MAKALAH
SEJARAH
KEBUDAYAAN ISLAM MIPERISTIWA HAJI WADA’ ,WAFATNYA RASULULLAH
DAN PROSES PEMILIHAN KHALIFAH PENGGANTI NABI MUHAMMAD SAW
BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG MASALAH
Mengetahui tantang wafat
Rasulullah saw merupakan salah satu cara mengenali karakter dan pribadi
Rasulullah saw. Sebagai muslim yang sejati sudah seyogyanya mengenali nabinya,
karena beliau adalah uswatunhasana yang
bisa di jadikan contoh dalam berprilaku dan bersikap dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan wafatnya nabi,
berakhirnya situasi yang sangat unik dalam sejarah islam, yakni hadirnya
seorang pemimpin. Sementara itu, beliau tidak meninggalkan wasiat atau pesan
tentang siapa diantara sahabat yang harus menggantikan beliau sebagai pemimpin.
Dalam al-Quran maupun Hadist nabi tidak terdapat petunjuk tentang bagaimana
cara menentukan pemimpin umat atau kepala negara sepeninggal beliau nanti,
RUMUSAN
MASALAH
1. Apa Pengertian Dari Haji Wadah ?
2. Apa Penyebab Rasululla Meninggal ?
3. Proses Pemilihan Khalifah Pengganti Nabi
Muhammad SAW ?
TUJUAN
1. Untuk
Mengetahui Apa Haji Wada’
2. Untuk
Mengetahui Apa Penyebab Meinggalnya Rasulullah
3. Untuk
Mengetahui Proses Pemilihan Khlifah pengganti Nabi Muhammad SAW
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Haji
Wada’
Haji
wada’ atau haji perpisahan adalah ibadah haji terakhir yang dilakukan oleh
Rasulullah sebelum beliau wafat. Pada bulan zulhijjah tahun 10 H, Rasulullah
bersama sekitar 100.000 umat islam berkumpul di padang Arafah untuk
melaksanakan ibadah haji. Kemudian di sebut haji wada’ atau haji perpisahan
Karena haji tersebut adalah haji terakhir yang di kerjakan oleh Rasulullah SAW.
Pada haji wada’ ini, Rasulullah menyembelih seekor unta sebagai korban yang di
bagikan kepada umat islam.
Nabi
Muhammad memberitahukan kepada para sahabat dan utusan yang menemuinya, bahwa
haji yang akan beliau laksanakan pada tahun itu tampaknya haji terakhir. Karena
itu kaum muslimin berlomba-lomba untuk menghadiri haji p, yaitu Haji Wada'
lebih kurang pada tanggal 18 Dzulhijjah, tahun 10 Hijriyah (kurang lebih 15
Maret 632 Masehi). Ada yang menyatakan terkumpul sekitar 90.000 orang, ada juga
140.000, ada pula 120.000, bahkan ada yang menyatakan lebih dari itu.[1]
1. Peristiwa Haji Wada’
Rasulullah
Selama
sembilan tahun tinggal di Madinah, Nabi belum melaksanakan haji. Kemudian pada
tahun kesepuluh beliau melaksanakan haji. Rasulullah melaksanakan ibadah
hajinya seraya mengajarkan manasik dan sunnah-sunnah haji kepada orang-orang
yang menunaikan ibadah haji bersamanya.
Pada
hari Arafah, Rasulullah menyampaikan khutbah umum di tengah-tengah kaum Muslimin yang sedang berkumpul di tempat
wuquf. Berikut ini adalah teks khutbah beliau.
“Wahai
manusia, dengarkanlah apa yang hendak
kukatakan. Mungkin sehabis tahun ini, aku tidak akan bertemu lagi dengan kalian
di tempat ini untuk selama-lamanya.
Hai
manusia, sesungguhnya darah dan harta benda kalian adalah suci bagi kalian
(yang tidak boleh dinodai oleh siapapun juga) seperti hari dan bulan suci
sekarang ini, di negeri kalian ini. Ketahuilah, sesungguhnya segala bentuk
perilaku dan tindakan jahiliyah tidak boleh berlaku lagi. Tindakan menuntut
balas atas kematian seseorang sebagaimana yang berlaku di masa jailiyah itu
pertama kali kunyatakan tidak berlaku ialah tindakan pembalasan atas kematian
Ibnu Rabi’ bin Harits.
Riba
jahiliyah tidak berlaku, dan riba yang pertama kunyatakan tidak berlaku adalah
riba Abbas bin Abdul Muthalib. Sesungguhnya segala macam riba sudah tidak boleh
berlaku lagi.
Sesungguhnya
jaman berputar seperti kendaraan-Nya pada waktu Allah menciptakan langit dan
bumi. Satu tahun adalah dua belas bulan. Empat bulan di antaranya adalah
bulan-bulan suci. Tiga bulan berturut-turut, Dzul Qa’dah, Dzul Hijjah, dan
Muharram. Bulan Rajab adalah antara bulan Jumadil Akhir dan bulan Sya’ban.
Wahai
manusia, dengarkanlah perkataanku dan perhatikanlah! Kalian tahu bahwa setiap
orang Muslim adalah saudara bagi orang-orang Muslim yang lain, dan semua kaum
Muslimin adalah saudara. Seseorang tidak dibenarkan mengambil sesuatu dari
saudaranya kecuali yang telah diberikan kepadanya dengan senang hati.
Kemudian
beliau menjama’ takbir shalat maghrib dan isya’ di Muzdalifah, kemudian sebelum
terbit matahari beliau berangkat ke Mina, lalu melemparkan Jumratul Aqabah
dengan tujuh batu kecil seraya bertakbir di setiap lemparan. Setelah itu beliau
pergi ke tempat penyembelihan, lalu menyembelih 63 hewan sembelihan (budnah).
Kemudian beliau menyerahkan kepada Ali untuk menyembelih sisanya sampai genap
100 sembelihan. Setelah itu beliau berangkat ke Ka’bah (ifadhah) lalu shalat
Dhuhur di Mekkah, dan pergi mendatangi Banu Abdul Muthalib yang sedang
mengambil air Zamzam lalu bersambda, “Timbalah wahai Banu Abdul Muthaib, kalau
tidak karena orang-orang tersebut bersama kalian, niscaya aku akan menimba bersama
kalian.” Kemudian mereka memberikan setimba air kepadanya dan minum darinya Akhirnya Nabi berangkat kembali
ke Madinah.
inti khotbah, pesan
dan hikmah yang dapat di ambil dari peristiwa HAJI WADA’ ,yaitu:
Ø Kaum
Muslimin harus mejnaga harta, jiwa dan kehormatan sesama Muslim, tidak boleh berbuat dzalim kepada sesama muslim.
Ø Riba
adalah haram.
Ada 4 bulan yang dimuliakan Allah: Dzul
Qa’dah, Dzul Hijjah, Muharram, dan Rajab. Pada bulan tersebut kaum Muslimin
tidak diperbolehkan berperang.
Hikmah
dan pesan utama , dalam khutbahnya Rasulullah menyampaikan juga yang tak kalah
pentingnya, di antaranya:
Menetapkan
Mekkah dan Madinah sebagai Tanah Suci. Menurut beliau, dengan sucinya tempat
ini, maka orang-orang yang berada di wilayah ini harus senantiasa dalam keadaan
suci dari segala perbuatan.
Hari
raya Idul Adha atau sering juga disebut dengan Hari Raya Haji memiliki banyak
makna bagi Ummat Islam. Peristiwa-peristiwa ‘mensejarah’ sangat banyak terjadi
di bulan Dzulhijjah ini. Peristiwa-peristiwa yang tentunya dapat diambil
pelajaran darinya bagi Ummat Islam yang berusaha ‘bangkit’ mencontoh kejayaan
yang telah diraih oleh Nabi Shalallahu ‘alaihi wa salam dan para sahabatnya.
Salah satu
peristiwa yang sangat bermakna ialah peristiwa Haji Wada’ tepatnya Khutah pada
Haji Wada’ nya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam. Pada haji wada’ inilah
turun ayat terakhir darial-Quran yakni al-Maidah ayat 2 . Sangat banyak pesan
super penting yang disampaikan oleh Baginda
3
Nabi Shalallahu
‘alaihi wa salam dalam Khutbah Haji Wada tersebut. Salah satu yang menjadi
pokok perhatian penulis ialah pentingnya Dakwah dalam kesempurnaan Din
al-Islam. Ini tergambar dari kalimat ucapan Nabi yang kira-kira artinya
“Hendaklah yang hadir (yang mendengarkan wasiatku ini) meneruskan kepada siapa
saja yang tidak hadir.”
Memang,
Dakwah adalah salah satu pilar dalam kesempurnaan ajaran Islam. Islam
berkembang karena Dakwah. Ajaran Islam menyebar ke seluruh penjuru dunia ialah
sebab pertolongan Allah melalui usaha Dakwah yang dilakukan para da’i/ah.[2]
B.
WAFATNYA RASULULLAH
1. Detik-detik perpisahan
Pada bulan Ramadhan tahun 10 Hijriah,
Rasulullah beri’tikaf dua puluh hari, di mana pada (tahun-tahun) sebelumnya
beliau tidak pernah beri’tikaf kecuali sepuluh hari saja, dan malaikat Jibril
bertadarrus Al-Quran dengan beliau sebanyak 2 kali.
Dan telah diturunkan kepada beliau di
pertengahan hari tasyriq surah An-Nashr, sehingga beliau mengetahui bahwa hal
itu adalah perpisahan, dan merupakan isyarat akan (dekatnya) kepergian beliau
untuk selama-lamanya.
Di
awal bulan Saraf 11 Hijriah, beliau pergi menuju Uhud, keemudian melakukan
shalat untuk para syuhada’, sebagai (ungkapan) perpisahan bagi orang-orang yang
masih hidup dan yang telah mati. Kemudian beranjak menuju mimbar, dan
bersabda,“Sesungguhnya aku akan mendahului kalian dan menjadi saksi atas
kalian. Demi Allah, sesungguhnya aku sekarang benar-benar melihat telagaku, dan
telah di berikan kepadaku kunci-kunci perbendaharaan bumi atau kuci-kunci bumi,
dan demi Allah, sesungguhnya aku tidak mengkhawatirkan kalian akan melakukan
kesyirikan sepeninggalanku nanti, akan tetapi akan aku khawatirkan terhadap
kalian adalah kalian berlomba-lomba di dalam merebut kekayaan dunia.
Pada pertengahan suatu malam, Rasulullah
keluar menuju (kuburan) Baqi’ untuk memohonkan amponan bagi mereka
2. Permulaan sakit
Pada
tanggal 28 atau 29 bulan Safar tahun 11
Hijriyah (hari senin) Rasulullah menghadiri
penguburan jenazah seorang sahabat di Baqi. Ketika kembali, di tengah
perjalanan beliau merasakan pusing di kepalanya dan panas mulai merampat pada
sekujur tubuhnya sampai-sampai mereka (para sahabat) dapat merasakan pengaruh
panasnya pada sorban yang beliau pakai.
Nabi shalat bersama
para sahabat dalam keadan sakit selama
sebelas hari, sedangkan jumlah saklit beliau adalah 13 atau 14 hari.[3]
3. Minggu terakhir
Penyakit
Rasulullah semakin berat, sehingga beliau bertanya-tanya kepada Istri-strinya,
‘’Di mana (giliran) ku besok? Di mana (giliran) ku besok? Mereka pun memahami
maksudnya, sehingga beliau dizinkan untuk berada pada tempat yang beliau
kehendaki. Kemudian beliau pergi ke tempat Aisyah, beliau berjalan dengan
diapit oleh al-Fadhl bin al-Abbas dan Ali bin Abi Thalib sedangkan kepalanya di
ikat dengan kain, dan beliau melangkahkan kedua kakinya hingga memasuki bilik
Aisyah. Beliau menghabiskan minggu terakhir dari detik-detik kehidupannya di
sisi Aisyah.
Aisyah membaca Mu’awwidzat (al-ikhlas, al-Falaq dan
an-Nas) dan doabyang di hafal dari rasulullah, kemudian meniupkannya pada tubuh
Rasulullah dan mengusapkan tangannya dengan mengharap keberkahan dari hal
tersebut.
4. Lima hari sebelum wafat
Hari
Rabu, lima hari sebelum wafat, demam menyerang seluruh tubuhnya, hingga
sakitnya pun semakin parah dan beliau pingsan karenanya. Ketika sadar beliau
berkata, “Siramkanlah kepadaku tujuh gayung air yang beraal dari sumur yang
berbeda-beda, sehingga aku bias keluar menemui para sahabat untuk menyampaikan
amanat kepada mereka.”. Meraka mendudukkan beliau di sebuah bejana kemudian
menyiramkan kepadanya air tersebut, hingga beliau berkata, “Cukup, cukup!”.
Pada
saat itu beliau membaik, kemudian masuk kedalam masjid dalam keadaan kepala
diikat dengan sorban berwarna hitam, lalu duduk di atas mimbar. Beliau
berkhutbah di hadapan para sahabatnya yang berkumpul di sekelilingnya.
Setelah
itu beliau turun (dari mimbar) untuk melaksanakan shalat Zhuhur, kemudian duduk
di atas mimbar dan mengulangi perkataannya yang pertama tentang permasalahan
(antar sesama) dan yang lainnya.
5. Empat hari sebelum wafat
pada
hari itu Rasulullah mewasiatkan tiga perkara: yaitu berwasiat untuk
mengeluarkan orang-orang Yahudi, Nasrani dan orang-orang musyrik dari jazirah
Arab, dan berwasiat untuk memberikan penghargaan kepada para utusan (delegasi)
sebagaimana yang telah beliau berikan kepada mereka sebelumnya. Sedangkan
wasiat yang ketiga, periwayat hadis ini lupa, barangkali wasiat tersebut adalah
wasiat untuk perpegang teguh pada al-Qur’an dan as-Sunnah,atau prngiriman
tentara Usamah, atau wasiatnya dalam sabda beliau, “ jagalah shalat dan
budak-budak kalian.”[4]
6. Dua atau sehari sebelum wafat
Pada
hari sabtu atau hari Ahad Nabi, merasakan penyakit pada dirinyua berkurang,
beliau keluar dengan dipapah dua orang untuk menunaikan shalat Zhuhur,
sedangkan Abu Bakar tengah melakuykan shalat bersama para sahabat (sebagai
imam), ketika Abu Bakar melihatnya ia bergerak mundur. Rasulullah member
isyarat dengan kepalanya agar dia tidak mundur.7. Sehari sebelum wafat
Hari Ahad, sehari sebelum nabi wafat, beliau
memerdekakan budak-budaknya, dan bersedekah dengan enam atau tujuh dinar yang
dimilikinya serta memberikan senjata-senjatanya kepada kaum Muslimin. Di malam
harinya Aisyah membawa lampunya kepada seseorang tetengga perempuan. Aisyah
berhata (kepada perempuan tersebut), “Berikanlah kepada kami sedikit dari
minyak yang kamu miliki pada lamnpu kami ini.
8. Hari terakhir
Anas
bian Malik meriwayakan bahwa pada saat kaun Muslimin shalat subuh pada hari
senin dan Abu bakar menjadi imam mereka, Rasulullah secara tiba-tiba
mengagetkan mereka dengan membuka tirai kamar Aisyah untuk melihat mereka, sedangkan
mereka berada pada barisan shalat.
Ketika beranjak
waktu dhuha, Nabi memanggi Fatimah, kemudian membisikan sesuatu kepadanya, dan
ia pun menangis. Kemudian memanggilnya lagi dan membisikkan sesuatu yang
lainnya, ia pun tertawa. Aisyah berkata, Kami menanyakan (kepadanya) tentang
hal itu, yakni pada hari-hari berikutnya, dan Fatimah menjawab, “ Nabi
membisikan kepadaku bahwa beliau akan meninggal pada sakit yang beliau derita
saat ini, sehingga aku menangis, dan membisikan kepadaku bahwa aku yang pertama
kali dari keluarganya yang mengikutinya (meninggal) sehingga aku tertawa.
Nabi
memberikan kabar gembira kepada Fatimah bahwa ia adalah penghulu para wanita di
dunia.Nabi memanggil al-Hasan dan al-Husain, kemudian mencium keduanya dan
berwasiat untuk selalu berbuat baik. Selanjutnya beliau memanggil
istri-istrinya kemudian menasihati mereka dan mengingatkan mereka.
Penyakit
Rasulullah semakin parah dan bertambah berat, dan muncul (pada tubuhnya)
pengaruh racun yang pernah dimakannya pada saat perang Khaibar.
9. Detik-detik kematian
Detik-detik
kematian telah tiba, Aisyah menyandarkan tubuh beliau kepadanya, ia berkata,
“Termasuk di antara nikmat Allah yang diberikan kepadaku, adalah bahwa
Rasulillah wafat di rumahku, di antara paru-paruku dan tenggorokanku, Allah
mengumpulkan antara ludahku dan ludahnya pada saat kematiannya. Abdurrahman bin
Abu Bakar masuk, di tangannya ada sepotong siwak, sedangkan Rasulullah
bersandar pada tubuhku, aku melihat Rasulullah memandang siwak tersebut dan aku
tahu bahwa ia menyukai siwak, aku berkata kepadanya, “Maukah aku ambilkan
6
untukmu?” Beliau
menganggukan kepalanya bertanda mengiyakan, kemudian aku berikan siwak tersebut
kepadanya, akan tetapi siwak tersebut sangat keras baginya, sehingga aku
bertanya kepadanya, “maukah aku lunakkan untukmu?” beliau mengisyaratkan dengan
kepalanya bertabda mengiyakan, maka akupun melunakannya, kemudian Rasulullah
menggosokkannya pada giginya. Di dalam sebuah riwayat lainnya disebutkan, bahwa
beliau bersiwak dengan sebaik-baiknya sebagaimana kita lakukan. Di depan beliau
ada sebuah bejana berisi air, lalu beliau memasukkan kedua tangannya ke dalam
air tersebut kemudian mengusapkannya ke wajahnya kemudian berkata, “la ilaha
illallah, sesungguhnya kematian itu mengalami sekarat.”
Tak
berapa lama selesai bersiwak, Rasulullah mengangkat tangan atau jarinya dan
menatapkan pandangannya keatap, kedua bibirnya bergerak,dan Aisyah
mendengarkannya.
Kejadian
ini berlangsung pada saat waktu Dhuha sedang panas-panasnya,yaitu pada hari
Senin 12 Rabi’ul Awwal tahub 11 Hijriyah, umur beliau saat itu telah mencapai
63 tahub lebih empat hari.
10. Puncak kesedihan para nabi
Tersebarlah berita yang menyedihkan itu, langit dan
penjuru kota Madhina pun menjadi kelabu. Anas berkata, “ aku tidak mendapatkan hari
yang lebih indah dan lebih bercahaya dari pada hari di kala Rasulullah memasuki
kota Madinah, dan aku tidak pernah menemukan hari yang lebih buruh dan lebih
gelap dari pada hari ketika Rasulullah wafat.
11. Sikap Umar
Umar
bin al-Khaththab berdiri dan berkata, ‘’Sesungguhnya beberapa orang dari kaum
munafik beranggapan bahwa Rasulullah telah wafat! Sesungguhnya Rasulullah itu
tidak mati, akan tetapi pergi menemui Tuhannya sebagaimana nabi Musa bin Imran
pergi kepadanya, ia pergi meninggalkan kaumnya selama 40 hari, kemudian dia
kembali lagi kepada mereka setelah sebelumnya di kabarkan telah mati. Demi
Allah, Rasulullah benar-benar akan kembali, sungguh dia akan memotong tangan
dan kaki mereka yang menganggap bahwa beliau telah mati.
12. Sikap Abu Bakar
Abu
bakar dating dengan menunggang kuda dari tempat tinggalnya di kampong Sunh,
kemudian ia turun dan masuk ke dalam masjid, ia tidak berbicara kepada mereka
yang hadir, hingga masuk ke bilih Aisyah dan menuju ketempat Rasulullah yang
sedang di tutupi dengan kain lebar. Abu Bakar membuka wajahnya, kemudian
menundukkan kepala kepadanya, lalu mwncumnya dan menangis.
13. Mempersiapkan dan melepas jasad rasulullah yang mulia
ke dalam tanah
Telah
terjadi perselisihan dalam masalah kekhalifahan, sebelum mereka mengurus jasad
Rasulullah, sehingga berlangsung diskusi, debat, dialog bantah-bantahan antara
kaun Muhajirin dan kaum Anshar di Saqifah kebun bani Sa’idah, dan akhirnya
mereka sepakat untuk mengangkat Abu Bakar sebagai Khalifah. Dan hal ini
berelangsung sepanjang hari Senin hingga masuk waktu malam, kemudian mereka
sibuk mengurus jenazah Rasulullah, hingga akhir malam (malam selasa)
mendekati shubu jasad beliau yang diberkahi masih berada di kasur tertutup kain, dan pintunya di tutup bagi orang lain kecuali keluarganya.Pada hari selasa mereka memandikan beliau tanpa melepas pakaiannya, orang-orang yang memandikannya adalah al-Abbas, Ali, al-Fadhl bin al-Abbas, Qutsm bin al-Abbas, Syaqran budak Rasulullah, Usamah bin Zaid dan Aus bin Khauli. Al-Abbas, al-Fadhl dan Qutsm yang membalik jasad beliau, sedangkan Usman dan Syawran yang menyiramkan airnya, sedang Ali yang membasuhnya dan Aus yang menyandarkannya ke dadanya
mendekati shubu jasad beliau yang diberkahi masih berada di kasur tertutup kain, dan pintunya di tutup bagi orang lain kecuali keluarganya.Pada hari selasa mereka memandikan beliau tanpa melepas pakaiannya, orang-orang yang memandikannya adalah al-Abbas, Ali, al-Fadhl bin al-Abbas, Qutsm bin al-Abbas, Syaqran budak Rasulullah, Usamah bin Zaid dan Aus bin Khauli. Al-Abbas, al-Fadhl dan Qutsm yang membalik jasad beliau, sedangkan Usman dan Syawran yang menyiramkan airnya, sedang Ali yang membasuhnya dan Aus yang menyandarkannya ke dadanya
Beliau
dibasuh dengan air dan bidara tiga kali basuhan, dan dimandikan dengan air dari
sebuah sumur yang bernama al-Ghars milik Sa’ad Haitsamah di Quba’ yang mana
Rasulullah pernah meminum air dari sumur tersebut.
Kemudian
mereka mengafaninya dengan tiga helai kain tenunan Yaman. Kain itu berwarna
putih, terbuat dari katun, tanpa baju dan surban. Mereka mengenakan pakaian
tersebut padanya satu persatu secara berlapis.
Mereka
berselisih tentang tempat pemakamannya, Abu Bakar berkata, “Sesungguhnya aku
telah mendengar Rasulullah bersabda, ‘Tidaklah seorang Nabi wafat kecuali di kubur di tempai ia wafat.’ Maka
Abu Thalhah mengangkat kasur yang dipakai Rasulullah pada saat meninggal, dan
membentul liang lahad.
Orang-orang
memasuki kamar secara bergantian sepuluh sepuluh. Mereka menshalatkan
Rasulullah secara sendiri-sendiri tanpa ada seorang pun yang mengimami mereka.
Pertama kali yang menshalatkan adalah keluarganya, kemudian orang-orang
Muhajirin, setelah itu orang-orang Anshar. Para wanita menshalatkannya setelah
kaum pria, setelah itu anak-anak kecil,
atau anak-anak kecil dahulu kemudian para wanita
Hal
itu berlangsung pada hari Selasa dan terus berlalu hingga tiba malam Rabu,
Aisyah berkata, “Kami tidak mengetahui berlangsungnya pemakaman Rasulullah
kecuali setelah kami mendengar suara cangkul di tengah malam.” Di dalam sebuah
riwayat disebutkan, “pada akhir malam Rabu.”
[5]
C. Proses pemilihan khalifah
pengganti nabi muhammad saw
Sistem
politik untuk memilih pemimpin/khalifah, dimulai setelah Nabi Muhammad SAW
wafat. Ummat sempat bingung untuk menentukan siapa pengganti Rasul untuk
memimpin ummat Islam. Orang-orang Anshar (penduduk asli Madinah) sudah pasti
akan memilih Sa’ad bin Ubadah sebagai pemimpin dari kelompok Anshar di Saqifah
(aula pertemuan) dan mempersilahkan orang-orang Muhajirin (orang-orang Mekkah
yang berhijrah ke Madinah) agar memilih pemimpinnya sendiri.
Dari
sini sudah cukup jelas bahwa Rasulullah tidak mengatur secara jelas mekanisme
pemilihan khalifah/pengganti Rasul secara baku/tetap. Kalau sudah baku sudah
pasti tidak ada saling sengketa dan perbedaan pendapat di antara mereka.
Yang
bisa menyelesaikan perbedaan pendapat yang berpotensi menimbulkan perpecahan di
Saqifah justru argumen yang sangat mantap yang disampaikan oleh Umar bin
Khaththab ra. Umar mengusulkan agar masyarakat secara aklamasi mengangkat
Abubakar Shiddiq ra sebagai khalifah pengganti Rasul karena berbagai
pertimbangan diantaranya:
1. Beliau orang dewasa pria pertama
yang masuk Islam
2. Beliau pula yang oleh Rasul digelari
Ash-Shiddiq
3. Beliau adalah satu-satunya shahabat
yang diajak berhijrah bersama-sama Rasul dan
4. Beliau satu-satunya yang
diijinkan/disuruh oleh Rasul untuk mengimami sholat berjamaah ketika Rasul
sakit dan tidak bisa menghadiri /mengimami sholat berjamaah di Masjid Nabawi.
Mengingat
kuatnya hujjah Umar tersebut, maka masyarakat baik dari Anshor maupun Muhajirin
mengerti dan menerima sepenuhnya bahwa memang tidak ada yang lebih layak
menggantikan Rasulullah selain Shahabat Abubakar Shiddiq.
Setelah
Khalifah Abubakar wafat, kepemimpinan diganti oleh Umar bin Khaththab
berdasarkan surat wasiat Khalifah Abubakar, karena tidak ada shahabat yang
lebih mulia dan mengungguli Umar bin Khaththab ra dalam berbagai aspek dan
seginya, sehingga tidak ada keberatan apa pun terhadap pengangkatan Umar walau
berdasar penunjukan.
Sebelum
Amirul Mukminin Umar meninggal , beliau masih sempat menunjuk dewan formatur
yang terdiri dari enam Shahabat senior untuk memutuskan siapa bakal pengganti
beliau yaitu : Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Abdurrahman bin Auf, Zubair
bin Awwam, Thalhah bin Zubair dan Saad bin Abi Waqas.
Empat
orang diantaranya menyatakan tidak bersedia untuk menjadi Khalifah/Amirul
Mukminin, hanya Usman dan Ali yang bersedia dipilih untuk menjadi pengganti
Umar.
Mengingat
ada dua kandidat calon yang setara ilmu dan jasanya, setara pula dukungannya,
maka anggota formatur yang dipimpin oleh Abdurrahman bin Auf pun masih minta
masukan secara langsung ke masyarakat untuk turut memilih satu di antara dua
calon yang ada.
Abdurrahman
bin Auf masih berkeliling ke masyarakat untuk dimintai tanggapannya, baik ke
para shahabat senior atau yunior, laki-laki atau perempuan dsb. maka Usman
sepakat dipilih sebagai khalifah ketiga. Dari sini jelas, mekanisme mengatur
pemimpin menjadi hak masyarakat, bukan penunjukan dari wahyu. Ada proses
seleksi, pemilihan, adu argumen, dukung-mendukung dan partisipasi masyarakat
yang lebih luas, walau dalam bentuk yang belum baku seperti dalam sistem
demokrasi modern.
Begitu
hebatnya pemelihan pemimpin pada masa tersebut, sampai-sampai seorang
orientalis, Thomas Arnold, pun mengakui, kenyataan tersebut dangan mengatakan
bahwa,
9
”sungguh
telah terpilih, tanpa diragukan, khalifah yang empat, Abu Bakar, Umar, Ustman
dan Ali, tanpa ada unsur pewarisan (kekuasaan) dan juga jauh dari unsur
hubungan kerabat dan keluarga”(Abd Syafi` Muh. Abd. Latif :2008).[6]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Nabi Muhammad memberitahukan kepada
para sahabat dan utusan yang menemuinya, bahwa haji yang akan beliau laksanakan
pada tahun itu tampaknya haji terakhir. Karena itu kaum muslimin berlomba-lomba
untuk menghadiri haji p, yaitu Haji Wada' lebih kurang pada tanggal 18
Dzulhijjah, tahun 10 Hijriyah (kurang lebih 15 Maret 632 Masehi). Ada yang
menyatakan terkumpul sekitar 90.000 orang, ada juga 140.000, ada pula 120.000,
bahkan ada yang menyatakan lebih dari itu.
1. Penunjukan
secara langsung karena si calon pemimpin sangat memenuhi krtiteria menjadi
pemimpin.
2. Penunjukan
melalui surat wasiat, karena sangat yakin dengan kualitas pemimpin yang akan menggantikannya.
3. Membentuk
anggota formatur yang alim untuk memilih salah seorang dari dua calon pemimpin
yang memiliki kualitas yang sama. Kemudian meminta masukan dari masyarakat,
siapa yang terbaik di antara keduanya.
SARAN
Demikian makalah yang dapat kami
sampaikan kurang lebihnya kami mohon di maafkan, kritik dan saran yang
membangun sangat kami harapkan, jika ada kesalahan mohon di ingatkan dan
dibenarkan, sebagai perbaikan saya kedepan. Semoga apa yang tertera disini bisa
membawa manfaat untuk kita semua dan bisa membawa wawasan kita semua dalam
kompeterensi terkait.
DAFTAR PUSTAKA
idup Rasul Yang
Agung, Muhammad SAW”, (Jakarta: DARUL HAQ, 2001) hal
697,698,699,700,701,702,703,704
http://islammoderat.com/bagaimana-pemimpin-dipilih/
[3] Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri, “Sirah Nabawiyah Perjalanan
Hidup Rasul Yang Agung, Muhammad SAW”, (Jakarta: DARUL HAQ, 2001) hal 692
[4] Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri, “Sirah Nabawiyah Perjalanan
Hidup Rasul Yang Agung, Muhammad SAW”, (Jakarta: DARUL HAQ, 2001) hal 694
[5] Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri, “Sirah Nabawiyah Perjalanan
Hidup Rasul Yang Agung, Muhammad SAW”, (Jakarta: DARUL HAQ, 2001) hal
697,698,699,700,701,702,703,704
No comments:
Post a Comment