MAKALAH penguatan pendidikan karakter olEh pemimpin perguruan tinggi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan suatu system yang teratur dan mengemban
misi yang cukup luas yaitu segala sesuatu yang bertalian dg perkembangan fisik,
kesehatan, keterampilan, pikiran, perasaan, kemauan, sosial sampai kepada
masalah kepercayaan atau keimanan. Hal ini menunjukkan bahwa sekolah sebagai suatu
lembaga pendidikan formal mempunyai suatu muatan beban yang cukup berat dalam
melaksanakan misi pendidikan tersebut. Lebih-lebih kalau dikaitkan dengan
pesatnya perubahan zaman dewasa ini yang sangat berpengaruh terhadap anak-anak
didik dalam berfikir, bersikap dan berperilaku, khususnya terhadap mereka yang
masih dalam tahap perkembangan dalam transisi yang mencari identitas diri.[1]
Dalam kaitaannya dengan pendidikan karakter, bangsa Indonesia
sangat memerlukan SDM (sumber daya manusia) yang besar dan bermutu untuk
mendukung terlaksananya program pembangunan dengan baik. Disinilah dibutuhkan
pendidikan yang berkualitas, yang dapat mendukung tercapainya cita-cita bangsa
dalam memiliki sumber daya yang bermutu, dan dalam membahas tentang SDM
yang berkualitas serta hubungannya dengan pendidikan, maka yang dinilai pertama
kali adalah seberapa tinggi nilai yang sering diperolehnya, dengan kata lain
kualitas diukur dengan angka-angka, sehingga tidak mengherankan apabila
dalam rangka mengejar target yang ditetapkan sebuah lembaga pendidikan
terkadang melakukan kecurangan dan manipulasi.
Hal ini sesuai dengan UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional pada Pasal 3, yang menyebutkan bahwa pendidikan nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan
nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab.
Berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional, jelas bahwa
pendidikan di setiap jenjang, termasuk Sekolah Menengah Pertama (SMP) harus
diselenggarakan secara sistematis guna mencapai tujuan tersebut. Hal tersebut
berkaitan dengan pembentukan karakter peserta didik sehingga mampu bersaing,
beretika, bermoral, sopan santun dan berinteraksi dengan masyarakat. Ternyata
kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan
kemampuan teknis (hard skill) saja,
tetapi lebih oleh kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft
skill). Penelitian ini mengungkapkan,
kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20 persen oleh hard
skill dan sisanya 80 persen
olehsoft skill.
Bahkan orang-orang tersukses di dunia bisa berhasil dikarenakan lebih banyak
didukung kemampuan soft skill daripada hard
skill. Hal ini mengisyaratkan bahwa
mutu pendidikan karakter peserta didik sangat penting untuk ditingkatkan.
Pendidikan yang sangat dibutuhkan saat ini adalah pendidikan yang
dapat mengintegrasikan pendidikan karakter dengan pendidikan yang dapat
mengoptimalkan perkembangan seluruh dimensi anak (kognitif, fisik,
sosial-emosi, kreativitas, dan spiritual). Pendidikan dengan model pendidikan
seperti ini berorientasi pada pembentukan anak sebagai manusia yang utuh.
Kualitas anak didik menjadi unggul tidak hanya dalam aspek kognitif, namun juga
dalam karakternya. Anak yang unggul dalam karakter akan mampu menghadapi segala
persoalan dan tantangan dalam hidupnya. Ia juga akan menjadi seseorang
yang lifelong learner. Pada saat menentukan metode pembelajaran yang utama
adalah menetukan kemampuan apa yang akan diubah dari anak setelah menjalani
pembelajaran tersebut dari sisi karakterya. Apabila kita ingin mewujudkan
karakter tersebut dalam kehidupan sehari-hari, maka sudah menjadikan kewajiban
bagi kita untuk membentuk pendidik sukses dalam pendidikan dan pengajarannya.
B. Rumusan Masalah
Dengan latar belakang diatas penulis merumuskan beberapa masalah
sebagai berikut:
1. Apa pengertian Pendidikan karakter?
2. Apa fungsi dan tujuan Pendidikan Karakter?
3.Apa Ciri-ciri dan Prinsip Pendidikan Karakter?
4.Apa saja komponen yang pendukung dalam Pendidikan Karakter?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian pendidikan Karakter
Karakter menurut Pusat Bahasa
Depdiknas adalah, bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku,
personalitas, sifat tabiat, temperamen dan watak, sementara itu, yang disebut
dengan berkarakter ialah berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat dan
berwatak sedangkan pendidikan dalam arti sederhana sering diartikan sebagai
usaha manusia untuk membina, kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam
masyarakat dan kebudayaan.
Karakter merupakan nilai-nilai
perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri,
sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap,
perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata
krama, budaya, dan adat istiadat. Dalam perkembangannya , istilah
pendidikan atau paedagogie, berarti bimbingan atau pertolongan dengan sengaja
oleh orang dewasa agar ia menjadi dewasa. Selanjutnya pendidikan diartikan
sebagai usaha yang dijalankan seseorang atau kelompok lain agar menjadi
dewasa untuk mencapai tingkat hidup atau penghidupam lebih tinggi dalam
arti mental.
Dalam perkembangannya, istilah
pendidikan atau paedagogie, berarti bimbingan atau pertolongan dengan sengaja
oleh orang dewasa agar ia menjadi dewasa. Selanjutnya pendidikan diartikan
sebagai usaha yang dijalankan seseorang atau kelompok lain agar menjadi
dewasa untuk mencapai tingkat hidup atau penghidupam lebih tinggi dalam
arti mental. Sedangkan karakter menurut Pusat Bahasa Depdiknas,
adalah bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas,
sifat tabiat, temperamen dan watak, sementara itu, yang disebut dengan
berkarakter ialah berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat dan
berwatak.
Pendidikan karakter menurut
Thomas Lickona (1991) adalah pendidikan untuk membentuk kepribadian seseorang
melalui pendidikan budi pekerti, yang hasilnya terlihat dalam tindakan nyata
seserorang yaitu tingkah laku yang baik, jujur, bertanggung jawab, menghormati
hak orang lain, kerja keras, dan sebagainya.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa
pendidikan karakter adalah segala sesuatu yang dilakukan guru, yang mampu
memperngaruhi karakter peserta didik. Guru membantu membentuk watak peserta
didik. Hal ini mencakup keteladanan bagaimana perilaku guru, cara guru bebicara
atau menyampaikan materi, bagaimana guru bertoleransi, dan berbagai hal terkait
lainnya.
Para pakar pendidikan pada
umumnya sependapat tenting pentingnya upaya peningkatan pendidikan karakter
pada jalur pendidikan formal. Namun demikian, ada perbedaan-perbedaan pendapat
diantara mereka tentang pendekatan dari modus pendidikannya. Berhubungan
dengan pendekatan, sebagian pakar menyarankan penggunaan pendekatan-pendekatan
pendidikan moral yang dikembangkan di Negara-negara barat, seperti : pendekatan
perkembangan moral kognitif, pendekatan analisis nilai, dan pendekatan
klarifikasi nilai. Sebagian yang lain menyarankan penggunaan pendekatan
tradisional, yaitu melalui penanaman nilai-nilai social tertentu.
Berdasarkan grand desain yang
dikembangkan kemendiknas, secara psikologis social cultural pembentukan
karakter dalam diri individu merupakan fungsi dari seluruh potensi individu
manusia (kognitif, afektif, konatif dan psikomotorik) dari konteks interaksi
social cultural (dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat) dan berlangsung sepanjang
hayat.
Konfigurasi karakter dalam
kontek totalitas proses psikologis dan social cultural tersebut dapat
dikelompokan dalam: olah hati, olah piker, olah raga dan kinestetik, serta olah
rasa dan karsa, keempat hal tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya, bahkan
saling melengkapi dan saling keterkaitan.
Pengkategorikan nilai
didasarkan pada pertimbangan bahwa pada hakikatnya perilaku seseorang yang
berkarakter merupakan perwujudan fungsi toalitas psikologis yang mencakup
seluruh potensi individu manusia (kognitif, afekti dan psikomotorik) dan fungsi
totalitas social-kultural dalam konteks interaksi (dalam keluarga, satuan
pendidikan, dan masyarakat) dan berlangsung sepanjang hayat
Jadi, Pendidikan karakter adalah sebuah system yang menanamkan nilai-nilai
karakter pada peserta didik, yang mengandung komponen pengetahuan, kesadaran
individu, tekad, srta adanya kemauan dan tindakan untuk melaksanakan
nlai-nilai, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia,
linkungan, maupun bangsa, sehingga akan terwujud insane kamil.
Tugas pendidik di semua jenjang pendidikan tidak terbatas pada
pemenuhan otak anak dengan berbagai ilmu pengetahuan. Pendidik selayaknya mengajarkan
pendidikan menyeluruh yang memasukkan beberapa aspek akidah dan tata moral.
Oleh karenanya, pendidik harus mampu menjadikan perkataan dan tingkah
laku anak didiknya di kelas menjadi baik yang pada akhirnya nanti akan tertanam
pendidikan karakter yang baik dikelak kemudian hari.
Karakter yang berkualitas perlu dibentuk dan dibina sejak usia
dini. Usia dini merupakan masa kritis bagi pembentukkan karakter seseorang.
Banyak pakar mengatakan bahwa kegagalan penanaman karakter pada seseorang sejak
usia dini, akan membentuk pribadi yang bermasalah di masa dewasanya kelak.
Selain itu, menanamkan moral kepada anak adalah usaha yang strategis.
Permasalahan serius yang tengah dihadapi bangsa Indonesia
adalah sistem pendidikan yang ada sekarang ini terlalu berorientasi pada
pengembangan otak kiri (kognitif) dan kurang memperhatikan pengembangan otak
kanan (afektif, empati, dan rasa). Proses belajar juga berlangsung secara pasif
dan kaku sehingga menjadi tidak menyenangkan bagi anak. Mata pelajaran yang berkaitan
dengan pendidikan karakter (seperti budi pekerti dan agama) ternyata pada
prakteknya lebih menekankan pada aspek otak kiri (hafalan, atau hanya sekedar
tahu). Semuanya ini telah membunuh karakter anak sehingga menjadi tidak
kreatif. Padahal, pembentukan karakter harus dilakukan secara sistematis dan
berkesinambungan melibatkan aspek knowledge, feeling, loving, dan acting.
Pembentukan karakter dapat diibaratkan sebagai pembentukan seseorang menjadi
body builder (binaragawan) yang memerlukan latihan otot-otot akhlak secara
terus-menerus agar menjadi kokoh dan kuat. Selain itu keberhasilan
pendidikan karakter ini juga harus ditunjang dengan usaha memberikan lingkungan
pendidikan dan sosialisasi yang baik dan menyenangkan bagi anak.
Dengan demikian, pendidikan yang sangat dibutuhkan saat ini adalah
pendidikan yang dapat mengintegrasikan pendidikan karakter dengan pendidikan
yang dapat mengoptimalkan perkembangan seluruh dimensi anak (kognitif, fisik,
sosial-emosi, kreativitas, dan spiritual). Pendidikan dengan model pendidikan
seperti ini berorientasi pada pembentukan anak sebagai manusia yang utuh.
Kualitas anak didik menjadi unggul tidak hanya dalam aspek kognitif, namun juga
dalam karakternya. Anak yang unggul dalam karakter akan mampu menghadapi segala
persoalan dan tantangan dalam hidupnya. Ia juga akan menjadi seseorang
yang lifelong learner. Pada saat menentukan metode pembelajaran yang utama
adalah menetukan kemampuan apa yang akan diubah dari anak setelah menjalani
pembelajaran tersebut dari sisi karakterya. Apabila kita ingin mewujudkan
karakter tersebut dalam kehidupan sehari-hari, maka sudah menjadikan kewajiban
bagi kita untuk membentuk pendidik sukses dalam pendidikan dan pengajarannya
B. Fungsi dan Tujuan Pendidikan Karakter
Dalam TAP MPR No. II/MPR/1993,
disebutkan bahwa pendidikan bertujuan meningkatkan kualitas manusia Indonesia,
yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi
pekerti luhur, berkepribadian mandiri, maju, tanggunh, cerdas, kreatif,
terampil, berdisiplin, beretos kerja profesional, serta sehat jasmani rohani.
Berangkat dari hal tersebut
diatas, secara formal upaya menyiapkan kondisi, sarana/prasarana, kegiatan,
pendidikan, dan kurikulum yang mengarah kepada
pembentukan watak dan budi pekerti generasi muda bangsa memiliki landasan
yuridis yang kuat. Namun, sinyal tersebut baru disadari ketika terjadi krisis
akhlak yang menerpa semua lapisan masyarakat. Tidak terkecuali juga pada
anak-anak usia sekolah. Untuk mencegah lebih parahnya krisis akhlak, kini upaya
tersebut mulai dirintis melalui Pendidikan Karakter bangsa.
Dalam pemberian Pendidikan
Karakter bangsa di sekolah, para pakar berbeda pendapat. Setidaknya ada tiga
pendapat yang berkembang. Pertama, bahwa Pendidikan Karakter bangsa diberikan
berdiri sendiri sebagai suatu mata pelajaran. Pendapat kedua, Pendidikan
Karakter bangsa diberikan secara terintegrasi dalam mata pelajaran PKN, pendidikan agama, dan mata pelajaran lain yang relevan. Pendapat ketiga,
Pendidikan Karakter bangsa terintegrasi ke dalam semua mata pelajaran.
Pendidikan karakter bertujuan
untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan di sekolah yang
mengarah pada pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik
secara utuh, terpadu, dan seimbang, sesuai standar kompetensi lulusan. Melalui
pendidikan karakter diharapkan peserta didik SMP mampu secara mandiri
meningkatkan dan menggunakan pengetahuannya, mengkaji dan menginternalisasi
serta mempersonalisasi nilai-nilai karakter dan akhlak mulia sehingga terwujud
dalam perilaku sehari-hari. Pendidikan karakter pada tingkatan institusi
mengarah pada pembentukan budaya sekolah, yaitu nilai-nilai yang melandasi
perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktikkan
oleh semua warga sekolah, dan masyarakat sekitar sekolah. Budaya sekolah
merupakan ciri khas, karakter atau watak, dan citra sekolah tersebut di mata
masyarakat luas.
C. Ciri-ciri dasar dan Prinsip, Pendidikan karakter
Forester[6] menyebutkan paling tidak ada
empat cirri dasar dalam pendidikan karakter;
· Keteraturan interior dimana setiap tindakan diukur
berdasarkan herarki nilai. Maka nilai menjadi pedoman yang bersifat
normative dalam setiap tindakan
· Koherensi yang member keberanian membuat seseorang teguh ada
prinsip, dan tidak mudah terombang ambing pada situasi baru atau takut resiko.
Koherensi merupakan dasar yang membangun rasa percaya satu sama lain. Tidak
adanya koherensi dapat meruntuhkan kredibilitas seseorang.
· Otonomi. Disana seseorang menginternalisasikan aturan dari luar
sampai menjadi nilai-nilai bagi pribadi. Ini dapat dilihat dari penilaian atas
keputusan pribadi tanpa terpengaruh desakan pihak lain.
· Keteguhan dan kesetiaan. Keteguhan merupakan daya tahan seseorang
guna menginginkan apapun yang di pandang baik. Dan kesetiaan merupakan dasar
bagi penghormatan atas komitmen yang dipilih.
Lebih lanjut Madjid[7] menyebutkan bahwa kematangan keempat
karakter tersebut diatas, memungkinkan seseorang melewati tahap individualitas
menuju profesionalitas. Orang-orang modern sering mencampur adukan antara
individualitas menuju personalitas, antara aku alami dan aku rohani,
antara indepedensi eksterior dan interior. Karakter inilah yang menentukan
performa seseorang dalam segala tindakannya.
Kemudian Rosworth Kidder dalam “how Good People Make Tough
Choices (1995)”[8]yang dikutip oleh Majid (2010)[9] menyampaikan tujuan kualitas yang
diperlukan dalam pendidikan karakter.
· Pemberdayaan (empowered), maksudnya
bahwa guru harus mampu memberdayakan dirinya untuk mengajarkan pendidikan
karakter dengan dimulai dari dirinya sendiri.
· Efektif ( effective), proses
pendidikan karakter harus dilaksanakan dengan efektif.
· Extended into community, maksudnya bahwa komunitas harus membantu dan mendukung
sekolah dalam menanamkan nilai-nilai tersebur kepada peserta didik
· Embedded, integrasikan seluruh nilai ke dalam kurikulum dan seluruh rangkaian
proses pembelajaran.
· Enganged, melibatkan komunitas dan menampilkan topic-topik yang cukup
esensial.
· Epistemological, harus ada koherensi antara cara berpikir makna etik dengan upaya
yang dilakukan untuk membantu peserta didik menerapkannya secara benar.
· Evaluative, menurut Kidder[10] terdapat lima hal yang harus
diwujudkan dengan menilai manusia berkarakter, (a) diawali dengan kesadaran
etik; (b) adanya kesadaran diri untk berpikir dan membuat keputusan tentang
etik; (c) mempunyai kapasitas untuk menampilkan kepercayaan diri secara praktis
dalam kehidupan; (d) mempunyai kapasitas dalam menggunakan pengalaman praktis
terhadap sebuah komunitas; (e) mempunyai kapasitas untuk menjadi agen perubahan
(agent of change) dalam merealisasikan ide-ide etik dan menciptakan suasana yang
berbeda.
· Prinsip-prinsip Pendidikan Karakter
Pendidikan di sekolah akan berjalan lancar, jika dalam
pelaksanaannya memperhatikan beberapa prinsip pendidikan karakter. Kemendiknas
memberikan beberapa rekomendasi prinsip untuk mewujudkan pendidikan karakter yang
efektif sebagai berikut;
· Memperomosikan nila-nilai dasar etika sebagai basis karakter
· Mengidentifikasikan karakter secara komperehensif supaya mencakup
pemikiran, perasaan dan perilaku
· Menggunakan pendekatan yang tajam, proaktif dan efektif untuk
mebangun karakter.
· Menciptakan komunitas sekolah yang memiliki kepedulian.
· Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menunjukan
perilaku yang baik;
· Memiliki cakupan terhadap kurikulum yang bermakna dan
menantang yang menghargai semua peserta didik, membangun karakter mereka,
dan membantu mereka untuk sukses.
· Mengusahakan tumbuhnya motivasi diri pada para peserta didik.
· Memfungsikan seluruh staf seluruh staf sekolah sebagai komunitas
moral yang berbagi tanggung jawab untuk pendidikan karakter dan setia pada
nilai dasar yang sama.
· Adanya pembagian kepemimpinan moral dan dukungan luas
dalam membangun inisiatif pendidikan karakter.
· Memfungsikan keluarga dan anggota masyarakat sebagai mitra
dalam usaha membangun karakter.
· Mengevaluasi karakter sekolah, fungsi staf sekolah sebagai
guru-guru karakter, dan manifestasi karakter positif dalam kehidupan peserta
didik.
Berdasarkan pada prinsip-prinsip yang direkomendasikan olah
kemendiknas, dasyim budimasyah berpendapat bahwa program pendidikan
karakter disekolah perlu dikembangkan dengang berlandaskan pada prinsip-prinsip
sebagai berikut;
· Pendidikan karakter disekolah harus dilaksanakan secara
berkelanjutan (kontinuitas). Hal ini mengandung arti bahwa proses pengembangan
nilai-nilai karakter merupakan proses yang panjang, mulai sejak awal peserta
didik masuk sekolah hingga mereka lulus sekolah pada suatu satuan pendidikan.
· Pendidikan karakter hendaknya dikembangkan melalui semua mata
pelajaran terintegrasi, melalui pengembangan diri, dan budaya suatu satuan
pendidikan. Pembinaan karakter bangsa dilakukan dengan
mengintegrasikan dalam seluruh mata pelajaran, dalam kegiatan kurikuler pelajaran,
sehingga semua mata pelajaran diarahkan pada pengembangan nilai-nilai karakter
tersebut. Pengembangan nilai-nilai karakter uga dapat dilakukan dengan melalui
pengembangan diri, baik melalui konseling maupun kegiatan ekstrakurikuler,
seperti kegiatan kepramukaan dan lain sebagainya.
· Sejatinya nilai-nilai karakter tidak diajarkan (dalam bentuk
pengetahuan), jika hal tersebut diintegrasikan dalam mata pelajaran, kecuali
bila dalam bentuk mata pelajaran agama yang (yang di dalamnya mengandung
ajaran) maka tetap diajarkan dengan proses, pengetahuan (knowing), melakukan (doing), dan akhirnya membiasakan (habit).
· Proses pendidikan dilakukan peserta didik dengan secara aktif (active
learning) dan menyenangkan (enjoy
full learning). Proses ini menunjukkan
bahwa proses pendidikan karakter dilakukan oleh peserta didik bukan oleh guru.
Sedangkan guru menerapkan “tutwuri handayani “ dalam setiap perilaku yang
ditunjukan agama.
D. Komponen Pendukung dalam Pendidikan Karakter
Sebagaimana halnya dunia pendidikan pada umumnya, pendidikan yang
mensyaratkan keterlibatan banyak pihak di dalamnya. Kita tidak bisa
menyerahkan tugas pengajaran, terutama dalam rangka mengembangkan
karakter peserta didik, hanya semata-mata kepada guru. Sebab, setiap
peserta didik memiliki latar belakang yang berbeda, yang ikut menentukan
kepribadian dan karakternya. Oleh karena itu, guru, orang tua maupun masyarakat
seharusnya memiliki keterlibatan, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Selain itu ada beberapa komponen yang perlu diperhatikan dalam
rangka menjalankan pendidikan karakter diantaranya sebagai berikut;
a.Partisipasi Masyarakat
Dalam hal ini, masyarakat meliputi tenaga pendidik, orangtua,
anggota masyarakat, dan peserta didik itu sendiri, semua komponen itu hendaknya
dapat bekerja sama dan membantu memberikan masukan, terutama mengenai
langkah-langkah penanaman karakter bagi peserta didik.
Oleh sebab itu, setiap sekolah yang akan menerapkan pendidikan
karakter bagi peserta didiknya harus memiliki badan khusus yang dibentuk
sebagai sarana komunikasi antara peserta didik, tenaga pendidik, orangtua dan
masyarakat. Badan ini bertugas membicarakan konsep dan nilai-nilai yang
diperlukan untuk mendidik karakter peserta didik.
b.Kebijakan Pendidikan
Meskipun pendidikan karakter lebih mengedepankan aspek moral dan
tingkah laku, namun bukan berarti sama sekali tidak menetapkan
kebijakan-kebijakan. Sebagaimana dalam dunia formal pada umunnya. Sekolah tetap
menetapkan landasan filosofi yang tepat dalam membuat pendidikan karakter,
serta menentukkan dan menetapkan tujuan, visi dan misi, maupun beberapa
kebijakan lainnya, hal ini bisa dilakukan dengan mengadopsi kebijakan
pendidikan formal atau kebijakan baru.
c.Kesepakatan
Betapapun pentingnya dan mendesaknya lembaga pendidikan menerapkan
pendidikan karakter sebagai tambahan kurikulum di dalamnya, namun bukan berarti
itu ditetapkan secara sepihak. Sekolah harus mengadakan pertemuan dengan orang
tua peserta didik terlebih dahulu dengan melibatkan tenaga guru dan perwakilan
masyarakat guna mencari kesepakatan-kesepakatan di antara mereka. Pertemuan itu
bertujuan memperoleh kesepakatan definisi pendidikan karakter, fungsi dan
manfaatnya, serta cara mewujudkannya.
d. Kurikulum Terpadu
Agar tujuan penerapan karakter dapat berjalan secara maksimal,
sekolah perlu membuat kurikulum terpadu di semua tingkatan kelas. Sebab,
setiap peserta didik memiliki hak yang sama untuk mendapatkan materi mengenai
pengembangan karakter. Oleh karena itu, meskipun pendidikan karakter perlu diperkenalkan
sejak dini, namun bukan berarti tidak berlaku bagi peserta didik yang sudah
dewasa. Dan, salah satu cara penerapannya adalah pemberlakuan kurikulum terpadu
dengan semua mata pelajaran.
e.Pengalaman Pembelajaran
Pendidikan karakter sebenarnya lebih menitik beratkan pada
pengalaman daripada sekedar pemahaman. Oleh karena itu, melibatkan peserta
didik dalam berbagai aktivitas positif dapat membantunya mengenal dan
mempelajari kenyataan yang dihadapi
Pelayanan yang baik oleh seorang guru berupa kerja sama,
pendampingan, dan pengarahan optimal, yang merupakan komponen yang perlu
diberlakukan secara nyata. Sebab, hal itu akan memberikan kesan positif bagi
peserta didik dan mempengaruhi cara berpikirnya sekaligus karakternya
f.Evaluasi
Guru perlu melakukan evaluasi sejauh mana keberhasilan pendidikan
karakter yang sudah diterapkan .evaluasi dilakukan tidak dalam ragka
mendapatkan nilai, melainkan mengetahui sejauh mana peserta didik mengalami
perilaku di bandingkan sebelumnya.
Dalam hal ini, guru harus mengapresiasi setiap aktivitas
kebaikan yang dilakukan peserta didik, kemudian memberinya penjelasan
mengenai akibat aktivitas tersebut dalam pengembangan karakternya.
g.Bantuan Orang Tua
Untuk mendukung keberhasilan, pihak sekolah hendaknya meminta
orangtua peserta didik untuk ikut terlibat memberikan pengajaran karakter
ketika peserta didik berada di rumah. Bahkan, sekolah perlu memberikan gambaran
umum tentang prinsip-prinsip yang diterapkan disekolah dan dirumah, seperti
aspek kejujuran, dan lain sebagainya.
Tanpa melibatkan peran orangtua di rumah, berarti sekolah akan
tetap kesulitan menerapkan pendidikan karakter terhadap peserta didik. Sebab,
interaksinya justru lebih banyak di habiskan dirumah bersama keluarga.
h.Pengembangan Staf
Perlu disediakan waktu pelatihan dan pengembangan bagi para staf
di sekolah sehingga mereka dapat membuat dan melaksanakan pendidikan karakter
secara berkelanjutan. Hal itu termasuk waktu untuk diskusi dan pemahaman dari
proses dan program, serta demi menciptakan pelajaran dan kurikulum selanjutnya.
Perlu di ingat bahwa semua pihak disekolah merupakan sarana yng perlu
dimanfaatkan untuk membantu menjalankan pendidikan karakter
i.Program
Program kependidikan karakter harus dipertahankan dan diperbaharui
melalui pelaksanaan dengan perhatian khusus pada tingkat komitmen yang tinggi
dari atas, dana yang memadai, dukungan untuk koordinasi distrik staf yang
berkualitas tinggi, pengembangan profesional berkelanjutan dan jaringan, serta
dukungan system bagi guru yang melaksanakan program tersebut
E. Penerapan dan Pengembangan Pendidikan karakter
Pijakan utama yang harus dijadikan sebagai landasan dalam
menerapkan pendidikan karakter ialah nilai moral universal yang dapat digali
dari agama. Meskipun demikian, ada beberapa nilai karakter dasar yang
disepakati oleh para pakar untuk diajarkan kepada peserta didik. Yakni
rasa cinta kepada Tuhan Yang Maha Esa dan ciptaany-Nya, tanggung jawab, jujur,
hormat dan santun, kasih sayang, peduli, mampu bekerjasama, percaya diri, kreatif,mau
bekerja keras, pantang menyerah, adil, serta memiliki sikap kepemimpinan, baik,
rendah hati, toleransi, cinta damai dan cinta persatuan. Dengan ungkapan lain
dalam upaya menerapkan pendidikan karakter guru harus berusaha menumbuhkan
nilai-nilai tersebut melalui spirit keteladanan yang nyata, bukan sekedar
pengajaran dan wacana.
Beberapa pendapat lain menyatakan bahwa nilai-nilai karakter dasar
yang harus diajarkan kepada peserta didik sejak dini adalah sifat dapat
dipercaya, rasa hormat dan perhatian, peduli, jujur, tanggung jawab, ketulusan,
berani, tekun, disiplin, visioner, adil dan punya integritas.
Oleh karena itu, dalam penyelenggaraan pendidikan karakter di
sekolah hendaknya berpijak pada nilai-nilai karakter tersebut, yang selanjutnya
dikembangkan menjadi nilai-nilai yang lebih banyak atau tinggi (yang bersifat
tidak absolute atau relative), yang sesuai dengan kebutuhan, kondisi, dan
lingkungan sekolah itu sendiri.
Pembentukan karakter dikembangkan melalui tahap pengetahuan (knowing), pelaksanaan (acting), dan kebiasaan (habit). Karakter tidak terbatas pada pengetahuan saja. Seseorang yang
memiliki pengetahuan kebaikan belum tentu mampu bertindak sesuai dengan
pengetahuaanya., jika tidak terlatih(menjadi kebiasaan) untuk melakukan kebaikan
tersebut, karakter juga menjangkau wilayah emosi dan kebiasan diri. Dengan
demikian diperlukan tiga komponen yang baik (component og good character) yaitu moral knowing(pengetahuan tentang moral), moral
feeling atau perasaan (penguatan
emosi) tentang moral, dan moral action, atau perbuatan bermoral. Hal ini
diperlukan agar peserta didik dan atau warga sekolah lain yang terlibat dalam
system pendidikan tersebut sekaligus dapat memahami, merasakan, menghayati, dan
mengamalkan (mengerjakan) nilai-nilai kebajikan.
Dimensi-dimensi yang termasuk dalam moral knowing yang akan
mengisi ranah kognitif adalah kesadaran moral (
moral awareness), pengetahuan tentang
nilai-nilai moral (knowing moral values), penentuan sudut pandang (perspective taking), logika moral (moral reasoning), keberanian mengambil sikap (decision
making), dan pengenalan diri (self
knowledge). Moral feeling merupakan
penguatan aspek emosi peserta didik untuk menjadi manusia berkarakter.
Penguatan ini berkaitan dengan bentuk-bentuk sikap yang harus dirasakan oleh
peserta didik, yaitu kesadaran akan jati diri (
Conscience), percaya diri (self
asteem), kepekaan terhadap derita
orang lain (empathy), kerendahan hati (humility), cinta kebenaran (Loving the good), pengendalian diri (self control). Moral action merupakan perbuatan atau tindakan moral yang
merupakan hasil (outcome) dari dua komponen karakter
lainnya. Untuk memahami apa yang mendorong seseorang dalam perbuatan yang baik
(act Morally) maka harus dilihat tiga aspek
lain dari karakter yaitu kompetensi (competence), keinginan (will), dan kebiasaan (habit).
Pengembangan karakter dalam suatu system pendidikan adalah
keterkaitan antara komponen-komponen karakter yang mengandung nilai-nilai
perilaku, yang dapat dilakukan atau bertindakn secara bertahap dan saling
berhubungan antara pengetahuan nilai-nilai perilaku dengan sikap atau emosi
yang kuat untuk melaksanakannya, baik terhadap Tuhan YME, dirinya, sesama,
lingkungan, bangsa dan Negara serta dunia internasional
F. Upaya Pendidikan Karakter dalam Mencapai Tujuan
Pembelajaran
Indonesia memerlukan sumberdaya manusia dalam jumlah dan mutu yang
memadai sebagai pendukung utama dalam pembangunan. Untuk memenuhi sumberdaya
manusia tersebut, pendidikan memiliki peran yang sangat penting. Hal ini sesuai
dengan UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3,
yang menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan
dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan nasional bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.
Berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional, jelas bahwa
pendidikan di setiap jenjang, Sekolah harus diselenggarakan secara sistematis
guna mencapai tujuan tersebut. Hal tersebut berkaitan dengan pembentukan
karakter peserta didik sehingga mampu bersaing, beretika, bermoral, sopan
santun dan berinteraksi dengan masyarakat. Berdasarkan penelitian, ternyata
kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan
kemampuan teknis (hard skill) saja,
tetapi lebih oleh kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft
skill). Penelitian ini mengungkapkan,
kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20 persen oleh hard
skill dan sisanya 80 persen
oleh soft skill.
Bahkan orang-orang tersukses di dunia bisa berhasil dikarenakan lebih banyak
didukung kemampuan soft skill daripada hard
skill. Hal ini mengisyaratkan bahwa
mutu pendidikan karakter peserta didik sangat penting untuk ditingkatkan.
Pendidikan karakter saaat ini merupakan topic yang banyak di
bicarakan di kalangan pendidik. Pendidikan karakter diyakini sebagai
aspek penting dalam peningkatan sumber daya manusia (SDM), karena turut
memajukan suatu bangasa . karakter masyarakat yang berkualitas perlu
dibentuk dan dibina sejak usia dini, karena usia dini merupakan masa “emas”
namun kritis bagi pembentukan karakter seseorang. Implementasi pendidikan
karakter dirasa sangat urgen dilaksanakan dalam rangka membina generasi
muda penerus bangsa.
Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai
karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran
atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut. Pendidikan
karakter dapat dimaknai sebagai “the deliberate use of all
dimensions of school life to foster optimal character development”. Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen (pemangku
pendidikan) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu
sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, penanganan
atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas
atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan
ethos kerja seluruh warga sekolah/lingkungan. Di samping itu, pendidikan
karakter dimaknai sebagai suatu perilaku warga sekolah yang dalam menyelenggarakan
pendidikan harus berkarakter.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa pendidikan karakter adalah segala
sesuatu yang dilakukan guru, yang mampu mempengaruhi karakter peserta didik.
Guru membantu membentuk watak peserta didik. Hal ini mencakup keteladanan
bagaimana perilaku guru, cara guru berbicara atau menyampaikan materi,
bagaimana guru bertoleransi, dan berbagai hal terkait lainnya. Menurut T. Ramli
(2003), pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang sama dengan
pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk pribadi
anak, supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan warga negara yang
baik. Adapun kriteria manusia yang baik, warga masyarakat yang baik, dan warga
negara yang baik bagi suatu masyarakat atau bangsa, secara umum adalah
nilai-nilai sosial tertentu, yang banyak dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan
bangsanya. Oleh karena itu, hakikat dari pendidikan karakter dalam konteks
pendidikan di Indonesia adalah pedidikan nilai, yakni pendidikan nilai-nilai
luhur yang bersumber dari budaya bangsa Indonesia sendiri, dalam rangka membina
kepribadian generasi muda.
Pendidikan karakter berpijak dari karakter dasar manusia, yang
bersumber dari nilai moral universal (bersifat absolut) yang bersumber dari
agama yang juga disebut sebagai the golden rule. Pendidikan karakter dapat memiliki tujuan yang pasti, apabila
berpijak dari nilai-nilai karakter dasar tersebut.
Menurut para ahli psikolog, beberapa nilai karakter dasar tersebut
adalah: cinta kepada Allah dan ciptaan-Nya (alam dengan isinya), tanggung
jawab, jujur, hormat dan santun, kasih sayang, peduli, dan kerjasama, percaya
diri, kreatif, kerja keras, dan pantang menyerah, keadilan dan kepemimpinan;
baik dan rendah hati, toleransi, cinta damai, dan cinta persatuan. Pendapat
lain mengatakan bahwa karakter dasar manusia terdiri dari: dapat dipercaya,
rasa hormat dan perhatian, peduli, jujur, tanggung jawab; kewarganegaraan,
ketulusan, berani, tekun, disiplin, visioner, adil, dan punya integritas.
Penyelenggaraan pendidikan karakter di sekolah harus berpijak kepada
nilai-nilai karakter dasar, yang selanjutnya dikembangkan menjadi nilai-nilai
yang lebih banyak atau lebih tinggi (yang bersifat tidak absolut atau bersifat
relatif) sesuai dengan kebutuhan, kondisi, dan lingkungan sekolah itu sendiri.
Dewasa ini banyak pihak menuntut peningkatan intensitas dan
kualitas pelaksanaan pendidikan karakter pada lembaga pendidikan formal.
Tuntutan tersebut didasarkan pada fenomena sosial yang berkembang, yakni
meningkatnya kenakalan remaja dalam masyarakat, seperti perkelahian massal dan
berbagai kasus dekadensi moral lainnya. Bahkan di kota-kota besar tertentu,
gejala tersebut telah sampai pada taraf yang sangat meresahkan. Oleh karena
itu, lembaga pendidikan formal sebagai wadah resmi pembinaan generasi muda
diharapkan dapat meningkatkan peranannya dalam pembentukan kepribadian peserta
didik melalui peningkatan intensitas dan kualitas pendidikan karakter.
Para pakar pendidikan pada umumnya sependapat tentang pentingnya
upaya peningkatan pendidikan karakter pada jalur pendidikan formal. Namun
demikian, ada perbedaan-perbedaan pendapat di antara mereka tentang pendekatan
dan modus pendidikannya. Berhubungan dengan pendekatan, sebagian pakar
menyarankan penggunaan pendekatan-pendekatan pendidikan moral yang dikembangkan
di negara-negara barat, seperti: pendekatan perkembangan moral kognitif,
pendekatan analisis nilai, dan pendekatan klarifikasi nilai. Sebagian yang lain
menyarankan penggunaan pendekatan tradisional, yakni melalui penanaman nilai-nilai
sosial tertentu dalam diri peserta didik.
Pendidikan karakter adalah pendidikan untuk membentuk kepribadian
seseorang melalui pendidikan budi pekeri, yang hasilnya terlihat dalam tindakan
nyata seseorang, yaitu tingkah laku yang baik, jujur, bertanggung jawab,
menghormati hak orang lain, kerja keras dan sebagainya.
Terdapat empat jenis pendidikan karakter yang selama ini
dilaksanakan dalam proses pendidikan:
· Pendidikan karakter berbasis nilai religius, yang merupakan
kebenaran wahyu Tuhan (konservasi moral);
· Pendidikan karakter berbasis nilai budaya , antara lain yang
berupa budi pekerti, Pancasila, apresiasi sastra, keteladanan tokoh-tokoh
sejarah dan para pemimpin bangsa (konservasi lingkungan);
· Pendidikan karakter berbasis lingkungan (konservasi lingkungan);
· Pendidikan karakter berbasis potensi diri, yaitu sikap pribadi,
hasil proses kesadaran pemberdayaan potensi diri yang diarahkan untuk
meningkatkan kualitas pendidikan (konservasi humanis).
Relevan dengan konsep diatas pendidikan merupakan suatu proses
humanisasi, artinya dengan pendidikan manusia akan lebih bermartabat,
berkarakter, terampil, yang memiliki rasa tanggung jawab terhadap tataran
sistem sosial sehingga akan lebih baik, aman dan nyaman. Pendidikan juga akan
menjadikan manusia cerdas, pintar, kreatif, inovatif, mandiri dan bertanggung
jawab.
Pendidikan nilai diharapkan merupakan suatu hal yang dapat
mengimbangi tradisi pembelajaran yang selama ini lebih menitikberatkan pada
penguasaan kompetensi intelektual/kognitif semata.Pendidikan nilai adalah upaya
untuk membina, membiasakan, mengembangkan dan membentuk sikap serta memperteguh
watak untuk membentuk manusia yang berkarakter.
Munculnya gagasan program pendidikan karakter di Indonesia, bisa
dimaklumi. Sebab, selama ini dirasakan, proses pendidikan belum berhasil
membangun manusia Indonesia yang berkarakter. Bahkan, banyak yang menyebut
pendidikan telah gagal, karena banyak lulusan lembaga pendidikan (Indonesia)
termasuk sarjana yang pandai dan mahir dalam menjawab soal ujian, berotak
cerdas, tetapi tidak memiliki mental yang kuat, bahkan mereka cenderung amoral.
Bahkan dewasa ini juga banyak pakar bidang moral dan agama yang
sehari-hari mengajar tentang kebaikan, tetapi perilakunya tidak sejalan dengan
ilmu yang diajarkannya. Sejak kecil, anak-anak diajarkan meghafal tentang
bagusnya sifat jujur, berani, kerja keras, kebersihan dan jahatnya kecurangan.
Tapi, nilai-nilai kebaikan itu diajarkan dan diujikan sebatas pengetahuan di
atas kertas dan di hafal sebagai bahan ujian.
Pendidikan karakter bukanlah suatu proses menghafal materi soal
ujian, dan teknik-teknik menjawabnya. Pendidikan karakter memerlukan pembiasaan
untuk berbuat baik; pembiasaan untuk berlaku jujur, ksatria, malu berbuat
curang, malu bersikap malas, malu membiarkan lingkungannya kotor. Karakter
tidak terbentuk secara instan, tapi harus dilatih secara serius dan
proporsional agar mencapai bentuk dan kekuatan yang ideal.
Disinilah bisa kita pahami, mengapa ada kesenjangan antara praktik
pendidikan denga karakter peserta didik. Bisa dikatakan, dunia pendidikan di
Indonesia kini sedang memasuki masa-masa yang sangat pelik. Kucuran anggaran
pendidikan yang sangat besar disertai berbagai program terobosan sepertinya
belum mampu memecahkan soal mendasar dalam dunia pendidikan, yakni bagaimana
mencetak alumni pendidikan yang unggul,yang beriman, bertakwa, profesional,
sebagaiman disebutkan dalam tujuan pendidikan nasional.[12]
Maka tidaklah heran, jika banyak ilmuwan yang percaya, bahwa
karakter suatu bangsa akan sangat terkait dengan prestasi yang diraih oleh
bangsa itu dalam berbagai kehidupan. Pendidikan karakter pada intinya bertujuan
membentuk bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral,
bertoleran, bergotong royong, berjiwa patriotic, berkembang dinamis,
berorientasi pada ilmu pengetahuan dan teknologi yang semuanya dijiwai oleh iman
dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan pancasila.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai
karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran
atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut. Pendidikan
karakter dapat dimaknai sebagai “the deliberate use of all dimensions of school
life to foster optimal character development”. Dalam pendidikan karakter di
sekolah, semua komponen (pemangku pendidikan) harus dilibatkan, termasuk
komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses
pembelajaran dan penilaian, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran,
pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler,
pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga
sekolah/lingkungan.
Di samping itu, pendidikan karakter dimaknai sebagai suatu
perilaku warga sekolah yang dalam menyelenggarakan pendidikan harus
berkarakter. Pendidikan karakter adalah
sebuah system yang menanamkan nilai-nilai karakter pada peserta didik,
yang mengandung komponen pengetahuan, kesadaran individu, tekad, srta adanya
kemauan dan tindakan untuk melaksanakan nlai-nilai, baik terhadap Tuhan Yang
Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, linkungan, maupun bangsa, sehingga akan
terwujud insane kamil.
Pendidikan karakter menurut pemerintah yakni; Membentuk Manusia
Indonesia yang Bermoral,Membentuk Manusia Indonesi yang Cerdas dan
Rasional,Membentuk Manusia Indonesia yang Inovatif dan Suka Bekerja Keras,
Membentuk Manusia Indonesia yang optimis dan Percaya Diri serta Membentuk
Manusia Indonesia yang Berjiwa Patriot sedangkan menurut para ahli pendidikan
karakter bertujuan membentuk masyarakat yang tangguh, kompetitif, berakhlak
mulia, bermoral, bertoleran, bergorong royong, berjiwa patriotic, berkembang
dinamis, serta berorientasi ilmu pengetahuan dan teknologi, yang semuanya
dijiwai oleh iman dan takwa kepada Tuhan yang Maha Esa sekaligus berdasarkan
Pancasila. Sedangkan funsinya antara lain; Mengembanbangkan potensi dasar
agar berhati baik, berpikiran baik, dan beperilaku baik, Memperkuat dan
membangun perilaku bangsa yang multicultural, dan Meningkatkan peradaban bangsa
yang kompetitif.
Ciri-ciri dasr pendidikan dasar antara lain
; Keteraturan interior dimana setiap tindakan diukur berdasarkan
herarki nilai,Koherensi yang member keberanian membuat seseorang teguh ada
prinsip, dan tidak mudah terombang ambing pada situasi baru atau takut resiko,
Otonomi, dan Keteguhan dan kesetiaan.
Prinsip Pendidikan Karakter antara lain; Pendidikan karakter
disekolah harus dilaksanakan secara berkelanjutan (kontinuitas), Pendidikan
karakter hendaknya dikembangkan melalui semua mata pelajaran terintegrasi,
melalui pengembangan diri, dan budaya suatu satuan pendidikan, Sejatinya
nilai-nilai karakter tidak diajarkan (dalam bentuk pengetahuan), jika hal
tersebut diintegrasikan dalam mata pelajaran, dan Proses pendidikan dilakukan
peserta didik dengan secara aktif (active learning) dan menyenangkan (enjoy
full learning).
Pijakan utama yang harus dijadikan sebagai landasan dalam
menerapkan pendidikan karakter ialah nilai moral universal yang dapat digali
dari agama. Meskipun demikian, ada beberapa nilai karakter dasar yang
disepakati oleh para pakar untuk diajarkan kepada peserta didik. Komponen
pendukung dalam pendidikan karakter meliputi; partispasi masyarakat, kebijakan
pendidikan, kesepakatan, kurikulum terpadu, pengalaman pembelajaran, evaluasi,
bantuan orangtua, pengembangan staf dan program.
B. Saran
Dengan berbagai uraian di atas, tentunya tidak lepas dari berbagai
kekurangan baik dari segi isi materi, teknik penulisan dan sebagainya, untuk
itu sangat diharapkan saran maupun kritikan yang membangun dalam perbaikan
makalah selanjutnya. Baik dari dosen pembimbing maupun rekan-rekan mahasiswa.
No comments:
Post a Comment