MAKALAH FIQIH KONTEMPORER
BAB I
PENDAHULUAN
Berbisnis merupakan aktivitas yang sangat dianjurkan
dalam ajaran Islam. Bahkan, Rasulullah SAW sendiri pun telah menyatakan bahwa 9
dari 10 pintu rezeki adalah melalui pintu berdagang (al-hadits). Artinya,
melalui jalan perdagangan inilah, pintu-pintu rezeki akan dapat dibuka sehingga
karunia Allah terpancar daripadanya. Jual beli merupakan sesuatu yang
diperbolehkan (QS 2 : 275), dengan catatan selama dilakukan dengan benar sesuai
dengan tuntunan ajaran Islam.
Dalil
di atas dimaksudkan untuk transaksi offline. Sekarang bagaimana dengan
transaksi online di akhirzaman ini? Kalau kita bicara tentang bisnis online,
banyak sekali macam dan jenisnya. Namun demikian secara garis besar bisa di
artikan sebagai jual beli barang dan jasa melalui media elektronik,
khususnya melalui internet atau secara online.
Salah
satu contoh adalah penjualan produk secara online melalui internet seperti yang
dilakukan Amazon.com, Clickbank.com, Kutubuku.com, Kompas Cyber Media, dll.
Dalam bisnis ini, dukungan dan pelayanan terhadap konsumen menggunakan website,
e-mail sebagai alat bantu, mengirimkan kontrak melalui mail dan sebagainya.
Mungkin
ada definisi lain untuk bisnis online, ada istilah e-commerce. Tetapi yang
pasti, setiap kali orang berbicara tentang e-commerce, mereka memahaminya
sebagai bisnis yang berhubungan dengan internet, Dan dewasa ini, kita tak dapat
mengelak bahwa fenomena jual beli online telah tumbuh dan menjamur
ditengah-tengah kehidupan kita sehari-hari. Mulai dari penjualan pakaian jadi,
sepatu, tas, buku, dll. Lantas bagaimanakah hukum jual beli online dalam
perspektif Islam? Dan bagaimanakah jual beli online yang diperbolehkan
(halal) dalam perspektif Islam? Jawaban-jawaban atas pertanyaan tersebut akan
kami ulas satu persatu dalam makalah ini sehingga nantinya memunculkan suatu
kesimpulan yang tepat dan dapat diterima oleh para pembaca dengan bahasa yang
mudah dipahami. Sehingga pengetahuan pembaca akan hukum jual beli online dalam
perspektif Islam lebih jelas.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
hukum jual beli secara online menurut syariat agama Islam?
2.
Langkah-langkah
apa saja yang dapat kita lakukan agar jual beli secara online dikatakan halal
dan sah menurut syariat agama Islam?
C.
Tujuan
1.
Memberikan
informasi kepada pembaca agar mengetahui hukum jual beli secara online menurut syariat agama Islam.
2.
Memperoleh
pengetahuan tentang bagaimana jual beli secara online yang diperbolehkan
dalam perspektif Islam.
3.
Menambah
keimanan dan keilmuan kita mengenai syariat-syariat agama Islam, khususnya
dalam bidang jual beli.
BAB II
PEMBAHASAN
Jual
beli menurut bahasa artinya menukar sesuatu dengan sesuatu, sedang menurut
syara’ artinya menukar harta dengan harta menurut cara-cara tertentu (‘aqad).[1] Jual beli secara lughawi adalah saling menukar. Jual
beli dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah al-bay’. Secara terminology jual
beli adalah suatu transaksi yang dilakukan oleh pihak penjual dengan pihak
pembeli terhadap sesuatu barang dengan harga yang disepakatinya. [2]Menurut
syari’at islam jual beli adalah pertukaran harta atas dasar saling
merelakan atau memindahkan hak milik dengan ganti yang dapat dibenarkan.
Jual-beli
atau bay’u adalah suatu kegiatan tukar-menukar barang dengan barang yang lain
dengan cara tertentu baik dilakukan dengan menggunakan akad maupun tidak
menggunakan akad. Intinya, antara penjual dan pembeli telah mengetahui
masing-masing bahwa transaksi jual-beli telah berlangsung dengan sempurna.
Landasan Syara’: Jual beli di
syariatkan berdasarkan Al-Qur’an, Sunnah, dan Ijma’. Yakni:
1.
Berdasarkan Al-Qur’an diantaranya:
وَحَرَّمَ وَحَرَّمَ الْبَيْعَ اللَّهُ وَأَحَلَّ
Artinya: “ Allah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba”. (Al- Baqarah : 275)
قِيَامًا لَكُمْ اللَّهُ جَعَلَ الَّتِي أَمْوَالَكُمُ السُّفَهَاءَتُؤْتُوا وَلا
Artinya: “ dan janganlah kamu berikan hartamu itu
kepada orang yang bodoh dan harta itu dijadikan Allah untukmu sebagai pokok
penghidupan”. (An-Nisa:5).
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan
yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu. Dan janganlah kamu membunuh
dirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”. (An-Nisa: 29).
2. Berdasarkan Sunnah
Rasulullah
Saw. Bersabda:
“dari Rifa’ah bin
Rafi’ ra.: bahwasannya Nabi Saw. Ditanya: pencarian apakah yangpaling baik?
Beliau menjawab: “Ialah orang yang bekerja dengan tangannya dan tiap-tiap
jual beli yang bersih”. (H.R Al-Bazzar dan disahkan Hakim). Rasulullah Saw, bersabda:
“sesungguhnya jual beli itu hanya
sah jika suka sama suka (saling meridhoi) (HR. Ibnu Hibban dan Ibnu Majah).
3. Bardasarkan Ijma’
Ulama telah sepakat bahwa
jual-beli diperbolehkan dengan alasan bahwa manusia tidak akan mampu mencukupi
kebutuhan dirinya, tanpa bantuan orang lain. Namun demikian, bantuan atau harta
milik orang lain yang dibutuhkannya itu, harus diganti dengan barang lainnya
yang sesuai.
Dalam menetapkan rukun jual-beli,
diantara para ulama terjadi perbedaan pendapat. Menurut Ulama Hanafiyah, rukun
jual-beli adalah ijab dan qabul yang menunjukkan pertukaran barang secara rida,
baik dengan ucapan maupun perbuatan. [3]Adapun rukun jual-beli menurut Jumhur Ulama ada empat,
yaitu:
1.
Bai’ (penjual)
2.
Mustari (pembeli)
3.
Shighat (ijab dan qabul)
4.
Ma’qud ‘alaih (benda atau barang).
Transaksi
jual-beli baru dinyatakan terjadi apabila terpenuhi tiga syarat jual-beli,
yaitu:
1.
Adanya dua pihak yang melakukan transaksi jual-beli
2.
Adanya sesuatu atau barang yang dipindahtangankan dari penjual kepada pembeli
3.
Adanya kalimat yang menyatakan terjadinya transaksi jual-beli (sighat ijab
qabul).
Syarat yang harus
dipenuhi oleh penjual dan pembeli adalah:
1.
Agar tidak terjadi penipuan, maka keduanya harus berakal sehat dan dapat
membedakan (memilih).
2.
Dengan kehendaknya sendiri, keduanya saling merelakan, bukan karena terpaksa.
3.
Dewasa atau baligh.
Syarat benda dan uang yang diperjual belikan sebagai
berikut:
1.
Bersih atau suci barangnya
Tidak syah menjual barang yang
najis seperti anjing, babi, khomar dan lain-lain yang najis.
2.
Ada manfaatnya: jual beli yang ada manfaatnya sah, sedangkan yang tidak ada
manfaatnya tidak sah, seperti jual beli lalat, nyamuk, dan sebagainya.
3.
Dapat dikuasai: tidak sah menjual barang yang sedang lari, misalnya jual beli
kuda yang sedang lari yang belum diketahui kapan dapat ditangkap lagi, atau
barang yang sudah hilang atau barang yang sulit mendapatkannya.
4.
Milik sendiri: tidak sah menjual barang orang lain dengan tidak seizinnya, atau
barang yang hanya baru akan dimilikinya atau baru akan menjadi miliknya.
5.
Mestilah diketahui kadar barang atau benda dan harga itu, begitu juga jenis dan
sifatnya. Jual beli benda yang disebutkan sifatnya saja dalam janji
(tanggungan), maka hukumnya boleh.
[4]Secara asalnya, jua-beli itu merupakan hal yang
hukumnya mubah atau dibolehkan. Sebagaimana ungkapan Al-Imam Asy-Syafi'i
rahimahullah : dasarnya hukum jual-beli itu seluruhnya adalah mubah, yaitu
apabila dengan keridhaan dari kedua-belah pihak. Kecuali apabila jual-beli itu
dilarang oleh Rasulullah SAW. Atau yang maknanya termasuk yang dilarang beliau.
Sedangkan
macam-macam jual beli adalah sebagai
berikut. Menurut para jumhur ulama jual beli dapat ditinjau
dari beberapa segi, di lihat dari segi hukumnya, jual beli ada dua macam
yaitu :
1. Jual beli
yang sah,adalah jual beli yang telah memenuhi ketentuan syara’, baik
rukun maupun syaratnya, syarat jual beli antara lain :
a. Barangnya
suci
b. Bermanfaat
c. Milik
penjual (dikuasainya )
d. Bisa diserahkan
e. Diketahui
keadaannya
2. Jual beli
yang batal, adalah jual beli yang tidak memenuhi salah satu syarat
dan rukun sehingga jual beli menjadi rusak (fasid). Dengan kata lain, menurut
jumhur ulama, rusak dan batal memiliki arti yang sama. Adapun ulama hanafiyah
membagi hukum dan sifat jual beli menjadi sah, batal, dan rusak.
3. Jual beli yang di larang dalam Islam
Jual beli yang
dilarang dalam islam sangatlah banyak menurut jumhur ulama. Berkenaan
dengan jual beli yang di larang dalam Islam, Wahbah Al-Juhalili meringkasnya sebagai
berikut :
a. Terlarang Sebab Ahliah (Ahli Akad )
Ulama telah sepakat bahwa jual
beli dikategorikan sahih apabila dilakukan oleh orang yang baligh, berakal, dan
dapat memilih, dan mampu ber-tasharruf secara bebas dan baik. Mereka yang di
pandang tidak sah jual belinya adalah berikut ini :
1)
Jual
beli orang gila
Ulama fiqih sepakat bahwa jual beli orang gila tidak
sah. Begitu pula sejenisnya, seperti orang mabuk, sakalor, dan lain-lain.
2)
Jual
beli anak kecil
Menurut ulama fiqih
jual beli anak kecil di pandang tidak sah, kecuali dalam perkara – perkara yang
ringan atau sepele. Menurut ulama Syafi’iyah, jual beli anak mimayyiz yang
belum baligh, tidak sah sebab tidak ada ahliyah.
Adapun
menurut ulama Malikiyyah, Hanafiyyah, dan Hanabilah, jual beli anak-anak kecil
dianggap sah jika diizinkan walinya. Mereka antara lain beralasan, salah satu
cara untuk melatih kedewasaan adalah dengan cara memberikan keleluasaan
untuk jual beli, juga pengamalan atas firman Allah, yang artinya:
“dan ujilah anak
yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. Kemudian jika menurut pendapat
mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka
hartanya. (Q.S. An-Nisa’ :6)
3)
Jual
beli orang buta
Jual beli orang buta
di kategorikan sahih munurut jumhur ulama jika barang yang dibelinya diberi
sifat ( diterangkan sifat-sifatnya ). Menurut Safi’iyah, jual beli orang buta
tidak sah sebab ia tidak dapat membedakan barang yang jelek dan yang baik.
4)
Jual
beli terpaksa
Menurut ulama Safi’iyah
dan Hanabilah, jual beli ini tidak sah , sebab tidak ada keridaan ketika akad.
5)
Jual
beli fudhul
Adalah jual beli
milik orang tanpa seizinnya. Munurut Hanafiyah dan Malikiyah, jual beli di
tangguhkan sampai ada izin pemilik. Menurut Safi’iyah dan Hanabilah, jual beli
fudhul tidak sah.
6)
Jual
beli orang yang terhalang
Maksudnya adalah terhalang karena
kebodohan, bangkrut ataupun sakit.
b. Terlarang Sebab Ma’qud Alaih ( barang jualan )
Secara umum, ma’qud alaih adalah
harta yang di jadikan alat pertukaran olah orang yang akad, yang biasa di sebut
mabi’ (barang jualan) dan harga.
1)
Jual-beli benda yang tidak ada atau di khawatirkan
tidak ada
2)
Jual-beli barang yang tidak dapat di serahkan
3)
Jual-beli gharar atau disebut juga dengan jual beli
yang tidak jelas (majhul)
4)
Jual-beli barang yang najis dan yang terkena najis.
5)
Jual-beli barang yang tidak ada ditempat akad (ghaib),
tidak dapat dilihat.
c. Terlarang sebab syara’
1)
Jual-beli riba
2)
Jual-beli barang yang najis
Barang yang diperjual belikan
harus suci dan bermanfaat untuk manusia. Tidak boleh (haram) berjual beli
barang yang najis atau tidak bermanfaat seperti: arak, bangkai, babi, anjing,
berhala, dan lain-lain.
Nabi saw. Bersabda ;
اِنّ ا للهَ تعالى حَرَّم
بَيْعَ اْلخَمْرِ وَالْمَيْتَةِ وَالْخِنْزِيْرِ وَالأَصْنَامِ . (رواه الشيغان
Artinya : “ Nabi bersabda : Allah
ta’ala melarang jual beli arak, bangkai, babi, anjing, dan berhala.”(bukhari
dan muslim)
3)
Jual-beli dengan uang dari barang yang diharamkan
4)
Jual-beli barang dari hasil pencegatan barang
5)
Jual-beli waktu ibadah sholat jum’at,
berdasarkan Q.S. Al Jumu’ah ayat 9, yaitu:
Artinya :
Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk
menunaikan shalat Jum'at, Maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan
tinggalkanlah jual beli[1475]. yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu
mengetahui.
6)
Jual-beli anggur untuk dijadikan khamar
7)
Jual-beli induk tanpa anaknya yang masih kecil
8)
Jual-beli barang yang sedang dibeli oleh orang lain
9)
Jual-beli memakai syarat.
Transaksi secara online merupakan transakasi pesanan
dalam model bisnis era global yang non face, dengan hanya melakukan transfer
data lewat maya (data intercange) via internet, yang mana kedua belah pihak,
antara originator dan adresse (penjual dan pembeli), atau menembus batas system
pemasaran dan bisnis-Online dengan menggunakan Sentral shop, Sentral Shop
merupakan sebuah Rancangan Web Ecommerce smart dan sekaligus sebagai Bussiness
Intelligent yang sangat stabil untuk diguakan dalam memulai, menjalankan,
mengembangkan, dan mengontrol Bisnis.[5]
Perkembangan teknologi inilah yang bisa
memudahkan transaksi jarak jauh, dimana manusia bisa dapat berinteraksi secara
singkat walaupun tanpa face to face, akan tetapi didalam bisnis adalah yang
terpenting memberikan informasi dan mencari keuntungan.
Adapun mengenai definisi mengenai E-Commerce
secara umumnya adalah dengan merujuk pada semua bentuk transaksikomersial, yang
menyangkut organisasi dan transmisi data yang digeneralisasikan dalam bentuk
teks, suara, dan gambar secara lengkap. Sedangkan pihak-pihak yang terlibat
sebagaiman yang telah diungkapkan dalam akad salam diatas, mungkin tidak beda
jauh, hanya saja persyaratan tempat yang berbeda.
Jual beli secara online ini sejenis dengan
jual beli salam (pesanan). Kata salam ataupun salaf memiliki makna satu, yaitu
“pesanan”. Adapun secara terminologi ialah menjual suatu barang yang telah
ditetapkan dengan sifat dalam suatu tanggungan.
Akad salam itu pada hakikatnya adalah
jual-beli dengan hutang. Tapi bedanya, yang dihutang bukan uang pembayarannya,
melainkan barangnya. Sedangkan uang pembayarannya justru diserahkan tunai. Jadi
akad salam ini kebalikan dari kredit. Kalau jual-beli kredit, barangnya
diserahkan terlebih dahulu dan uang pembayarannya jadi hutang. Sedangkan akad
salam, uangnya diserahkan terlebih dahulu sedangkan barangnya belum diserahkan
dan menjadi hutang.
Akad salam di tetapkan kebolehannya di dalam
Al-Qur’an, As-Sunnah dan Ijma’. Dalil Al-Qur’an yang memperbolehkan akad salam
terdapat dalam surah Al-Baqarah (2) ayat 282 :
الأصلفيالمعاملةالإباحةحتىيدلالدليللعلىتحرمه
Artinya
: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara
tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya”.
Adapun dalil As-Sunnah, dalil dengan salam
ini di sebutkan dalam hadist riwayat Ibnu Abbas RA. berkata bahwa ketika Nabi
SAW baru tiba di Madinah, orang-orang madinah biasa meminjamkan buah kurma satu
tahun dan dua tahun. Maka Nabi SAW bersabda : “Siapa yang meminjamkan buah
kurma maka harus meminjamkan dengan timbangan yang tertentu dan sampai pada
masa yang tertentu”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Sedangkan dalil ijma’, Ibnu Al-Munzir
menyebutkan bahwa semua orang yang kami kenal sebagai ahli ilmu telah
bersepakat bahwa akad salam itu merupakan akad yang dibolehkan.
Dalam transaksi salam ini diperlukan
syarat-syarat ijab qabul, Pernyataan dalam ijab qabul ini bisa disampaikan
secara lisan, tulisan (surat menyurat, isyarat yang dapat memberi pengertian
yang jelas), hingga perbuatan atau kebiasaan dalam melakukan ijab qabul. Adapun
syarat-syaratnya adalah:
a)
Dilakukan dalam satu tempo.
b)
Antara ijab dan qabul
sejalan.
c)
Menggunakan kata assalam
atau assalaf.
d)
Tidak ada khiyar syarat
(hak bagi pemesan untuk menerima pesanan atau tidak).
Sebagaimana keterangan dan penjelasan
mengenai dasar hokum hingga persyaratan transaksi salam dalam hukum islam,
kalau dilihat secara sepintas mungkin mengarah pada ketidak dibolehkannya
transaksi secara online (E-commerce), disebabkan ketidak jelasan tempat dan
tidak hadirnya kedua pihak yang terlibat dalam tempat.
Tetapi kalau kita mencoba menelaah kembali
dengan mencoba mengkolaborasikan antara ungkapan al-Qur’an, hadits dan ijmma’,
dengan sebuah landasan :
“Pada awalnya semua
Muamalah diperbolehkan sehingga ada dalil yang menunjukkan keharamannya”.
Dengan melihat keterangan diatas, maka hal
tersebut bisa dijadikan sebagai pemula dan pembuka cenel keterlibatan hukum
Islam terhadap permasalahan kontemporer. Karena dalam Al-Qur’an permasalahan
transaksi online masih bersifat global, selanjutnya hanya mengarahkan kepada
peluncuran teks hadits yang dikolaborasikan dalam permasalahan sekarang dengan
menarik sebuah pengkiyasan.
[6]Sebagaimana
ungkapan Abdullah bin Mas’ud : Bahwa apa yang telah dipandang baik oleh muslim
maka baiklah dihadapan Allah, akan tetapi sebaliknya. Dan yang paling penting
adalah kejujuran, keadilan, dan kejelasan dengan memberikan data secara
lengkap, dan tidak ada niatan untuk menipu atau merugikan orang lain,
sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 282 diatas.
Langkah-langkah yang dapat kita tempuh agar
jual beli secara online ini di perbolehkan, halal, dan sah menurut syari’at
Islam diantaranya :
1.
Produk
yang di jual maupun yang di beli Halal
Kewajiban menjaga hukum halal-haram dalam
objek perniagaan tetap berlaku, termasuk dalam perniagaan secara online,
mengingat Islam mengharamkan hasil perniagaan barang atau layanan jasa yang
haram, sebagaimana ditegaskan dalam hadis: “Sesungguhnya bila Allah telah
mengharamkan atas suatu kaum untuk memakan sesuatu, pasti Ia mengharamkan pula
hasil penjualannya.” (HR Ahmad, dan lainnya).
Boleh
jadi ketika berniaga secara online, rasa sungkan atau segan kepada orang lain
sirna atau berkurang. Namun kita pasti menyadari bahwa Allah ‘Azza wa Jalla
tetap mencatat halal atau haram perniagaan kita.
2.
Kejelasan
status
Di antara poin penting yang harus kita
perhatikan dalam setiap perniagaan adalah kejelasan status. Apakah sebagai
pemilik, atau paling kurang sebagai perwakilan dari pemilik barang, sehingga
berwenang menjual barang. Ataukah kita hanya menawaran jasa pengadaan barang,
dan atas jasa ini kita mensyaratkan imbalan tertentu. Ataukah sekedar seorang
pedagang yang tidak memiliki barang namun bisa mendatangkan barang yang kita
tawarkan.
3.
Kesesuaian
harga dengan kualitas barang
Dalam jual beli online, kerap kali kita
jumpai banyak pembeli merasa kecewa setelah melihat pakaian yang telah dibeli
secara online. Entah itu kualitas barangnya, ataukah ukuran yang ternyata tidak
pas dengan yang dikehendaki. Sebelum hal ini terjadi kembali pada kita,
patutnya kita mempertimbangkan apakah harga yang ditawarkan telah sesuai dengan
kualitas barang yang akan dibeli. Sebaiknya juga kita meminta foto real dari
keadaan barang yang akan dijual.
4.
Kejujuran
dalam jual beli online
Berniaga secara online, walaupun memiliki
banyak keunggulan dan kemudahan, namun bukan berarti tanpa masalah. Berbagai
masalah dapat saja muncul pada perniagaan secara online. Terutama masalah yang
berkaitan dengan tingkat amanah kedua belah pihak.
Bisa jadi ada orang yang melakukan pembelian
atau pemesanan. Namun setelah barang kita kirim kepadanya, ia tidak melakukan
pembayaran atau tidak melunasi sisa pembayarannya. Bila kita sebagai pembeli,
bisa jadi setelah kita melakukan pembayaran, atau paling kurang mengirim uang
muka, ternyata penjual berkhianat, dan tidak mengirimkan barang. Bisa jadi
barang yang dikirim ternyata tidak sesuai dengan apa yang ia gambarkan di
situsnya atau tidak sesuai dengan yang kita inginkan. kita bisa bayangkan
betapa susah dan repotnya bila mengalami kejadian seperti itu. Karena itu,
walaupun kejujuran ditekankan dalam setiap perniagaan, pada perniagan secara
online tentu lebih ditekankan lagi.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bisnis
online sama seperti bisnis offline. Ada yang halal ada yang haram, ada yang
legal ada yang ilegal. Hukum dasar bisnis online sama seperti akad jual beli
dan akad as-salam, ini diperbolehkan dalam Islam. Adapun keharaman bisnis
online karena beberapa sebab :
1.
Sistemnya
haram, seperti money gambling. Judi itu haram baik di darat maupun di udara
(online).
2.
Barang/jasa
yang menjadi objek transaksi adalah barang yang diharamkan, seperti narkoba,
video porno, online sex, pelanggaran hak cipta, situs-situs yang bisa membawa
pengunjung ke dalam perzinaan.
3.
Karena
melanggar perjanjian (TOS) atau mengandung unsur penipuan.
4.
Tidak
membawa kemanfaatan tapi justru mengakibatkan kemudharatan.
Sebagaima
telah disebutkan diatas, hukum asal mu’amalah adalah al-ibaahah (boleh) selama
tidak ada dalil yang melarangnya. Namun demikian, bukan berarti tidak ada
rambu-rambu yang mengaturnya.
Transaksi
online diperbolehkan menurut Islam selama tidak mengandung unsur-unsur yang
dapat merusaknya seperti riba, kezhaliman, penipuan, kecurangan dan yang
sejenisnya serta memenuhi rukun-rukun dan syarat-syarat didalam jual belinya.
Hal
yang perlu juga diperhatikan oleh konsumen dalam bertransaksi adalah memastikan
bahwa barang/jasa yang akan dibelinya sesuai dengan yang disifatkan oleh si
penjual sehingga tidak menimbulkan perselisihan di kemudian hari.
B. Saran
Ketika
kita terjun ke bisnis online, banyak sekali godaan dan tantangan bagaimana kita
harus berbisnis sesuai dengan koridor Islam. Maka dari itu kita harus lebih
berhati-hati. Jangan karena ingin mendapat uang yang banyak lalu menghalalkan
segala macam cara. Selama kita berbisnis online sesuai dengan prinsip-prinsip
Islam dan bermanfaat bagi orang lain, insya Allah uang yang didapat akan berkah.
DAFTAR PUSTAKA
Asnawi, Haris Faulidi, Transaksi Bisnis E-Commerce Perspektif Islam, Yogyakarta : Laskar
Press, 2008
Azzuracie, Hukum Jual Beli Online, http://azzuracie.wordpress.com/2013/04/25/hukum-jual-beli-online/ ,
di akses tanggal 09 Mei 2014
Daud, Ali Mahmud, Hukum Islam Di Indonesia : Pengantar Hukum Islam dan Tata Hukum Islam
di Indonesia, Jakarta : PT. Grafindo, 1993
Muhammad ibn Qosim Al-Ghazy, Alih Bahasa
Sunarto Achmad, Terjemah Fathul Qorib, Surabaya : Al-Hidayah,
1991.
Syafei Rachmat, Fiqih Muamalah, Bandung : Pustaka Setia, 2000
Rumah Makalah, Transaksi Jual Beli Secara Online (Akad Salam Secara e-Commerce) http://rumahmakalah.wordpress.com/2008/11/08/transaksi-jual-beli-secara-online-akad-salam-secara-e-commerce/ ,
di akses 10 Mei 2014.
[1]
Syafei Rachmat, Fiqih Muamalah, (Bandung : Pustaka Setia, 2000) hal 56.
[2]
Daud, Ali Mahmud, Hukum Islam Di Indonesia : Pengantar Hukum
Islam dan Tata Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta : PT. Grafindo, 1993) hal
89.
[3]
Muhammad ibn Qosim Al-Ghazy, Alih
Bahasa Sunarto Achmad, Terjemah Fathul Qorib, (Surabaya : Al-Hidayah,
1991) hal 47.
[4]
Asnawi, Haris Faulidi, Transaksi Bisnis E-Commerce Perspektif Islam,
(Yogyakarta: Laskar Press, 2008) hal 82.
[5]
Rumah Makalah, Transaksi Jual Beli Secara Online (Akad Salam Secara e-Commerce) http://rumahmakalah.wordpress.com/2008/11/08/transaksi-jual-beli-secara-online-akad-salam-secara-e-commerce/ , diakses 08 Desember 2017 pukul
21:19 wib.
[6]
Azzuracie, Hukum Jual Beli Online, http://azzuracie.wordpress.com/2013/04/25/hukum-jual-beli-online/ , diakses tanggal 08 Desember 2017
pukul 19:12 wib.
No comments:
Post a Comment