1

loading...

Wednesday, October 31, 2018

MAKALAH KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP “Difersitas Genetik Dan Konsep Dasar Plasma Nutfah”

MAKALAH KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP “Difersitas Genetik Dan Konsep Dasar Plasma Nutfah”
BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
keanekaragaman genetik adalah variasi karakteristik yang ada diwariskan pada populasi spesies yang sama. Ini melayani peran penting dalam evolusi dengan memungkinkan spesies untuk beradaptasi dengan lingkungan baru dan untuk melawan parasit. Hal ini berlaku untuk spesies peliharaan, yang biasanya memiliki tingkat rendah keragaman. Mempelajari keragaman genetik pada manusia dapat membantu para peneliti membentuk teori tentang asal-usul manusia.
Gen atau flasma nutfah adalah substansi kimia yang menentukan sifat keturunan yang terdapat dalam lokus kromosom. Tiap individu mahluk hidup mempunyai kromosom yang tersusun atas benang-benang pembawa sifat keturunan. Kromosom terdapat di dalam inti sel. Seluruh organisme yang ada dipermukan bumi ini mempunyai kerangka dasar komponen sifat menurun yang sama. Kerangka tersebut tersusun atas ribuan sampai jutaan faktor menurun yang mengatur tata cara penurunan sifat organisme.
Plasma nutfah merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat penting karena tanpa plasma nutfah kita tidak dapat memuliakan tanaman, membentuk kultivar atau ras baru karena itu plasma nutfah harus dikelola secara tepat sehingga dari plasma tersebut dilakukan pemulian agar dapat mengembangkan kultivar-kultivar unggul, selain itu koleksi plasma nutfah juga mempunyai tujuan lain misalnya untuk pertukaran dengan Negara-negara lain.






B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Pengertian dari difersitas genetik
2.      Konsep-konsep dasar plasma nutfah
3.      Keragaman Plasma Nutfah
4.      Apa saja Macam Plasma Nutfah
5.      Bagaimana Pemanfaatan Plasma Nuftah Melalui Bioteknologi
6.      Bagaimana Usaha Pelestarian
C.    TUJUAN
1.      Untuk mengetahui pengertian dari difersitas genetik
2.      Untuk mengetahui konsep-konsep dasar plasma nutfah
3.      Untuk mengetahui Keragaman Plasma Nutfah
4.      Untuk mengetahui apa saja Macam Plasma Nutfah
5.      Untuk mengetahui bagaimana Pemanfaatan Plasma Nuftah Melalui Bioteknologi
6.      Untuk mengetahui bagaimana Usaha Pelestarian plasma nutfah


















BAB II
PEMBAHASAN

A.     Difersitas Genetik (Keanekaragaman Makhluk Hidup)
Keragaman genetik adalah variasi karakteristik yang ada diwariskan pada populasi spesies yang sama. Ini melayani peran penting dalam evolusi dengan memungkinkan spesies untuk beradaptasi dengan lingkungan baru dan untuk melawan parasit. Hal ini berlaku untuk spesies peliharaan, yang biasanya memiliki tingkat rendah keragaman. Mempelajari keragaman genetik pada manusia dapat membantu para peneliti membentuk teori tentang asal-usul manusia.
Keanekaragaman gen adalah variasi atau perbedaan gen yang terjadi dalam suatu jenis atau spesies makhluk hidup. Ayam merupakan contoh dari satu jenis hewan, yakni jenis ayam. Ternyata dalam jenis yang sama ini masih kita temukan banyak keanekaragaman, baik dalam bentuk penampilan maupun sifat-sifatnya. Anda mengenal yang dinamakan ayam bangkok, ayam pelung, ayam buras, ayam hutan, ayam berkisar, ayam kinantan, ayam katai, ayam lampung, ayam cemara,  ayam broiler, ayam cemani, ayam nunukan, dan ayam-ayam yang lainnya. Ini merupakan bukti masih terdapat keanekaragaman di dalan ruang lingkup jenis, keanekaragaman ini dinamakan keanekaragaman genetik atau keanekaragaman plasma nutfah.
Setiap jenis, umumnya terdiri atas beberapa populasi ynag tersusun dari sekumpulan individu yang banyak sekali jumlahnya. Seluruh individu atau jenis itu memiliki kerangka dasar komponen genetik yang sama. Akan tetapi, setiap kerangka dasar komponen genetik yang sama, akan tetapi setiap kerangka dasar tadi tersusun oleh ribuan faktor pengatur kebakaan. Faktor inilah yang menentukan apakah suatu bibit jagung ini berbiji putih, kuning, merah, ungu atau lainnyaatau apakah seekor ayam itu akan berbulu hitam, cokelat, putih, abu-abu atau totol. Untuk setiap sifat yang nampak tadi atau yang tidak jelas,  terlihat akan ada satu faktor pengaturnya yang disebut gen.[1]
Sekalipun individu-individu suatu jenis itu memiliki kerangka dasar komponen genetik yang sama, setiap individu ternyata memiliki komponen faktor yang berbeda-beda, bergantung kepada penurunnya. Susunan perangkat faktor genetik ini menentukan sifat yang disandang individu yang bersangkutan. Keanekaragaman genetik suatu jenis ditentukan oleh keanekaragaman genetik yang terkandung dalam jenis yang bersangkutan.
Jadi masing-masing individu dalam suatu jenis mempunyai susunan faktor genetik yang tidak sama dengan susunan genetik individu yang lain meskipun dalam jenis yang sama. Selain ditentukan oleh faktor genetika nya, sifat yang terlihat dari luar pada masing-masing individu, ditentukan pula oleh keadaan lingkungan atau perpaduan keduanya. Dua individu yang mempunyai susunan genetik yang sama akan menunjukkan sifat luar yang sangat berbeda. Jika masing-masing lingkungan hidupnya sangat berbeda. Sebaliknya, dua individu yang memiliki susunan genetik yang berbeda boleh jadi akan menunjukkan beberapa sifat luar yang mirip bila keduanya hidup dalam lingkungan yang sama. 
Walaupun masing-masing individu itu memiliki susunan genetik yang berbeda, di dalam tingkat jenisnya akan terdapat pengelompokan yang memungkinkan adanya kisaran kesamaan dalam taraf-taraf tertentu, membentuk lungkang(pool) individu yang mempunyai kesamaan dalam kisaran lingkungan itu
Keanekaragaman plasma nutfah yang terdapat dinegara kita sungguh luar biasa sehingga tidak heran kalau negara kita ini mendapat julukan “megadiodivercity”. Di dalam, masih tersimpan dalam jumlah besarnnplasma nutfah binatang yang mempunyai potensi besar untuk dikembangkan melalui proses oenjinakan, seleksi, kemudian pemuliaan. Rusa bawean, rusa timor, babi rusa, belibis, gemak, balam, tambra, siluk, belida, buaya, dan puluhan lainnya lagi adalah jenis-jenis yang menunggu giliran sentuhan penelitian. Apabila jenis-jenis ini sudah dapat diternakan, keanekaragaman genetik kalangan masing-masing pasti akan berkembang pula. Dengan perkembangan keanekaragaman ini makin kayalah khasanah plasma nutfah hewan indonesia.
B.     Konsep-konsep dasar plasma nutfah
Plasma nutfah (germ plasm) adalah suatu substansi sebagai sumber sifat keturunan yang terdapat dalam setiap kelompok organisme. Substansi ini berpotensi untuk dikembangkan atau dirakit guna menciptakan kultivar-kultivar baru melalui pemuliaan tanaman. Setiap populasi tumbuhan memiliki seperangkat sifat dan ciri khas  yang dikendalikan oleh suatu sistem genetika yang mantap.  Jadi dalam tubuh masing-masing individu yang menyusun populasi tadi dikandung plasma nutfah, merupakan substansi yang mengatur perilaku kehidupannya secara turun temurun sehingga populasi tersebut mempunyai sifat yang membedakannya dari populasi lain.  Karena itu populasi pasak bumi yang hidup di lereng gunung Halau-halau (pengunungan Meratus Kalimantan Selatan) mempunyai konstruksi gen-gen yang berbeda dengan yang dimiliki populasi pasak bumi yang terdapat di hutan Bukit Lawang (dekat Bahorok Sumatera Utara). Perbedaan-perbedaan yang terjadi itu, mungkin dinyatakan dalam ketahanannya terhadap penyakit, besarnya perakaran, kandungan zat kimianya, kemudahannya tumbuh  di tempat kritis dan seterusnya. Jika kerena penebangan hutan populasi di Bukit Lawang itu musnah, maka musnahlah seperangkat plasma nutfah pasak bumi dengan sifat-sifat dan potensinya yang belum kita ketahui. Di sisi lain, sampai sekarang orang belum memikirkan untuk merakit suatu kultivar pasak bumi yang unggul  misalnya memiliki  kadar kandungan zat yang berkhasiat tinggi, produksi yang tinggi dan kandungan abu rendah. Mungkin nanti ketika akan melangkah ke arah sana kita sudah terlambat; saat kita mulai mencari-cari  sumber plasmanutfah dengan sifat-sifat tertentu yang kita inginkan ternyata  semuanya sudah punah. 
Plasma nutfah tanaman memang tidak bisa dipegang secara nyata, juga tidak bisa dilihat dalam waktu sekejap karena merupakan keanekaragaman kandungan gen. Sementara penampakan fenotip yang secara nyata dapat kita lihat, adalah akumulasi dari faktor genotip dan lingkungannya. Plasma nutfah termanifestasi sebagai total keanekaragaman genotip dan fenotip dalam jenis itu sendiri; yang berada dalam jenis liar, subspesies, landrase, varietas, ras, forma, biotype, kultivar, strain, galur, dan mutan. Berbagai macam kultivar rambutan dapat dijumpai ketika musim rambutan tiba, masing-masing dengan sifat spesifiknya, rambutan si nyonya yang ukuran buahnya lebih besar dan berair, rambutan rapiah yang berdaging buah manis dan ngelotok. Ada juga rambutan citandui yang meskipun jarang berbuah tetapi memiliki buah manis dan harum.[2]
C.    Keragaman Plasma Nutfah
Di Indonesia tempat tumbuh plasma nutfah nabati sebagian besar merupakan hutan tropik, sehingga kaya akan suku dari tumbuh-tumbuhan yang khas tropik seperti Dipterocarpaceae, Sapotaceae, Ebenaceae, Myristicaceae, Meliaceae, Zingiberaceae, Palmae, Moraceae, Rhizopphoraceae, Padananceae dan lain-lain. Di daerah-daerah pegunungan terdapat suku-suku yang mirip suku yang ada pada belahan bumi utara seperti Fagaceae, Rosaceae, Lauraceae, Theaceae dan lain-lain. Di kawasan Indonesia juga dapat tumbuh dengan subur jenis-jenis tumbuhan, epifit, bambu dan benalu, Rafflesia, cendana, ficus dan lain-lain.
D.    Macam Plasma Nutfah
Macam plasma nutfah, selain berupa jenis tumbuhan liar juga varietas primitif, varietas pembawa sumber sifat yang khusus, varietas unggul yang sudah kuno dan varietas unggul masa kini.
1)      Jenis liar atas dasar sejarah pembudidayaan dan penggunaan potensinya dapat digolong-kan menjadi tiga kelompok yaitu:
a)      Jenis-jenis yang mungkin mempunyai nilai ekonomi, tetapi sama sekali belum mem-budidayakan atau dipetik hasilnya.
b)      Jenis-jenis yang sudah dipetik dan dimanfaatkan hasilnya tetapi belum atau tidak di-budidayakan.
c)      Jenis-jenis yang tidak dipetik hasilnya, akan tetapi setelah mengalami atau melalui hi-bridisasi baru kemudian dibudidayakan dan dimanfaatkan.
2)      Varietas primitif
      Semua jenis yang dibudidayakan secara langsung atau tidak berasal dari liar. Varietas primitif adalah kultivar yang pembudidayaannya masih sederhana, belum mengalami pemuliaan. Tumbuhannya yang termasuk kelompok ini biasanya di daerah tumbuhnya mempunyai daya daptasi yang lebih baik, lebih tahan terhadap tekanan lingkungan yang bersifat fisik maupun biologi. Hal ini dimungkinkan karena sudah ada seleksi gen secara alamiah yang tahan terhadap dingin, panas, hama ataupun penyakit di daerah tumbuh.
3)      Varietas sumber sifat yang khusus
      Kultivar yang mempunyai kelebihan dalam sifat-sifat tertentu, misalnya kepekaannya terhadap pemupukan. Sinar ketahanan terhadap hama atau penyakit tertentu atau sifat khusus yang lain seperti produksi.
4)      Varietas unggul
    Karena kemajuan di bidang pemuliaan, varietas unggul dapat diciptakan dengan merakit sifat-sifat yang baik dari beberapa sumber plasma nutfah. Semakin besar sifat keanekaragaman yang dimilikinya, akan semakin bebas pemulia untuk merakit sifat-sifat yang  baik. Dengan silih bergantinya zaman, varietas unggul tidak dapat langgeng bertahan dipakai oleh petani. Memang pada saat tertentu atau pada kondisi yang memadai varietas unggul mampu mengatasi atau melebihi hasil varietas lain, akan tetapi pada kondisi yang lain untuk lingkungan yang kurang menguntungkan misalnya munculnya kembali penyakit atau hama di daerah penanamannya dapat memukul parah bahkan mengakibatkan fatal.
E.     Pemanfaatan Plasma Nuftah Melalui Bioteknologi
Plasma nutfah dapat dimanfaatkan secara langsung untuk pemenuhan kebutuhan pangan, sandang, papan, dan obat-obatan. Pemanfaatan ini bisa melalui budidaya maupun pemanenan langsung di alam. Berbagai kultivar dan kerabat liar tanaman buah dan sayuran digunakan untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat. Pemanfaatan semacam ini merupakan pemanfaatan pada tingkat individu terhadap individu-individu yang sudah terseleksi, berdasarkan penampilan tanaman dan sifat agronominya.
Secara tidak langsung, plasma nutfah dapat digunakan pada tingkat gen,  sebagai penyedia agen hayati dalam bidang pemuliaan tanaman. Dengan cukup tersedianya keanekaragaman sumber daya hayati maka para pemulia akan lebih mudah berinovasi melakukan persilangan sehingga menghasilkan kultivar baru yang lebih unggul.
Perkembangan bioteknologi yang pesat akhir-akhir ini memungkinkan pemanfaatan plasma nutfah secara lebih baik lagi. Teknik gunting-tempel gen  dapat secara tepat memindahkan hanya sifat yang kita kehendaki saja, tanpa harus memadukan seluruh sifat yang ada pada suatu individu kepada individu lainnya. Jadi dengan bioteknologi waktu untuk pembuatan bibit unggul diperpendek. Tambahan pula, kalau pada pemuliaan kovensional individu di dalam  jenis yang sama yang dikawin-silangkan, maka bioteknologi menghilangkan batas-batas jenis ini. Artinya dua individu dari jenis yang berbeda, dengan teknik bioteknologi dimungkinkan untuk disatukan menjadi jenis baru. Namun demikian persyaratan keberhasilan pengembangan bioteknologi tersebut mutlak memerlukan ketersediaan keanekaragaman biologi baik pada tingkat jenis maupun pada tingkat genetik. Selain dari itu plasma nutfah juga merupakan sumber gen yang dapat dimanfaatkan untuk peningkatan kualitas hasil tanaman seperti kandungan nutrisi yang lebih baik.
Plasma nutfah adalah substansi pembawa sifat keturunan yang dapat berupa organ utuh atau bagian dari tumbuhan atau hewan serta mikroorganisme. Plasma nutfah merupakan kekayaan alam yang sangat berharga bagi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk mendukung pembangunan nasional.
Di lain pihak, bioteknologi dapat memanfaatkan semua gen dari organisme hidup tanpa ada batasan taksonomi. Hal ini disebabkan karena transfer gen pada bioteknologi tidak dilakukan dengan melalui penyerbukan silang. Bioteknologi memiliki peluang untuk mengakses kekayaan plasma nutfah yang tidak dapat dilakukan melalui pemuliaan tanaman secara konvensional. Sehingga bioteknologi diharapkan dapat digunakan sebagai pelengkap pemuliaan tanaman konvensional.
Tanaman transgenik seperti padi merupakan hasil pemanfaatan plasma nutfah melalui bioteknologi. Saat ini lebih dari 70 varietas tanaman transgenik telah terdaftar dan dikomersialisasi secara luas di dunia. Menurut data dari ISAAA, hampir 54% dari tanaman transgenik di dunia merupakan kedelai transgenik, 28% merupakan jagung transgenik, 9% kapas transgenik dan lainnya. Pemanfaatan plasma nutfah melalui bioteknologi dalam industri pertanian Plasma nutfah merupakan bahan baku yang penting untuk pembangunan industri pertanian. Penggunaan bioteknologi dibutuhkan untuk pemanfaatan plasma nutfah dalam pertanian secara luas. Di bawah ini diuraikan beberapa contoh pemanfaatan plasma nutfah untuk menanggulangi masalah-masalah pertanian.
F.     Usaha Pelestarian
a.       Konservasi in-situ
Plasma nutfah harus dikonversi karena plasma nutfah sering mengalami erosi genetic yang mengakibatkan jumlah plasma nutfah semakin menurun. Salah satu yang perlu diperhatikan dalam pelestarian plasma nutfah adalah penyimpanan. Metode konservasi sumber daya genetic secara luas terbagi menjadi dua yaitu secara in-situ dan ex-situ.
Konservasi in-situ yaitu konservasi didalam kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam. Khususnya untuk tumbuhan meskipun untuk populasi yang dibiakkan secara alami, konservasi in-situ mungkin termasuk regenerasi buatan apabila penanaman dilakukan tanpa seleksi yang disengaja dan pada area yang sama bila benih atau materi reproduksi lainnya dikumpulkan secara acak.
Memanfaatkan plasma nutfah dengan in-situ memungkinkan karakterisasi dan evaluasi tanaman serta memudahkan program persilangan melalui persendian bunga atau serbuk sari secara cepat. Selain itu proses produksi secara klonal dapat mempertahankan kemasan genetic materi. Namun demikian, metode koleksi ini rawan punah, trutama di Negara-negara berkembang yang disebabkan oleh berbagai factor seperti hama penyakit (baik dilapangan maupun penyimpanan), iklim yang ektrim, kebakaran lahan, konflik social, serta perubahan pemanfaatan lahan yang tadinya untuk koleksi plasma nutfah.
Pelestarian plasma nutfah dapat dilakukan dengan cara konvensional ataupun modern/bioteknologi. Kedua cara ini membutuhkan tindakanyang cermat karena sudah barang tentu terdapat kelebihan dan kekurangannya. Dhanutirto (1990) mengungkapkan bahwa kelebihan cara konvensional adalah menggunakan lahan yang luas (aneka ragam plasma nutfah dapat dilestarikan), sedang kekurangannya sulit memonitor dan kestabilan plasma nutfah sulit dijamin. Lebih lanjut diungkapkan mengenai kelebihan cara modern membutuhkan ruang yang sempit (karena dilakukan secara in vitro), mudah memonitor, tenaga kerja tidak banyak, sedang kekurangannya adalah investasi awal tinggi dan membutuhkan tenaga ahli yang berkualitas. Para ahli mengungkapkan bahwa kedua cara ini tidak dapat dipisahkan, karena pada pelaksanaanya akan saling menunjang. Sejauh ini metode konvensional  sudah banyak berhasil dalam menyelamatkan plasma nutfah yang tentunya sangat berguna bagi kelangsungan hidup mahluk hidup di muka bumi ini.
Memelihara di tempat dimana tanaman tumbuh merupakan tindakan yang sudah berabad-abad dilakukan.dengan cara ini tanamna tidak akan strees terhadap keadaan lingkungan yang baru. Namun demikian keadaan alami ini akan nlebih membiarkan tanaman tersebut danakan berkembang secara sendirib tanpa terlalu banyak, atau bahkan tidak ada jamahan tangan manusia sebagai pengelola. Sudah tentu akan seperti komuniti alami. Keuntungan lain adalah ekosistem akan lebih terjaga.
Dengan adanya evolusi , kemajuan perkembangan budaya manusia tanaman banyak dipindah tempatkan oleh manusia dengan unsur  kesengajaan . perlakuan ini dikenal dengan istilah domestikasi. Tindakan ini ternyata membawa dampak positif terhadap kemajuan pertanian, mereka belajar menanam dengan baik, mencoba memperbanyak agar dapat memperoleh kesinambungan daerri keberadaan tanamanyang dipelihara. Namun demikian kita masih tetap dapat memelihara secara in situ, sesuai dengan tempat dimana tanaman itu tumbuh dan berkembang; karena biasanya tanaman yang didomestikasikan berarti sudah menyesuaikan diri dengan keadaan tempat yang baru.
Hal-hal yang diperhatikan dalam melaksanaan pelestarian plasma nutfah adalah:
1.      Pengkajian teknologi pelestarian
2.      Penyediaan tenaga ahli
3.      Pembangunan sarana dan prasarana (Dhanutirto,1990).
Pemerintah dengan rekomendasi dari panitia Nasional Bioteknologi telah menetapkan LIPI dalam hal ini  sebagai pusat penelitian dan pembangunan Bioteknologi  menangani Pusat Plasma Nutfah Nasional. Pemilihan kawasan tertentu dengan menggunakan kriteria tertentu dengan pertimbangan habitat perwakilan biota serta penelaahan keterlaksanaan yang baik. Lebih lanjut diungkapkan bahwa sistem pengeloaanya yang perlu disempurnakan (Anonimous,1992).
Pemeliharaan intensif pada metode konvensional in situ dapat dilakukan dengan mengikat sertakan daerah dan masyarakat bersama sama mengelola suatu lahan milik Negara seperti halnya hutan, pantai, prairi/padang rumput dalam hamparan luas dan lainnya dibatasi oleh perundang-unangan. Pada pelaksanaannya akan memerlukan tenaga kerja dengan jumlah yang banyak dengan struktur organisasi yang jelas. 
Walaupun sebenarnya ada perundang -undangan yang pasti, namun karna memelihara dalam hamparan luas yang tidak mungkin. Kasus-kasus yang paling menyedihkan terjadi kehilangan beberapa plasma nutfah akibat terbang ke negeri orang melalui tangan-tangan jahil manusia. Sudah barang tentu hal ini sulit untuk di lacak siapa sebenarnya pelaku-pelaku yang tidak bertanggung jawab tersebut.
Dalam usaha melestarikan hutan-hutan yang kaya akan berbagai macam flora dan fauna telah di programkan adanya beberapa daerah konservasil, penghijauan kembali (reboisasi), pembatasan pembukaan lahan, dan pemeliharaan intensif untuk kawasan-kawasan tertentu yaitu daerah hutan, tanam industri, taman-taman nasional,  marga satwa.
b.      Konservasi ex-situ
Konservasi ex-situ merupakan metode konservasi yang mengkonservasi spesies diluar distribusi alami dari populasi aslinya. Konservasi ini merupakan proses melindungi spesies tumbuhan dan hewan langka dengan mengambilnya dari habitat yang tidak aman atau terancam dan menempatkannya di bawah perlindungan manusia. Tujuan konservasi ex-situ untuk mendapatkan kondisi penyimpanan yang ideal sehingga penyimpana plasma nutfah dapat diprtahankan dengan menekan proses metabolism pada tingkat yang sangat mini. Menurut Harington dalam Robert dan King(1979) penyimpanan benih adalah salah satu metode preservasi genotif ang termudah dan termurah.
Konservari ex-situ, menghilangkan spesies dari konteks ekologi lainnya, melindunginya dibawah kondisi semi terisolasi dimana evolusi alami dan proses adaptasi dihentikan sementara atau diubah dengan mengintroduksi specimen pada habitat yang tidak alami (buatan).
Pelestarian tanaman dengan cara memindah tempatkan dari tempat asal tumbuhnya, dengan sendirinya tercermin ada unsur kesengajaan untuk memelihara lebih intensif dengan cara mengurangi luas areal penanaman, menggunakan tenaga kerja yang cukup, sarana yang memadai, atau bahkan menggunakan bahan-bahan, alat-alat yang canggih seperti yang di peruntukkan pada kultur teknik in vitro.
Beberapa hal yang menjadi kendala dalam pelaksanaannya adalah di perlukan tenaga terampil yang terdidik dan mempunyai rasa tanggung jawab penuh pada pekerjaannya, kelengkapan bahan dan alat yang di butuhkan seringkali sangat terbatas, menyimpan cara ini khususnya dengan kebun pembibitan tidak dapat menjamin penyimpan jangka panjang. Dipihak lain keuntungan yang dapat di harapkan tidak sedikit. Dengan menggunakan cara ini kita dapat lebih memantau penyelamatan koleksi, baik secara budidaya maupun masalah vandalisme. Selain itu dapat ditambah koleksi setiap saat bila mana memungkinkan, baik yang sudah teridentifikasi maupun yang masih sedang dalam taraf eksplorisasi. Sering para peneliti mengalami kesukaran bila di minta usulan penelitian yang berkaitan dengan penggunaan varietas-varietas lanras untuk tanaman tertentu.
Secara umum sitem pelestarian plasma nutfah secara ex-situ belum memadai. Sampai saat sekarang sistem nasional pelestarian ex-situ yang ada dapat digambarkan sebagai berikut:
Kebun raya Indonesia, bertanggung jawab pada jenis botani, jadi diutamakan penempatan kelengkapan koleksi tanaman pribumi yang ada di Indonesia. Karena keterbatasan lahan atau areal kebun maka masih diperlukan adanya tambahan terhadapkoleksi botani yang ada dalam kebun raya itu yang dapat ditanam diberbagai tipe tapak pelestairian lainnya. Keanekaragaman plasma nutfah tidak menjadi mandat kebun raya sebab koleksi lebih di tunjukkan kepada keragaman jenis botani.
Kebun plasma nutfah, seperti pada PUSPITEK menekankan pada tumbuhan yang berpotensi ekonomi. Oleh karena itu ditanam populasi jenis untuk menangkap keaneka ragaman plasma nutfah. Arboretum merupakan koleksi botani yang khusus hanya di isi dengan koleksi jenis pepohonan. Karena sifatnya dapat pula keanekaragaman pohon diwakili didalamnnya, sehingga arboretum dapat berfungsi sebagi kebun pohon-pohon hutan.
1.      Taman hutan raya, adalah arboretum yang di beri fungsi tambahan sebagai tempat rekreasi. Memiliki sifatnya itu tempat ini paling  tepat  dikelola pihak departemen kehutanan.
2.      Kebun raja (bukan kebun raya) adalah penerus budaya bangsa dalam membina paru-paru kota yang diisi dengan  beraneka tumbuhan setempat.Karena itu kebun raja sangat cocok untuk ditangani oleh provinsi untuk memungkinkan pemerintah daerah setempat dapat memanfaatkan plasma nutfah daerahnya untuk mberbagai macam keperluan.
3.      Kebun kampus seyogyanya sebagai suatu kebun koleksi untuk keperluan pendidikan serta laboratorium lapangan guna pendidikan perplasmanutfahan.
4.       Kebun koleksi  adalah kebun yang ditangani lembaga-lembaga penelitian yang umumnya berisi koleksi plasma nutfah jenis unggul masa lalu serta perangkat plasma nutfah lainnya yang langsung dapat dimanfaatkan dalam perakitan jenis unggul baru.
5.      Kebun binatang  mencoba meliputi semua macam dan tipe kebun tumbuhan diatas hanya membatasi diri pada binatang  liar dan hewan peliharaan. Disamping itu bukannya tidak mungkin menggabungkan kebun binatang dengan kebun raja, karena pada mula sejarahnya keduanya menyatu.
Usaha pelestarian dilakukan dengan konservasi secara ex-situ yaitu penanaman di tempat koleksi baru/di luar habitat alaminya. Contoh tanaman yang dikumpulkan dari eksplorasi berupa biji, umbi, setek dan organ tanaman lainnya. Materi berupa organ tanaman disterilisasi menggunakan Rootone-F, selanjutnya ditanam di pot-pot pemeliharaan di rumah kaca dan kebun pemeliharaan (visitor plot). Pemeliharaan tanaman dilaksanakan dengan penyiraman, pemupukan baik pupuk Gandasil maupun pupuk NPK, pengendalian hama dan penyakit, dan pemangkasan .
Menurut Suharto. (2004), sampai dengan saat ini belum ada suatu kebijakan yang berskala nasional, terintegrasi dan komprehensif tentang pengelolaan plasma nutfah. Pengelolaan plasma nutfah terkotak-kotak sesuai dengan lembaga pengelolaanya. Sehingga kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi pada lembaga pengelola yang satu tidak berdampak pada lembaga lainnya. Selain permasalahan diatas, dalam kebijakan yang adapun hanya tertuang dalam beberapa pasal dalam Undang Undang dan Peraturan-Peraturan pelaksanaan, yang merupakan kebijakan yang bersifat parsial dan (mungkin) kontemporer.dan itu pun tidak secara inflisitmenegaskan makna akan plasma nutfah. Bila dikaji kebijakan-kebijakan yang di keluarkan terakait lembaga pegelola sumber daya alam hayati maka di sangat kurang tegas dinyatakan akan upaya-upaya pengelolaan sumberdaya genetik (plasma nutfah)-nya. 
Sektor pertanian yang lebih dahulu maju dalam pengembangan rekayasa genetika, dapat dikatakan mulai memperhatikan unsur plasma nutfah tersebut dalam kebijakannya itupun sifatnya sangat persial dan mungkin temporal. Pengelolaan smberdaya alam hayati lebih di fokuskan pada pemanfaatan keanekaragam jenis dan hanya pada jenis-jenis yang memiliki nilai-nilai komersial. Kurangnya perhatian pengembangan jenis-jenis komesial dan jenis lainnya tersebut, tentu disebabkan tidak adanya keberpihakan kebijakan yang dikeluarkan kearah pengembangan genetic.
Para ahli pertanian dan ahli konservasi biologi harus berterimakasih kepada para petani tradisional yang mempunyai peranan penting dalam mengelola dan menjaga keanekaragaman sumber plasma nutfah. Keanekaragama sumber plasma nutfah sangat penting dalam upaya memperbaiki  jenis-jenis tanaman budidaya.
Dalam upaya menjaga kelestarian jenis-jenis tanaman local yang memiliki keunggulan tertentu diperlukan upaya konservasi ex-situ yang diperlukan para pemulia sebagai bahan sumber genetik dalam upaya menemukan jenis yang mempunyai keunggulan. Walaupun demikian para ilmuwan ahli genetika dan ahli pemulia masih tetap memerlukan usaha in-situ jenis dan kultivar-kultivar lokal sebagai sumber genetic dalam rekayasa genetika untuk memeperbaiki jenis tanaman budidaya.
Dalam rangka konservasi in-situ keanekaragaman jenis tanaman budidaya, masyarakat lokal memiliki peran sangat penting terutama dalam mengembangkan dan mengelola keanekaragaman plasma nutfah jenis-jenis tanaman budidaya tersebut. Walaupun strategi konservasi ex-situ mendominasi upaya kenservasi sumber ddaya genetik, tetapi pada decade terakhir banyak ilmuwan pertanian khususnya para pemulia tanaman telah menggunakan pula strategi konservasi in-situ kultivar-kultivar lokal atau jenis lokal yang memiliki keunggulan spesifik sebagai sumber genetic pemuliaan tanaman dimasa depan.





BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Aplikasi bioteknologi dalam industri pertanian memungkinkan pemanfaatan gen-gen dari plasma nutfah yang sebelumnya tidak dapat dimanfaatkan melalui pemuliaan tanaman secara konvensional. Gen-gen dari tanaman yang tidak dapat di pindah silangkan telah disisipkan pada tanaman budi daya dan menjadi sumber ketahanan untuk berbagai hama dan penyakit serta cekaman lingkungan seperti kekeringan dan salinitas.
Plasma nutfah seharusnya dikaji lebih dan dikoleksi dalam rangka meningkatkan produksi pertanian seperti tanaman padi dan penyediaan pangan. Hal ini dilakukan karena plasma nutfah merupakan sumber gen yang berguna bagi perbaikan tanaman seperti gen untuk ketahanan terhadap penyakit, serangga, gulma, dan juga gen untuk ketahanan terhadap cekaman lingkungan abiotik yang kurang menguntungkan seperti kekeringan. Selain dari itu plasma nutfah juga merupakan sumber gen yang dapat dimanfaatkan untuk peningkatan kualitas hasil tanaman seperti kandungan nutrisi yang lebih baik.
B.     Saran
Demikianlah makalah yang kami buat, kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini, untuk itu kritik dan saran yang konstruktif senangtiasa kami nantikan dari teman-teman demi kesempurnaan makalah ini kedepanya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pemakalah kelompok lain  khususnya dan pembaca pada umumnya.















DAFTAR PUSTAKA

Bioteknologi Untuk Pelestarian Plasma Nutfah. ANEKAPLANTASIA.htm
Ronny Yuniar Galingging. 2006. Jurnal Pengkajian Dan Pengembangan Teknologi Pertanian Vol. 10, No. 1
Sastrapradja, Didin S., S.Adisoemarto, K. Kartawinata,Setijadi Sastrapradja & Mien A.Rifai.(1989).Keanekaragaman Hayati untuk Kelangsungan  Hiduup Bangsa.Bogor:Pusat Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi-LIPI            





[1] Sastrapradja, Didin S., S.Adisoemarto, K. Kartawinata,Setijadi Sastrapradja & Mien A.Rifai.(1989).Keanekaragaman Hayati untuk Kelangsungan  Hiduup Bangsa.Bogor:Pusat Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi-LIPI           
[2] Bioteknologi Untuk Pelestarian Plasma Nutfah. ANEKAPLANTASIA.htm
Ronny Yuniar Galingging. 2006. Jurnal Pengkajian Dan Pengembangan Teknologi Pertanian Vol. 10, No. 1

No comments:

Post a Comment