menurut Pasal 140 ayat (1) diperintahkan untuk secepatnya membuat surat dakwaan. Dari pasal-pasal tersebut dapat diketahui bahwa KUHAP menghendaki peradilan yang cepat, sederhana dan biaya ringan. Menurut Yahya Harahap5 menjabarkan mengenai asas sederhana dan biaya ringan adalah sebagai berikut:
a.       Penggabungan pemeriksaan perkara dengan tuntutan ganti rugi yang bersifat perdata oleh seorang korban yang mengalami kerugian sebagai akibat langsung dari tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa.
b.      Pembatasan penahanan dengan memberi sanksi dapat dituntut ganti rugi pada sidang praperadilan, tidak kuranga rtinya sebagai pelaksana dari prinsip menyederhanakan proses penahanan.
c.       Demikian juga peletakan asas diferensiasi fungsional, nyata memberikan makna menyederhanakan penanganan fungsi dan wewenag penyidikan, agar
tidak terjadi penyidikan bolak-balik, tumpang tindih atau overlappingan dan saling bertentangan.
2.       Asas Praduga Tidak Bersalah (Presumtion of Innocence)
Asas Praduga Tidak Bersalah (Presumtion of Innocence) adalah asas yang wajib menganggap bahwa setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan atau dihadapkan dimuka sidang pengadilan tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap. Asas ini disebutkan dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 200tentang Kekuasaan Kehakiman dan juga dalam Penjelasan Umum butir 3 huruf c yang merumuskan: “Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan atau dihadapkan di muka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan 29 pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap.”
3.      Asas Oportunitas
Asas oportunitas adalah adanya hak yang dimiliki oleh penuntut umum untuk tidak menuntut ke Pengadilan atas seseorang. Di Indonesia wewenang ini hanya diberikan pada kejaksaan (Pasal 6 butir a dan b serta Pasal 137 sampai dengan Pasal 144 KUHAP). Pasal 6 butir a dan b Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menyebutkan:
a)      Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh undangundang
untuk bertindak sebagai penuntut umum serta melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh     kekuatan hukum tetap.
b)      Penuntut umum adalah jaksa yang diberi wewenag oleh undang-undang ini untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim Pasal 137 sampai dengan Pasal 144 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
4.      Asas Pemeriksaan Pengadilan Terbuka Untuk Umum
Asas Pemeriksaan Pengadilan Terbuka Untuk Umum ialah asas yang memerintahkan bahwa dalam tahap pemeriksaan, pengadilan terbuka untuk umum maksudnya yaitu boleh disaksikan dan diikuti oleh siapapun, kecuali dalam perkara yang menyangkut kesusilaan dan perkara yang terdakwanya anak-anak. Asas ini terdapat dalam Pasal 153 ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981  tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang merumuskan sebagai berikut : “Untuk keperluan pemeriksaan, Hakim Ketua Sidang membuka sidang dan menyatakan terbuka untuk umum kecuali dalam perkara mengenai kesusilaan atau terdakwanya anak-anak’.
Uraian diatas mengemukakan bahwa saat membuka sidang Hakim harus menyatakan “sidang terbuka untuk umum”. Pelanggaran atas ketentuan ini atau tidak dipenuhinya ketentuan ini mengakibatkan putusan pengadilan “batal demi hukum” (Pasal 153 ayat (4) KUHAP) ada pengecualian dalam ketentuan ini yaitu sepanjang mengenai perkara yang menyangkut kesusilaan atau terdakwanya adalah anak-anak, yang dalam hal ini persidangan dapat dilakukan dengan pintu tertutup.
Andi Hamzah7 berpendapat mengenai hal ini bahwa: “Seharusnya kepada hakim diberikan kebebasan untuk menentukan sesuai situasi dan kondisi apakah sidang terbuka atau tertutup untuk umum. Sebenarnya hakim dapat menetapkan apakah suatu sidang dinyatakan seluruhnya atau sebagainya tertutup untuk umum yang artinya persidangan dilakukan dibelakang pintu tertutup. Pertimbangan tersebut sepenuhnya diberikan kepada Hakim. Hakim melakukan itu berdasarkan jabatannya atau atas permintaan penuntut umum dan terdakwa. Saksi pun dapat mengajukan permohonan agar sidang tertutup untuk umum dengan alasan demi nama baik keluarganya. Misalkan dalam kasus perkosaan, saksi korban memohon agar sidang tertutup untuk umum agar ia bebas memberikan kesaksiannya”.
5.      Asas Semua Orang Diperlakukan Sama di Depan Hukum
Asas Semua Orang Diperlakukan Sama di Depan Hukum maksudnya ialah hukum tidak membeda-bedakan siapapun tersangkanya atau apapun jabatan dalam melakukan pemeriksaan. Romli Atmasasmita8 dalam bukunya mengatakan: “Asas persamaan di muka hakim tidak secara eksplisit tertuang dalam KUHAP, akan tetapi asas ini merupakan bagian yang tak terpisahkan dar

No comments:

Post a Comment