1

loading...

Sunday, October 21, 2018

MAKALAH ILMU PENDIDIKAN ISLAM

MAKALAH ILMU PENDIDIKAN ISLAM 

FITRAH MANUSIA



BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
                 Manusia merupakan makhluk yang istimewa. Hal ini dikarenakan manusia dikaruniai akal sebagai keistimewaan dibandingkan makhluk lainnya. Manusia merupakan makhluk mulia dari segenap makhluk yang ada di alam raya ini. Allah telah membekali manusia dengan berbagai keutamaan sebagai ciri khas yang membedakan dengan makhluk yang lain.Keistimewaan manusia juga dikarenakan manusia memiliki potensi yang dikenal dengan istilah fitrah.
                 Akal adalah salah satu potensi rohani yang dimiliki oleh manusia. Di samping akal manusia mempunyai potensi rohani lain yang disebut dengan fitrah. Secara fitri, Allah SWT sebagai  sang khalik telah menciptakan manusia sebagai suatu makhluk yang istimewa, yaitu makhluk yang memiliki berbagai macam kelebihan dibandingkan dengan makhluk-makhluk yang lainnya, baik itu kelebihan dari segi jasmani maupun rohani.

B.  Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan firah manusia ?
2.      Sebutkan tentang fitrah dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits ?
3.      Sebutkan macam-macam fitrah manusia ?
4.      faktor apa saja yang mempengaruhi faktor fitrah manusia ?

C.  Tujuan Masalah
1.      Agar dapat mengetahui pengertian fitrah manusia,
2.      Dapat mengetahui fitrah sesuai yang ada di dalam Al-Quran dan Hadits,
3.      Mengetahui macam-macam fitrah manusia,
4.      Serta dapat mengetahui faktor yang mempengaruhi fitrah manusia.
    

BAB II
PEMBAHASAN
A.Fitrah Manusia
Kata fitrah artinya kejadian asal, atau pola dasar. Dari makna ini lahir makna lain, yaitu penciptaan atau kejadian. Fitrah manusia adalah kejadiannya sejak semula atau bawaan nya sejak lahir (kurais, shihab, 1996: 283-284) karena masi pola dasar ( atau sifat-sifat asli) makna fitrah itu baru akn memiliki arti bagi kehidupan manusia setelah tumbuh dan kembangkan secara optimal.
Menurut Zayadin fitrah manusia meliputi tiga demensi, yaitu :
1.      fitrah jasmani
fitrah jasmani merupakan aspek biologi yang disiapkan sebagai wadah dari fitrah rohani. Ia memiliki arti bagi kehidupan manusia untuk mengembangkan proses biologisnya. Daya ini disebut dengan daya hidup (al-hayat), kendatipun sifatnya abstrak tetapi ia belum mampu menggerakkan tingkah laku. Tingkah laku bary terwujud jika fitrah jasmini ini telah ditempati fitrah rohani. Proses ini terjadi pada manusia ketika berusia empat bulan dalam kandungan (pada saat yang sama berkembang fitrah nafs). Oleh karena natur fitrah jasmani inilah maka ia tidak mampu bereksistensi dengan sendirinya.
2.      Fitrah rohani merupakan aspek psikis manusia. Aspek ini tercipta dari alam amar allah yang sifatnya ghaib. Ia diciptakan untuk menjadi substansi dan esensi pribadi manusia. Eksistensinya tidak hanya dialam imateri, tetapi juga dialam materi (setelah bergabung dengan jasmani), sehingga ia lebih dahulu dan lebih abadi adanya dari pada fitrah jasmani. Naturnya suci dan mengejar pada dimensi-dimensi spritual tanpa memperdulikan dimensi material. Ia mampu bereksistensi meskipun tempatnya di dunia abstrak, selanjutnya akan menjadi tingkah laku aktual jika fitrah rohani ini menyatu dengan fitrah jasmani.
3.      Fitrah nafs merupakan aspek psiko-fisik manusia. Aspek ini merupakan paduan integral (totalitas manusia) antara fitrah jasmani (biologis) dengan fitrah rohani (psikologis), sehingga dinamakan psiko-fisik. Ia memiliki tiga komponen pokok, yaitu : qalbu, akal, dan nafsu yang saling berinteraksi dan mewujud dalam bentuk kepribadian. Hanya saja, ada salah satu yang lebih dominan dari ketiganya. Fitrah ini diciptakan  untuk mengaktualisasikan semua rencana dan perjanjian allah kepada manusia di alam arwah.
Fitrah nefs merupakan anugerah yang diberikan khusus untuk species manusia. Pemberian fitrah nafs masih dalam wujud potensi atau daya manusia maupun bertingka laku. Allah swt, meskipun telah menciptakan fitrah nafs bukan berarti dia tidak berbuat atau tidak aktif lagi.
Sunnah allah terhadap fitrah nafs terbagi atas dua kategori. Pertama, sunnah yang berkaitan dengan aspek fisiknya. Sunnah ini berupa aturan dan cara memelihara, melindungi, dan melestarikan aspek fisik manusia seperti, alat-alat indera, sistem saraf, sistem kelenjar, tulang, daging, dan sebagiannya. Aturan ini misalnya; makan, minum, tidur, olah raga, hubungan seksul, dan sebagainya.
Lebih lanjut, M. Rasyid ridha (tt: 63) dalam al-manar juz 1 menyatakan bahwa muhammad abduh membagi hidayah menjadi empat bagian, yaitu:
1.      Al-hidayah al-wijdaniy yaitu hidayah yang dapat ditanggap  oleh insting hewan dan manusia
2.      Al-hidayah al-hawas yaitu hidayah yang dapat ditangkap oleh indera hewan dan manusia
3.      Al-hidayah al-aqliy yaiti hidayah yang dapat diterima oleh akal manusia
4.      Al-hidaya al-diniy yaitu hidayah yang hanya dapat ditangkap oleh rasa keimana , yaitu hidayah agama
Keempat hidaya tersebut di atas, untuk kebaikan manusia. hanya saja hanya allah yang mampu memberi hidaya, sebab dia al-hadi (pemberi petunjuk atau pemberi hidaya). Walau demikian, meskipun hidayah berasal dari allah, akan tetapi penerimaanya tergantung pada pilihan manusia sendiri. Allah berfirman: “sesungguhnya kamu tidak akan mampu memberi petunjuk kepada orang yang kamu cintai, tetapi allah yang memberi petunjuk kepada orang yang dikehendakinya (atau yang menghendakinnya). “ (Qs. Al-Qoshosh [28] ayat 56).
Muhammad taqi falsafi menyebut dua potensi dasar yang selalu dimiliki oleh setiap manuia. Potensi itu adalah potensi tauhid (fitrah tauhidy) dan potensi akhlaki (fitrah akhlaki).
1.      Potensi tauhid merupakan potensi untuk mengenal dan mengetahui adanya tuhan
2.      Potensi akhlak merupakan potensi untuk membedakan tingkah laku yang baik dan yang buruk
Fitrah manusia dengan segala dimensinya merupakan conditional atatement (citra bersyarat), dan aktualisasinya menutut upaya manusia sendiri. Pengejawantahan diri (self realization) brau dapat teraktualisasikan bila manusia banyak melakukan jihad dan ikhtiar yang hasilnya akan terpulang kepada dirinya sendiri. “dan barang siapa yang berjihad (berusaha dengan sungguh-sungguh) ia sesungguhnya berusaha untuk dirinya sendiri. “Qs. Al-ankabut ayat 6) .
Menurut Al-Auza’iy, fitrah adalah kesucian dalam jasmani dan rohani. Pendapat ini di dukung dengan adanya hadist nabi yang terjemahannya sebagai berikut:
“Lima macam dalam kategori kesucian yaitu khitanan, memotong rambut, mencukur kumis, memotong kuku, dan mencabut bulu ketiak”. (HR. Bukhari Muslim dari Abu Hurairah).
Sedangkan pengertian fitrah menurut Al Ghazali adalah suatu sifat dari dasar manusia yang di bekali sejak lahirnya dengan memiliki keistimewaan sebagai berikut:
1.      Beriman kepada Allah
2.       Kemampuan dan kesediaan untuk menerima kebaikan dan keburukan atas dasar kemampuan untuk menerima pendidikan dan pengajaran.
3.        Dorongan ingin tahu untuk mencari hakikat kebenaran yang merupakan daya untuk berpikir.
4.      Dorongan biologis yang berupa syahwat dan insting Kekuatan-kekuatan lain dan sifat-sifat manusia yang dapat di kembangkan dan di sempurnakan.
Berdasarkan uraian di atas dapat dipahami bahwa fitrah merupakan semua bentuk potensi yang telah dianugerahkan oleh Allah kepada manusia semenjak proses penciptaannya di alam rahim guna kelangsungan hidupnya di atas dunia yang perlu dikembangkan untuk mencapai perkembangan yang sempurna melalui bimbingan dan latihan.
B. Teori tentang Fitrah dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits
            Manusia diciptakan Allah dalam struktur yang paling baik diantara makhluk-makhluk yang lain. Struktur manusia terdiri dari unsur jasmaniyah dan rohaniyah, atau unsur fisiologis dan unsur psikologis. Dalm struktur jasmanih dan rohaniyah itu, Allah memberikan seperangkat kemampuan dasar yang memiliki kecenderungan berkembang dalam psikologi disebut potensialitas atau disposisi, yang menurut aliran psikologi behaviorisme disebut prepotence reflexes (kemampuan dasar yang secara otomatis yang dapat berkembang). Dalam pandangan Islam kemampuan dasar/pembawaan itu disebut dengan fitrah yang dalam pengertian etimologis mengandung arti “kejadian”, oleh karena fitrah itu berasal dari kata kerja “fatara” yang berarti “menjadikan”.
Dalam al-qur’an kata fitrah dengan berbagai bentuk nya disebutkan sebanyak 28 kali, sebanyak 14 kali disebutkan dalam konteks uraian tentang bumi dan langit, sedangkan sisanya disebut dalam konteks pembicaraan tentang manusia, baik yang berhubungan fitrah penciptaan maupun fitrah keagamaan yang dibawanya.
È  
“maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (yang benar), fitrah allah yang telah menciptakan manusia atau fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah allah, itulah agama yang lurus,tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui “ (Qs. Al-rum:30).
           Merujuk kepada fitrah yang dikemukakan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa manusia sejak asal kejadiannya, membawa potensi beragama yang lurus. Sedangkan firman Allah Q.S. Al-A’raf:172 merupakan perjanjian primordial antara manusia pada dasarnya memiliki fitrah berupa keimanan kepada Allah. Ia lahirkan dengan bekal tauhid bukan dalm keadaan atheis atau musyrik.
وإذ أخذ رنك من بنى ادم من ظهورههم ذريتهم و أشهدهم عى
أنفسهم ألست بربكم قالوا بلى شهدنا . أن تقولوا يوم القيا مة
أنا كنا عن هذا غافلين ( الأعراف176 )
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari Sulbi mereka dan mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Betul (Engkau Tuhan Kami), kami menjadi saksi”, (kami lakukan yang demikian itu, agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)”. Q.S.al-A’raf:172.
           Setelah manusia lahir, lingkungan tempat ia hidup, memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap perkembangan akidah nya. Adavtasi dengan lingkungan menyebabkan seseorang meninggalkan fitrah ketauhidan sehingga ia tidak percaya, bahkan menentang dan memusuhi Tuhan. Pengaruh yang paling besar datang dari kedua orang tua nya, karena mereka adalah lingkungan yang paling dekat dan terakrab dengan anak nya. Rasulullah SAW. Bersabda bahwa setiap manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah. Kedua orang tuanya lah yang menyebabkan anak itu menjadi yanudi, nasrani atau majusi. Setiap manusia memang memiliki fitrah tauhid, tetapi juga mengisyaratkan bahwa orang tua sangat berperan dan berpengaruh besar terhadap pertumbuhan dan perkembangan akidah seseorang anak. Rasulullah saw, bersabda:
يمجسانه و أ ينصرانه أو يهودانه فأبواه الفطرة على يولد مولود كل
“Tiap-tiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang mendidiknya menjadi orang yang beragama yahudi, nasrani atau majusi.”
           Kalau kita memahami kata La pada Q.S. al-Rum:30 dalam arti tidak,maka ini berarti bahwa seseorang tidak dapat menghindar dari fitrah itu. Dalam kontek ayat ini, ini berarti bahwa fitarah beragama akan melekat pada diri manusia untuk selamanya, walaupun boleh jadi tdak diakui atau diabaikan nya.
           Dalam fitrah beragama (addin al-qayimah), iamam merupakan inti. Dengan demikian, maka fitrah mengandung komponen psikologis yang berupa keimanan, karena iman bagi seorang mukmin merupakan daya penggerak utama dalam dirinya yang memberi semangat untuk selalu mencari kebenaran hakiki dari Allah yang maha esa. Sebagai mana semangat Ibrahim As yang dikisahkan dalam Al-Qur’an, yang ayah nya sendiri yang menyembah berhala, tidak terpngaruh sama sekali oleh kepercayaan ayahnya. Bahkan sebaliknya, ia dengan daya fikirannya yang mengandung beni iman kepada yang maha pencipta semesta alam, tergerak fikirannya mencari dan menganalisa tentang gejala alamiyah, mulai dari melihat bintang-bintang dilangit, lalu melihat bulan yang bercahaya terang, kemudian melihat benda langit yang bersinar panas diupuk langit yaitu matahari, yang berakhir pada kesimpulan bahwa Tuhan yang benar bukan lah benda-benda seperti yang ia saksikan dilangit, melainkan tuhan yang benar, menurut femikiran analisanya adalah yang bersifat abadi, yang eksistensinya tidak goyah atau isidental, karena tuhan adalah maha kuasa dan maha pencipta semua benda dan makhluk dilangit dan bumi serta yang berada diantara langit dan bumi. Pendapat tersebut antara lain juga dikemukakan oleh Ahmad Muhammad Jamal, guru besar di universitas Tunis dengan alasan sebagai berikut.
فالإيمان هو الأساس الأخلاق ا لفاضلة. و الأخلاق الفلضلة
أساس العلم الصحيح . و العلم الصحيح مو الأساس العمل
الصالح . هذا هو البناء التربىوى القرانى
           Apakah fitrah manusia hanya terbatas pada fitrah keagamaan ? jelas tidak. Redaksi ayat ini tidak dalam bentuk pembatasan tetapi juga karena masih ada ayat-ayat lain yang membicarakan tentang penciptaan potensi manusia walaupun tidak menggunakan kata fitrah seperti firman Allah:
زين للناس حب الشهوات من النساء و البنين و القناطير المنقطرة
من الذهب و الفضة و الخيل المسو مة و الأنعام و الحرث
ذلك متاع الحياة الدنيا و الله عذده حسن المىاب ( ال عمران:14 )
“Telah dibiaskan kepada manusia kecenderungan hati kepada perempuan (lelaki), anak lelaki (dan perempuan) serta harta yang banyak berupa emas, perak, kuda pilihan, binatang ternak dan sawah ladang. Itu lah kesenangan hidup didunia. Dan disisi Allah lah tempat kembali yang baik”.(Q.S. al-Imran:14)
                 Karena itu, kesimpulan yang mendekati tepat adalah sebagai mana ditulis oleh Muhammad Thahir bin Asyur dalam tafsir nya tentang surah al-Rum:30 yaitu sebagai berikut:
الفطر ة هى النظام الذى أو جده الله فى كل مخلوق و الفطر ة التى
تخص نوع الانسان هى ما خلقه الله عليه جسدا و عقلا
                 Fitrah adalah bentuk dan sistem yang diwujudkan Allah pada setiap makhluk. Fitrah yang berkaitan dengan manusia adalah apa yang diciptakan Allah pada manusia yang berkaitan dengan jasmani dan akal nya (serta ruh nya).
                 Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa fitrah adalah suatu kemampuan dasar berkembang manusia yang dianugrakan Allah SWT kepada nya. Didalam nya terkandung berbagai komponen psikologis yang satu sama yang lain saling berkaitan dan saling menyempurnakan bagi hidup manusia.
C.  Macam-macam Fitrah
Sebagai mana telah dijelaskan diatas bahwa fitrah mengacu kepada potensi yang dimiliki manusia. Potensi itu diantaranya yaitu,
1.       Potensi beragama
Perasaan keagamaan adalah naluri yang dibawa sejak lahir bersama ketika manusia dilahirkan. Manusia memerlukan keimanan kepada zat  tertinggi yang Maha Unggul di luar dirinya dan dan diluar dari alam benda yang dihayati olehnya. Naluri beragama mulai tumbuh apabila manusia dihadapkan pada persoalan persoalan yang melingkupinya.
Akal akan menyadari kekerdilannya dan mengakui akan kudratnya yang terbatas. Akal akan insaf bahwa kesempurnaan ilmu hanyalah bagi pencipta alam jagat raya ini, yaitu Allah. Islam bertujuan merealisasikn penghambaan sang hamba kepada Tuhannya saja. Memberantas perhambaan sesame hamba Tuhan. Insan dibawa menyembah kehadirat Allah penciptanya dengan tulus ikhlas tersisih dari syirik atau sebarang penyekutuannya.
2.       Kecenderungan moral
Kecenderungan moral erat kaitannya dengan potensi beragama. Ia mampu untuk membedakan yang baik dan buruk. Atau yang memiliki hati yang dapat mengarahkan kehendak dan akal. Apabila dipandang dari pengertian fitrah seperti di atas, maka kecenderungan moral itu bisa mengarah kepada dua hal sebagaimana terdapat dalam surat Asy-Syam ayat 7 yang artinya sebagai berikut:
Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan)  dan ketakwaannya.”
3.       Manusia bersifat luwes, lentur (fleksible).
Manusia mampu dibentuk dan diubah. Ia mampu menguasai ilmu pengetahuan, menghayati adatadat, nilai, tendeni atau aliran baru. Atau meninggalkan adat, nilai dan aliran lama, dengan cara interaksi social baik dengan lingkungan yang bersifat alam atau kebudayaan. Allah berfirman tentang bagaimana sifat manusia yang mudah lentur, terdapat dalam surat Al Insan ayat 3 yang artinya sebagai berikut:
Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang lurus; ada yang bersyukur dan ada pula yang kafir.
4.       Kecenderungan bermasyarakat
Manusia juga memiliki kecendrungan bersosial dan bermasyarakat.Menurut Ibnu Taimiyah, dalam diri manusia setidaknya terdapat tiga potensi (fitrah), yaitu:
a.        Daya intelektual (quwwat al-‘aql), yaitu potensi dasar yang memungkinkan manusia dapat membedakan nilai baik dan buruk. Dengan daya intelektualnya, manusia dapat mengetahui dan meng-Esakan Tuhannya.
b.      Daya ofensif (quwwat al-syahwat), yaitu potensi dasar yang mampu menginduksi obyek-obyek yang menyenangkan dan bermanfaat bagi kehidupannya, baik secara jasmaniah maupun rohaniah secara serasi dan seimbang.
c.       Daya defensif (quwwat al-ghadhab) yaitu potensi dasar yang dapat menghindarkan manusia dari segala perbuatan yang membahayakan dirinya. Namun demikian, diantara ketiga potensi tersebut, di samping agama – potensi akal menduduki posisi sentral sebagai alat kendali (kontrol) dua potensi lainnya. Dengan demikian, akan teraktualisasikannya seluruh potensi yang ada secara maksimal, sebagaimana yang disinyalir oleh Allah dalam kitab dan ajaran-ajaranNya. Penginkaran dan pemalsuan manusia akan posisi potensi yang dimilikinya itulah yang akan menyebabkannya melakukan perbuatan amoral.
Menurut Ibnu Taimiyah membagi fitrah manusia kepada dua bentuk, yaitu:
a.       Fitrah al gharizat
Merupakan potensi dalam diri manusia yang dibawanya sejak lahir. Bentuk fitrah ini berupa nafsu, akal, dan hati nurani. Fitrah (potensi) ini dapat dikembangkan melalui jalan pendidikan.
b.      Fitrah al munazalat
Merupakan potensi luar manusia. Adapun fitrah ini adalah wahu ilahi yang diturunkan Allah untuk membimbing dan mengarahkan fitrah al gharizat berkembang sesuai dengan fitrahnya yang hanif. Semakin tinggi interaksi antara kedua fitrah tersebut, maka akan semakin tinggi pula kualitas manusia.
Dari semua penjelasan mengenai potensi manusia, tampak jelas bahwa lingkungan sebagai faktor eksternal. Lingkungan ikut mempengaruhi dinamika dan arah pertumbuhan  fitrah manusia. Semakin baik penempaan fitrah yang dimiliki manusia, maka akan semakin baiklah kepribadiannya. Demikian pula sebaliknya, penempaan dan pembinaan fitrah yang dimiliki tidak pada fitrahnya maka manusia akan tergelincir dari tujuan hidupnya. Untuk itu salah satu pembinaan fitrah dengan pendidikan.

D.  Faktor yang Mempengaruhi Fitrah
Aspek-aspek fitrah merupakan komponen dasar bersifat dinamis, responsive terhadap pengaruh linkungan sekitar, termasuk pengaruh pendidikan. Komponen- komponen dasar tersebut meliputi :
1.      Bakat, merupakan suatu kemampuan pembawaan yang potensial mengacu kepada perkembangan kemampuan akademis (ilmiah) dan keahlian (profesionla) dalam berbagai bidang kehidupan. Bakat ini berpangkal pada kemampuan kopmisi (daya cipta), konasi (kehendak), dan emosi yang disebut dengan tri kotomi (tiga kekuatan kemampuan rohani manusia). Masing-masing kekuatan rohani berperan.
2.      Insting (ghorizah), adalah kemampuan berbuat atau bertingkah tanpa melalui proses belajar. Kemampuan insting tersebut merupakan pembawaan sejak lahir juga. Dalam psikologi pendidikan kemampuan ini termasuk kapabilitas yaitu kemampuan berbuat sesuatu dengan melalui proses belajar. Jenis-jenis tingkah laku manusia :
a.       Melarikan diri karena perasaan takut
b.      Menolak Karena jijik
c.       Ingin tahu karena takjub sesuatu
d.      Melawan karena kemarahan
e.        Menonjolkan diri karena adanya harga diri.
3.       Nafsu dan dorongan-dorongannya. Nafsu dalam kajian tasawuf dibagi menjadi 4 poin :
a.       Nafsu Mutmainnah yang mendorong kepada taat kepada allah;
b.      Nafsu Lawwamah yang mendorog kearah perbuatan merendahkan orang lain;
c.       Nafsu Amarah yang mendorong kearah perbuatan yang merusak;
d.       Nafsu Birahi yang mendorong kearah perbuatan seksual.
4.      Karakter atau tabiat manusia merupakan kemampuan psikologi yang dibawa sejak kelahirannya. Karakter ini berkaitan dengan tingkah laku moral dan social serta etis seseorang. Karakter terbentuk kekuatan dalam diri manusia, bukan terbentuk dari dunia luar. Karakter erat hubungannya degan personalits (kepriadian seseorang). Oleh karena itu tidak bisa dibedakan dengan jelas.
5.       Hereditas atau keturunan merupakan factor kemampuan dasar yang mengandung cirri-ciri psikologis dan fisiologis yang diturunkan atau diwariskan oleh orang tua baik dalam garis yang telah jauh.
6.      Intuisi adalah kemampuan psikologis manusia untuk menerima ilham tuhan. Intuisi menggerakkan hati nurani manusia yang membimbingnya kearah perbuatan dalam situasi khusus diluar kesadaran akal pikirannya. Namun mengandung makna yang bersifat konstruktif bagi kehidupannya. Intuisi biasanya diberikan tuhan kepada orang yang bersih jiwanya. Intuisi lebih banyak dirasakan sebagai getaran hati nurani yang untuk berbuat sesuatu yang amat khusus.



BAB II
PENUTUP
A.  Kesimpulan
Fitrah merupakan semua bentuk potensi yang telah dianugerahkan oleh Allah kepada manusia semenjak proses penciptaannya di alam rahim guna kelangsungan hidupnya di atas dunia yang perlu dikembangkan untuk mencapai perkembangan yang sempurna melalui bimbingan dan latihan.
Dan manusia juga memerlukan pendidikan untuk mengembangkan potensi dalam dirinya. Hal ini dikarenakan, fitrah manusia tidak bisa dibiarkan berkembang bebas. Fitrah tersebut harus dididik dan diarahkan agar sesuai dengan peran manusia diciptakan dimuka bumi ini. Sebagai mana dijelaskan bahwa fitrah mempunyai dua kecenderungan yang berlawanan, yaitu kearah kebaikan dan keburukan. Untuk itu, proses pendidikan harus dilakukan, agar manusia tetap berada dalam lingkup kebaikan.
B.  Saran
Sesungguhnya setiap orang mempunyai potensi yang berbeda, tinggal bagaimana diri kita mengaplikasikan potensi tersebut agar menjadi hal yang bermanfaat bagi perkembangan diri kita dan lingkungan sekitar.


No comments:

Post a Comment