BERWAWASAN LINGKUNGAN
Pengantar
Dalam upaya manusia untuk meningkatkan kesejahteraannya dan untuk
mencapai mutu kehidupan yang lebih baik, berbagai usaha ditempuhnya. Dalam
pemanfaatan produk-produk nabati non-makanan, khususnya kayu yang masih banyak
digunakan manusia sebagai komponen bangunan, manusia masih menghadapi ancaman
dari saingan-saingannya, yaitu mahluk-mahluk hidup (organisme) perusak
(perombak) seperti serangga (insects) dan jamur (fungi).
Inilah yang antara lain menjadi penyebab sehingga kita pada
hari ini perlu berseminar untuk mendiskusikan berbagai implikasi yang berkaitan
dengan upaya-upaya kita untuk menanggulangi masalah mahluk-mahluk hidup
pengganggu bangunan itu. Dalam hubungan ini, kiranya tidak berlebihan jika pada
kesempatan ini kita meninjau terlebih dahulu, sebabmusabab mahluk-mahluk hidup
ini mengganggu ketenteraman kita serta Rudy C Tarumingkeng: Manajemen Hama Hasil Hutan
Manajemen
Deteriorasi Hasil Hutan
beberapa
kaitan penting dari padanya. Materi yang dikemukakan berikut ini dimaksudkan
agar pembaca memperoleh sekadar insights mengenai pokok permasalahan serta
beberapa kaitannya,sehingga kita dapat merencanakan strategi-strategi yang
lebih baik, lebih aman dan lebih "alami", hidup lebih tenteram dalam
satu sistem kehidupan di muka bumi ini, yang kita huni bersama-sama dengan
mahluk-mahluk lainnya. Pokok permasalahan ini sendiri merupakan topik yang erat
kaitannya
dengan ilmu hayat dan lingkungan hidup, maka mau tak mau kita perlu me-review
masalah-masalah itu walaupun mungkin tidak sangat ber- "bahasa"
ilmiah.
1.
Rantai makanan: siapa makan siapa
Untuk dapat bertahan dalam biosfer, manusia seringkali
dihadapkan kepada gangguan dan hambatan yang menimbulkan kerugian ekonomis yang
diakibatkan oleh persaingan dengan unsur-unsur hayati seperti serangga; serangga
hama, jamur,
gulma (weeds), binatang pengerat (rodentia) dan sebagainya.
Organisme-organisme pengganggu ini hidup dari tanaman dan hewan termasuk
berbagai budidaya manusia, dan bahkan mengganggu kesehatan manusia. Berbagai
upaya yang didasarkan atas pertimbangan ekonomi, lingkungan hidup dan
sosio-budaya telah diusahakan manusia untuk menekan seminimum mungkin gangguan
dan kerugian yang ditimbulkan oleh organisme yang merugikan ini.
Ungkapan di atas sangat bersifat antropomorfis karena
tinjauan terpusat kepada manusia sebagai Homo economicus, bukan sebagai Homo
sapiens yang merupakan salah satu mata rantai makanan (atau lebih tepat
jika dikatakan jaring-jaring makanan (food web) atau rantai makanan (food
chain) dari satu sistem kehidupan di muka bumi ini, yang saling tergantung.
Ketergantungan satu dengan lainnya (satu fungsi implisit) di
antara semua mahluk hidup di muka bumi ini memang sudah sangat disadari secara
global sehingga kita mengenal berbagai istilah seberti biodioversity,
pelestarian Rudy C Tarumingkeng: Manajemen Hama Hasil Hutan
Manajemen
Deteriorasi Hasil Hutan
Jenis, dan sebagainya. Bahkan sejak tahun 60-an kita telah
mengenal kelompok-kelompok seperti Green Peace dsb., yang begitu gigihnya memperjuangkan
keaslian alam dan pencegahan penggunaan bahan-bahan racun. Untuk dapat
memperoleh sekadar pengertian mengenai persoalan-persoalan lingkungan hidup
yang dianggap bersifat praktis memang mungkin tidak sulit, tetapi seorang yang
benar-benar menggeluti masalahmasalah lingkungan hidup cenderung meng-anggap
masalah-masalah lingkungan tidak dapat dipraktiskan, apalagi jika hanya untuk
melontarkan berbagai isyu lingkungan tanpa memberikan alternatif yang lebih
aman dan ekonomis. Para ahli dalam berbagai
bidang terus-menerus berusaha untuk mencari dan mengembangkan taktik-taktik
yang lebih aman dalam upaya mengatasi masalah-masalah kerugian yang ditimbulkan
oleh komponen-komponen hayati pengganggu manusia. Namun kompleksnya masalah
yang juga tergambar dari kompleksnya unsur-unsur dan komponen-komponen sistem
lingkungan hidup serta hubungan saling ketergantungannya, menyebabkan
penyelesaian masalah pengelolaaan hama
yang merugikan ini mungkin tidak dapat dilakukan secara tuntas dalam waktu yang
relative singkat.
Ada dua diktum utama yang berlaku
dalam kehidupan mahluk-mahluk di alam fana ini yaitu:
1.
Bahwa semua mahluk hidup saling
tergantung satu dengan yang lain, dan
2.
Semua mahluk hidup akan mati dan
jasadnya dimakan mahluk yang lain.
Tanpa ketergantungan ini maka tak mungkin ada kehidupan. Sehari-hari
kita memerlukan makanan (beras, gandum, ayam, sapi dll.) yang tidak lain adalah
spesies-spesies mahluk hidup yang menjadi komponen dalam mata rantai ekosistem
sebagaimana juga Homo sapiens. Dinamika alam kehidupan merupakan
skenario "siapa makan siapa dan semua akhirnya menjadi apa". Dinamika
inilah yang dikenal sebagai rantai makanan di mana Rudy C Tarumingkeng:
Manajemen Hama Hasil Hutan Manajemen Deteriorasi Hasil Hutan mahluk-mahluk hidup perusak bangunan seperti
rayap, kumbang dan jamur sangat berperan dalam menentukan "semua menjadi
apa" -- karena semua jasad akhirnya akan dimakan (mengalami dekomposisi)
oleh mahluk-mahluk perusak seperti itu -- kembali ke tanah dan menjadi bagian
dari daur-daur (cycles) senyawa penting bagi kehidupan di bumi (gas CO2,
Nn, air dll.).
Ketergantungan antar mahluk hidup, khususnya antara manusia
sebagai konsumen dan tumbuhan berhijaudaun sebagai produsen primer dapat kita hubungkan
dengan interaksi multisistem dengan memasukkan jamur (konsumen primer) dan
serangga perusak (konsumen) serta kaitan dengan sistem alami (fisik: udara dan
tanah).
Ilustrasi ini menempatkan kita (manusia) sebagai Homo
sapiens dalam peranan yang sejajar dengan mahluk-mahluk lain seperti rayap,
kumbang dsb. istem yang diilustrasikan ini tampak terlampau luas sehingga perlu
lebih disederhanakan.
Lagi
pula, sebagai H. economicus yang sehari-hari memikirkan kesejahteraan
manusia, kita perlu lebih menyoroti segi-segi yang lebih menguntungkan manusia,
tanpa terlampau mengganggu keseimbangan sistem yang kompleks itu, dan kita
hentikan saja dahulu elaborasi kita mengenai jaring-jaring makanan.
2.
Pengendalian manusia
Gambar
1 menjelaskan kepada kita bahwa untuk mendiskusikan perihal keamanan bangunan
yang menggunakan komponen kayu (yang berasal dari tumbuhan hijau) sistem
kompleks pada Gambar 1 dapat direduksi menjadi satu sistem yang lebih
sederhana, hanya melibatkan empat komponen atau subsistem penting --- dalam
bentuk digraf bertanda (signed digraphs) dan analognya dalam bentuk
daftar (matriks) kualitatif, dengan Rudy C Tarumingkeng: Manajemen Hama
Hasil Hutan
Manajemen
Deteriorasi Hasil Hutan
komponen-komponen
yang menjadi perhatian kita sekarang sesuai konteks bahasan kita yaitu :
1.
kita sendiri (manusia) -
2.
bahan yang kita ingin lindungi (kayu) -
3.
serangga perusak bangunan - dan
4.
jamur perusak bangunan,
Pada tahap awal, marilah kita perhatikan beberapa tanda
utama yang ditunjukkan oleh kedua bagan di bawah ini (Gambar 2), yang menghasilkan
empat kondisi yang relevant dengan pokok bahasan :
Berarti interaksi keempat komponen ini memberikan negative
feedback kepada kita sendiri -- atau dalam memanfaatkan kayu kita perlu
membatasi diri karena jika tidak maka akan muncul dampak negatif (over
exploitation, gangguan keseimbangan gas atmosfer dll). Memang lebih baik kita
berusaha untuk menggantikan saja kayu dengan bahan sintetik yang lebih tahan tetapi
bagaimanapun juga masyarakat luas terutama di daerah pedesaan masih
mengandalkan pada kayu untuk bangunan huniannya, lagipula terdapat berbagai
sifat unggul pada kayu yang tidak dimiliki bahan-bahan lain.
Kondisi
pertama dan kedua adalah sejalan, keduanya mengisyaratkan agar manusia lebih
cermat dan hemat dalam penggunaan energi (bahan yang berasal dari
tumbuh-tumbuhan). Kondisi pertama (system interaksi yang secara keseluruhan
berdampak negatif bagi manusia) mengisyaratkan
agar kita lebih mengendalikan diri, dan sadar akan hubungan-hubungan rantai
makanan yang telah dibahas di muka. Kita terus menerus berupaya untuk mengurangi
entropi (seperti limbah) karena bagaimanapun di samping kayu sebagai sumber
yang terbatas, mahlukmahluk lain juga memerlukannya agar semua proses kehidupan
di bumi ini dapat berjalan mulus, bukan bagi manusia saja tetapi bagi semua
mahluk hidup.
3.
Pengendalian oleh manusia
Pertanyaan pokok sekarang adalah : Siapa-siapa yang
dikendalikan ? Sebagian besar hadirin telah mengenal bahwa jawabannya adalah
berbagai jenis serangga dan jamur yang biasa merusak bangunan kita. Dalam hubungan
ini, sebagai penyegar, berikut akan di-review beberapa aspek esensial
berkaitan dengan masalah rayap. Di antara serangga yang penting adalah : rayap,
anai-anai atau "semut" putih, terdiri atas ratusan jenis dan bagi
mata awam agak sulit dibedakan. Mereka hidup dalam satu keluarga besar yang
biasa disebut koloni. Dalam garis
besar, terdapat dua macam rayap yaitu rayap tanah (atau rayap subteran) dan
rayap kayu kering.
Rayap tanah, sesuai namanya hidup dalam tanah tetapi mereka
dapat menyerang sampai jauh di atas tanah, bahkan sampai ke lantai beberapa puluh
dari gedung bertingkat. Mereka selalu membawa bahan-bahan tanah dalam
penyerangannya sehingga tidak terlampau sulit untuk mengetahui apakah rumah
kita diserang rayap tanah atau rayap kayu kering yang tidak berhubungan dengan
tanah. Rayap tanah memiliki kemampuan menyerang yang luar biasa, sehingga pada
saat ini rayap tanah merupakan ancaman utama bagi gedunggedung kita, tidak ada
yang terkecuali walau milik siapapun. Kerugian disebabkan oleh serangan rayap
di Indonesia
terhadap seluruh konstruksi bangunan setiap tahunnya diperkirakan sekitar Rp
300 milyar. Semua bahan yang mengandung selulosa dilahap oleh rayap dan mereka
mampu menembus tembok-tembok fondasi serta lobang-lobang atau retak-retak kecil
di tembok walau hanya selebar rambut, karena dengan enzim ludahnya mereka mampu
melarutkan bahan semen secara lambat laun. Kesulitan kita dalam mengendalikan
serangan rayap terutama adalah karena mereka selalu bersembunyi (sifat
kriptobiotik) di liang-liang kembaranya. Beberapa jenis rayap seperti. Macrotermes
(ini rayap perusak yang paling besar ukuran badannya di tanah air kita),
menyerang secara frontal dan simultan,
berbondong-bondong bagai bodol desa saja. Dengan dikawal
para prajuritnya hampir semua pekerja dalam koloni dimobilisasikan, sehingga kadang
kala dalam satu malam saja kosen pintu atau lemari buku serta arsiparsip
kita dapat dilahap dan diobrak-abriknya menjadi
tanah.Istilah rayap subteran dan rayap tanah sering diidentikkan, walau kadangkala
dibedakan antara rayap tanah (seperti jenis-jenis Macrotermes, Microtermes dan
Odontotermes) dan rayap subteran yang bagian sarangnya sering muncul di
atas tanah seperti Coptotermes dan Schedorhinotermes.
Rayap kayu kering hanya menyerang kayu yang kering udara, mereka
tidak berhubungan dengan tanah, sehingga kayu dijadikannya sebagai rumahnya dan
sekaligus makanannya. Tanda-tanda serangannya sangat mudah dikenal dari adanya
ekskremen berbentuk butir-butir kecil berwarna putih atau kuning kadang-kadang
mengonggok di lantai rumah, keluar dari sarangnya yang mungkin berada di
langit-langit rumah, kosen pintu, piano atau kursi. Berbeda dengan rayap tanah,
laju penyerangan rayap ayu kering agak perlahan, tetapi pasti. Kayu yang
diserangnya seringkali tampak utuh, tapi jika ditekan dengan jari tangan akan
nyata bahwa bagian dalamnya sudah hancur sama sekali.
Jenis kumbang perusak bangunan tidak sebanyak jenis rayap. Kerusakan
yang ditimbulkan mereka juga tidak sebesar yang ditimbulkan oleh rayap. Ukuran
tubuh kumbang-kumbang perusak kayu ini biasanya kecil, panjangnya sekitar 2 - 8
mm. Kerusakan berbentuk lobang-lobang terowongan dalam kayu. Dalam keadaan
ekstrem, kayu yang diserang dapat hancur hanya dengan menekannya sedikit saja
dengan jari, karena bagian dalam kayu telah menjadi bubuk. Kumbang yang
menyebabkan kerusakan seperti ini disebut kumbang bubuk (powderpost beetles).
Ada lagi kumbang yang membuat
lobang-lobang "jarum" dalam kayu, disertai pewarnaan (blue
staining yang disebabkan oleh sejenis jamur yang dipelihara oleh si kumbang
itu) di sekitar lobang-lobang gereknya. Di samping kayu menjadi berlobang,
cacat karena pewarnaan juga sangat menurunkan kualitas kayu. Kumbang-kumbang
penyebabnya disebut kumbang penggerek lubang jarum (pinhole borers). Berbeda
dengan serangga yang termasuk kelompok besar dunia hewan, jamur termasuk
kelompok besar dunia nabati. Kalau tumbuhan berhijaudaun mampu membuat hidrat
arang (dari sintesis CO2 dan air dari udara dengan bantuan sinar matahari),
dalam rantai makanan, jamur masuk kategori konsumen semata-mata (sama seperti
manusia, yang harus makan mahluk
hidup lain agar dapat hidup), karena mereka tak mampu membuat hidrat arang.
Oleh karenanya maka jika kita ingin memelihara jamur merang kita perlu
menyediakan jerami atau bahan selulosa lain untuk makanannya.
Sayang sekali bahwa di antara jenis-jenis jamur, walau
diberi jerami yang lebih empuk, mereka lebih menghendaki balok atau papan rumah
kita yang lebih keras. Jamur-jamur pelapuk kayu yang menyebabkan terjadinya
lapuk (decay) pada kayu, lebih sesuai bila kita sebut saja lapuk kayu –
bukan jamur kayu, agar tidak terasosiasi dengan jamur-jamur lain seperti jamur merang
yang biasa kita makan. Jadi lapuk kayu menyebabkan terjadinya kayu lapuk. Lapuk
kayu umumnya terdiri atas 3 golongan yaitu lapuk putih (white rot) lapuk
kering atau lapuk coklat (dry rot, brown rot), dan lapuk lunak (soft
rot)Pada tingkat lanjut, kayu yang lapuk oleh lapuk putih tampak pucat seperti
dikelantang, sehingga tadinya disangka bahwa lapuk putih hanya makan lignin
(bagian dari kayu di samping selulosa). Lapuk coklat menyebabkan kayu menjadi
tampak kecoklatan dengan pola retak-retak yang saling tegak lurus (kubikal).
Sebenarnya jenis-jenis lapuk ini lebih banyak mengkonsumsi karbohidrat dan
sedikit lignin di dalam kayu dari pada komponen utama kayu (selulosa), tetapi
dengan penyerangan ini kekuatan kayu menjadi sangat menurun, karena dengan
eksploitasi ini keutuhan kayu menjadi terurai dan dapat rusak total.
Lapuk lunak biasanya menyerang bagian permukaan kayu yang sering
terkena air atau tanah lembab sehingga tampak membusuk. Seperti juga
lapuk-lapuk coklat dan putih, lapuk lunak makan karbohidrat dan lignin.
sekarang. Masih banyak jenis-jenis serangga dan lapuk
perusak kayu yang tidak sempat kita tinjau. Uraian ini juga memberikan isyarat
kepada kita bahwa manusia perlu menghemat penggunaan sumber daya alam, karena
bukan manusia saja
yang
memerlukannya -- mahluk-mahluk lain juga memerlukan sumber-sumber yang kita
gunakan. Dan mahluk-mahluk lain ini merupakan bagian dari lingkungan hidup
kita. Tanpa kehadiran mereka, sistem kehidupan di bumi mungkin akan lain pula
keadaannya (mungkin tak ada manusia?), karena semua mahluk terkait satu sama
lain melalui rantai makanan
4.
Bagaimana mengendalikan: beberapa prinsip
Tibalah kita pada bagian penting dari bahasan yaitu
bagaimana kita mengendalikan serangga dan lapuk ini, dan selanjutnya kedua
golongan mahluk hidup ini (serangga dan lapuk) untuk keperluan pembahasan ini
akan kita sebut saja hama, atau lebih spesifik, hama bangunan. Kita akan
lebih menyoroti bagaimana mencegah (segi-segi preventif) dan sedikit saja mengenai
bagaimana "memberantas" hama atau "menyembuhkan" bangunan yang
terserang hama karena kita sama-sama maklum menyembuhkan kayu berlobang atau
lapuk yang sudah terpasang dalam konstruksi bangunan mungkin akan lebih mahal
dari pada menggantikan saja komponen yang rusak itu, jika ditinjau secara
totalitas dari segi biaya dan manfaat.
Bayangkan saja membongkar balok besar yang growong oleh
rayap kemudian meracuni rayap dan menempel lobang-lobang bekas serangan -- nota
bene dengan perlakuan itu kekuatan konstruksi tidak terperbaiki-- apakah
lebih baik daripada menggantikan saja secara total seluruh bagian konstruksi
yang telah rusak ?
Memang sering terpikir, alangkah sayangnya membongkar
seluruh konstruksi yang terserang itu, jika penampakan konstrusi masih utuh ---
tetapi kenyataannya sesuai petitih "bak kayu dimakan bubuk",
konstruksi tak berdaya lagi. Pemberantasan dapat dicoba tapi konstruksi tetap
tak berdaya dan proses melemah berlangsung terus.
Oleh
karenanya maka tindakan yang paling baik adalah menyusun rencana pengendalian
yang lebih baik : sebelum konstruksi dibangun, lakukanlah tindakan pencegahan.
Prinsip
pengendalian (pencegahan) hama
bangunan antara lain yang penting adalah:
1.
Hindari sumber perusak
Menghindarkan obyek serangan (bangunan) dari sumber hama merupakan cara
pertahanan yang paling wajar. Jika rayap merupakan pengancam utama, perlu
dihindari adanya sisa-sisa kayu (tunggak, kayu bekas pakai , tumpukan sampah,
maupun sampah yang dibenam dalam tanah, karena obyek-obyek seperti ini
merupakan atraktan dan tempat bersarang yang paling baik bagi rayap. Cara yang
masuk kategori sanitasi lingkungan ini sangat dianjurkan karena kenyataan
menunjukkan bahwa di sekitar (sampai 200 m) gedung yang terancam serangan rayap
terdapat pohon yang sudah mati atau sisa-sisa pohon seperti tunggak dsb. Lapuk
kayu biasanya merusak pada lingkungan dengan suhu udara 25 - 30oC, yang
merupakan suhu ruangan hunian manusia. Dengan pengatur suhu ruangan (AC) yang
kini banyak digunakan di rumah-rumah golongan menengah ke atas, ancaman lapuk
dapat dihindari tapi untuk kebanyakan bangunan hunian masyarakat lapuk kayu
masih merupakan ancaman besar.
Kondensasi AC seringkali merupakan sumber hama jika tetesan kondensasi mengalir ke
komponen kayu. Rayap Coptotermes mampu membuat sarang hanya mengandalkan
air dari sumber-sumber seperti ini, tanpa berhubungan dengan tanah.
2.
Penggunaan kayu awet alamiah
Penggunaan kayu awet yang secara alamiah dapat menahan
serangan adalah cara yang paling aman dari segi kelestarian lingkungan hidup. Ada beberapa jenis kayu
yang memang menunjukkan sifat relatif tahan terhadap mahluk-mahluk perusak
kayu. Kayu jati merupakan salah satunya yang belum tertandingi. Hanya saja,
kayu-kayu awet semakin langka dan jika ada harganya juga sangat mahal.
3.
Pengawetan kayu
Penggunaan kayu awet karena diberi bahan-bahan pengawet
efeknya sama dengan menggunakan kayu awet. Pengawetan kayu tidak lain dari proses
memasukkan bahan-bahan racun (pestisida) yang mampu menolak bahkan membunuh hama. Beberapa bahaya
yang ditimbulkan dari penggunaan bahan pengawet ini (termasuk juga bahan-bahan
racun yang dicampurkan pada perekat kayu lapis) adalah racunnya terbawa terus
dalam kayu atau dapat dikeluarkan sera perlahan-lahan (emisi gas) sehingga dapat
mengancam penggunanya, apalagi jika konstruksi kayu merupakan hunian manusia,
atau perabot yang digunakan sehari-hari (kursi, meja dsb.).
4.
Memberi penghalang
Ini mencakup semua cara yang prinsipnya adalah menghalangi hama agar tak dapat
menjangkau obyek yang akan diserangnya. Yang kini paling umum adalah
"proteksi bangunan" terhadap rayap tanah dengan perlakuan tanah (soil
treatment) yaitu melapisi dengan pestisida semua permukaan tanah di bawah
bangunan/fondasi, rayap tak dapat menjangkau bangunan.
Atau melapisi bagian-bagian tertentu yang dapat menjadi
jalan masuk hama,
misalnya dengan tameng-rayap (termite shields). Memang cara inipun belum
mutlak dapat melindungi bangunan dari serangan rayap, karena mungkin saja dapat
terjadi retak-retak di dasar bangunan setelah konstruksi berdiri, misalnya jika
terjadi longsoran karena ketidak stabilan tanah atau karena getaran oleh gempa
bumi sehingga rayap dapat menyelinap masuk melalui retak-retak yang terjadi.
5.
Pestisida: buah simalakama
Pada pembahasan di muka, telah beberapa kali disinggung
mengenai pestisida. Walaupun hadirin semua saya yakin telah mengenal apa
pestisida itu dan bahkan mungkin sekali-sekali menggunakannya dalam bentuk
"obat" nyamuk atau racun tikus, tidak ada salahnya jika pada
kesempatan ini kita adakan sedikit review mengenai pestisida itu. Bukan
dalam konteks toksikologi, farmakodinamika apalagi sampai kepada diagnosis
klinis bagi kita para pengguna yang mungkin saja salah kena jika kita keliru menggunakannya,
tetapi kita akan meninjau status pestisida sekarang dan coba melihat ke depan
(prospektif) secara perspektif ke mana dan bagaimana mestinya manusia
mengendalikan pestisida.
Pestisida (sida, cide = racun) sampai kini masih
merupakan alat utama yang digunakan dalam pengendalian hama. Karena sifatnya sebagai racun itulah
maka selama manusia menggunakan pestisida masalah "buah simalakama"
selalu saja menghantui kita. Tidak digunakan kita rugi, menggunakannya kita
juga rugi, karena pada hakikatnya tidak ada pestisida yang benar-benar "target
specific". Jenis-jenis insektisida modern yang dikembangkan dari racun
hasil alami dan kini populer seperti piretroid sintetik masih sangat beracun
bagi semua jenis ikan, sehingga penggunaannya akan sangat mempengaruhi rantai
makanan. Apalagi jika piretroid memiliki sifat persisten seperti halnya
hidrokarbon-berklor (HK) atau organoklorin (misalnya DDT, chlordane, dieldrin
dsb.).
Belum lagi kita berbicara mengenai dosis atau takaran
banyaknya bahan aktif pestisida yang seringkali digunakan secara berlebihan.
Memang dosis yang besar memberikan peluang kematian yang lebih pasti bagi hama tetapi juga
kerusakan yang lebih besar bagi sistem kehidupan alam. Di antara racun kimia
biosida yang digunakan manusia, dan di antara bahanbahan kimia beracun yang
digunakan untuk pengelolaan pertanian, bangunan dan kesehatan masyarakat,
golongan pestisida merupakan bagian yang paling besar. Dapat ditarik kesimpulan
bahwa pestisida merupakan kelompok bahan kimia beracun yang paling banyak
digunakan dalam lingkungan hidup manusia dewasa ini.
Patut diingat bahwa kebijaksanaan penggunaan pestisida
seharusnya hanya merupakan salah satu strategi manajemen dalam konteks pengendalian
hama terpadu [integrated pest management;
IPM atau pendalian hama
secara terpadu yang lazim disingkat PHT]. Dalam konteks IPM hama bangunan, penggunaan pestisida (mencakup
insektisida dan fungisida) hanya merupakan salah satu di antara berbagai cara
yang dapat dilakukan, seperti sanitasi lingkungan, penggunaan kayu awet dsb. Karena
pestisida adalah racun yang dapat mempengaruhi kehidupan organisme bukan
sasaran (non target organisms), penggunaannya harus didasarkan atas
pertimbangan ekologis yang sangat bijaksana, dan hanya merupakan taktik yang
bersifat darurat, dalam arti bahwa keadaan memaksa kita untuk menggunakannya
pada suatu saat tertentu sambil menunggu caracara lain yang lebih aman, dan
dengan pertimbangan keselamatan manusia dan kelestarian lingkungan [lingkungan
hidup]; pelestarian lingkungan.
Keadaan darurat yang dimaksud adalah jika terjadi hal-hal
yang dapat menghambat pembangunan dan kesejahteraan hidup manusia dalam skala yang
luas misalnya wabah, epidemi hama
padi (yang sangat menentukan nasib
orang banyak), epidemi penyakit yang ditularkan serangga misalnya malaria,
epidemi demam berdarah dsb.
Namun "taktik darurat" menjadi hal yang dianggap
biasa. Insektisida "obat" nyamuk diperjual-belikan over over the
counter. Petani dianjurkan menyemprot sawahnya dengan pestisida karena
target produksi yang ditetapkan perlu dicapai, dan sebagainya. Hal ini terjadi
karena saat ini kita masih berusaha mengembangkan strategi , pengendalian hama secara terpadu bebas racun yang seefektif penggunaan
"racun darurat" (dalam hal ini pestisida) untuk mengatasi
masalah-masalah hama
ini, dan setiap ahli lingkungan mungkin mengakui betapa peliknya masalah ini. Penemuan
baru sering kali menimbulkan beberapa masalah baru. DDT; hidrokarbon berklor
dan senyawa-senyawa racun golongan HK (Hidroharbon berklor atau organoklorin)
lainnya (endrin, chlordane dll.)
yang ditemukan menjelang Perang Dunia Kedua telah membantu
umat manusia dalam mengatasi berbagai wabah seperti epidemi malaria dan typhoid
serta berbagai peningkatan produksi pertanian yang kita kenal sebagai salah
satu komponen revolusi hijau (green revolution). "Kesuksesan"
ini dinikmati sampai akhir dekade 60-an. Salah satu kelemahan HK adalah hampir
semuanya bersifat spektrum lebar, hampir tidak pandang bulu, serangga bukan
sasaran bahkan itik, ikan dan manusia walau dengan dosis yang rendah sekalipun
terkena dampaknya karena sifatnya yang akumulatif dan biomagnifikatif. Penemuan
kemudian memastikan beberapa masalah antara lain, senyawa sintetik HK dapat
menimbulkan resistensi. Dan yang lebih gawat lagi adalah bahwa senyawa ini
merupakan racun kronis yang persisten, yang dapat mengalami biomagnifikasi
serta berakumulasi dalam organ mahluk hidup. Derivatnya dapat bertahan dalam
lingkungan untuk jangka waktu beberapa generasi umat manusia. Inilah penyebab
utama sehingga sebagian besar negara-negara yang telah mapan telah melarang
penggunaan insektisida
hidrokarbon-berklor walaupun beberapa negara berkembang, mungkin karena
"bantuan" negara yang ekonominya kuat, pertimbangan ekonomis dan
kondisi kesehatan masyarakatnya memerlukan penananggulangan darurat (malaria,
demam berdarah dsb.) masih menggunakannya.
Gelombang kedua pestisida modern setelah HK, yang dianggap lebih
"aman" dari HK -- namun sebagian besar merupakan racun saraf yang bersifat
akut, yaitu terutama golongan organofos pestisida organofosfat (OF) dan
karbamat. Walaupun kurang mencemari lingkungan, karena relative mudah terurai
oleh faktor-faktor hayati dan alami lingkungan, sampai kini pestisida jenis
organofosfat dan karbamat ini telah menelan korban jiwa manusia dalam jumlah
yang tidak sedikit karena sifat racun akutnya. Sifat target specificity OF
dan karbamat ini juga kurang sehingga tidak jarang kita mendengar bahwa ayam
yang menelan biji yang diawetkan dengan OF dan kabamat ikut terberantas.
6.
Kini dan antisipasi kita
Gelombang yang kini berlangsung adalah pengembangan
pestisida yang sangat selektif (tidak mempengaruhi organisme bukan sasaran)
seperti hormon anti pertumbuhan dan bahan kimia derivat hasil alam (sintetik)
serta analog-analognya. Walaupun sejalan dengan kemajuan dalam bidang-bidang ilmu
hayat, kimia dan kedokteran, dikonstatir bahwa sebagian pestisida baru ini
merupakan bahan kimia yang bersifat imunotoksik, karsinogenik dan bahkan hampir
semua karsinogenik dapat berlaku sebagai teratogenik dan mutagenik. Namun
usaha-usaha ke arah penggunaan pestisida yang lebih aman tidak akan berhenti,
dengan berprinsip: mengembangkan pestisida dengan dosis yang aman bagi mamalia
serta dasar-dasar yang logis dalam penentuan toksisitas secara selektif untuk
jenis hama
sasaran, dan
berdampak
negatif minimum bagi manusia. Inilah dasar klasik yang senantiasa dipegang,
sesuai petuah yang diberikan oleh ilmuwan, dokter dan pelopor toksikologi,
Paracelsus pada abad Renaissance : "Semua bahan adalah racun -- tak ada
yang bukan racun -- hanyalah dosis yang tepat yang menentukan apakah bahan itu
racun atau obat ".
Gelombang kedua pestisida modern setelah HK, yang dianggap lebih
"aman" dari HK -- namun sebagian besar merupakan racun saraf yang
bersifat akut, yaitu terutama golongan organofos pestisida organofosfat (OF)
dan karbamat. Walaupun kurang mencemari lingkungan, karena relative mudah
terurai oleh faktor-faktor hayati dan alami lingkungan, sampai kini pestisida
jenis organofosfat dan karbamat ini telah menelan korban jiwa manusia dalam
jumlah yang tidak sedikit karena sifat racun akutnya. Sifat target
specificity OF dan karbamat ini juga kurang sehingga tidak jarang kita
mendengar bahwa ayam yang menelan biji yang diawetkan dengan OF dan kabamat
ikut terberantas.
Salah satu golongan insektisida yang kini memberi harapan
baik adalah sintetik bahan alamiah, khususnya piretroid (bahan nabatinya adalah
pyrethrum, dari tumbuhan Chrysanthemum) yang sejak dahulu kala sudah dikenal
sebagai racun ikan. Beberapa di antara piretroid ini 5 tahun terakhir telah
mulai muncul di pasaran (berakhiran - thrin seperti cypermethrin, permethrin
dll.). Piretroid sintetik memang sudah sejak tahun 70-an diketahui memiliki
persistensi dalam tanah sehingga sesuai bagi pengendalian rayap tanah
(persistensinya hampir sama dengan chlordane) tetapi tidak akumulatif dan
praktis sangat kurang beracun bagi mamalia [dengan LD50 (otp) sekitar 1500
mg/kg]. Toksisitasnya yang demikian rendah bagi mamalia juga memberi peluang
baginya untuk digunakan sebagai pestisida hama
rumah (household pests). Tetapi salah satu kelemahannya adalah golongan
pestisida ini sangat beracun bagi ikan (rantai makanan !). Kita harapkan saja
bahwa iklim tropis kita akan mampu
menguraikannya
menjadi asam atau alkohol yang kurang berbahaya sebelum mereka tercuci ke
sungai-sungai dan danau-danau kita. Atau daya afinitasnya terhadap partikel
tanah kita harapkan merupakan jaminan bahwa mereka akan terurai sendirinya di
dalam tanah setelah berpuluh-puluh tahun sehingga tidak sempat mencemari
perairan kita. Tapi kita belum tahu peranan golongan piretroid ini dalam ikhwal
karsinogenisitas dan "genisitasgenisitas" lainnya seperti
mutagenisitas, teratogenisitas yang mengerikan itu.
Masih pada gelombang ini, para pakar muncul dengan temuan
baru yaitu: mengubah perilaku hama
agar mereka tidak mau menyerang sasaran atau bersikap "acuh" saja.
Beberapa insektisida seperti formamidine (chlordimeform dsb.) dan acylurea
merupakan beberapa contoh. Tetapi toksisitas golongan ini luar biasa, ada
serangga yang bukan saja tidak mau makan tetapi menjadi "sinting" dan
melompat-lompat dsb. Sehingga dikuatirkan, jika kita keliru menelannya pada
dosis yang membahayakan, seperti kata Paracelcus, kitalah yang kena getahnya. Inilah
keberatankeberatan terhadap penggunaannya, mudah-mudahan belum ada yang lolos ke
negara kita.
Penelitian mengenai penggunaan antibiotika sudah sejak
setelah PDII telah dimulai tetapi sampai kini baru dua produk yang dikenal
yaitu BT (Thuricide) yaitu racun delta-endotoksin yang berasal dari bakteri Bacillus
thuringiensis yang sangat beracun bagi ulat kupu dan ngengat. Yang kedua adalah
Avermectins yang berasal dari Streptomyces avermitilis yang digunakan
bagi kutu daun dan hama
ternak. Jenis-jenis peniru hormon (hormone mimics) merupakan salah satu yang
dikembangkan beberapa telah masuk pasaran seperti methoprene yang meniru hormon
juvenil sehingga hama
yang diberi insektisida ini tak mampu mencapai dewasa.
Pengembangan teknik-teknik pengendalian dengan
"hi-tech" seperti jantan mandul dsb. sampai kini lebih banyak
bersifat akademik (bukan praktek) demikian pula dengan rekayasa genetika. Tapi
bukan mustahil jika di kemudian hari kita akan menikmati hasil-hasil
"hi-tech" ini, termasuk untuk mengendalikan hama bangunan kita.
KATA
PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang
Maha Esa penulis panjatkan karena penulis dapat menyelesaikan karya tulis ini
dengan baik.
Penulis juga mengucapkan terima
kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini,
yang tidak biasa saya sebutkan namanya satu persatu. Penulis juga menyadari
masih terdapat banyak kekurangan. Kekurangan dan jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, dimotor kritik dan saran yang sifatnya membangun. Akhir kata
penulis mengucapkan terima kasih.
No comments:
Post a Comment