MAKALAH
Pancasila Sebagai System Etika Kehidupan,Kerakyatan Ketatanegaraan
A. PENDAHULUAN
Pancasila
adalah sebagai dasar negara Indonesia yang memegang peranan penting dalam
setiap aspek kehidupan masyarakat Indonesia salah satunya adalah “Pancasila
sebagai suatu sistem etika”. Pancasila adalah suatu kesatuan yang majemuk
tunggal, setiap sila tidak dapat berdiri sendiri terlepas dari sila lainnya,
diantara sila satu dan lainnya tidak saling bertentangan. Inti dan isi
Pancasila adalah manusia monopluralis yang memiliki unsur-unsur susunan kodrat
(jasmani–rohani), sifat kodrat (individu-makhluk sosial), kedudukan kodrat
sebagai pribadi berdiri sendiri, yaitu makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
Pancasila
memegang peranan besar dalam membentuk pola pikir bangsa Indonesia sehingga
bangsa Indonesia dapat dihargai sebagai salah satu bangsa yang beradab di
dunia. Kecenderungan menganggap acuh dan sepele akan kehadiran pancasila
diharapkan dapat ditinggalkan dan di tinggalkan, karena pancasila wajib
diamalkan oleh warga Negara Indonesia. Alasan lain karena bangsa yang besar adalah bangsa yang beradab.
Pembentukan etika bukan hal yang susah dan gampang untuk dilakukan, karena
etika berasal dari tingkah laku, perkataan, perbuatan, serta hati nurani kita
masing-masing.
B. PEMBAHASAN
1) Pancasila
Sebagai Sistem Etika
Etika
adalah suatu ilmu yang membahas tentang
bagaimana kita dan mengapa kita mengikuti suatu ajaran moral tertentu,
atau bagaimana kita harus mengambil sikap yang bertanggung jawab berhadapan
dengan berbagai ajaran moral.
Etika
merupakan cabang falsafah dan sekaligus merupakan suatu cabang dari ilmu-ilmu
kemanusiaan (humaniora). Sebagai cabang falsafah, etika membahas sistem-sistem
pemikiran yang mendasar tentang ajaran dan pandangan moral. Etika sebagai ilmu
dibagi dua yaitu :
1. Etika
umum, membahas prinsip-prinsip umum yang berlaku bagi setiap tindakan manusia.
Tetapi pada prinsipnya etika umum membicarakan asas-asas dari tindakan dan
perbuatan manusia, serta sistem nilai apa yang terkandung di dalamnya.
2. Etika
khusus, dibagi menjadi dua yaitu etika individual dan etika sosial.
a.
Etika indvidual,
membahas kewajiban manusia terhadap dirinya sendiri dan dengan kepercayaan
agama yang dianutnya serta panggilan nuraninya, kewajibannya dan tanggung
jawabnya terhadap Tuhannya.
b.
Etika sosial,
membahas kewajiban serta norma-norma sosial yang seharusnya dipatuhi dalam
hubungan sesama manusia, masyarakat, bangsa dan negara. Etika sosial meliputi
cabang-cabang etika yang lebih khusus lagi seperti etika keluarga, etika
profesi, etika bisnis, etika lingkungan, etika pendidikan, etika kedokteran,
etika jurnalistik, etika seksual dan etika politik. Etika politik sebagai
cabang dari etika sosial dengan demikian membahas kewajiban dan norma-norma
dalam kehidupan politik, yaitu bagaimana seseorang dalam suatu masyarakat
kenegaraan ( yang menganut system politik tertentu) berhubungan secara politik
dengan orang atau kelompok masyarakat lain.
2) Kedaulatan
Rakyat Dalam sila Keempat Pancasila
Kerakyatan
artinya rakyat yang berdaulat. Bahwa dalam kehendak untuk berkuasa itu ada di
tangan rakyat yang memiliki tanggung jawab atas kedaulatannya sendiri terhadap
perkembangan negaranya di masa depan. Kerakyatan adalah inti sari dari
demokrasi di Indonesia sebagaimana di amanatkan dalam sila keempat Pancasila.
Kerakyatan sebagaimana dimaksud dalam sila keempat tersebut adalah penjelmaan
dari seluruh manusia Indonesia yang memiliki sifat-sifat kodrati baik sebagai
makhluk individu maupun sebagai makhluk social.
Namun
ada suatu hal yang menjadi ciri khas dari manusia Indonesia itu sendiri, yaitu
manusia yang memiliki keluhuran budi untuk lebih mengedepankan dirinya sebagai
makhluk sosial. Artinya, manusia Indonesia itu memiliki kearifan dan jiwa
sosial tinggi untuk lebih mengedepankan kepentingan umum ketimbang kepentingan
pribadi. Keluhuran budi manusia Indonesia inilah yang membuat para founding
father Indonesia sadar bahwa demokrasi di Indonesia lebih cocok ditegakkan atas
dasar kekeluargaan dan tolong menolong (gotong royong).
Sejalan
dengan itu, Bung Karno dalam pidatonya pada 22 Juli 1958 menyatakan bahwa
demokrasi yang disebutkan dalam sila ke-4 itu adalah demokrasi Indonesia yang
membawa corak kepribadian bangsa Indonesia. Tidak perlu "identik",
artinya sama dengan demokrasi yang dijalankan oleh bangsa-bangsa lain.
Janganlah demokrasi kita itu demokrasi jiplakan dari entah Eropa Barat, entah
Amerika, entah negara lain.
Orang
yang alam pikirannya masih alam pikiran yang tersangkut dengan dunia Barat,
artinya orang yang di dalam alam pikirannya belum berdiri di atas kepribadian
Indonesia sendiri, atau belum hendak mengembalikan segala sesuatu itu kepada
kepribadian bangsa Indonesia sendiri. Jikalau kita berfikir seperti demikian
itu, maka kita tidak akan dapat menyelenggarakan apa yang menjadi amanat
penderitaan rakyat.
Seirama
dengan Soekarno, persepsi Hatta tentang demokrasi Barat juga bersifat negatif.
Hal ini dikarenakan dalam paham liberalisme yang melahirkan demokrasi barat
terdapat sifat individualistik (mementingkan diri sendiri) yang menjadi ciri
utamanya. Individualisme akan
menimbulkan ketidakadilan dalam masyarakat yang pada akhirnya akan menghalangi
terwujudnya demokrasi dalam arti yang sebenarnya, yaitu kedaulatan rakyat di semua
aspek kehidupan.
Menurut
Bung Hatta, demokrasi Barat harus ditolak sebagai dasar untuk membangun
Indonesia merdeka. Oleh karena itu, kerakyatan bagi bangsa Indonesia itu
hendaknya disesuaikan dengan tradisi masyarakat Indonesia, yaitu kebersamaan
dan kekeluargaan. Ini jelas berbeda dengan kebiasaan yang berlaku dalam sistem
demokrasi ala Barat yang individualistis dimana pengambilan keputusan
didasarkan pada pemungutan suara yang mengandung prinsip menang kalah, bukan
semangat bersama. Terhadap sari pikiran
yang sedemikian, maka dapat kita petik, bahwa kerakyatan itu pada hakikatnya
merupakan cerminan dari: usaha, landasan kepemilikan, dan tujuan hidup bersama.
3) Latar Belakang
Pancasila Digunakan dalam Konteks Ketatanegaraan RI
Pancasila
sebagai dasar negara yang merupakan suatu asas kerohanian dalam ilmu
kenegaraan. Pancasila merupakan sumber nilai dan norma dalam setiap aspek
penyelenggaraan negara maka dari itu semua peraturan perundang-undangan serta
penjabarannya berdasarkan nilai-nilai pancasila.
Negara
Indonesia merupakan negara demokrasi, yang berdasarkan atas hukum, oleh karena
itu segala aspek dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara diatur dalam
suatu sistem peraturan perundang-undangan. Pancasila dalam kontek
ketatanegaraan Republik Indonesia adalah pembagian kekuasaan lembaga lembaga
tinggi negara, hak dan kewajiban, keadilan sosial, dan lainnya diatur dalam
undang undang dasar negara. Pembukaan undang- undang dasar 1945 dalam kontek
ketatanegaraan, memiliki kedudukan yang sangat penting merupakan asas
fundamental dan berada pada hierarkhi tertib hukum tertinggi di Negara
Indonesia.
Dalam
beberapa tahun ini Imdonesia mengalami perubahan yang sangat mendasar mengenai
sistem ketatanegaraan. Dalam hal perubahan tersebut secara umum dapat kita
katakana bahwa perubahan mendasar setelah empat kali amandemen UUN 1945 ialah
komposisi dari UUD tersebut, yang semula terdiri atas Pembukaan, Batang Tubuh
dan Penjelasannya, berubah menjadi hanya terdiri atas Pembukaan dan
pasal-pasal.
Penjelasan
UUD 1945, yang semula ada dan kedudukannya mengandung kontroversi karena tidak
turut disahkan oleh PPKI tanggal 18 Agustus 1945, dihapuskan. Materi yang
dikandungnya, sebagian dimasukkan, diubah dan ada pula yang dirumuskan kembali
ke dalam pasal-pasal amandemen. Perubahan mendasar UUD 1945 setelah empat kali
amandemen, juga berkaitan dengan pelaksanaan kedaulatan rakyat, dan
penjelmaannya ke dalam lembaga-lembaga Negara. Sebelum amandemen, kedaulatan
yang berada di tangan rakyat, dilaksanakan sepenuhnya oleh anggota anggota DPR
ditambah dengan utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan itu, demikian
besar dan luas kewenangannya. Antara lain mengangkat dan memberhentikan
Presiden, serta mengubah Undang-Undang Dasar.
4) Sistem
Ketatanegaraan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila
1. Teori
Pembagian Kekuasaan dan Prinsip “ Checks
and Balances”
Prinsip kedaulatan yang berasal
dari rakyat tersebut di atas selama ini hanya diwujudkan dalam Majelis
Permusyawaratan Rakyat yang merupakan penjelmaan seluruh rakyat, pelaku sepenuhnya kedaulatan rakyat,
dan yang diakui sebagai lembaga tertinggi negara dengan kekuasaan yang tidak
terbatas. Dari Majelis inilah, kekuasaan rakyat itu dibagi-bagikan secara
vertikal ke dalam lembaga-lembaga tinggi Negara yang berada dibawahnya. Karena itu, prinsip yang dianut
disebut sebagai prinsip pembagian kekuasaan
(distribution of power). Akan tetapi, dalam Undan-Undang dasar hasil perubahan,
prinsip kedaulatan rakyat tersebut ditentukan dibagikan secara horizontal
dengan cara memisahkannya (separation of
power) menjadi kekuasaan-kekuasaan yang dinisbatkan sebagai fungsi
lembaga-lembaga Negara yang sederajat dan saling mengendalikan satu sama
lain berdasarkan prinsip ‘checks and
balaces’.
Cabang kekuasaan legislatif tetap
berada di Majelis Permusyawaratan Rakyat, tetapi majelis ini terdiri dari dua lembaga
perwakilan yang sederajat dengan lembaga Negara lainnya. Untuk melengkapi pelaksanaan tugas-tugas
pengawasan, disamping lembaga
legislatif dibentuk pula Badan Pemeriksa Keuangan. Cabang kekuasaan
eksekutif berada ditangan Presiden dan
Wakil Presiden. Untuk memberikan nasehat dan saran kepada Presiden dan Wakil
Presiden, dibentuk pula Dewan Pertimbangan Agung. Sedangkan cabang kekuasaan
kehakiman dipegang oleh Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi.
Kedudukan Majelis Pemusyawaratan
Rakyat yang terdiri dari dua lembaga perwakilan itu adalah sederajad dengan
Presiden dan Mahkamah Agung dan Mahkamah
Konstitusi. Ketiga cabang kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif
itu sama-sama sederajat dan saling mengontrol satu sama lain sesuai dengan
prinsip ‘Check and balances’. Dengan
adanya prinsip ‘Check and balances’
ini, maka kekuasaan negara dapat
diatur, dibatasi dan bahkan dikontrol dengan sesebaik-baiknya, sehingga
penyalahgunaan kekuasaan oleh aparat penyelenggara Negara ataupun
pribadi-pribadi yang kebetulan sedang
menduduki jabatan dalam lembaga-lembaga negara yang bersangkutan dapat dicegah
dan ditanggulangi dengan sebaik-baiknya,
Pasal-pasal yang dapat dianggap
mencerminkan perubahan tersebut antara lain adalah perubahan ketentuan pasal 5,
terutama ayat (1) juncto pasal 20 ayat (1) sampai dengan ayat (5) yang secara
jelas menentukan bahwa fungsi legislatif ada pada Dewan Perwakilan Rakyat, sedangkan Presiden adalah kepala
eksekutif. Disamping itu, ada pula ketentuan
mengenai kewenangan MPR yang tidak lagi dijadikan tempat kemana presiden
harus bertanggungjawab atau menyampaikan pertanggung-jawaban jabatannya. Selain
itu, ketentuan mengenai Mahkamah Konstitusi yang diberi kewenangan untuk
melakukan pengujian atas Undang-Undang terhadap
Undang-Undang
Dasar seperti ditentukan dalam
pasal 24 ayat (1) juga mencerminkan dianutnya asas pemisahan kekuasaan dan prinsip ‘check and
balances’ antara cabang kekuasaan
legislatif dan yudikatif. Ketiga ketentuan itu memastikan
tafsir berkenaan dengan terjadinya
pergeseran MPR dari kedudukannya sebagai
lembaga tertinggi menjadi lembaga
yang sederajat dengan Presiden berdasarkan pemisahan kekuasaan dan prinsip ‘check and balances’.
2. Lembaga
Negara Menurut UUD 1945
a.
Format Baru
Parlemen Tiga Kamar (MPR, DPR, DPD)
1)
Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR)
Semula,
Majelis Permusyawaratan Rakyat kita dirancang
untuk diubah menjadi nama ‘genus’ dari lembaga perwakilan rakyat atau
parlemen Indonesia yang terdiri atas dua kamar dewan. Kamar pertama disebut
Dewan Perwakilan Rakyat, dan kamar kedua disebut Dewan Perwakilan Daerah.
Namun demikian, setelah perubahan
Keempat UUD 1945, terjadi perubanan mendasar dalam kerangka struktur parlemen
Indonesia. Pertama, susunan keanggotaan MPR berubah secara structural karena
dihapuskannya keberadaan Utusan Golongan yang mencerminkan prinsi perwakilan
fungsional (functional representation) dari unsur keanggotaan MPR. Kedua
bersamaan dengan perubahan yang Sebelum diadakannya perubahan UUD, MPR memiliki
6 (enam) kewenangan yaitu:
a)
menetapkan
Undang-Undang Dasar & mengubah Undang-Undang Dasar,
b)
menetapkan
Garis-Garis Besar Haluan Negara,
c)
memilih Presiden
dan Wakil Presiden,
d)
meminta dan
menilai pertanggungjawaban Presiden,
e)
memberhentikan
Presiden dan/ atau Wakil Presiden.
Sekarang, setelah diadakannya
perubahan UUD 1945, kewenangan MPR berubah menjadi:
a)
menetapkan
Undang-Undang Dasar dan/atau Perubahan UUD,
b)
melantik
Presiden dan Wakil Presiden,
c)
memberhentikan
Presiden dan/atau Wakil Presiden, serta
d)
menetapkan
Presiden dan/atau Wakil Presiden
Ketiga, diadopsi prinsip pemisahan
kekuasaan (separation of power) secara tegas antara fungsi legistatif dan
eksekutif dalam perubahan pasal 5 ayat (1) juncto pasal 20 ayat (1) dalam perubahan pertama UUD 1945. Keempat,
diadopsinya prinsip pemilihan Presiden dan Wakil Presiden dalam satu paket
secara langsung oleh rakyat dalam ketentuan pasal 6A ayat (1) perubahan
ketiga UUD 1945.
2)
Dewan Perwakilan
Daerah (DPD)
Dalam pengaturan UUD 1945 pasca
perubahan Keempat DPD, menurut ketentuan pasal 22D (a) dapat mengajukan
rancangan UU tertentu kepada DPR (ayat 1), (b) ikut membahas rancangan UU
tertentu (ayat 2), (c) memberikan pertimbangan kepada DPR atas rancangan UU
APBN dan rancangan UU tertentu (ayat
2), (d) dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan UU tertentu (ayat 3).
Dengan kata lain, DPD hanya memberikan masukan, sedangkan
yang memutuskan adalah
DPR, sehingga DPD ini lebih tepat disebut sebagai Dewan Pertimbangan
DPR, karena kedudukannya hanya memberikan pertimbangan kepada DPR.
3)
Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR)
Berdasarkan ketentuan UUD 1945
pasca Perubahanan Keempat, fungsi legislatif berpusat di tangan Dewan
Perwakilan Rakyat. Pasal 20 ayat (1)
yang baru menyatakan: “Dewan
Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan
membentuk Undang-Undang”. Selanjutnya dinyatakan: “setiap rancangan
Undang-Undang dibahas oleh DPR dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama.
Wewenang Dewan Perwakilan Rakyat :
a)
Bersama-sama
pemerintah menetapkan undang-undang. (Ps. 20 ayat 2)
b)
Menetapkan
anggaran pendapatan dan belanja Negara dengan UU. (Ps. 23 ayat 3)
c)
Memberikan
persetujuan kepada presiden atas pernyataan perang, membuat perdamaian, dan
perjanjian dengan Negara lain. (Ps. 11 ayat 1)
Hak
Dewan Perwakilan Rakyat
a)
Sebagai lembaga
yang memegang peran pembuat undang-undang (bersama Presiden), DPR memiliki hak
antara lain :
·
Hak Inisiatif
(usul)
·
Hak Amandemen
(mengubah)
·
Hak Refuse
(menolak)
·
Hak Ratifikasi
(mengesahkan)
b)
Sebagai Lembaga
yang memegang peran pengawasan (control) terhadap aktifitas Lembaga Eksekutif,
maka pada dirinya memiliki beberapa hak control yang khusus, yaitu :
a.
Hak mengajukan
pertanyaan
b.
Hak Interpelasi
c.
Hak Angket
b.
Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK)
Berdasarkan perubahan ketiga UUD 1945 yang disahkan pada tahun
2001, hal ini diatur dalam bab baru
tersendiri, yaitu Bab VIIA Badan Pemeriksa Keuangan yang terdiri atas pasal 23E, pasal 23F, dan
pasal 23G. Isinyapun lebih lengkap yaitu masing-masing berisi tiga ayat, dua
ayat, dan dua ayat sehingga seluruhnya berjumlah tujuh ayat atau 7 butir
ketentuan. Pasal 23E menentukan bahwa “(1)
Untuk memeriksa pengelolaan dan tanggungjawab tentang keuangan
negara diadakan satu badan pemeriksa
keuangan yang bebas
dan mandiri; (2)
Hasil pemeriksaan keuangan Negara diserahkan kepada DPR, DPD,
dan DPRD sesuai kewenangannya; (3)
Hasil pemeriksaan tersebut ditindak lanjuti oleh lembaga perwakilan dan/atau
badan sesuai dengan Undang-Undang”.
Pasal 23F menetukan bahwa “(1)
anggota badan pemeriksa keuangan dipilih oleh DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD, dan
diresmikan oleh Presiden. (2) Pimpinan
badan pemeriksa keuangan dipilih dari dan oleh anggota”. Pasal 23G menentukan: “(1) badan
pemeriksa keuangan berkedudukan di ibukota negara dan memiliki perwakilan di
setiap propinsi (2) ketentuan lebih lanjut mengenai badan pemeriksa keuangan
diatur dengan Undang-Undang”.
c.
Presiden dan
Wakil Presiden
Kedudukan Presiden
Salah satu hasil amandemen UUD 1945
yang dituangkan ke dalam BAB III Pasal 4 Ayat (1) ditetapkan bahwa : “ Presiden
Republik Indonesia memegang kekuasaan Pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar
“
Wewenang Presiden
Sifat khas “kekuasaan” seperti ini
diformulasikan dalam bentuk adagium oleh seorang negarawan besar dari Inggris –
Lord Acton yang menyatakan “ The Power tends to corrupt, but the absolute power
trends to corrupt absolutely”.
1)
Wewenang
Presiden Selaku Kepala Negara
a)
Sebagai pemegang
kekuasaan tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara
(pasal 10)
b)
Presiden dengan
persetujuan DPR berwenang menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian
dengan Negara lain (pasal 11 ayat 1)
c)
Presiden dalam
membuat perjanjian lainnya yang menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi
kehidupan rakyat yang terkait dengan badan keuangan Negara, dan atau
mengharuskan perubahan atau pembentukan undang-undang harus dengan persetujuan
DPR (pasal 11 ayat 2)
d)
Presiden
menyatakan keadaan berbahaya
e)
Presiden
mengangkat duta dan konsul
f)
Dalam hal
mengangkat duta, Presiden memperhatikan pertimbangan DPR (pasal 13 ayat 2)
g)
Presiden berhak
memberikan :
·
Grasi,yaitu hak
yang memberikan penghapusan, pengurangan dan penggantian hukuman.
·
Rehabilitasi,
yaitu hak mengembalikan kehormatan seseorang dengan memperhatikan pertimbangan
Mahkamah Agung (pasal 14 ayat 1).
·
Amnesty, yaitu
hak menghentikan penentuan perkara atas sekelompok orang.
·
Abolisi, yaitu
hak menghentikan penuntutan perkara atas seseorang tertentu dengan
memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat (pasal 14 ayat 2)
h)
Presiden member
gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan yang kehormatan yang diatur
dengan Undang-Undang (pasal 15)
i)
Presiden
membentuk suatu Dewan Pertimbangan yang bertugas memberikan nasehat dan
pertimbangan kepada Presiden; yang selanjutnya diatur dalam Undang-Undang
2)
Wewenang Presiden
sebagai Kepala Pemerintahan
1.
Presiden
berwenang mengangkat menteri dan memperhatikannya (pasal 17 ayat 2)
2.
Menjalankan
undang-undang (pasal 5 ayat 2)
3.
Presiden berhak
menetapkan Peraturan pemerintah untuk menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya
(pasal 5 ayat 2)
4.
Dalam hal ihwal
kepentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan Peraturan Pemerintah
sebagai pengganti undang-undang (pasal 22 ayat 1)
3)
Wewanang Lainnya
1.
Presiden(bersama-sama
DPR) menjalankan kekuasaan legislative (pasal 5 ayat 1).
2.
Presiden
mengajukan Rencana Anggaran Pendapatan dan belanja Negara (pasal 23 ayat 2)
Fungsi
Wakil Presiden
Dalam
melaksanakan tugas dan kewajibannya Presiden dibantu oleh seorang wakil
Presiden, ditunjuk oleh pasal 4 ayat (2) bahwa “Dalam melakukan keewajibannya
Presiden dibantu oleh satu orang wakil Presiden”. Disamping ituWakil Presiden
berfungsi selaku pengganti Presiden manakala Presiden tetap, seperti bilamana
Presiden wafat, berhenti, atau tidak dapat melaksanakan kewajibannya dalam masa
jabatannya.
d.
Format Baru
Kekuasaan Kehakiman MA dan MK
Sebelum
adanya Perubahan UUD, kekuasaan kehakiman atau fungsi yudikatif (judicial) hanya terdiri atas badan-badan
pengadilan yang berpuncak pada mahkamah agung. Namun, setelah perubahan ketiga
UUD 1945 disahkan, kekuasaan kehakiman
Negara kita mendapat tambahan satu jenis mahkamah lain yang berada di luar mahkamah agung. Lembaga baru
tersebut mempunyai kedudukan yang
setingkat atau sederajad dengan Mahkamah Agung. Sebutannya adalah
Mahkamah Konstitusi (constitutional court) yang dewasa ini makin
banyak Negara yang membentuknya di luar kerangka Mahkamah Agung (supreme court).
Mahkamah Konstitusi ditentukan memiliki
lima kewenangan, yaitu:(a) melakukan pengujian
atas konstitusionalitas Undang-Undang; (b) mengambil putusan atau
sengketa kewenangan antar lembaga negara yang ditentukan menurut Undang-Undang
Dasar; (c) mengambil putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa
Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum ataupun
mengalami perubahan sehingga secara hukum tidak memenuhi syarat sebagai
Presiden dan/atau Wakil Presiden
menjadi terbukti dan karena itu dapat dijadikan alasan oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat untuk memberhentikan Presiden dan/atauWakil Presiden dari jabatannya; (d) memutuskan
perkara perselisihan mengenai hasil-hasil
pemilihan umum, dan (e)
memutuskan perkara berkenaan dengan pembubaran partai politik.
Mengenai
Mahkamah Agung, dalam pasal 24 ayat (2), dibedakan antara badan peradilan dari lingkungan, peradilan.
“kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan
yang berada di bawahnya dalam
lingkungan peradilan umum,
lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan
oleh sebuah Mahkamah Konstitusi”. Oleh sebab itu, badan-badan peradilan dalam
keempat lingkungan peradilan tersebut
semuanya berada di bawah Mahkamah Agung, harus dibedakan antara organ Mahkamah
dan badan-badan peradilan dengan hakim sebagai pejabat hokum dan penegak keadilan.
C. Kesimpulan
Pendukung
dari Pancasila sebagai sistem etika adalah Pancasila memegang peranan dalam
perwujudan sebuah sistem etika yang baik di negara ini. Di setiap saat dan
dimana saja kita berada kita diwajibkan untuk beretika disetiap tingkah laku
kita. Seperti yang tercantum di sila ke dua pada Pancasila, yaitu “Kemanusian
yang adil dan beradab” sehingga tidak dapat dipungkiri bahwa kehadiran
pancasila dalam membangun etika bangsa ini sangat berandil besar. Dengan
menjiwai butir-butir Pancasila masyarakat dapat bersikap sesuai etika baik yang
berlaku dalam masyarakat maupun bangsa dan negara.
Referensi
Latif, Yudi. 2011. Negara Paripurna (Historisitas, Rasionalitas, dan Aktualitas
Pancasila). Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
PSP UGM dan Yayasan TIFA. Pancasila Dasar Negara Kursus Presiden
Soekarno tentang Pancasila, Edisi ke 1, Cetakan ke 1. Aditya Media
bekerjasama dengan Pusat Studi Pancasila (PSP). Yogyakarta dan Yayasan TIFA
Jakarta
Saksono, Ign. Gatut. 2007. Pancasila Soekarno (Ideologi Alternatif
Terhadap Globalisasi dan Syariat Islam). CV Urna Cipta Media Jaya
Syarbaini, Syahrial. 2012. Pendidikan Pancasila (Implementasi
Nilai-Nilai Karakter Bangsa) di Perguruan Tinggi. Bogor: Ghalia Indonesia.
No comments:
Post a Comment