1

loading...

Monday, March 19, 2012

MAKALAH HADIST DHA’IF DAN KEHUJAANNYA

HADIST DHA’IF DAN KEHUJAANNYA


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Hadist dhaif adalah bagian dari hadist mardud. Dari segi bahasa hadist dhai’if adalah lemah. Kelemahan hadist dha’if ini karena Sanad dan Matannya tidak memenuhi kriteria hadist kuat yang diterima sebagai hujah. Dalam istilah hadist dhai’if adalah hadist yang tidak menghimpun hadist hasan sebab salah satu dari beberapa syarat tidak terpenuhi.
Hukum periwayatan hadist dha’if menurut beberapa para ulama  memperbolehkan meriwayatkan hadist dhaif sekalipun tanpa menjelaskan kedhaifannya dengan dua syarat yaitu tidak berkaitan dengan akidah seperti sifat-sifat Allah dan tidak menjelaskan hukum syara’ yang berkaitan dengan halal dan haram tetapi berkaitan masalah mau’izah, targhib wa tarhib.
Dan adapun terhujaan hadist Dhaif para ulama berbeda pendapat dalam pengalaman hadist dhaif. Terdiri dari tiga pendapat yaitu :
a.      Hadist Dha’if tidak dapat diamalkan secara mutlak baik dalam kerahmanan amal ataupun hukum sebagaiana yang diberitahukan oleh Ibnu Syayyid An-Nas.
b.      Hadist dai’if tidak dapat diamalkan secara mutlak atau dalam masalah hukum (Ahkam), pendapat atau dawud dan imam ahmad, mereka berpendapat bahwa hadist dha’if lebih kuat dari pada pendapat para ulama.
c.       Hadist dhaif dapat di awalkan dalam fadhail al-a’mal, mau’izah, targhib dan tarhib.






HADIS DHA’IF DAN KEHUJAANNYA
A.     Pengertian Hadist Dha’if
Hadis dha’if adalh bagian dari hadis mardu dari segi bahasa Dha’if lemah dari Al-Qawi (الَقوِى) kuat. Kelemahan hadis Dha’if ini karena sunad dan matanya tidak memenuhi kriteria hadis kuat yang di terima sebagai hujah. Dalam istilah hadis Dha’if adalah hadis yang tidak menghimpun sifat hadis hasan sebab satu.
Jadi hadis Dha’if adalah hadis yang tidak memenuhi sebagian atau semua persyaratan hadis hasan atau hadis sahih. Misalnya sendatnya tidak bersambung (Mutashil) para perannya tidak adil dan terjadi keganjilan baik dalam sehat atau matan dan terjadi cacat yang tersembunyi contohnya.
مَنْ أَتَى حاَئِضَا أَوِ اْمرَأَةَ مِنْ ذُبْرُ أَوْ كاَهِناَ فَقَدْ كَفَرَ بِماَ أَنْزَلَ عَلىَ مُحَمَّدِ
 “Barang siapa yang mendatangi pada seorang wanita menstruasi (Haid) atau pada seorang wanita dari jalan belakang (Dubur) atau pada seorang dukun, maka ia tela mengingkari apa yang di turunkan pada kepada Nabi Muhammad”.
Ø  Boleh atau tidak di jadikan landasan hukum
Menurut para ualma, hukum hadis Dha’if adalah memperbolehkan meriwayatkan hadis tersebut sekalipun tanpa menjelaskan Kedha’ifannya tetapi dengan dua persyaratan yaitu :
1.      Tidak berkaitan dengan akidah seperti sifat-sifat ALLAH
2.      Tidak menjelaskan hukum syara’ yang berkaitan dengan halal dan haram, tetapi berkaitan dengan masalah Mau’izaha, Targhib, Watarhib dan kisah.
Dan adapun syarat-syarat meriwayatkan hadis Dha’ib yaitu :
1.      Hadis yang Dha’if berhubungan dengan soal cerita (Pengajaran) dan keutamaan-keutamaan amal
2.      Hadis itu tidak seberapa Dha’ifnya (lemahnya)
3.      Hadis itu masuk kedalam salah satu pokok yang sahih 
4.      Hadis yang lemah itu, tiada diakui sahih datangnya dari Nabi SAW.
Adapun perkataan Ahmad, Abdur Rahman IBU Mahdi dan Abdullah Mubarak.
إِذَا رَوَيْناَ الحاَلاَلِ وَالحَرَامِ ثَرَّدْناَ. وَإِذَا رَوَيْناَ فىِ الفَضَائِلِ وَعَحْوِهَا تَسَاهَلْناَ
“apabila kami meriwayatkan hadist untuk halal dan haram, kami berlaku sangat keras dan apabila kami meriwayatkan hadist untuk menerangkan ketamaan-ketamaan dan yang sepertinya, kami bermudah-mudahan”
Maka yang dikehendaki oleh ulama besar itu, ialah hadist-hadist yang hasan, yang tidak sampai kederajat hadist shahih.
B.     Kriteria Hadist Dha’if
Sedangkan syarat-syarat yang di syaratkan untuk mempergunakan hadist dha’if adalah :
1.      Disetujui oleh segenap Ulama.
2.      Kebaikan itu masuk kebawah suatu dasar yang umum
3.      Jangan di I’tiqadkan di waktu diamalkan.
C.     Pembagiaan Hadist Dhaif
Para ulama berbeda pendapat dalam pengamalan hadist dha’if, perbedaannya tersebut :
a.      Hadist Dha’if tidak dapat di amalkan secara mutlak baik dalam fadhail al-a’mal atau dalam masalah hukum sebagai mana di beritakan sebagai mana diberitakannya oleh ibnu Sattid An-Nas dari Yahya bin Ma’in.
b.      Hadist Dha’if dapat diamalkan secara mutlak atau dalam masalah hukum, pendapat abu Dawud dan imam Ahmad. Mereka berpendapat bahwa hadist dha’if lebih kuat dari pada pendapat para ulama.
c.       Hadist dha’if dapat diamalkan dalam fadhail al-a’mal, Mauizah, targhib dan tarhib jika memenuhi beberapa persyaratan sebagaimana yang dipaparkan oleh Ibnu Hajar Al-Asqalani, Yaitu :
1.      Tidak terlalu dha’if. Seperti diantara (Hadist Mawadhu), hadist matruk, dan hadist Munkar.
2.      Masuk kedalam kategori hadist yang diamalkan, yang tidak terjadi pertentangan dengan hadist lain dan rajih.
3.      Tidak di yakinkan secara yakin kebenaran hadist nabi, tetapi karena Ikkiyath. Hal ini untuk memperkuat usaha para ulama awal yang telah susah payah dan berhati-hati, dalam meriwayatkan sunnah dan memudharahnya. Dan dari salah satu syarat hadist dhaif yang dapat diamalkan diatas adalah tidak terlalu dhaif atau tidak terlalu buruk kedha’ifannya.















BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa hadist dha’if adalah hadist yang lemah, sesuai dengan sanad dan matannya. Sebagaimana para ulama memperbolehkan untuk meriwayatkan hadist dha’if tersebut dengan syarat-syarat tertentu.
Berdasarkan kehujaannya, Hadist dha’if di bagi menjadi 3 pendapat yaitu hadist dha’if tidak dapat diamalkan secara mutlak baik dalam keutamaan amal maupun dalam hukum. Hadist dha’if dapat di amalkan baik dalam amal, mauizhah, janji-janji yang menggemarkan, maupun ancaman yang menakutkan (Jika Memenuhi Persyaratan).
B.     Saran
Kepada para pembaca marilah kita mempelajari dan memahami apa itu hadist dha’if dan kehujaannya, disini penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun, demi lebih baiknya makalah ini kedepannya.
















DAFTAR PUSTAKA

- Ash Shiddiqy. M hasbi. 1958. Dirayah hadist, Jakarta : Bulan Bintang
- al-A’Zhami, M Mustafa. 1992. Studies In Haits Methology and Leterature. Terj. A . Yamin. Jakarta : Pustaka Hidayah.
- Masjidkhan, Abdul. 2007. Ulumul Hadist. Jakarta : Amzah
Yunus, Muhammad. 1940. Ilmu Mushthalah Al-HAdist. Jakarta : As-Sa’diyah.













DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ...................................................................................................... .... iii
BAB    I     PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................................ 1
BAB    II   PEMBAHASAN
A.    Pengertian Hadist Dha’if.............................................................. 2
B.     Kriteria Hadist Dha’if.................................................................... 3
C.     Pembagiaan Hadist Dhaif........................................................ .... 3

BAB    III  PENUTUP
A. Kesimpulan ..................................................................................... 5
B. Saran-saran ....................................................................................... 5
DAFTAR PUSTAKA









No comments:

Post a Comment