Makalah Hukum Acara Pidana“Asas-Asas Dalam Hukum Acara pidana”
A.
Asas-asas Hukum Acara Pidana
Kitab Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981
tentang Hukum Acara Pidan (KUHAP) mengatur perlindungan terhadap keluhuran
harkat serta maratabat manusia yang telah diletakan di dalam undang-undang,
baik pada waktu pemeriksaan permulaan mau pun pada waktu persidangan
pengadilan. Terdapat asas-asas dalam hukum acara pidana yang menjadi patokan
hukum sekaligus merupakan tonggak pedoman bagi instansi jajaran aparat penegak
hukum dalam menerapkan pasal-pasal KUHAP.4 Andi Hamzah. Op. Cit. hlm.
6.26
Makna asas-asas hukum itu sendiri merupakan
ungkapan hukum yang bersifat umum. Sebagian berasal dari kesadaran hukum serta
keyakinan kesusilaan atau etis kelompok manusia dan sebagaian yang berasal dari
pemikiran dibalik peraturan undangan serta yurisprudensi. Rumusan pengertian
asas-asas hukum yang demikian itu konsekuensinya adalah kedudukan asas itu
menjadi unsur pokok dan dasar yang penting dari peraturan hukum.
Asas-asas penting
yang terdapat dalam Hukum Acara Pidana:
1. Asas Peradilan
Cepat, Sederhana Biaya Ringan
Asas Peradilan Cepat, Sederhana dan Biaya Ringan adalah suatu asas
dimana proses peradilan diharapkan dapat dilaksanakan secara cepat dan
sederhana sehingga biaya apapun ringan, sehingga tidak menghabiskan anggaran
Negara terlalu besar dan tidak memberatkan pada pihak yang berpekara. Tekanan
pada peradilan cepat atau lazim diebut constant justitie semakin ditekankan
dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP), dalm
penjelsan umum butir 3 e dikatakan: “peradilan yang harus dilakukan dengan
cepat, sederhana dan biaya ringan serta
bebas, jujur dan tidak memihak harus diterapkan secara konsekuen dalam
seluruh tingkat pengadilan” Penjelasan umum tersebut dijabarkan dalam banyak
Pasal dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
(KUHAP), misalnya Pasal 24 ayat (4), 25 ayat (4), 26 ayat (4), 27 ayat (4), 28
(4). Umumnya dalam pasal-pasal tersebut dimuat ketentuan bahwa jika telah lewat
waktuu penahanan 2 seperti tercantum dalam ayat sebelumnya, maka penyidik,
penuntut umum dan Hakim harus sudah mengeluarkan tersangka atau terdakwa dari
tahanan demi hukum. Hal ini mendorong penyidik, penuntut umum dah Hakim untuk mempercepat
penyelesaian perkara tersebut.Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum
Acara Pidana Pasal 50 juga mengatur tentang hak tersangka dan terdakwa untuk
segera diberitahukan dengan jelas dalam bahasa yang dimengerti olehnya tentang
apa yang disangkakan kepadanya pada waktu di mulai pemeriksaan, ayat (1),
segera perkaranya diajukan ke pengadilan oleh penuntut umum, ayat (2), segera
diadili oleh pengadilan, ayat(3).Pasal 102 ayat (1) KUHAP juga mengatakan
penyidik yang menerima laporan atau pengaduan tentang terjadinya suatu
peristiwa yang patut diduga merupakan tindak pidana wajib segera melakukan
tindakan penyelidikan yang diperlukan. Selain bagi penyidik berlaku juga bagi
penyidik alam hal yang sama, penyidik juga harus segera menyerahkan hasil
penyidikannya kepada penuntut umum. Penuntut umum pun menurut Pasal 140 ayat
(1) diperintahkan untuk secepatnya membuat surat dakwaan. Dari pasal-pasal
tersebut dapat diketahui bahwa KUHAP menghendaki peradilan yang cepat,
sederhana dan biaya ringan. Menurut Yahya Harahap5 menjabarkan mengenai asas
sederhana dan biaya ringan adalah sebagai berikut:
a.
Penggabungan pemeriksaan perkara dengan tuntutan ganti
rugi yang bersifat perdata oleh seorang korban yang mengalami kerugian sebagai
akibat langsung dari tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa.
b.
Pembatasan penahanan dengan memberi sanksi dapat dituntut
ganti rugi pada sidang praperadilan, tidak kuranga rtinya sebagai pelaksana
dari prinsip menyederhanakan proses penahanan.
c.
Demikian juga peletakan asas diferensiasi fungsional,
nyata memberikan makna menyederhanakan penanganan fungsi dan wewenag
penyidikan, agar
tidak terjadi penyidikan bolak-balik, tumpang tindih atau overlappingan
dan saling bertentangan.
2. Asas Praduga Tidak
Bersalah (Presumtion of Innocence)
Asas Praduga Tidak Bersalah (Presumtion of Innocence) adalah asas
yang wajib menganggap bahwa setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan,
dituntut dan atau dihadapkan dimuka sidang pengadilan tidak bersalah sampai
adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan
hukum tetap. Asas ini disebutkan dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 200tentang
Kekuasaan Kehakiman dan juga dalam Penjelasan Umum butir 3 huruf c yang
merumuskan: “Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan atau
dihadapkan di muka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai
adanya putusan 29 pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh
kekuatan hukum tetap.”
3. Asas Oportunitas
Asas oportunitas adalah adanya hak yang dimiliki oleh penuntut umum untuk
tidak menuntut ke Pengadilan atas seseorang. Di Indonesia wewenang ini hanya diberikan
pada kejaksaan (Pasal 6 butir a dan b serta Pasal 137 sampai dengan Pasal 144
KUHAP). Pasal 6 butir a dan b Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum
Acara Pidana (KUHAP) menyebutkan:
a)
Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh
undangundang
untuk bertindak sebagai penuntut umum serta melaksanakan putusan pengadilan
yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap.
b)
Penuntut umum adalah jaksa yang diberi wewenag oleh undang-undang
ini untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim Pasal 137
sampai dengan Pasal 144 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara
Pidana (KUHAP).
4. Asas Pemeriksaan Pengadilan Terbuka Untuk Umum
Asas Pemeriksaan Pengadilan Terbuka Untuk Umum ialah asas yang memerintahkan
bahwa dalam tahap pemeriksaan, pengadilan terbuka untuk umum maksudnya yaitu
boleh disaksikan dan diikuti oleh siapapun, kecuali dalam perkara yang
menyangkut kesusilaan dan perkara yang terdakwanya anak-anak. Asas ini terdapat
dalam Pasal 153 ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang
merumuskan sebagai berikut : “Untuk keperluan pemeriksaan, Hakim Ketua Sidang
membuka sidang dan menyatakan terbuka untuk umum kecuali dalam perkara mengenai
kesusilaan atau terdakwanya anak-anak’.
Uraian diatas mengemukakan bahwa saat membuka
sidang Hakim harus menyatakan “sidang terbuka untuk umum”. Pelanggaran atas
ketentuan ini atau tidak dipenuhinya ketentuan ini mengakibatkan putusan
pengadilan “batal demi hukum” (Pasal 153 ayat (4) KUHAP) ada pengecualian dalam
ketentuan ini yaitu sepanjang mengenai perkara yang menyangkut kesusilaan atau
terdakwanya adalah anak-anak, yang dalam hal ini persidangan dapat dilakukan
dengan pintu tertutup.
Andi Hamzah7 berpendapat mengenai hal ini bahwa: “Seharusnya kepada
hakim diberikan kebebasan untuk menentukan sesuai situasi dan kondisi apakah
sidang terbuka atau tertutup untuk umum. Sebenarnya hakim dapat menetapkan
apakah suatu sidang dinyatakan seluruhnya atau sebagainya tertutup untuk umum
yang artinya persidangan dilakukan dibelakang pintu tertutup. Pertimbangan
tersebut sepenuhnya diberikan kepada Hakim. Hakim melakukan itu berdasarkan
jabatannya atau atas permintaan penuntut umum dan terdakwa. Saksi pun dapat
mengajukan permohonan agar sidang tertutup untuk umum dengan alasan demi nama
baik keluarganya. Misalkan dalam kasus perkosaan, saksi korban memohon agar
sidang tertutup untuk umum agar ia bebas memberikan kesaksiannya”.
5. Asas Semua Orang Diperlakukan Sama di Depan Hukum
Asas Semua Orang Diperlakukan Sama di Depan Hukum
maksudnya ialah hukum tidak membeda-bedakan siapapun tersangkanya atau apapun
jabatan dalam melakukan pemeriksaan. Romli Atmasasmita8 dalam bukunya
mengatakan: “Asas persamaan di muka hakim tidak secara eksplisit tertuang dalam
KUHAP, akan tetapi asas ini merupakan bagian yang tak terpisahkan dar
No comments:
Post a Comment