1

loading...

Sunday, October 21, 2018

MAKALAH PANCASILA

MAKALAH PANCASILA  

“KONSTITUSI DAN TATA PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA”


BAB 1

PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang
Secara garis besar konstitusi merupakan seperangkat aturan main dalam kehidupan bernegara yang mengatur hak dan kewajiban warga negara dan negara itu sendiri. Konstitusi suatu negara biasa di sebut dengan undang-undang dasar (UUD). Dalam pengembangan negara dan warga negara dan warga negara yang demokratis, keberadaan konstitusi demokrasi lahir dan negara yang demokrasi.
Namu demikian, tidak ada jaminan adanya konstitusi  yang demokratis akan melahirkan sebuah negara yang demokratis. Hal itu di sebabkan oleh penyelewengan atas konstitusi oleh penguasa otoriter. Oleh karena itu penulis mempersembahkan makalh yang berjudul konstitusi dan tata perundang-undangan indonesia. Mudah-mudhan dengan adanya makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca tentang konstitusi dan tata perundang-undangan di indonesia.

B.      Rumusan Masalah
Dari penjelasan latar belakang di atas,  terdapat beberapa rumusan
Masalah yaitu :
1.      Apakah konsep dasar (pengertin, tujuan, dan fungsi) konstitusi ?
2.      Bagaimana sejarah dan perkembangan konstitusi di indonesia ?
3.      Bagaimana tata  perundang-undangan indonesia ?

C.      Tujuan
Dari ketiga rumusan masalah di atas, dapat di ambil beberapa tujuan penulisan makalah  ini yaitu :
1.      Untuk mengetahui konsep dasar (pengertian, tujun, dan fungsi) konstitusi.
2.      Untuk mengetahui sejarah lahir dan perkembangan konstitusi di indonesia.
3.      Untuk mengetahui tata perundang-undangan indonesia.


BAB II
PEMBAHASAN
A.     Konsep Dasar Konstitusi
1.      Pengertian konstitusi
Konstitusi berasal dari  bahasa prancis, constituer, yang berarti membentuk. Maksud dari istilah bahasa ini ialah pembentukan, penyusunan atau peryataan akan suatu negara. Dalam bahasa latin, kata konstitusi merupakan gabungan dua kata, yakni cume, berarti “bersama dengan” sedangkan statuere, berarti “membuat sesuatu agar berdiri” atau “mendirikan, menetapakan sesuatu”. Adapun undang-undang dasar merupakan terjemahan dari istilah belanda, grondwet, kata graund berarti tanah atau dasar, dan wet berarti undang-undang.[1]
Istilah konstitusi ( constitution ) dalam bahasa ingris memiliki makna yang lebih luas dari undang-undang dasar, yakni keseluruhan dari peraturan-peraturan baik yang tertuli maupun tidak tertulis yang mengatur secara mengikat cara-cara bagaimana suatu pemerintah diselenggarakan dalam masyarakat. Dari pengertian diatas, konstitusi dapat disimpulkan sebagai berikut :
a.      Kumpulan kaidah yang memberikan pembatasan kekuasaan kepada penguasa.
b.      Dokumen tentang pembagian tugas dan wewenangnya dari sistem politik yang diterapkan.
c.       Deskripsi yang menyangkut masalah hak asasi manusi.
2.      Tujuan Konstitusi
Tujuan konstitusi adalah membatasi tindakan sewenang-wenang pemerintah, menjamin hak-hak rakyat yang di perintah, dan menetapkan pelaksanan kekusaan yang berdaulat. Adapun menurut sri soemantri menyatakan bahwa trdapat tiga materi muatan pokok dalam konstitusi yaitu, jaminan hak asasi manusia, susunan ketatanegaraan yang bersifat mendasar, pebagian dan pembatasan kekuasaan. Dalam paham konstitusi demokratis dijlaskan bahwa isi konstitusi meliputi :
a.      Anatomi kekuasaan (kekuasaan politik) tunduk pada hukum
b.      Jaminan dan perlindungan hak-hak asasi manusia
c.       Peradilan yang bebas dan mandiri
d.      Pertanggungjawaban kepada rakyat ( akuntabilitas publik) sebagai sendi utama dari asas kedaulatan rakyat
3.      Fungsi konstitusi
a.      Konstitusi berfungsi  sebagai dokumen nasional (national document) yang mengandung perjanjian luhur, berisi kesepakatan-kesepakatan tentang politik,hukum,pendidikan,budaya,ekonomi,kesejahteraan dan aspek fundamental yang menjadi tujuan negara
b.      Konstitusi sebagai piagam klahiran ( a birth certificate of new state )
c.       Konstiusi sebagai sumber hukum tertinggi
d.      Konstitusi sebagai identitas nasional dan lambang persatuan
e.      Konstitusi sebagai alat membatasi kekuasaan
f.        Konstitusi sebagai pelindungan HAM dan kebebasan warga negara.[2]

B.      Sejarah dan perkembangan konstitusi  di indonesia
Konstitusi sebagai suatu kerangka kehidupan politik telah lama dikenal sejak zama yunani yang memiliki beberapa kumpulan hukum. Sejalan dengan perjalanan waktu, pada masa kekaisaran roma pengertian konstitusi mengalami perubahan makna, ia merupakan suatu kumpulan ketentuanserta peraturan yang dibuat oleh pra kaisar, peryataan dan pendapat ahli hukum, negarawan, serta adat kebiasaan setempat selain undang-undang.
Selanjutnya pada abad VII ( zaman klasik ) lahirlah piagam madinah atau konstitusi  madinah. Piagam yang dibentuk pada awal klasik islam ( 622 M )  merupkan aturan pokok  tata kehidupan bersama di madinah yang di huni oleh berbagai macam kelompok dan golongan : yahudi, kristen, islam dan lain-lain. Konstitusi madinah berisikan tentang hak bebas berkeyakinan, kebebasan berpendapat kewajiban dalam hidup kemasyarakatan, dan mengatur kepentingan umumdalam kehidupan sosial yang majemuk. Secara keseluruhan piagam madinah mengandung 47 pasal. Pasal pertama misalnya, berbunyi tentang prinsip persatuan dengan peryataan “sesungguhnya mereka adalah umat yang satu, lain dari (kumonitas) manusia yang lain”. Makna umat dalam peryataan ini menunjukkan arti luas, pengertian ummat pada piagam ini membedakan sifat solidaritas yang dibangun oleh nabi muhammad dari yang pernah ada sebelumnya, yaitu solidaritas yang berdasarkan pada semangat kelompok yang sempit dikenal dengan kabilah atau  perkaum.[3]
Isi pasal 44 di piagam madinah menegaskan bahwa “mereka (para penduduk piagam) saling bahu-membahu dalam menghadapi penyerangan atas kota mereka yakni madinah”. Semangat saling membantu sebagai sebuah komunitas ummat yang plural tampak terlihat pada bunyi pasal 24 yang menjelskan bahwa “kaum yahudi memikul biaya bersama kaum mukmin  selama dalam peperangan”. Ikatan persatuan ini semakin diperjelas dalam pasal 25 yang menegaskan bahwa “kaum yahudi dari bani’AWF adalah satu ummat dengan kaum mukmin.” Bagi kaum yahudi agama mereka, dan bagi kaum mukmin agama mereka, kebebasan beragama ini juga berlaku bagi sekutu-sekutu mereka dan diri mereka sendiri.[4]
Sebagai negara hukum, indonesia memiliki konstitusi yang dikenal dengan undang-undang dasar (UUD) 1945. Undang-undang dasar 1945 dirancang sejak 29 mei 1945 sampai 16 juli 1945 oleh badan penyelidikan usaha-usaha persiapan kemerdekaan indonesia (BPUPKI).
Undang-undang dasar atau konstitusi negara republik indonesia disahkan dan ditetapkan oleh PPKI pada hari sabtu tanggal 18 agustus 1945. Dengan demikian, sejak itu indonesia telah menjadi suatu negara moderen karena telah memiliki suatu sistem ketatanegaraan, yaitu undang-undang dasar atau konstitusi negara yang  memuat tata kerja kondtitudi modern. Dlam perjalanan sejarah, konstitusi indonesia telah mengalami beberapa kali pergantian baik nama maupun  subtansi materi yang dikandungnya, perjalanan sejarah konstitusi indonesia antara lain :
1.         Undang-undang dasar 1945 yang masa berlakunya sejak 18 agustus 945- 27 desember 1945.
2.         Konstitusi republik indonesia serikat lazim dikenal dengan sebutan konstitusi RIS dengan masa berlaku 27 desember 1949- 17 agustus 1950.
3.         Undang-undang dasar sementara  (UUDS) republik indonesia 1950 yang masa berlakunya sejak 17 agustus 1950- 5 juli 1959.
4.         Undang-undang dasar 1945 yang merupakan pemberlakuan kembali konstitusi pertama indonesia dengan masa berlakunya sejak dekrit presiden 5 juli 1959- sekarang.[5]
C.      Tata perundang-undangan di indonesia
Sebagaimana dalam penjelasan konstitusi bahwa indonesia adalah negara yang berdasarkan hukum, tidak berdasarkan atas kekuasaan belakang. Konsep ini mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : (1) adannya perlindungan terhadap HAM. (2) adannya pemisahan dan pembgian kekuasaan pada lembaga negara untuk menjamin perlindungan HAM. (3) pemerintah berdasarkan peraturan. (4) adannya peradilan administrasi.
Tata urutan perundang-undangan dalam kaitan implementasi konstitusi negara indonesia merupakan bentuk tingkat perundang-undangan. Sejak 1996 telah dilakukan perubahan ats hierarki ( tata urutan ) peraturan perundang-undangan indonesia. Di awal 1996 melalui ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 lampiran 2, disebutkan bahwa hierarki peraturan perundang-undangan indonesia sebagai berikut:
1.    Undang-undang dasar 1945.
2.    Ketetapan MPR.
3.    Undang-undang atau peraturan pemerintah penggantian undang-undang.
4.    Peraturan pemerintah.
5.    Keputusan presiden.
6.    Peraturan pelaksanaanya, seperti:
a.    Peraturan mentri;
b.    Instruksi mentri;
c.     Dan lain-lain.
Selanjutnya berdasarkan ketetapan MPR No. III Tahun 2000, tata urutan peraturan perundang-undangan yang berlaku di indonesia sebagai berikut:
1.      Undang-undang dasar 1945.
2.      Ketetapan MPR.
3.      Undang-undang.
4.      Peraturan pemerintah penggantian undang-undang (PERPPU).
5.      Peraturan pemerintah.
6.      Keputusan presiden.
7.      Peraturan daerah.[6]
Penyempurnaan terhadap tata urutan perundang-undangan di indonesia terjadi kembali pada 24 mei 2004 ketika DPR menyetujuhi RUU pembentukan peraturan perundang-undangan (PPP) menjadi undang-undang. Dalam UU No. 10 Tahun 2004 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan (PPP), yang berlaku secara efektif pada nobember 2004. Keberadaan undang-undang ini sekaligus menggantikan peraturan tentang tata urutan peraturan perundang-undangan yang ada dalam ketetapan MPR N0. III Tahun 2000 sebagaimana tercantum di atas. Tata urutan peraturan perundang-undangan dalam UU PPP ini sebagaimana di atur dalam pasal 7 sebagai berikut:
1.    Undang-undang dasar 1945
2.    Undang-undang/peraturan pemerintah pengganti undang-undang (PERPPU)
3.    Peraturan pemerintah
4.    Peraturan presiden
5.    Peraturan daerah,yg meliputi:
a. Peraturan daerah provinsi
b. Peraturan daerah kabupaten/kota,dan
c.  Peraturan desa
Dengan di bentuknya tata urutanperundang-undangan, maka segala peraturan dalam hierarki perundang-undangan yang bertentangan dengan peraturan yang di angkat di atasnya, tidak bisa dilaksanakan dan batal demi hukum. Sebagai contoh peraturan pemerintah daerah pada syariah misalnya, secara otomatis tidak bisa dilaksanakan dan batal demi hukum karena bertentangan dengan undang-undang di atasnya, yakni peraturan presiden dan UUD 1945. Hal serupa berlaku pula bagi peraturan presiden dengan sendirinya tidak dapat dilaksanakan apabila bertentangan dengan undang-undang. Apalagi bertentangan dengan UUD 1945. Demi menjaga kebutuhan NKRI dan persatuan indonesia, hendaknya seluruh komponen politik tidak menjadikan peraturan atau gagasan yang bertolak belakang dengan UUD 1945 sebagai kompromi politik, khususnya dalam proses sukses politik daerah (pilkada).



BAB III
PENUTUP
A.     Kesimpulan
1.      Konstitusi merupakan kumpulan prinsip-prinsip yang mengatur kekuasaan pemerintah, pihak yang diperintah (rakyat), dan hubungan di antar keduanya, yang bertujuan untuk membatasi tindakan sewenang-wenang pemerintah, menjami hak-hak rakyatnya yang diperintah, dan menetapkan pelaksanaan kekuasaan yang berdaulat.
2.      Dengan dibentuknya tata urutan perundang-undangan, maka segala peraturan yang bertentangan dengan peraturan di atasnya batal demi hukum dan tidak bisa dilaksanakan.
3.      Konstitusi domokratis meliputi: (a)  anatomi kekuasaan (kekuasaan poitik) tunduk pada hukum. (b) jaminan dan perlindungan HAM. (c) peradilan yang bebas dan mandiri. (d) pertanggung jawaban kepada rakyat (akuntabilitas publik) sebagai sendi utama dari asas kedaulatan rakyat.
4.      Konstitusi merupakan media bagi terciptanya kehidupan yang demokratis bagi seluruh warga negara. Dengan kata lain, negara yang memilih demokrasi sebagai pilihanya, maka konstitusi demokrasi merupakanaturan yang dapat menjamin terwujudnya demokrasi di negara tersebut sehingga melahirkan kekuasaan atau pemerintah yang demokratis pula. Kekuasaan yang demokratis dalam menjalankan prinsip-prinsip demokrasi perlu dikawal oleh mesyarakat  sebagai pemegang kedaulatan. Agar nilai-nilai demokrasi yang diperjuangkan tidak diselewengkan,mka partisipasi warga negara dalam menyuarakan inspirasi perlu ditetapkan dalam konstitusi untuk ikut berpartisipasi dalam mengawal proses demokratisasi pada sebuah negara.
5.      Dalam sistem ketatanegaraan indonesa, sebelum perubahan UUD 1945 alat-alat kelengkapan negara adalah lembaga kepresidenan, MPR, DPA, DPR, BPK, dan kekuasaan kehakiman. Setelah amandemen 1945 alat kelengkapan negara menjadi 8 lembaga yaitu, MPR, DPR, DPD, PRESIDEN, MA, MK, KY, dan BPK. P0sisi masing-masing lembaga setara yaitu  sebagai lembaga tinggi negara korelasi satu sama lain dalam menjalankan fungsi check and balances antara lembaga tinggi tersebut.
6.      Dengan dibentuknya tata urutan perundang-undangan, mka segala peraturan yang bertentangan dengan peraturan diatasnya batal demi hukum dan tidak bisa dilaksanakan.

B.      Saran
Sebagai generasi penerus bangsa kita harus tahu dan memahami akan pentingnya konstitusi bagi negara, serta berusahan untuk mempelajari semua hal yang berkitan dengan konstitusi ini untuk dapat kita jadikan pedoman dalam mengatasi setiap masalah dalam kapasitas kita sebagai warga negara.
Karena adanya konstitusi ini tidak lain di tunjukan untuk menjamin hak asasi kita sebagai warga negara agar kekuasaan tidak disalah gunakan dengan adanya norma yang memberi arah terhadap jalanya pemerintah sehingga para penguasa tidak bisa berlaku semena-mena.



















DAFTAR PUSTAKA

Asshiddiqie, jimly. Konstitusi & konstitusionalisme indonesia. Jakarta: sinar grafika. 2010
Sukardja, ahmad. Piagam madinah dan undang-undang 1945. Jakarta: UI press. 1995
Sulaiman, Asep. Pendidikan pancasila dan kewarganegaraan. Bandung: fadillah press. 2014
Tutik, Titik Triwulan. Pokok-Pokok hukum Tata Negara. Jakarta: prestasi pustaka. 2006









[1] Jimly asshiddiqie. 2010. Konstitusi & konstitusionalisme indonesi. Jakarta: sinar grafik. Hal. 35
[2] Asep sulaiman. 2014. Pendidikan pancasila dan kewarganegaraan. Bandung: fadillah press. Hal. 26
[3] Ahmad sukardja. 1995. Piagam madinah dan undang-undang 1945. Jakarta: UI press. Hal. 37-38
[4] Ibid, Hal. 38
[5] Assidiqie, op. Cit. Hal. 25
[6]Titik Triwulan Tutik. 2006. Pokok-pokok hukum tata negara. Jakarta: prestasi pustaka. Hal. 60.

No comments:

Post a Comment