Makalah Abu Bakar
Pendahuluan
1. Latar Belakang
Abu Bakar As-Sidiq adalah khalifah yang terkenal
dengan kebenarannya (kejujurannya) dam keadilam dalam memimpin rakyatnya di
masa kepemimpinannya itu. Banyak permasalahan-permasalahan yang ia hadapi di
saat ia menjadi khalifah.
Abu Bakar adalah khalifah pertama di bai’at setelah
wafatnya nabi Muhammad saw. Dilihat dari sekelumit cerita tentang khalifah Abu
Bakar As-Sidiq menjadikan kami penulis
begitu besar keinginan kami untuk mengangkat tema tentang “Khalifah Abu
Bakar As-Sidiq”. Sebagai makalah kami yang kami jadikan sebagai bahan
diskusi kami pada mata kuliah “sejarah
peradaban islam”.
Karena kami merasa sudah sewajarnya jika kita semua
sebagai umat islam mengetahui alat belakang kehidupan sosok sang khalifah Abu
Bakar As-Sidiq agar kiranya dapat kita jadikan contoh ketika kita menjadi
pemimpin nanti.
2. Rumusan Masalah
Membahas tentang kehidupan seorang khalifah bukanlah sesuatu yang gampang atau mudah, melainkan
begitu luas dan banyak. Akan tetapi,
pada makalah ini kami pemakalah membatasi pembahasan kami pada:
1. Bagaimanakah kehidupan Abu Bakar As-Sidiq di masa kecil?
2. Bagaimanakah dan dimanakah proses pengangkatan Abu Bakar
As-Sidiq sebagai khalifah pengganti nabi
setelah nabi wafat?
3. Bagaimanakah masa pemerintahan Abu Bakar As-Sidiq?
Batasan-batasan yang kami pemakalah buat sematqa-mata
hanya agar diskusi yang akan dilaksanakan tidak menyimpang dari silabus pada
mata kuliah sejarah peradaban islam yang telah ditentukan.
3. Tujuan
Tak banyak tujuan pemakalah pada adanya makalah ini,
hanya harapan kami yang tak pernah pupus adalah semoga makalah ini dapat
menjadi bahan diskusi pada mata kuliah
sejarah peradaban islam, dan makalah ini dapat menambah wawasan kami,
dan pada pemakalah khususnya dan teman-teman mahasiswa sekalian tentang Khalifah
Abu Bakar As-Sidiq.
Harapan kami semoga makalah ini dapat diterima
sebagaimana mestinya dan digunakan sebagaimana baiknya. Semoga dengan adanya
makalah ini kita sebagai mahasiswa yang berkualitas dapat mengetahui dengan
sempurna siapakah sosok khalifah Abu Bakar As-Sidiq itu sebenarnya.
PEMBAHASAN
A.
Riwayat hidup Abu Bakar As-Siddiq
Masa kecil Abu Bakar As-Siddiq tidak banyak membantu
untuk mengenal pribadinya dalam situasi kehidupan saat itu. Cerita sekitar masa
anak-anak dan remajanya tidak juga memuaskan. Apa yang diceritakan tentang
kedua orang tuanya tidak lebih Bari pada sekedar menyebut nama saja. Setelah
Abu Bakar menjadi tokoh sebagai muslim yang penting, baru nama ayahnya, namun
pengaruh ayahnya dalam kehidupan Abu Bakar tidak ada. Tetapi yang menjadi
perhatiaan dikalangan sejarawan sawaktu itu justru yang menyangkut kabilahnya
serta kedudukannya di tengah-tengah masyarakat Quraisy. Tak bedanya mereka itu
dalam hal ini dengan sejarah Arab umumnya. Dengan melihat pertaliannya kepada
salah satu kabilah sudah cukup untuk mengetahui watak dan akhlak mereka.
Adakalanya yang demikian ini baik, dan kadang juga mereka yang percaya pada
prinsip keturunan itu berguna untuk menentukan kecenderungan mereka, kendati
yang lain menganggap penilaian demikin sudah berlebihan, dan ini yang membuat
mereka tidak cermat dalam meneliti.[1]
Semasa kecil Abu Bakar hidup seperti umumnya anak-anak
di Mekkah. Lepas masa anak-anak ke masa usia remaja ia bekerja sebagai pedagang
pakaian. Usahanya ini mendapat sukses. Dalam usia muda itu ia kawin dengan
Qutailah binti Abdul Uzza. Dari perkawinan ini lahir Abdullah dan Asma. Asma
inilah yang kemudian dijuluki Zaitun
Nitaqain. Sesudah dengan itu ia kawin lagi dengan Umm Rauman bint Amir bin
Uwaimir. Dari perkawinan ini lahir AbdurRahman dan Aisyah. Kemudian di Medinah
is kawiin dengan Habibah binti Khairijah, setelah itu dengan Asma' bint Umais
yang melahirkan Muhammad. Sementara itu usaha dagangannya berkembang pesat dan
dengan sendirinya ia memperoleh laba yang cukup besar.[2]
Di dalam keberhasilannya dalam perdagangannya Abu
Bakar mungkin saja disebabkan oleh pribadi dan wataknya. Berpewatakan kurus,
putih, dengan sepanjang bahu yang kecil dan muka lancip dengan mata yang cekung
disertai dagu yang agak melonjong dan urat-urat tangan yang tampak jelas,
begitulah dilukiskan oleh putrinya, Aisyah Ummulmukminin. Begitu damai
perangainya, sangat lemah lembut dan
sikapnya tenang. Dan tak mudah terdorong hawa nafsu. Dibawa oleh sikapnya yang
selalu tenang, pandangannya yang jernih serta pikirannya yang tajam banyak
kepercayaan dan kebiasaan-kebiasaan masyarakat yang tidak diikutinya. Aisyah
menyebutkan bahwa ia tak pemah minum-minuman keras, di zaman jahiliyah ataupun
Islam, meskipun penduduk Mekkah umumnya sudah begitu hanyut ke dalam khomar dan
mabuk-mabukkan.
Ia seorang ahli silsilah bicaranya sedap dan pandai
bergaul, seperti dilukiskan oleh Ibnu Hisyam.
Abu Bakar adalah laki-laki yang akrab dikalangan masayarakat, disukai karena
ia serba mudah, ia dari keluarga Quraisy yang paling dekat dan paling banyak
mengetahui seluk beluk kabilah itu yang baik dan yang jahat. Ia seorang
pedagang dengan perangai yang sudah cukup terkenal.
Karena suatu masalah, pemuka-pemuka masyarakat sering
datang menemuinya mungkin karena pengetahuannya, karena pedagangannya atau
mungkin juga karena cara pergaulannya yang enak.
Hanya dua tahun berapa bulan saja Abu Bakar lebih muda
dari Muhammad. Besar sekali kemungkinannya, usia yang tidak berkejauhan itu,
persamaan bidang usaha serta ketenangan jiwa dan perangainya itu pula yang
membuat Abu Bakar cepat dalam menerima Islam.[3]
Orang pertama yang didekati Muhammad untuk masuk Islam
adalah Abu Bakar ibn Abi Quhafah. Abu Bakar adalah seorang saudagar terkenal di
kota, di mana para saudagar adalah penguasa. Ia berasal dari suku Terhor Taim,
salah sebuah iklan Quraisy. Ia berusia tiga puluh delapan tahun tetapi sudah
menjadi kepala suku dan mempunyai kekuasaan serta pengaruh besar terhadap orang
Quraisy secara keseluruhan. Diriwayatkan bahwa ia adalah orang yang sangat
banyak tahu tentang silsilah Quraisy dan suku Arab lainnya, serta nenek moyang
pertautan darah antar mereka.[4]
B.
Pengangkatan Abu Bakar As-Sidiq sebagai Khalifah
Ketika pelantikan Abu Bakar selesai, jenazah Nabi
dirumah masih dikelilingi keluarga; Ali bin Abi Talib. Abbas bin Abdul
Muttallib bersama beberapa orang yang turut menyelenggarakan. Tidak jauh dari
mereka, di dalam masjid ada juga beberapa orang dari kalangan muhajirin.[5]
Seperti kita lihat, balat ini selesai dalam keadaan
yang membuat beberapa sumber menghubungkan kata-kata ini pada umar.
"Peristiwa sangat tiba-tiba sekali."
Tetapi sumber-sumber lain berpendapat bahwa Abu Bakar,
Umar dan Abu Ubaidah sudah sepakat, bahwa pimpinan memang akan berada ditangan
Abu Bakar. Apa pun yang akan dikatakan kedua sumber itu, yang tak jelas ialah,
bahwa keputusan saqifah ini telah menyelamatkan Islam yang Baru tumbuh itu dari
malapetaka, yang hanya Allah saja yang tahu akan segala akibatnya.[6]
Abu Bakar telah meratakan jalan untuk menghilangkan
segala perselisihan dikalangan Muslimin. Ia juga telah meratakan jalan menuju
politik yang polanya sudah diletakan oleh Rasulullah untuk mencapai
keberhasilan sehingga membuka pula jalan ke arah kedaulatan Islam kemudian
hari. Dengan karunia Tuhan juga, akhimya agama ini tersebar ke segenap penjuru
dunia. Bahkan sesudah itu mereka merasa cukup senang di samping Muhajirin.
Mereka pun puas sekali dengan wasiat Rasulullah dalam sakitnya yang terakhir
tatkata berkata:
يا معشر المهاجرين
استو صوابالانصار خيرا
فإن الناس يزيدون
والانصار على هيتها لايزيدا
وإنهم كانوا عيبتى
التى أويت إليها
فأحسنوا إلى محسنهم و
تجاوزوا عن مسيسهم
Artinya:
"Saudara-saudara Muhajirin, jagalah kaum Anshar itu baik-baik;
sebab selama orang bertambah banyak, orang-orang Anshar Akan seperti itu juga
keadaannya. Mereka orang-orang tempat aku menyimpan rahasiaku dan yang telah
memberi pertindungan kepadaku. Hendaklah kamu berbuat baik atas kebaikan mereka
itu dan maafkanlah kesalthan mereka.[7]
Dalam sebuah sumber yang disebutkan oleh Ya'qubi, juga
penulis-penulis sejarah yang lain menyebutkan, dan masih cukup terkenal bahwa
ada kelompok Muhajirin dan Ansar yang mengadakan pertemuan dengan Ali bin Abu
Talib di rumah Fatimah putri Rasulullah dengan maksud hendak membaiat Ali. Di
antara mereka itu Khalid bin Said yang mengatakan: "Sungguh, tak ada orang
yang lebih patut menempati kedudukan Muhammad selain engkau.[8]
C.
Masa pemerintahan khalifah Abu Bakar As-Sidiq
Kata-kata ini diungkapkan oleh para sejarawan sebagai
bukti tentang sifat Abu Bakar yang sangat rendah hati dan bijak. Menurut hemat
saya kata-kata itu perlu kita renungkan dengan arti yang lebih dalam, yang ada
hubungannya dengan kepribadian dan watak Abu Bakar, yakni betapa jelasnya
Muslimin dahulu itu melukiskan konsep pemerintahan. Berabad-abad sudah berialu
sebelum pemerintahan Rasulullah, disusul dengan berabad-abad Pula sesudahnya,
dalam pada itu sudah sekian banyak bangsa dengan raja-raja clan
penguasa-penguasanya yang menganggap diri khalifah Allah, wakil Tuhan di bumi.
Oleh pengikut-pengikutnya memang dianggap demikian.
Dengan begitu mereka menyandang kesucian, yang tak ada
pada orang lain, seperti halnya di Mesada zaman Firaun dahulu kala, di antara
mereka ada yang berkata, kepada bangsanya: "Akulah Tuhanmu Yang
Tertinggi". Kebanyakan orang Mesir ketika itu mempercayai sifat-sifat
ketuhanan itu pada raja-raja mereka, lalu kepercayaan demikian tambah
diperdalam oleh propaganda Para pendetanya. Demikian pula halnya di Asiria, di
Iran, di India dan lain-lain yang semasa dengan Firaun. Raja-raja yang paling
rendah hati masa itu menganggap diri wakil Tuhan di bumi.[9]
Pada abad-abad pertengahan di Eropa banyak Bari
kalangan pendeta yang menganggap para raja itu memang benar-benar suci,
kesucian yang diperoleh dari Tuhan sehingga kekuasaan mereka atas manusia sudah
tak terbatas lagi, dan menganggap mereka wakil-wakil Tuhan.
Abu Bakar tidak menolak bahwa dia memang Khalifah
Rasulullah, tetapi dia menggantikan. Rasulullah Sallallahu 'alaihi wasallam
dalam memimpin kaum Muslimin serta mengurus segala kepentmgan mereka dalam
batas-batas yang sesuai dengan apa yang diperintahkan dan dilarang oleh Allah.
Tetapi yang di balik itu, yang dikhususkan Allah hanya bagi Rasul-Nya, tak
pernah terlintas dalam pikiran Abu Bakar bahwa dia juga mewakilinya, juga
khalifahnya. Bagaimana hal ini akan terpikirkan, bukankah Rasulullah penutup
para nabi dan para rasul, tak seorang pun dapat menggantikan kenabian dan
kerasulannya. Dia sudah menjadi pilihan Allah, yang diberi Kitab dengan segala kebenarannya,
agama orang-orang beriman yang sudah dilengkapi dengan kenikmatan, sudah
disempumakan bagi mereka. Itulah yang diucapkan oleh Abu Bakar dalam pidato
pelantikannya dengan mengatakan:
"Dalam hal ini saya sudah terpilih, dan saya
menerimanya dengan rasa berat hati. Demi Allah, yang saya harapkan sekiranya
ada di antara kalian yang dapat menggantikan saya. Sungguh, jika kalian menuakan
saya untuk bekerja seperti yang dikerjakan oleh Rasulullah Sallallahu
'alaihi wasallam saya tidak sanggup. Rasulullah Sallallahu 'alaihi
wasallam seorang hamba yang diberi kehormatan oleh Allah dengan wahyu, yang
akan membebaskannya dari kesalahan. Tetapi saya seorang manusia biasa dan saya
bukanlah yang terbaik diantara kamu sekalian. Awasilah saya; jika kalian
melihat saya berlaku baik, taatilah saya, dan kalau kalian melihat saya sudah
menyimpang, luruskanlah".
Sudah kita lihat bagaimana Abu Bakar memerangi mereka
yang mengakungaku nabi, dan mereka yang murtad dari agama Allah serta keimanan
kepada Rasul-Nya, dan bagaimana gigihnya ia memerangi itu semua, sampai
akhirnya mereka kembali kepada agama dan petunjuk yang benar.[10]
Bentuk pemerintahan Abu Bakar membuktikan bahwa memang
lebih dekat pada kesederhanaan orang-orang Arab badui dan menurut tradisi Arab
semata-mata, yang samasekali tak terpengaruh oleh sistem-sistem lain yang ada
ketika itu, di Rumawi atau di Persia. Kendati dalam kesederhanaannya itu la
merupakan mata rantai yang kuat menyambung masa pemerintahan di zaman
Rasulullah dengan masa kedaulatan benar itu. Eratnya hubungan dari segi duniawi
ini lebih mirip dengan masa Rasulullah. la tak pemah mengerjakan sesuatu yang
tidak dikerjakan oleh Nabi, clan tidak pula meninggalkan apa pun yang
dikeijakan oleh Nabi. Tetapi dia tak sampai menjadi orang jumud, yang hanya
bertaklid. Bahkan kesedihannya ditinggalkan Rasulullah membuka pintu ijtihad
lebar-lebar baginya dalam bidang politik kaum Muslimin. Karena ijtihadnya
jugalah maka Allah memberikan lcemenangan kepadanya dalam membebaskan Irak dan
Syam. Kemudian setelah itu ia merintis jalan untuk sebuah pemerintah kesatuan
di negeri Arab atas dasar permusyawaratan dalam batas-batas perintah dan
larangan Allah. Dalam menghadapi suatu masalah la tak pemah bersikap fanatik
secara berlebihan, tetapi ia menempuh jalan di bawah cahaya Allah, demi
kepentingan hamba-hamba Allah juga. Yang sering mengantarkan imannya ke jalan
yang lurus ialah karena pertanggungjawabannya kepada Allah, juga
pertanggungjawabannya kepada hamba-Nya. Allah keras sekali dalam membuat
perhitungan."[11]
Keimanan Abu Bakar bahwa dia bertanggung jawab kepada
Allah dan kepada manusia itulah yang memberi petunjuk jalan kepadanya. Karena
rasa tanggung jawab itulah pula, maka setiap tindakan yang akan dilakukannya ia
musyawarahkan terlebih dulu dan beristikharah kepada Allah. Jika Allah sudah
memberikan pilihan kepadanya maka barulah is bertindak. Kalau sudah mengambil
suatu keputusan ia tak pemah raga. Setiap masalah yang dikemukakannya kepada
kaum Muslimin telah dipertimbangkannya matang-matang.
Kita sudah melihat lalu apa yang telah dilakukannya,
kemudian kita lihat juga bagaimana ketika ia dalam keadaan sakit mendengarkan
laporan Musanna Asy‑ Syaibani yang baru kembali dari Irak dengan mengusulkan
agar memakai tenaga orang-orang yang pernah murtad dan sudah kembali kepada
Islam untuk menghadapi Persia, dan bagaimana pula ia berpesan kepada Umar agar
memberikan bantuan kepada Musanna dengan menyertakan mereka bersamanya
berangkat ke medan perang. Selama dalam sakitnya itu Abu Bakar begitu banyak
memikirkan masalah-masalah kaum Muslimin, lebih-lebih mengenai persatuan mereka.
Yang sangat dikhawatirkannya jika sampai terjadi perbedaan pendapat di kalangan
umat. Oleh karena itu is berwasiat, dan wasiatnya ini merupakan pekerjaannya
yang terkhir mengenai pemerintahan, demi kebaikan Islam dan kaum Muslimin.[12]
PENUTUP
Kesimpulan
Setelah nabi wafat kepemimpinan Abu Bakar dengan kepatuhan dan disiplin
yang tetap dipertahankan, begitu indah sebagai teladan. Didalam pengangkatan
sebagai khalifah hanya Ali bin Abi Thalib yang tidak sependapat untuk membai’at
Abu Bakar.
Dalam memimpin umat islam Abu Bakar berpegang teguh dengan Al-Qur’an dan
Hadits nabi saw. Abu Bakar As-Sidiq adalah seorang pemimpin yang sangat
bijaksana, maka tidak salah jika saat itu para sahabat memilih Abu Bakar
As-Sidiq sebagai khalifah yang
menggantikan kepemimpinan nabi Muhammad saw setelah wafatnya beliau.
Banyak permasalahan-permasalahan yang Abu Bakar As-Sidiq hadapi selama ia
menjadi khalifah, tapi dengan kesabaran dan ketangkasan beliau dalam memecahkan masalah maka semua
permasalahan-permasalahannya dapat diselesaikan dengan baik dan dengan hasil
yang baik.
DAFTAR
PUSTAKA
Haikal, Muhammad
Husein. Abu Bakar As Sidiq. (Jakarta. Litera Antar Nusa, 2003)
Al-Ismail, Tahlia.
Tarikh Muhammad SAW, (Jakarta PT. Raja Grafindo Persada, 1996)
KATA
PENGANTAR
Puji syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT. Karena atas rahmat dan
Inayah-Nya, makalah ini dapat diselesaikan. Shalawat dan salam semoga
tercurahkan kepada nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari alam
kebodohan menuju dunia peradaban dan ilmu pengetahuan dan penuh dengan
teknologi-teknologi modern seperti yang kita rasakan sekarang ini.
Makalah kami pada mata kuliah sejarah peradaban Islam yang berjudul Abu
Bakar Sidiq ini bertujuan sebagai bahan belajar rekan-rekan mahasiswa dan juga
sebagai bahan diskusi.
Ucapan terimakasih untuk buku-buku yang telah kami kutip untuk menambah
kelengkapan makalah ini. Namum kami menyadari atas kelemahan-kelemahan makalah
ini yang sangat jauh dari kata sempurna. Maka dari itu, kritik dan saran dari
rekan-rekan sekalian sangat penulis harapkan untuk perbaikan makalah ini
kedepannya.
Bengkulu,
Januari 201
Penulis
DAFTAR
ISI
Halaman
Judul......................................................................................... i
Kata
pengantar........................................................................................ ii
Daftar
isi.................................................................................................. iii
BAB
I PENDAHULUAN..................................................................... 1
- Latar Belakang............................................................................ 1
- Rumusan masalah........................................................................ 1
- Tujuan.......................................................................................... 2
BAB
II PEMBAHASAN....................................................................... 3
- Riwayat Hidup Abu Bakar As-Sidiq.......................................... 3
- Pengangkatan Abu Bakar As-Sidiq sebagai khalifah
Penganti nabi............................................................................... 6
- Masa pemerintahan khalifah Abu Bakar As-Sidiq...................... 8
BAB
III PENUTUP............................................................................... 13
- Kesimpulan ................................................................................. 13
DAFTAR
PUSTAKA
|
[1]
Muhammad
Husin Haikal, Abu Bakar As-sidiq, (Jakarta: Penerbit Dar al-Maaref,
2003), hal. 1.
[2] Ibid., hlm. 3.
[3]
Tahia
al-Ismail, Tarikh Muhammad saw, (Jakarta: Penerbit PT Raja Grafmdo
Persada,1996), hlm. 48
[4] Muhammad Husain
Haekal, Op.Cit., hlm 45.
[5] Ibid.,
hlm. 44
[6] Ibid., hlm.
45-46
[7] Ibid., hlm. 46
[8] Ibid., hlm. 47
[9] Ibid., hlm.
343.
[10] Ibid., hlm.
344-345
[11] Ibid., hlm.
349
[12] Ibid., hlm.
362
No comments:
Post a Comment