PEMBAHASAN
DNA REKOMBINAN
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Enzim Restriksi
1. Penemuan Enzim Restriksi
Pada
tahun 1960an, telah ditemukan sekelompok enzim tertentu yang dapat mendegradasi
DNA dan menghambat (restrict) proses terjadinya infeksi dari bakteriofage
penginfeksi bakteri. Kelompok enzim ini, yang kemudian dikenal sebagai enzim
restriksi (Restriction Enzyme), terbukti berperan sangat penting dalam
penerapan teknologi DNA rekombinan di abad modern ini untuk memanipulasi DNA.
Enzim restriksi adalah enzim yang memotong dsDNA (baca: double stranded DNA)
pada situs spesifik. Situs yang dipotong oleh enzim restriksi disebut situs
pengenalan enzim (Recognition sequences). Enzim yang berbeda dapat mengenali
situs yang berbeda. Enzim yang dihasilkan oleh berbagai jenis bakteri dan
secara alami berfungsi untuk melindungi bakteri dari inkorporasi DNA asing.
2.
Penamaan Enzim
Restriksi
Penamaan enzim restriksi biasanya
berdasarkan inangnya, misalnya EcoRI berasal dari bakteri E. coli. Dalam
biologi molekuler, enzim restriksi biasanya digunakan untuk analisis
kekerabatan, rekayasa genetika dan identifikasi suatu molekul DNA.
Enzim
restriksi mampu memotong DNA pada situs pengenal dengan sekuensi DNA yang
sangat spesifik (Recognition site). Dengan demikian enzim ini mampu memproses
DNA menjadi potongan-potongan yang lebih pendek asal DNA tersebut memiliki
situs pengenal untuk enzim restrisi tertentu. Oleh enzim restriksi ini, DNA
genomik tanaman yang relatif kompleks organisasi DNA-nya dapat
dipotong-dipotong menjadi populasi potongan DNA dengan berbagai ukuran. Sampai
dengan tahun 1988an, telah diketahui hampir 475 macam enzim restriksi.
Situs pengenalan enzim restriksi kebanyakan terdiri dari empat basa atau enam basa, tetapi ada juga yang selain itu. Pada umumnya enzim restriksi yang berbeda memiliki situs pengenalan yang berbeda, namun ada beberapa enzim yang diisolasi dari sumber yang berbeda memiliki situs pengenalan yang sama.
Situs pengenalan enzim restriksi kebanyakan terdiri dari empat basa atau enam basa, tetapi ada juga yang selain itu. Pada umumnya enzim restriksi yang berbeda memiliki situs pengenalan yang berbeda, namun ada beberapa enzim yang diisolasi dari sumber yang berbeda memiliki situs pengenalan yang sama.
Enzim-enzim
seperti ini disebut isoschizomer, contohnya adalah enzim MboI dan Sau3AI.
Walaupun situs pengenalannya sama, aktivitas pemotongannya mungkin beda. Sekuen
pengenalan biasanya sama urutan basanya pada kedua utas DNA bila dibaca dengan
arah yang sama. Sekuen ini disebut palindromik. Berdasarkan ujung hasil
pemotongannya, enzim restriksi dapat memotong dengan ujung lengket/lancip
(sticky/cohesive end) dan ujung tumpul (blunt end).
Enzim yang memotong
pada edua utas tidak berhadapan langsung, tetapi selisih 2-4 basa menghasilkan
potongan dengan ujung lengket sedangkan enzim yang memotong pada tempat yang
berhadapan menghasilkan ujung tumpul contohnya adalah enzim SmaI.
Hingga
saat ini, paling tidak sudah terdapat ribuan enzim yang diperoleh dari berbagai
jenis mikroorganisme. Beberapa di antaranya yang terkenal dan sering digunakan
adalah enzim EcoRV, HindIII, SacI, TaqI, BamHI,
MspI dan lain-lain. Semua enzim tersebut dapat dibeli pada
perusahaan-perusahaan bioteknologi dengan harga yang sangat bervariasi seperti
Fermentas, Eppendorf, Sigma, Promega, Novagen dan Biogen.
3. Fungsi Enzim Restriksi
Enzim
Restriksi terbukti berperan sangat penting dalam penerapan teknologi DNA
rekombinan di abad modern ini untuk memanipulasi DNA.
Enzim Restriksi memiliki fungsi sebagai berikut:
-
Digunakan untuk memotong/mendegradasi
dsDNA (baca: double stranded DNA) pada situs spesifik. Situs yang dipotong oleh
enzim restriksi disebut situs pengenalan enzim (Recognition sequences).
-
Menghambat (restrict)
proses terjadinya infeksi dari bakteriofage penginfeksi bakteri.
-
untuk
melindungi bakteri dari inkorporasi DNA asing.
4.
Tipe Enzim Restriksi
Enzim restriksi dari strain K telah
diisolasi dan banyak dipelajari.
Selanjutnya,enzim ini dimasukkan ke dalam suatu kelompok enzim yang
dinamakan enzim restriksi tipe I. Banyak enzim serupa
yang ditemukan kemudian pada berbagai spesies bakteri lainnya.
Pada tahun 1970 T.J. Kelly menemukan enzim pertama
yang kemudian dimasukkan ke dalam kelompok enzim restriksi lainnya, yaitu enzim
restriksi tipe II. Ia mengisolasi enzim tersebut dari bakteri Haemophilus
influenzae strain Rd, dan sejak saat itu ditemukan lebih dari 475 enzim
restriksi tipe II dari berbagai spesies dan strain bakteri. Semuanya sekarang
telah menjadi salah satu komponen utama dalam tata kerja rekayasa genetika.
Enzim restriksi tipe II antara lain mempunyai sifat-sifat
umum yang penting sebagai berikut:
1. Mengenali urutan
mengenali urutan tertentu sepanjang empat hingga tujuh pasang basa di dalam molekul DNA
2. Mengenali urutan
tertentu sepanjang empat hingga tujuh pasang basa di dalam molekul DNA
3. memotong kedua untai
molekul DNA di tempat tertentu pada atau di dekat tempat pengenalannya
4. menghasilkan
fragmen-fragmen DNA dengan berbagai ukuran dan urutan basa.Sebagian besar enzim
restriksi tipe II akan mengenali dan memotong urutan pengenal yang mempunyai
sumbu simetri rotasi.
B. Enzim Ligase
Enzim DNA ligase digunakan untuk
menyambung DNA.Pemotongan DNA genomik dan DNA vektor menggunakan enzim restriksi
harus menghasilkan ujung-ujung potongan yang kompatibel. Artinya,
fragmen-fragmen DNA genomik nantinya harus dapat disambungkan (diligasi) dengan
DNA vektor yang sudah berbentuk linier.
Ada
tiga cara yang dapat digunakan untuk meligasi fragmen-fragmen DNA secara in
vitro. Pertama, ligasi menggunakan enzim DNA ligase dari bakteri. Kedua,
ligasi menggunakan DNA ligase dari sel-sel E. coli yang telah
diinfeksi dengan bakteriofag T4 atau lazim disebut sebagai enzim T4
ligase. Jika cara yang pertama hanya dapat digunakan untuk meligasi ujung-ujung
lengket, cara yang kedua dapat digunakan baik pada ujung lengket maupun pada
ujung tumpul. Sementara itu, cara yang ketiga telah disinggung di atas, yaitu
pemberian enzim deoksinukleotidil transferase untuk menyintesis untai tunggal
homopolimerik 3’. Dengan untai tunggal semacam ini akan diperoleh ujung lengket
buatan, yang selanjutnya dapat diligasi menggunakan DNA ligase.
Suhu
optimum bagi aktivitas DNA ligase sebenarnya 37ºC. Akan tetapi, pada suhu ini
ikatan hidrogen yang secara alami terbentuk di antara ujung-ujung lengket akan
menjadi tidak stabil dan kerusakan akibat panas akan terjadi pada tempat ikatan
tersebut. Oleh karena itu, ligasi biasanya dilakukan pada suhu antara 4
dan 15ºC dengan waktu inkubasi (reaksi) yang diperpanjang (sering kali hingga
semalam).
Pada reaksi ligasi antara fragmen-fragmen DNA
genomik dan DNA vektor, khususnya plasmid, dapat terjadi peristiwa religasi
atau ligasi sendiri sehingga plasmid yang telah dilinierkan dengan enzim
restriksi akan menjadi plasmid sirkuler kembali. Hal ini jelas akan menurunkan
efisiensi ligasi.
Untuk
meningkatkan efisiensi ligasi dapat dilakukan beberapa cara, antara lain
penggunaan DNA dengan konsentrasi tinggi (lebih dari 100µg/ml), perlakuan
dengan enzim alkalin fosfatase untuk menghilangkan gugus fosfat dari ujung 5’
pada molekul DNA yang telah terpotong, serta pemberian molekul linker, molekul
adaptor, atau penambahan enzim deoksinukleotidil transferase untuk menyintesis
untai tunggal homopolimerik 3’ seperti telah disebutkan di atas.
C. Vektor
1. Karakteristik Vektor DNA
Vektor DNA memiliki tiga
karakteristik yaitu:
a. Mengandung asal
replikasi (origin of replication) yang memungkinkan DNA bereplikasi secara
independen/bebas dari kromosom inang.
b. Mengandung marker selektif yang menyebabkab sel
yang membawa vector (termasuk DNA yang dibawa) dapat diidentifikasi
c. Memiliki situs yang unik/khas untuk satu atau
lebih enzim restriksi. Hal ini menyebabkan fragmen DNA dapat disisipkan
pada tempat tertentu dalam vector sehingga penyisipan tidak mengganggu
kedua fungsi lainnya.
2. Macam-macam Vektor
a. Plasmid
Plasmid digunakan sebagai vektor
untuk mengklonkan gen atau mengklonkan fragmen DNA atau mengubah sifat bakteri.Vektor
yang paling umum berukuran kecil (kira-kira 3 kb) merupakan molekul DNA
sirkular disebut plasmid. Molekul ini biasanya ditemukan pada banyak
bakteri. Pada banyak kasus, DNA plasmid membawa gen resistensi terhadap
antibiotik.
-
Bakteriofag
-
Kosmid
-
Vektor YACs
-
Vektor Yeps
-
Vektor BAC
D. Teknologi DNA
Rekombinan
1. Pengertian Teknologi DNA
Rekombinan
Secara klasik analisis molekuler protein dan
materi lainnya dari kebanyakan organisme ternyata sangat tidak mudah untuk
dilakukan karena adanya kesulitan untuk memurnikannya dalam jumlah besar.
Namun, sejak tahun 1970-an berkembang suatu teknologi yang dapat diterapkan
sebagai pendekatan dalam mengatasi masalah tersebut melalui isolasi dan
manipulasi terhadap gen yang bertanggung jawab atas ekspresi protein tertentu
atau pembentukan suatu produk.
Teknologi yang dikenal sebagai teknologi
DNA rekombinan, atau dengan istilah
yang lebih populer rekayasa genetika, ini melibatkan upaya
perbanyakan gen tertentu di dalam suatu sel yang bukan sel alaminya sehingga
sering pula dikatakan sebagai kloning gen. Banyak definisi
telah diberikan untuk mendeskripsikan pengertian teknologi DNA rekombinan. Salah satu di antaranya, yang mungkin
paling representatif, menyebutkan bahwa teknologi DNA rekombinan adalah
pembentukan kombinasi materi genetik yang baru dengan cara penyisipan molekul
DNA ke dalam suatu vektor sehingga memungkinkannya untuk terintegrasi dan
mengalami perbanyakan di dalam suatu sel organisme lain yang berperan sebagai
sel inang.
Teknologi DNA rekombinan mempunyai dua segi
manfaat. Pertama, dengan mengisolasi dan mempelajari masing-masing gen akan
diperoleh pengetahuan tentang fungsi dan mekanisme kontrolnya. Kedua, teknologi
ini memungkinkan diperolehnya produk gen tertentu dalam waktu lebih cepat dan
jumlah lebih besar daripada produksi secara konvensional.
Pada
dasarnya upaya untuk mendapatkan suatu produk yang diinginkan melalui teknologi
DNA rekombinan melibatkan beberapa tahapan tertentu (Gambar 9.1).
Tahapan-tahapan tersebut adalah isolasi DNA genomik/kromosom yang akan diklon,
pemotongan molekul DNA menja di sejumlah fragmen dengan berbagai ukuran,
isolasi DNA vektor, penyisipan fragmen DNA ke dalam vektor untuk menghasilkan
molekul DNA rekombinan, transformasi sel inang menggunakan molekul DNA
rekombinan, reisolasi molekul DNA rekombinan dari sel inang, dan analisis DNA
rekombinan.
2. Teknik DNA Rekombinan
Teknologi DNA rekombinan
telah mungkinkan bagi kita untuk: mengisolasi DNA dari berbagai organisme,
menggabungkan DNA yang berasal dari organisme yang berbeda sehingga terbentuk
DNA rekombinan, memasukkan DNA rekombinan ke dalam sel organisme prokariot
maupun eukariot hingga DNA rekombinan dapat berepilkasi dan bahkan dapat
diekspresikan. Jadi, Teknologi DNA Rekombinan merupakan
kumpulan teknik atau metoda yang digunakan untuk mengkombinasikan gen-gen di
dalam tabung reaksi.
Teknik-teknik tersebut
meliputi:
-
Teknik
untuk mengisolasi DNA
-
Teknik
untuk memotong DNA
-
Teknik
untuk menggabung atu menyambung DNA
-
Teknuk
untuk memasukkan DNA ke dalam sel hidup
Perangkat
yang digunakan dalam teknologi DNA rekombinan adalah perangkat-perangkat yang
ada pada bakteri. Perangkat tersebut antara lain adalah: enzim restriksi, enzim
DNA ligase, plasmid, transposon, pustaka genom, enzim transkripsi balik,
pelacak DNA/RNA.
1. Vektor,berupa plasmid
bakteri atau viral ADN virus.
n
2. Bakteri, berperan
dalam perbanyakan plasmid melalui perbanyakan bakteri.
Enzim,
terdiri dari enzim RESTRIKSI (pemotong plasmid/ADN) dan enzim Ligase (penyambung
ptongan-potongan ADN)
E. Isolasi DNA
DNA adalah molekul yang
terdapat pada semua mahluk hidup. Molekul ini sangat kecil sehingga tidak dapat dilihat dengan mata.
Tetapi DNA dapat diekstrak dari ribuan sel sehingga DNA dapat terlihat karena
jumlahnya yang sangat banyak. Tahapan dalam ekstraksi DNA adalah
pemecahan sel, keluarnya DNA dari nukleus dan pengendapan/presipitasi DNA.
Ekstraksi DNA memiliki banyak aplikasi praktis, diantaranya adalah untuk tujuan
pemuliaan, evolusi, sitematik, konservasi, dll. Dalam ekstraksi DNA tumbuhan,
metode ekstraksi yang sering digunakan adalah berdasarkan Doyle dan Doyle
91989).
Metode ini menggunakan buffer ekstraksi yang terdiri dari:
1. Elektroforesis DNA
Pemisahan
DNA dilakukan dengan menggunakan elektroforesis gel. Molekul DNA terpisah
berdasarkan ukuran ketika dilewatkan pada matriks gel dengan aliran
listrik. DNA memiliki muatan negatif, dan saat berada dalam aliran
listrik, akan bermigrasi melalui gel menuju kutub positif (Gambar 1).
Molekul yang berukuran besar, memiliki kesulitan melewati pori-pori gel
sehingga bermigrasi lebih lambat melalui gel dibandingkan DNA yang berukuran
lebih kecil. Setelah elektroforesis selesai, molekul DNA divisualisasi dengan
pewarna fluorescent seperti ethidium yang berikatan dengan DNA dan berada di
antara basa-basa DNA.
Dua alternatif macam gel adalah
poliakrilamida dan agarosa. Poliakrilamida memiliki kapasitas resolusi
yang lebih tinggi, tetapi gel poliakrilamida dapat memisahkan DNA hanya dalam
rentang ukuran DNA yang sempit. Jadi gel poliakrilamida dapat memisahkan DNA
satu sama lainnya yang berbeda ukurannya hanya beberapa atau bahkan satu pasang
basa saja tetapi pada molekul yang berukuran beberapa ratus pasang basa saja
(dibawah 1000 pasang basa). Gel agarosa memiliki resolusi yang lebih
rendah tetapi dapat memisahkan DNA yang berukuran sampai puluhan kilo pasang
basa.
DNA yang berukuran sangat panjang tidak dapat
melewati pori gel bahkan pori gel agarosa. DNA yang sangat besar melewati
matriks dengan satu ujung bergerak lebih dulu sedang ujung lainnya
mengikuti. Akibatnya DNA diatas ukuran tertentu (30 -50 kb) bermigrasi
dengan jarak yang sama sehingga tidak dapat diamati pemisahannya. DNA
yang sangat panjang ini dapat dipisahkan satu sama lainnya dengan jika daerah
listrik diaplikasikan dalam ‘pulses’ yang berasal secara orthogonal satu sama
lainnya. Teknik ini disebut pulsed-field gel
electrophoresis (PFGE) (Gambar 2).Gambar 2. Pulsed field gel electrophoresis
Elektroforesis juga digunakan
untuk memisahkan RNA. Seperti juga DNA, RNA memiliki muatan negative,
tetapi molekul RNA merupakan molekul utas tunggal dan memiliki struktur
sekunder atau tersier. Untuk mengatasinya, RNA diberi perlakuan dengan
glyoxal yang bereaksi dengan RNA sehingga menghalangi pembentukan pasangan
basa. RNA yang ter-glyoxylasi tidak dapat membentuk struktur sekunder
atau tersier sehingga dapat bermigrasi dengan mobilitas yang proporsional
terhadap ukurannya. Elektroforesis
juga digunakan untuk memisahkan protein dengan prinsip yang sama.
2. . Pemotongan DNA dengan Enzim
Restriksi
Enzim
restriksi yang digunakan dalam biologi molekuler umumnya mengenali urutan basa
yang pendek (4-8 bp) dan memotong pada posisi tertentu yang telah ditentukan
dalam urutan sekuens DNA tersebut. Contohnya adalah enzim EcoRI yang
ditemukan pada strain Escherichia coli dan merupakan enzim restriksi
yang pertama (I) ditemukan pada spesies ini. Enzim ini mengenali urutan
DNA 5′-GAATTC-3′.
Jika molekul DNA yang sama dipotong dengan
enzim restriksi yang berbeda, misalnya oleh HindIII yang mengenali urutan
6pb (5′-AAGCTT-3′), atau dipotong dengan EcoRI, maka molekul DNA dipotong
pada posisi yang berbeda dan menghasilkan fragmen dengan ukuran yang berbeda
(Gambar 4). Jadi sebuah molekul akan menghasilkan
sebuah seri karakteristik pola pemotongan DNA saat dipotong dengan satu set
enzim restriksi yang berbeda.
Enzim restriksi jenis lain seperti Sau3A1
yang ditemukan pada bakteri Staphylococcus aureus mengenali sekuens
teramerik (4bp) dengan urutan 5′-GATC-3′ sehingga enzim ini memiliki frekuensi
yang lebih tinggi dalam memotong DNA, kira-kira satu kali dalam 250bp. Di
sisi lain terdapat enzim retriksi yang mengenali sekuens oktamerik (8 bp) yaitu
enzim NotI yang mengenali uruta 5′-GCGGCCGC-3′ dan rata-rata memotong hanya
sekali dalam 65 kb.
Enzim restriksi tidk hanya berbeda dalam
urutan basa yang dikenali, tetapi juga pada pada struktur hasil produk
pemotongannya. Beberapa enzim seperti HpaI menghasilkan produk dengan
ujung tumpul, enzim lain seperti EcoRI, HindIII dan PstI menghasilkan ujung
lengket (Gambar 3).
3. Hibridisasi DNA untuk
mengidentifikasi molekul DNA yang spesifik
DNA yang telah terdenaturasi
memiliki kapasitas untuk bergabung kembali (untuk membentuk kembali pasngan
basa di antara utas komplementer). Hal ini menyebabkan terjadinya
pembentukan molekul hybrid saat homolog, DNA yang terdenaturasi dari dua sumber
yang berbeda bercampur satu sama lain dalam kondisi yang sesuai kekuatan ion
dan temperaturnya. Proses perpasangan basa antara polinukleotida utas
tunggal yang komplementer disebut hibridisasi.
Banyak teknik yang tergantung pada ke-khas-an hibridisasi antara dua
molekul DNA dari sekuens yang komplementer. Sebagai contoh, hibridisasi
merupakan dasar untuk mendeteksi sekuens spesifik dalam campuran asam nukleat
yang kompleks. Dalam hal ini, satu molekul adalah ‘probe’ dari sekuens
tertentu (dapat berupa sekuens yang dimurnikan atau molekul DNA yang disintesis
secara kimia. Probe digunakan untuk mencari molekul yang memiliki sekuens
komplementer dalam campuran DNA.
DNA probe harus dilabel,
sehingga dapat dengan mudah diketahui lokasinya saat telah menemukan sekuens
targetnya. Campuran yang telah ter=probe dipisahkan
berdasarkan ukuran pada gel atau didistribusikan sebagai perpustakaan klon
(library of clones) Gambar 6.
Misalnya genom yeast dipotong dengan enzim EcoRI dan peneliti ingin
mengetahui ukuran fragmen DNA yang mengandung gen yang diinginkan. Saat
diwarnai dengan etidium bromida, ribuan fragmen DNA yang dihasilkan dari
pemotongan genom yeast dengan enzim restriksi berjumlah terlalu banyak sehingga
tidak dapat dipisahkan menjadi ‘band’ DNA yang terpisah. Mereka tampak ‘smear’.
Teknik yang dianamakan Southern blot hybridization akan mengidentifikasi ukuran
dari fragmen tertentu di antara smear DNA.
Gel edirendam dalam larutan
alkamli untuk mendenaturasikan double heliks. Fragmen ini kemudian
ditransfer dari gel ke membrane yang bermuatan positif tempat DNA akan
terikat. Setelah DNA tertransfer pada membran, membran diinkubasi dengan
probe yang mengandung sekuens DNA komplementer dengan sekuens yang
diinginkan. ‘Probing’ dilakukan dalam kondisi konsentrasi garam dan temperature
dekat dengan kondisi denaturasi dan reanturasi asam nukleat. Dalam
kondisi ini DNA probe akan berhibridisasi dengan kuat hanya dengan komplementer
yang tepat.
Media film atau media yang sensitif terhadap cahaya atau elektron
yang dikeluarkan oleh DNA yang dilabel dapat mendeteksi lokasi probe
berhibridisasi. Saat X-ray film diekspos ke filter dan di-develop, maka akan
menghasilkan autoradiogram dengan pola terekspos sama dengan lokasi hybrid
(Gambar 1).
4. Kloning DNA
Kemampuan
molekul DNA membentuk rekombinan dan menjaganya dalam sel disebut kloning
DNA. Proses ini melibatkan vektor yang menjadi sarana DNA untuk
memperbanyak klon DNA dalam sel dan ‘insert DNA’ yang disisipkan di dalam
vector. Kunci untuk menghasilkan molekul DNa rekombinan adalah enzim restriksi
yang memotong DNA pada tempat spesifik dan enzim lain yang yang menyambung DNA
yang terpotong dengan DNA lain. Dengan menghasilkan molekul DNA
rekombinan yang dapat diperbanyak pada organisme inang, fragmen DNA tertentu
dapat dimurnikan dan diamplifikasi untuk menghasilkan produk dalam jumlah
besar.
Teknik
isolasi DNA tersebut dapat diaplikasikan, baik untuk DNA genomik maupun DNA
vektor, khususnya plasmid. Untuk memilih di antara kedua macam molekul DNA ini
yang akan diisolasi dapat digunakan dua pendekatan. Pertama, plasmid pada
umumnya berada dalam struktur tersier yang sangat kuat atau dikatakan mempunyai
bentuk covalently closed circular (CCC), sedangkan DNA kromosom
jauh lebih longgar ikatan kedua untainya dan mempunyai nisbah aksial yang sangat
tinggi. Perbedaan tersebut menyebabkan DNA plasmid jauh lebih tahan terhadap
denaturasi apabila dibandingkan dengan DNA kromosom. Oleh karena itu, aplikasi
kondisi denaturasi akan dapat memisahkan DNA plasmid dengan DNA kromosom.
Pendekatan
kedua didasarkan atas perbedaan daya serap etidium bromid, zat pewarna DNA yang
menyisip atau melakukan interkalasi di sela-sela basa molekul DNA. DNA plasmid
akan menyerap etidium bromid jauh lebih sedikit daripada jumlah yang diserap
oleh DNA kromosom per satuan panjangnya. Dengan demikian, perlakuan menggunakan
etidium bromid akan menjadikan kerapatan DNA kromosom lebih tinggi daripada
kerapatan DNA plasmid sehingga keduanya dapat dipisahkan melalui sentrifugasi
kerapatan.
a. Kloning DNA dalam plasmid vektor
DNa dipotong dengan enzim restriksi, kemudian
dimasukkan ke dalam vektor untuk diperbanyak. Inang (host) yang umum
digunakan untuk memperbanyak DNA adalah bakteri E. coli. Vektor DNA
memiliki tiga karakteristik yaitu:
1. Mengandung asal
replikasi (origin of replication) yang memungkinkan DNA bereplikasi secara independen/bebas dari
kromosom inang.
2. Mengandung marker
selektif yang menyebabkan sel yang membawa vektor (termasuk DNA yang dibawa)
dapat diidentifikasi.
3. Memiliki situs yang
unik/khas untuk satu atau lebih enzim restriksi. Hal ini menyebabkan
fragmen DNA dapat disisipkan pada tempat tertentu dalam vector sehingga
penyisipan tidak mengganggu kedua fungsi lainnya.
Vektor yang paling umum berukuran kecil
(kira-kira 3 kb) merupakan molekul DNA sirkular disebut plasmid. Molekul
ini biasanya ditemukan pada banyak bakteri. Pada banyak kasus, DNA
plasmid membawa gen resistensi terhadap antibiotika.
Memasukkan fragmen DNA ke dalam vector
pada dasarnya merupakan proses yang mudah. Misalnya plasmid memiliki situs
pengenalan untuk EcoRI, maka vector disiapkan dengan memotongnya dengan Eco
RI. Potongan DNA yang akan diklon kemudian disambungkan dengan bantuan
DNA ligase (Gambar 1).
b. Vektor dapat dimasukkan ke organism inang
melalui transformasi
Transformasi
merupakan proses dimana organisme inang mengambil DNA dari lingkungan.
Beberapa bakteri, tetapi bukan E. coli dapat mengambil DNA secara
alami dan dikatakan memiliki kompetensi genetik. E. coli dapat bersifat
kompeten mengambil DNA melalui perlakuan dengan ion kalsium.
Antibiotika kemudian ditambahkan dalam medium untuk menyeleksi
pertumbuhan sel yang mengambil DNA plasmid - sell ini disebut transforman. Sel
yang membawa plasmid akan dapat tumbuh pada medium, sedang yang tidak membawa
plasmid, tidak dapat tumbuh (Gambar 7).
c. Perpustakaan molekul DNA (DNA library) dapat
dihasilkan melalui cloning
Perpustakaan
DNA merupakan populasi vector identik yang masing-masing berisi insert yang
berbeda. Untuk membuat perpustakaan DNA, DNA target dipotong dengan enzim
restriksi yang memberikan ukuran rata-rata insert yang diinginkan. Ukuran
insert dapat berkisar kurang dari 100 bp sampai lebih dari satu megabase.
DNA yang telah terpotong selanjutnya dicampurkan dengan vector yang sesuai
(yang dipotong dengan enzim restriksi yang sama) dan ditambah ligase. Hal
ini menghasilkan koleksi vector dengan insert DNA yang berbeda (Gambar 2).
Berbagai perpustakaan DNA dapat dihasilkan dengan menggunakan insert
dari berbagai sumber. Perpustakaan DNA yang paling sederhana dihasilkan
dari DNA genomik total yang disebut dengan ‘genomic libraries’.‘cDNA library’
dikembangkan untuk memperkaya ‘coding sequences’ dalam library. cDNA
library dibuat dengan menggunakan mRNA yang dikonversi menjadi DNA.
Proses ini disebut reverse transcription yang dilakukan oleh enzim reverse
transcriptase (Gambar 9). Saat diberi perlakuan dengan reverse
transcriptase, mRNA dikonversi menjadi kopi DNA utas ganda yang disebut
cDNA (copy DNA).
Selanjutnya, proses
pembentukan library sama dengan pembentukan library pada DNA genomic.
cDNA dan vector diberi perlakuan dengan enzim restriksi yang sama dan
fragmen-fragmen hasilnya disambungkan ke dalam vektor.
d. Hibridisasi digunakan untuk mengidentifikasi
klon spesifik dari sebuah library
Identifikasi fragmen dari
sebuah gen di antara klon-kon dapat dilakukan dengan menggunakan DNA probe yang
urutan DNAnya sesuai dengan sebagian dari urutan DNA gen yang diinginkan.
Proses penggunaan probe dengan DNA yang dilabel digunakan untuk melakukan screening
terhadap library disebut colony hybridization. cDNA library akan memiliki
ribuan insert yang berbeda dan masing-masing terdapat dalam vektot umum.
Setelah transformasi ke dalam bakteri khusus yang cocok sebagai inang, sel
ditumbuhkan dalam cawan petri dalam media agar. Tiap sel akan tumbuh
menjadi koloni dan tiap sel dalam koloni mengandung vector yang sama dan insert
dari library, membrane filter dengan positive charge digunakan untuk probing.
Membran ditekan di atas koloni dan cetakan koloni aakan berada pada
membrane. Selanjutnya dilakukan probing terhadap filter. Filter
yang mengandung sel diberi perlakuan yang memecah sel dan mengeluarkan DNA yang
kemudian terikat pada filter pada lokasi yang sama dengan sel. Filter
selajutnya diinkubasi dengan probe.
e.
PCR (polymerase chain reaction)
PCR adalah sebuah teknik
biologi molekuler untuk mereplikasikan DNA dengan menggunakan enzim Taq
polimerase. PCR digunakan untuk mengamplifikasi bagian DNA yang pendek
(sampai 10 kb). Sejak ditemukan oleh Kary Mullis pada tahun 1983, teknik ini
telah melahirkan teknik PCR-based marker teknik lainnya yang sangat bervariasi.
Protokol dasar PCR adalah:
1.
DNA utas
ganda didenaturasi pada suhu 95C sehingga membentuj DNA utas yang berfungsi
sebagai cetakan.
2.
DNA utas tunggal yang pendek (disebut primer)
berikatan dengan DNA cetakan pada temperature rendah. Ikatan preimer
terjadi pada utas yang komplementer dengan cetakan pada daerah ujung batas
sekuen DNA target.
3.
Suhu
ditingkatkan menjadi 72C sehingga enzim DNA polymerase dapat melakukan
sintesis DNA membentuk utas ganda DNA baru.
4.
Utas ganda
DNA yang baru disintesis, didenaturasi pada suhu tinggi dan siklus berulang.
Gambar 10 menunjukkan proses PCR. Produk PCR diamati dengan
gel elektroforesis dengan menggunakan gel agarose ataupun gel poliakrilamida
dan diamati dengan uv-transiluminator.
No comments:
Post a Comment