MAKALAH FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
“ KONSEP PENDIDIKAN ISLAM MENURUT AHMAD DAHLAN”
BAB I
PENDAHULUAN
Sejarah pemikiran dalam Islam
memang merupakan bawaan dari ajaran Islam sendiri. Karena dalam Al-Qur’an
terdapat banyak ayat-ayat yang memerintahkan untuk membaca, berfikir,
menggunakan akal, yang kesemuanya medorong umat Islam terutama pada ahlinya
untuk berfikir mengenai segala sesuatu guna mendapatkan kebenaran dan
kebijaksanaan.
Kebangkitan pemikiran dalam dunia
Islam baru muncul abad 19 yang dipelopori oleh Sayyid Jamalludin al-Afghani di
Asia Afrika, Muhammad Abduh di mesir. Kedua tokoh ini di bawa oleh
pelajar Indonesia yang belajar di Timur Tengah seperti diantaranya
K.H. Ahmad Dahlan. Berbekal ilmu agama yang ia kuasai dan ide-ide pembaru dari
Timur Tengah, K.H. Ahmad Dahlan mencoba menerapkannya di bumi Nusantara.
Muhammad Dahlan dididik dalam lingkungan pesantren sejak kecil yang
mengajarinya pengetahuan agama dan bahasa Arab. la menunaikan ibadah haji
ketika berusia 15 tahun (1883), lalu dilanjutkan dengan menuntut ilmu agama dan
bahasa Arab di Mekkah selama lima tahun.
Di sinilah ia berinteraksi dengan pemikiran-pemikiran pembaharuan dalam
dunia Islam, seperti Muhammad Abduh, al-Afghani, Rasyid Ridha, dan Ibn
Taimiyah. Buah pemikiran tokoh-tokoh Islam
ini mempunyai pengaruh yang besar pada Darwisy. Jiwa dan pemikirannya penuh
disemangati oleh aliran pembaharuan ini yang kelak kemudian hari menampilkan
corak keagamaan yang sarna, yaitu melalui Muhammadiyah, yang bertujuan untuk
memperbaharui pemahaman keagamaan (keIslaman) di
sebagian besar dunia Islam saat itu yang masih bersifat ortodoks (kolot).
Agar pembahasan makalah ini tidak
melenceng dari pembahasan, maka penulis menarik rumusan masalah sebagai berikut
:
1.
Bagaimana Biografi K.H. Ahmad
Dahlan ?
2. Bagaimana Pemikiran K.H. Ahmad Dahlan?
3. Bagaimana relevansi pemikiran Pendidikan Islam Tokoh K.H.
Ahmad Dahlan dengan pendidikan masa terkini ?
1.
Untuk
mengetahui beografi K.H. Ahmad Dahlan
2. Untuk mengetahui pemikiran K.H. Ahmad Dahlan
3. Untuk mengetahui relevansi pemikiran Pendidikan
Islam Tokoh K.H. Ahmad Dahlan dengan pendidikan masa terkini
BAB II
PEMBAHASAN
Kyai Haji Ahmad Dahlan lahir
di Kauman, Yogyakarta, 1 Agustus 1868 adalah seorang Pahlawan
Nasional Indonesia. Ia adalah putera ke empat dari tujuh bersaudara dari
keluarga K.H. Abu Bakar. K.H Abu Bakar adalah seorang ulama dan khatib
terkemuka di Masjid Besar Kasultanan Yogyakarta pada masa itu,[1] dan ibu dari K.H. Ahmad Dahlan adalah puteri dari H.
Ibrahim yang juga menjabat sebagai penghulu Kasultanan Yogyakarta
pada masa itu. Dalam sumber lain K.H. Ahmad Dahlan dilahirkan pada tahun 1869.
K.H. Ahmad Dahlan meninggal pada
tanggal 7 Rajab 1340 H atau 23 Pebruari 1923 M dan dimakamkan di Karang Kadjen,
Kemantren, Mergangsan, Yogyakarta.
Nama kecil K.H. Ahmad Dahlan
adalah Muhammad Darwis. Saat masih kecil beliau diasuh oleh ayahnya sendiri yang
bernama K.H. Abu Bakar. Karena sejak kecil Muhammad Darwis mempunyai sifat yang
baik, budi pekerti yang halus dan hati yang lunak serta berwatak cerdas, maka
ayah bundanya sangat sayang kepadanya. Ketika Muhammad Darwis menginjak usia 8
tahun Ia dapat membaca Al-Qur’an dengan lancar. Dalam hal ini Muhammad Darwis
memang seorang yang cerdas pikirannya karena dapat mempengaruhi teman-teman
sepermainannya dan dapat mengatasi segala permasalahan yang terjadi diantara
mereka.
Sebelum mendirikan
organisasi Muhammadiyah, KH.Ahmad Dahlan mempelajari
perubahan-perubahan yang terjadi di Mesir, Arab, dan India, untuk kemudian
berusaha menerapkannya di Indonesia. Ahmad Dahlan juga sering mengadakan
pengajian agama di langgar atau mushola.
Ada beberapa faktor intern dan
faktor ekstern, yang mendorong mengapa KH. Ahmad Dahlan mendirikan organisasi
Muhammadiyah[2].
Faktor interennya adalah:
1.
Kehidupan
beragama tidak sesuai dengan Al-Qur’an dan Hadits, karena merajalelanya taklid,
bid’ah dan churafat (TBC), yang menyebabkan Islam menjadi beku.
2.
Keadaan bangsa Indonesia serta umat
Islam yang hidup dalam kemiskinan, kebodohan, kekolotan dan
kemunduran.
3.
Tidak terwujudnya semangat ukhuwah
Islamiyah dan tidak adanya organisasi Islam yang kuat.
4.
Lembaga pendidikan Islam tak dapat
memenuhi fungsinya dengan baik, dan sistem pesantren yang sudah sangat kuno. Adanya pengaruh dan dorongan, gerakan pembaharuan dalam
Dunia Islam.
Faktor-faktor ekstern, mencakup:
1.
Adanya
kolonialisme Belanda di Indonesia.
2. Kegiatan serta kemajuan yang dicapai oleh golongan
Kristen dan Katolik di Indonesia.
3. Sikap sebagian kaum intelektual Indonesia yang memandang
Islam sebagai agama yang telah ketinggalan zaman.
4. Adanya rencana politik kristenisasi dari pemerintah
Belanda, demi kepentingan politik kolonialnya.
Karya-karya K.H. Ahmad Dahlan diantaranya sebagai berikut:
1.
Rukuning
Islan lan Iman.
2. Aqaid, Salat, Asmaning Para Nabi kang selangkung.
3. Nasab Dalem Sarta Putra Dalem Kanjeng Nabi.
4. Sarat lan Rukuning Wudhu Tuwin salat.
5. Rukun lan Bataling Shiyam.
6. Bab Ibadah lan Maksiyating Nggota utawi Poncodriyo.
Upaya mengaktualisasikan gagasan
tersebut maka konsep pendidikan K.H. Ahmad Dahlan ini meliputi:
1. Tujuan Pendidikan
Menurut K.H. Ahmad Dahlan, pendidikan Islam hendaknya diarahkan
pada usaha membentuk manusia muslim yang berbudi pekerti luhur, alim dalam
agama, luas pandangan dan paham masalah ilmu keduniaan, serta bersedia berjuang
untuk kemajuan masyarakatnya. Tujuan
pendidikan tersebut merupakan pembaharuan dari tujuan pendidikan yang saling
bertentangan pada saat itu yaitu pendidikan pesantren dan pendidikan sekolah
model Belanda. Di satu sisi pendidikan pesantren hanya bertujuan utnuk
menciptakan individu yang salih dan mendalami ilmu agama. Sebaliknya,
pendidikan sekolah model Belanda merupakan pendidikan sekuler yang didalamnya
tidak diajarkan agama sama sekali.
Melihat ketimpangan tersebut KH.
Ahamd Dahlan berpendapat bahwa tujuan pendidikan yang sempurna adalah
melahirkan individu yang utuh menguasai ilmu agama dan ilmu umum, material dan
spritual serta dunia dan akhirat. Bagi K.H. Ahmad Dahlan kedua hal tersebut
(agama-umum, material-spritual dan dunia-akhirat) merupakan hal yang tidak bisa
dipisahkan satu sama lain. Inilah yang menjadi alasan mengapa KH. Ahmad Dahlan
mengajarkan pelajaran agama dan ilmu umum sekaligus di Madrasah Muhammadiyah.
2. Materi pendidikan
KH. Ahmad Dahlan berpendapat bahwa
kurikulum atau materi pendidikan hendaknya meliputi:
a.
Pendidikan
moral, akhlaq yaitu sebagai usaha menanamkan karakter manusia yang baik berdasarkan
Al-Qur’an dan As-Sunnah.
b.
Pendidikan individu, yaitu sebagai
usaha untuk menumbuhkan kesadaran individu yang utuh yang berkesinambungan
antara perkembangan mental dan gagasan, antara keyakinan dan intelek serta
antara dunia dengan akhirat.
c.
Pendidikan kemasyarakatan yaitu
sebagai usaha untuk menumbuhkan kesediaan dan keinginan hidup bermasyarakat.
3. Metode Mengajar
Ada dua sistem pendidikan yang
berkembang di Indonesia, yaitu pendidikan pesantren dan pendidikan Barat.
Pandangan Ahmad Dahlan, ada problem mendasar berkaitan dengan lembaga
pendidikan di kalangan umat Islam, khususnya lembaga pendidikan pesantren.
Menurut Syamsul Nizar, dalam bukunya Filsafat Pendidikan Islam, menerangkan
bahwa problem tersebut berkaitan dengan proses belajar-mengajar, kurikulum, dan
materi pendidikan.
Dari realitas pendidikan tersebut,
K.H. Ahmad Dahlan menawarkan sebuah metode sintesis antara metode pendidikan
modern Barat dengan metode pendidikan pesantren. Dari sini tampak bahwa lembaga
pendidikan yang didirikan K.H. Ahmad Dahlan berbeda dengan lembaga pendidikan
yang dikelola oleh masyarakat pribumi saat ini. Metode pembelajaran yang
dikembangkan K.H. Ahmad Dahlan bercorak kontekstual melalui proses dialogis dan
penyadaran. Contoh klasik adalah ketika beliau menjelaskan surat al-Ma’un
kepada santri-santrinya secara berulang-ulang sampai santri itu menyadari bahwa
surat itu menganjurkan supaya kita memperhatikan dan menolong fakir-miskin, dan
harus mengamalkan isinya.
Hal ini karena pelajaran agama
tidak cukup hanya dihafalkan atau dipahami secara kognitif, tetapi harus
diamalkan sesuai situasi dan kondisi. Adapun perbedaan model belajar yang
digunakan antara pendidikan di pesantren dengan pendidikan yang diajarka oleh
Ahmad Dahlan adalah sebagai berikut:
a.
Cara
belajar-mengajar di pesantren menggunakan sistem Weton dan Sorogal, madrasah
yang dibangun Ahmad Dahlan menggunakan sistem masihal seperti sekolah Belanda.
b. Bahan pelajaran di pesantren mengambil kitab-kitab agama. Sedangkan di
madrasah yang dibangun Ahmad Dahlan bahan pelajarannya diambil dari buku-buku
umum.
c. Hubungan antara guru-murid, di pesantren hubungan guru-murid biasanya
terkesan otoriter karena para kiai memiliki otoritas ilmu yang dianggap sakral.
Sedangkan madrasah yang dibangun Ahmad Dahlan mulai
mengembangkan hubungan guru-murid yang akrab.[3]
4. Pendidik
Muhammadiyah menanamkan keyakinan
paham tentang Islam dalam sistem pendidikan dan pengajaran. Penerapan
sistem pendidikan Muhammadiyah ini ternyata membawa hasil yang tidak tenilai
harganya bagi kemajuan, bangsa Indonesia pada umumnya dan khususnya umat Islam
di Indonesia.
Muhammadiyah, berpendirian, bahwa
para guru memegang peranan yang penting di sekolah dalam usaha menghasilkan
anak-anak didik seperti yang dicita-citakan Muhammadiyah. Yang penting bagi
para guru ialah memahami dan menghayati serta ikut beramal dalam Muhammadiyah.
Dengan memahami dan menghayati serta ikut beramal dalam Muhammadiyah, para guru
dapat menjalankan fungsinya sesuai dengan apa yang dicita-citakan Muhammadiyah.
5. Peserta Didik
Muhammadiyah berusaha
mengembalikan ajaran islam pada sumbernya yaitu Al-Qur’an dan Hadis.
Muhammadiyah bertujuan meluaskan dan mempertinggi pendidikan agama Islam,
sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenarnya. Untuk mencapai tujuan itu,
muhammadiyah mendirikan sekolah-sekolah yang tersebar di seluruh Indonesia.
Dalam dunia pendidikan dan
pengajaran Muhammadiyah telah mengadakan pembaruan pendidikan agama.
Modernisasi dalam sistem pendidikan dijalankan dengan menukar sistem pondok
pesantren dengan pendidikan modern sesuai dengan tuntutan dan kehendak
zaman.Pengajaran agama Islam diberikan di sekolah-sekolah umum baik negeri
maupun swasta. Muhammadiyah telah mendirikan sekolah-sekolah baik yang khas agama
maupun yang bersifat umum.
Metode baru yang diterapkan oleh
sekolah Muhammadiyah mendorong pemahaman Al-Qur’an dan Hadis secara bebas
oleh para pelajar sendiri. Tanya jawab dan pembahasan makna dan ayat tertentu
juga dianjurkan dikelas. “Bocah-bocah dimardikaake pikire (anak-anak diberi
kebebasan berpikir)”, suatu pernyataan yang dikutip dari seorang pembicara kongres
Muhammadiyah tahun 1925, melukiskan suasana baik sekolah-sekolah Muhammadiyah
pertama kali (Mailrapport No. 467X/25: 13).[4]
Dengan sistem pendidikan yang dijalankan Muhammadiyah, bangsa Indonesia
dididik menjadi bangsa berkeperibadian utuh, tidak terbelah menjadi pribadi
yang berilmu umum atau yang berilmu agama saja.
Relevansi pemikiran tokoh KH.
Ahmad Dahlan tentang pendidikan terkini berpendapat bahwa kurikulum atau materi
pendidikan hendaknya meliputi:
1.
Pendidikan
moral, akhlaq yaitu sebagai usaha menanamkan karakter manusia yang baik berdasarkan
Al-Qur’an dan As-Sunnah.
2.
Pendidikan individu, yaitu sebagai
usaha untuk menumbuhkan kesadaran individu yang utuh yang berkesinambungan
antara perkembangan mental dan gagasan, antara keyakinan dan intelek serta
antara dunia dengan akhirat.
3.
Pendidikan kemasyarakatan yaitu
sebagai usaha untuk menumbuhkan kesediaan dan keinginan hidup bermasyarakat.
Uraian di atas merupakan bagian
dari konsep Islam tentang manusia. Kaitannya dengan persoalan pendidikan, maka
secara ringkas dapat dikatakan bahwa dalam proses pendidikan haruslah mampu
menghasilkan lulusan yang:
1.
Memiliki
kepribadian yang utuh, seimbang antara aspek jasmani dan ruhaninya, pengetahuan
umum dan pengetahuan agamanya, duniawi dan ukhrawinya.
2. Memiliki jiwa sosial yang penuh dedikasi.
3. Bermoral yang bersumber pada al-Qur’an dan sunnah.
Sebagaimana pelaksanaan pendidikan
menurut KH. Ahmad Dahlan hendaknya didasarkan pada landasan yang kokoh.
Landasan ini merupakan kerangka filosofis bagi merumuskan konsep dan tujuan
ideal pendidikan Islam, baik secara vertikal (khaliq) maupun horizontal
(makhluk). Dalam pandangan Islam, paling tidak ada dua sisi tugas penciptaan
manusia, yaitu sebagai ‘abdAllah dan khalifah fil-ardh
BAB III
PENUTUP
Dari pembahasan di atas, pemakalah dapat menyimpulkan bahwasanya K.H. Ahmad
Dahlan adalah merupakan tokoh pendidikan yang sangat besar jasanya bagi dunia
pendidikan di Indonesia ini.
Kyai Haji Ahmad Dahlan (Muhammad Darwis) lahir
di Kauman, Yogyakarta, 1 Agustus 1868, Sebelum mendirikan organisasi
Muhammadiyah, K.H. Ahmad Dahlan mempelajari perubahan-perubahan yang terjadi di
Mesir, Arab, dan India, untuk kemudian berusaha menerapkannya di Indonesia. Ahmad Dahlan juga sering mengadakan pengajian agama di
langgar atau mushola. Pada tahun 1912 beliau.
Ide-ide yang di kemukakan
K.H.Ahmad Dahlan telah membawa pembaruan dalam bidang pembentukan lembaga
pendidikan Islam yang semula bersistem pesantren menjadi sistem klasikal,
dimana dalam pendidikan klasikal tersebut dimasukkan pelajaran umum kedalam
pendidikan madrasah. Meskipun demikian, K.H. Ahmad Dahlan tetap
mendahulukan pendidikan moral atau ahlak, pendidikan individu dan pendidikan
kemasyarakatan.
Demikian pembuatan makalah ini
kritik dan saran dari teman-teman sangat mendudkung untuk perbaikan makalah
ini, mohon maap jika banyak terdapat kesalahan.
DAFTAR PUSTAKA
Muhammad Soedja, Cerita
tentang kyiai haji Ahmad Dahlan, Jakarta: Rhineka Cipta, 1993.
Syamsul Nizar, Filsafat
Pendidikan Islam, Jakarta: Ciputat Pers,2002.
Weinata Sairin, Gerakan
Pembaharuan Muhammadiyah.
No comments:
Post a Comment