1

loading...

Tuesday, October 23, 2018

MAKALAH FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM

MAKALAH  FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM  

“ KONSEP PENDIDIKAN ISLAM MENURUT AHMAD DAHLAN”


BAB I

PENDAHULUAN

Sejarah pemikiran dalam Islam memang merupakan bawaan dari ajaran Islam sendiri. Karena dalam Al-Qur’an terdapat banyak ayat-ayat yang memerintahkan untuk membaca, berfikir, menggunakan akal, yang kesemuanya medorong umat Islam terutama pada ahlinya untuk berfikir mengenai segala sesuatu guna mendapatkan kebenaran dan kebijaksanaan.
Kebangkitan pemikiran dalam dunia Islam baru muncul abad 19 yang dipelopori oleh Sayyid Jamalludin al-Afghani di Asia Afrika, Muhammad Abduh di mesir. Kedua tokoh ini di bawa oleh pelajar Indonesia yang belajar di Timur Tengah seperti diantaranya K.H. Ahmad Dahlan. Berbekal ilmu agama yang ia kuasai dan ide-ide pembaru dari Timur Tengah, K.H. Ahmad Dahlan mencoba menerapkannya di bumi Nusantara.
Muhammad Dahlan dididik dalam lingkungan pesantren sejak kecil yang mengajarinya pengetahuan agama dan bahasa Arab. la menunaikan ibadah haji ketika berusia 15 tahun (1883), lalu dilanjutkan dengan menuntut ilmu agama dan bahasa Arab di Mekkah selama lima tahun.
Di sinilah ia berinteraksi dengan pemikiran-pemikiran pembaharuan dalam dunia Islam, seperti Muhammad Abduh, al-Afghani, Rasyid Ridha, dan Ibn Taimiyah. Buah pemikiran tokoh-tokoh Islam ini mempunyai pengaruh yang besar pada Darwisy. Jiwa dan pemikirannya penuh disemangati oleh aliran pembaharuan ini yang kelak kemudian hari menampilkan corak keagamaan yang sarna, yaitu melalui Muhammadiyah, yang bertujuan untuk memperbaharui pemahaman keagamaan (keIslaman) di sebagian besar dunia Islam saat itu yang masih bersifat ortodoks (kolot).

Agar pembahasan makalah ini tidak melenceng dari pembahasan, maka penulis menarik rumusan masalah sebagai berikut :
1.      Bagaimana Biografi K.H. Ahmad Dahlan ?
2.      Bagaimana Pemikiran K.H. Ahmad Dahlan?
3.      Bagaimana relevansi pemikiran Pendidikan Islam Tokoh K.H. Ahmad Dahlan dengan pendidikan masa terkini ?

1.      Untuk mengetahui beografi K.H. Ahmad Dahlan
2.      Untuk mengetahui pemikiran K.H. Ahmad Dahlan
3.      Untuk mengetahui relevansi pemikiran Pendidikan Islam Tokoh K.H. Ahmad Dahlan dengan pendidikan masa terkini



BAB II

PEMBAHASAN

Kyai Haji Ahmad Dahlan lahir di Kauman, Yogyakarta, 1 Agustus 1868 adalah seorang Pahlawan Nasional Indonesia. Ia adalah putera ke empat dari tujuh bersaudara dari keluarga K.H. Abu Bakar. K.H Abu Bakar adalah seorang ulama dan khatib terkemuka di Masjid Besar Kasultanan Yogyakarta pada masa itu,[1] dan ibu dari K.H. Ahmad Dahlan adalah puteri dari H. Ibrahim yang juga menjabat sebagai penghulu Kasultanan Yogyakarta pada masa itu. Dalam sumber lain K.H. Ahmad Dahlan dilahirkan pada tahun 1869.
K.H. Ahmad Dahlan meninggal pada tanggal 7 Rajab 1340 H atau 23 Pebruari 1923 M dan dimakamkan di Karang Kadjen, Kemantren, Mergangsan, Yogyakarta.
Nama kecil K.H. Ahmad Dahlan adalah Muhammad Darwis. Saat masih kecil beliau diasuh oleh ayahnya sendiri yang bernama K.H. Abu Bakar. Karena sejak kecil Muhammad Darwis mempunyai sifat yang baik, budi pekerti yang halus dan hati yang lunak serta berwatak cerdas, maka ayah bundanya sangat sayang kepadanya. Ketika Muhammad Darwis menginjak usia 8 tahun Ia dapat membaca Al-Qur’an dengan lancar. Dalam hal ini Muhammad Darwis memang seorang yang cerdas pikirannya karena dapat mempengaruhi teman-teman sepermainannya dan dapat mengatasi segala permasalahan yang terjadi diantara mereka.
Sebelum mendirikan organisasi Muhammadiyah, KH.Ahmad Dahlan mempelajari perubahan-perubahan yang terjadi di Mesir, Arab, dan India, untuk kemudian berusaha menerapkannya di Indonesia. Ahmad Dahlan juga sering mengadakan pengajian agama di langgar atau mushola.
Ada beberapa faktor intern dan faktor ekstern, yang mendorong mengapa KH. Ahmad Dahlan mendirikan organisasi Muhammadiyah[2]. Faktor interennya adalah:
1.      Kehidupan beragama tidak sesuai dengan Al-Qur’an dan Hadits, karena merajalelanya taklid, bid’ah dan churafat (TBC), yang menyebabkan Islam menjadi beku.
2.      Keadaan bangsa Indonesia serta umat Islam yang hidup dalam kemiskinan,   kebodohan, kekolotan dan kemunduran.
3.      Tidak terwujudnya semangat ukhuwah Islamiyah dan tidak adanya organisasi Islam yang kuat.
4.      Lembaga pendidikan Islam tak dapat memenuhi fungsinya dengan baik, dan sistem pesantren yang sudah sangat kuno. Adanya pengaruh dan dorongan, gerakan pembaharuan dalam Dunia Islam.
Faktor-faktor ekstern, mencakup:
1.      Adanya kolonialisme Belanda di Indonesia.
2.      Kegiatan serta kemajuan yang dicapai oleh golongan Kristen dan Katolik di Indonesia.
3.      Sikap sebagian kaum intelektual Indonesia yang memandang Islam sebagai agama yang telah ketinggalan zaman.
4.      Adanya rencana politik kristenisasi dari pemerintah Belanda, demi kepentingan politik kolonialnya.
Karya-karya K.H. Ahmad Dahlan diantaranya sebagai berikut:
1.      Rukuning Islan lan Iman.
2.      Aqaid, Salat, Asmaning Para Nabi kang selangkung.
3.      Nasab Dalem Sarta Putra Dalem Kanjeng Nabi.
4.      Sarat lan Rukuning Wudhu Tuwin salat.
5.      Rukun lan Bataling Shiyam.
6.      Bab Ibadah lan Maksiyating Nggota utawi Poncodriyo.

Upaya mengaktualisasikan gagasan tersebut maka konsep pendidikan K.H. Ahmad Dahlan ini meliputi:
1.      Tujuan Pendidikan
Menurut K.H. Ahmad Dahlan, pendidikan Islam hendaknya diarahkan pada usaha membentuk manusia muslim yang berbudi pekerti luhur, alim dalam agama, luas pandangan dan paham masalah ilmu keduniaan, serta bersedia berjuang untuk kemajuan masyarakatnya. Tujuan pendidikan tersebut merupakan pembaharuan dari tujuan pendidikan yang saling bertentangan pada saat itu yaitu pendidikan pesantren dan pendidikan sekolah model Belanda. Di satu sisi pendidikan pesantren hanya bertujuan utnuk menciptakan individu yang salih dan mendalami ilmu agama. Sebaliknya, pendidikan sekolah model Belanda merupakan pendidikan sekuler yang didalamnya tidak diajarkan agama sama sekali.
Melihat ketimpangan tersebut KH. Ahamd Dahlan berpendapat bahwa tujuan pendidikan yang sempurna adalah melahirkan individu yang utuh menguasai ilmu agama dan ilmu umum, material dan spritual serta dunia dan akhirat. Bagi K.H. Ahmad Dahlan kedua hal tersebut (agama-umum, material-spritual dan dunia-akhirat) merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Inilah yang menjadi alasan mengapa KH. Ahmad Dahlan mengajarkan pelajaran agama dan ilmu umum sekaligus di Madrasah Muhammadiyah.
2.      Materi pendidikan
KH. Ahmad Dahlan berpendapat bahwa kurikulum atau materi pendidikan hendaknya meliputi:
a.       Pendidikan moral, akhlaq yaitu sebagai usaha menanamkan karakter manusia yang baik berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah.
b.      Pendidikan individu, yaitu sebagai usaha untuk menumbuhkan kesadaran individu yang utuh yang berkesinambungan antara perkembangan mental dan gagasan, antara keyakinan dan intelek serta antara dunia dengan akhirat.
c.       Pendidikan kemasyarakatan yaitu sebagai usaha untuk menumbuhkan kesediaan dan keinginan hidup bermasyarakat.
3.      Metode Mengajar
Ada dua sistem pendidikan yang berkembang di Indonesia, yaitu pendidikan pesantren dan pendidikan Barat. Pandangan Ahmad Dahlan, ada problem mendasar berkaitan dengan lembaga pendidikan di kalangan umat Islam, khususnya lembaga pendidikan pesantren. Menurut Syamsul Nizar, dalam bukunya Filsafat Pendidikan Islam, menerangkan bahwa problem tersebut berkaitan dengan proses belajar-mengajar, kurikulum, dan materi pendidikan.
Dari realitas pendidikan tersebut, K.H. Ahmad Dahlan menawarkan sebuah metode sintesis antara metode pendidikan modern Barat dengan metode pendidikan pesantren. Dari sini tampak bahwa lembaga pendidikan yang didirikan K.H. Ahmad Dahlan berbeda dengan lembaga pendidikan yang dikelola oleh masyarakat pribumi saat ini. Metode pembelajaran yang dikembangkan K.H. Ahmad Dahlan bercorak kontekstual melalui proses dialogis dan penyadaran. Contoh klasik adalah ketika beliau menjelaskan surat al-Ma’un kepada santri-santrinya secara berulang-ulang sampai santri itu menyadari bahwa surat itu menganjurkan supaya kita memperhatikan dan menolong fakir-miskin, dan harus mengamalkan isinya.
Hal ini karena pelajaran agama tidak cukup hanya dihafalkan atau dipahami secara kognitif, tetapi harus diamalkan sesuai situasi dan kondisi. Adapun perbedaan model belajar yang digunakan antara pendidikan di pesantren dengan pendidikan yang diajarka oleh Ahmad Dahlan adalah sebagai berikut:
a.       Cara belajar-mengajar di pesantren menggunakan sistem Weton dan Sorogal, madrasah yang dibangun Ahmad Dahlan menggunakan sistem masihal seperti sekolah Belanda.
b.      Bahan pelajaran di pesantren mengambil kitab-kitab agama. Sedangkan di madrasah yang dibangun Ahmad Dahlan bahan pelajarannya diambil dari buku-buku umum.
c.       Hubungan antara guru-murid, di pesantren hubungan guru-murid biasanya terkesan otoriter karena para kiai memiliki otoritas ilmu yang dianggap sakral. Sedangkan madrasah yang dibangun Ahmad Dahlan mulai mengembangkan hubungan guru-murid yang akrab.[3]


4.      Pendidik
Muhammadiyah menanamkan keyakinan paham tentang Islam dalam sistem pendidikan dan pengajaran.  Penerapan sistem pendidikan Muhammadiyah ini ternyata membawa hasil yang tidak tenilai harganya bagi kemajuan, bangsa Indonesia pada umumnya dan khususnya umat Islam di Indonesia.
Muhammadiyah, berpendirian, bahwa para guru memegang peranan yang penting di sekolah dalam usaha menghasilkan anak-anak didik seperti yang dicita-citakan Muhammadiyah. Yang penting bagi para guru ialah memahami dan menghayati serta ikut beramal dalam Muhammadiyah. Dengan memahami dan menghayati serta ikut beramal dalam Muhammadiyah, para guru dapat menjalankan fungsinya sesuai dengan apa yang dicita-citakan Muhammadiyah.
5.      Peserta Didik
Muhammadiyah berusaha mengembalikan ajaran islam pada sumbernya yaitu Al-Qur’an dan Hadis. Muhammadiyah bertujuan meluaskan dan mempertinggi pendidikan agama Islam, sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenarnya. Untuk mencapai tujuan itu, muhammadiyah mendirikan sekolah-sekolah yang tersebar di seluruh Indonesia.
Dalam dunia pendidikan dan pengajaran Muhammadiyah telah mengadakan pembaruan pendidikan agama. Modernisasi dalam sistem pendidikan dijalankan dengan menukar sistem pondok pesantren dengan pendidikan modern sesuai dengan tuntutan dan kehendak zaman.Pengajaran agama Islam diberikan di sekolah-sekolah umum baik negeri maupun swasta. Muhammadiyah telah mendirikan sekolah-sekolah baik yang khas agama maupun yang bersifat umum.
Metode baru yang diterapkan oleh sekolah  Muhammadiyah mendorong pemahaman Al-Qur’an dan Hadis secara bebas oleh para pelajar sendiri. Tanya jawab dan pembahasan makna dan ayat tertentu juga dianjurkan dikelas. “Bocah-bocah dimardikaake pikire (anak-anak diberi kebebasan berpikir)”, suatu pernyataan yang dikutip dari seorang pembicara kongres Muhammadiyah tahun 1925, melukiskan suasana baik sekolah-sekolah Muhammadiyah pertama kali (Mailrapport No. 467X/25: 13).[4]
Dengan sistem pendidikan yang dijalankan Muhammadiyah, bangsa Indonesia dididik menjadi bangsa berkeperibadian utuh, tidak terbelah menjadi pribadi yang berilmu umum atau yang berilmu agama saja.
Relevansi pemikiran tokoh KH. Ahmad Dahlan tentang pendidikan terkini berpendapat bahwa kurikulum atau materi pendidikan hendaknya meliputi:
1.      Pendidikan moral, akhlaq yaitu sebagai usaha menanamkan karakter manusia yang baik berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah.
2.      Pendidikan individu, yaitu sebagai usaha untuk menumbuhkan kesadaran individu yang utuh yang berkesinambungan antara perkembangan mental dan gagasan, antara keyakinan dan intelek serta antara dunia dengan akhirat.
3.      Pendidikan kemasyarakatan yaitu sebagai usaha untuk menumbuhkan kesediaan dan keinginan hidup bermasyarakat.
Uraian di atas merupakan bagian dari konsep Islam tentang manusia. Kaitannya dengan persoalan pendidikan, maka secara ringkas dapat dikatakan bahwa dalam proses pendidikan haruslah mampu menghasilkan lulusan yang:
1.      Memiliki kepribadian yang utuh, seimbang antara aspek jasmani dan ruhaninya, pengetahuan umum dan pengetahuan agamanya, duniawi dan ukhrawinya.
2.      Memiliki jiwa sosial yang penuh dedikasi.
3.      Bermoral yang bersumber pada al-Qur’an dan sunnah.
Sebagaimana pelaksanaan pendidikan menurut KH. Ahmad Dahlan hendaknya didasarkan pada landasan yang kokoh. Landasan ini merupakan kerangka filosofis bagi merumuskan konsep dan tujuan ideal pendidikan Islam, baik secara vertikal (khaliq) maupun horizontal (makhluk). Dalam pandangan Islam, paling tidak ada dua sisi tugas penciptaan manusia, yaitu sebagai ‘abdAllah dan khalifah fil-ardh




BAB III

PENUTUP

Dari pembahasan di atas, pemakalah dapat menyimpulkan bahwasanya K.H. Ahmad Dahlan adalah merupakan tokoh pendidikan yang sangat besar jasanya bagi dunia pendidikan di Indonesia ini.
Kyai Haji Ahmad Dahlan (Muhammad Darwis) lahir di Kauman, Yogyakarta, 1 Agustus 1868, Sebelum mendirikan organisasi Muhammadiyah, K.H. Ahmad Dahlan mempelajari perubahan-perubahan yang terjadi di Mesir, Arab, dan India, untuk kemudian berusaha menerapkannya di Indonesia. Ahmad Dahlan juga sering mengadakan pengajian agama di langgar atau mushola. Pada tahun 1912 beliau.
Ide-ide yang di kemukakan K.H.Ahmad Dahlan telah membawa pembaruan dalam bidang pembentukan lembaga pendidikan Islam yang semula bersistem pesantren menjadi sistem klasikal, dimana dalam pendidikan klasikal tersebut dimasukkan pelajaran umum kedalam pendidikan madrasah. Meskipun demikian, K.H. Ahmad Dahlan tetap mendahulukan pendidikan moral atau ahlak, pendidikan individu dan pendidikan kemasyarakatan.

Demikian pembuatan makalah ini kritik dan saran dari teman-teman sangat mendudkung untuk perbaikan makalah ini, mohon maap jika banyak terdapat kesalahan.








DAFTAR PUSTAKA


Muhammad Soedja, Cerita  tentang kyiai haji Ahmad Dahlan, Jakarta: Rhineka Cipta, 1993.
Syamsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Ciputat Pers,2002.
Weinata Sairin, Gerakan Pembaharuan Muhammadiyah.




No comments:

Post a Comment