MAKALAH PERISTIWA HAJI WADA’ PERISTIWA WAFAT NABI DAN PERISTIWA PEMILIHAN KHALIFAH
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LatarBelakang
Mengetahui
tantang wafat Rasulullah saw merupakan salah satu cara mengenali karakter dan
pribadi Rasulullah saw. Sebagai muslim yang sejati sudah seyogyanya mengenali
nabinya, karena beliau adalah uswatunhasana yang bisa di jadikan contoh
dalam berprilaku dan bersikap dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan wafatnya
nabi, berakhirnya situasi yang sangat unik dalam sejarah islam, yakni hadirnya
seorang pemimpin. Sementara itu, beliau tidak meninggalkan wasiat atau pesan
tentang siapa diantara sahabat yang harus menggantikan beliau sebagai pemimpin.
Dalam al-Quran maupun Hadist nabi tidak terdapat petunjuk tentang bagaimana
cara menentukan pemimpin umat atau kepala negara sepeninggal beliau nanti.
B. RumusanMasalah
1. Apa Pengertian Dari Haji Wadah ?
2. Apa Penyebab Rasululla Meninggal ?
3. Proses Pemilihan Khalifah Pengganti Nabi
Muhammad SAW ?
C.
Tujuan
1.
Untuk
Mengetahui Apa Haji Wada’
2.
Untuk
Mengetahui Apa Penyebab Meinggalnya Rasulullah
3.
Untuk
Mengetahui Proses Pemilihan Khlifah pengganti Nabi Muhammad S
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Haji Wada’
Haji wada’ atau haji perpisahan adalah ibadah haji
terakhir yang dilakukan oleh Rasulullah sebelum beliau wafat. Pada bulan
zulhijjah tahun 10 H, Rasulullah bersama sekitar 100.000 umat islam berkumpul
di padang Arafah untuk melaksanakan ibadah haji. Kemudian di sebut haji wada’
atau haji perpisahan Karena haji tersebut adalah haji terakhir yang di kerjakan
oleh Rasulullah SAW. Pada haji wada’ ini, Rasulullah menyembelih seekor unta
sebagai korban yang di bagikan kepada umat islam.
Nabi Muhammad memberitahukan kepada para sahabat dan
utusan yang menemuinya, bahwa haji yang akan beliau laksanakan pada tahun itu
tampaknya haji terakhir. Karena itu kaum muslimin berlomba-lomba untuk
menghadiri haji p, yaitu Haji Wada' lebih kurang pada tanggal 18 Dzulhijjah,
tahun 10 Hijriyah (kurang lebih 15 Maret 632 Masehi). Ada yang menyatakan
terkumpul sekitar 90.000 orang, ada juga 140.000, ada pula 120.000, bahkan ada
yang menyatakan lebih dari itu.
1. Peristiwa
Haji Wada’ Rasulullah
Selama sembilan
tahun tinggal di Madinah, Nabi belum melaksanakan haji. Kemudian pada tahun
kesepuluh beliau melaksanakan haji. Rasulullah melaksanakan ibadah hajinya
seraya mengajarkan manasik dan sunnah-sunnah haji kepada orang-orang yang
menunaikan ibadah haji bersamanya.
Pada hari
Arafah, Rasulullah menyampaikan khutbah umum di tengah-tengah kaum
Muslimin yang sedang berkumpul di tempat wuquf. Berikut ini adalah teks khutbah
beliau.
“Wahai
manusia, dengarkanlah apa yang hendak kukatakan. Mungkin sehabis tahun
ini, aku tidak akan bertemu lagi dengan kalian di tempat ini untuk
selama-lamanya.
Hai manusia,
sesungguhnya darah dan harta benda kalian adalah suci bagi kalian (yang tidak
boleh dinodai oleh siapapun juga) seperti hari dan bulan suci sekarang ini, di
negeri kalian ini. Ketahuilah, sesungguhnya segala bentuk perilaku dan tindakan
jahiliyah tidak boleh berlaku lagi. Tindakan menuntut balas atas kematian
seseorang sebagaimana yang berlaku di masa jailiyah itu pertama kali kunyatakan
tidak berlaku ialah tindakan pembalasan atas kematian Ibnu Rabi’ bin Harits.
Riba jahiliyah
tidak berlaku, dan riba yang pertama kunyatakan tidak berlaku adalah riba Abbas
bin Abdul Muthalib. Sesungguhnya segala macam riba sudah tidak boleh berlaku
lagi.
Sesungguhnya
jaman berputar seperti kendaraan-Nya pada waktu Allah menciptakan langit dan
bumi. Satu tahun adalah dua belas bulan. Empat bulan di antaranya adalah bulan-bulan
suci. Tiga bulan berturut-turut, Dzul Qa’dah, Dzul Hijjah, dan Muharram. Bulan
Rajab adalah antara bulan Jumadil Akhir dan bulan Sya’ban.
Wahai manusia,
dengarkanlah perkataanku dan perhatikanlah! Kalian tahu bahwa setiap orang
Muslim adalah saudara bagi orang-orang Muslim yang lain, dan semua kaum
Muslimin adalah saudara. Seseorang tidak dibenarkan mengambil sesuatu dari
saudaranya kecuali yang telah diberikan kepadanya dengan senang hati.
Kemudian beliau
menjama’ takbir shalat maghrib dan isya’ di Muzdalifah, kemudian sebelum terbit
matahari beliau berangkat ke Mina, lalu melemparkan Jumratul Aqabah dengan
tujuh batu kecil seraya bertakbir di setiap lemparan. Setelah itu beliau pergi
ke tempat penyembelihan, lalu menyembelih 63 hewan sembelihan (budnah).
Kemudian beliau menyerahkan kepada Ali untuk menyembelih sisanya sampai genap
100 sembelihan. Setelah itu beliau berangkat ke Ka’bah (ifadhah) lalu shalat
Dhuhur di Mekkah, dan pergi mendatangi Banu Abdul Muthalib yang sedang
mengambil air Zamzam lalu bersambda, “Timbalah wahai Banu Abdul Muthaib, kalau
tidak karena orang-orang tersebut bersama kalian, niscaya aku akan menimba
bersama kalian.” Kemudian mereka memberikan setimba air kepadanya dan
minum darinya Akhirnya Nabi berangkat kembali ke Madinah.
Inti khotbah, pesan dan hikmah yang
dapat di ambil dari peristiwa HAJI WADA’ ,yaitu:
Ø Kaum Muslimin harus
mejnaga harta, jiwa dan kehormatan sesama Muslim, tidak boleh
berbuat dzalim kepada sesama muslim.
Ø Riba adalah haram.
Ada 4 bulan
yang dimuliakan Allah: Dzul Qa’dah, Dzul Hijjah, Muharram, dan Rajab. Pada
bulan tersebut kaum Muslimin tidak diperbolehkan berperang.
Hikmah dan pesan utama , dalam
khutbahnya Rasulullah menyampaikan juga yang tak kalah pentingnya, di
antaranya:
Menetapkan Mekkah dan Madinah sebagai
Tanah Suci. Menurut beliau, dengan sucinya tempat ini, maka orang-orang yang
berada di wilayah ini harus senantiasa dalam keadaan suci dari segala
perbuatan.
Hari raya Idul
Adha atau sering juga disebut dengan Hari Raya Haji memiliki banyak makna bagi
Ummat Islam. Peristiwa-peristiwa ‘mensejarah’ sangat banyak terjadi di bulan
Dzulhijjah ini. Peristiwa-peristiwa yang tentunya dapat diambil pelajaran
darinya bagi Ummat Islam yang berusaha ‘bangkit’ mencontoh kejayaan yang telah
diraih oleh Nabi Shalallahu ‘alaihi wa salam dan para sahabatnya.
Salah satu
peristiwa yang sangat bermakna ialah peristiwa Haji Wada’ tepatnya Khutah pada
Haji Wada’ nya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam. Pada haji wada’ inilah
turun ayat terakhir dari
Al-Quran yakni
al-Maidah ayat 2 .
Salah satu yang
menjadi pokok perhatian penulis ialah pentingnya Dakwah dalam kesempurnaan Din
al-Islam. Ini tergambar dari kalimat ucapan Nabi yang kira-kira artinya
“Hendaklah yang hadir (yang mendengarkan wasiatku ini) meneruskan kepada siapa
saja yang tidak hadir.”
Memang, Dakwah
adalah salah satu pilar dalam kesempurnaan ajaran Islam. Islam berkembang
karena Dakwah. Ajaran Islam menyebar ke seluruh penjuru dunia ialah sebab
pertolongan Allah melalui usaha Dakwah yang dilakukan para da’i/ah
B. WAFATNYA
RASULULLAH
1. Detik-detik perpisahan
Pada
bulan Ramadhan tahun 10 Hijriah, Rasulullah beri’tikaf dua puluh hari, di mana
pada (tahun-tahun) sebelumnya beliau tidak pernah beri’tikaf kecuali sepuluh
hari saja, dan malaikat Jibril bertadarrus Al-Quran dengan beliau sebanyak 2
kali.
Dan
telah diturunkan kepada beliau di pertengahan hari tasyriq surah An-Nashr,
sehingga beliau mengetahui bahwa hal itu adalah perpisahan, dan merupakan
isyarat akan (dekatnya) kepergian beliau untuk selama-lamanya.
Di awal bulan
Saraf 11 Hijriah, beliau pergi menuju Uhud, keemudian melakukan shalat untuk
para syuhada’, sebagai (ungkapan) perpisahan bagi orang-orang yang masih hidup
dan yang telah mati. Kemudian beranjak menuju mimbar, dan
bersabda,“Sesungguhnya aku akan mendahului kalian dan menjadi saksi atas
kalian. Demi Allah, sesungguhnya aku sekarang benar-benar melihat telagaku, dan
telah di berikan kepadaku kunci-kunci perbendaharaan bumi atau kuci-kunci bumi,
dan demi Allah, sesungguhnya aku tidak mengkhawatirkan kalian akan melakukan
kesyirikan sepeninggalanku nanti, akan tetapi akan aku khawatirkan terhadap
kalian adalah kalian berlomba-lomba di dalam merebut kekayaan dunia.
Pada
pertengahan suatu malam, Rasulullah keluar menuju (kuburan) Baqi’ untuk
memohonkan amponan bagi mereka
2. Permulaan
sakit
Pada tanggal 28
atau 29 bulan Safar tahun 11 Hijriyah (hari senin) Rasulullah
menghadiri penguburan jenazah seorang sahabat di Baqi. Ketika kembali, di
tengah perjalanan beliau merasakan pusing di kepalanya dan panas mulai merampat
pada sekujur tubuhnya sampai-sampai mereka (para sahabat) dapat merasakan
pengaruh panasnya pada sorban yang beliau pakai.
Nabi shalat bersama para sahabat dalam
keadan sakit selama sebelas hari, sedangkan jumlah saklit beliau adalah
13 atau 14 hari.
3. Minggu terakhir
Penyakit
Rasulullah semakin berat, sehingga beliau bertanya-tanya kepada Istri-strinya,
‘’Di mana (giliran) ku besok? Di mana (giliran) ku besok? Mereka pun memahami
maksudnya, sehingga beliau dizinkan untuk berada pada tempat yang beliau
kehendaki. Kemudian beliau pergi ke tempat Aisyah, beliau berjalan dengan
diapit oleh al-Fadhl bin al-Abbas dan Ali bin Abi Thalib sedangkan kepalanya di
ikat dengan kain, dan beliau melangkahkan kedua kakinya hingga memasuki bilik
Aisyah. Beliau menghabiskan minggu terakhir dari detik-detik kehidupannya di
sisi Aisyah.
Aisyah membaca Mu’awwidzat
(al-ikhlas, al-Falaq dan an-Nas) dan doabyang di hafal dari rasulullah,
kemudian meniupkannya pada tubuh Rasulullah dan mengusapkan tangannya dengan
mengharap keberkahan dari hal tersebut.
4. Lima hari
sebelum wafat
Hari Rabu, lima
hari sebelum wafat, demam menyerang seluruh tubuhnya, hingga sakitnya pun
semakin parah dan beliau pingsan karenanya. Ketika sadar beliau berkata,
“Siramkanlah kepadaku tujuh gayung air yang beraal dari sumur yang
berbeda-beda, sehingga aku bias keluar menemui para sahabat untuk menyampaikan
amanat kepada mereka.”. Meraka mendudukkan beliau di sebuah bejana kemudian
menyiramkan kepadanya air tersebut, hingga beliau berkata, “Cukup, cukup!”.
Pada saat itu
beliau membaik, kemudian masuk kedalam masjid dalam keadaan kepala diikat
dengan sorban berwarna hitam, lalu duduk di atas mimbar. Beliau berkhutbah di
hadapan para sahabatnya yang berkumpul di sekelilingnya.
Setelah itu
beliau turun (dari mimbar) untuk melaksanakan shalat Zhuhur, kemudian duduk di
atas mimbar dan mengulangi perkataannya yang pertama tentang permasalahan
(antar sesama) dan yang lainnya.
5. Empat hari
sebelum wafat
pada hari itu
Rasulullah mewasiatkan tiga perkara: yaitu berwasiat untuk mengeluarkan
orang-orang Yahudi, Nasrani dan orang-orang musyrik dari jazirah Arab, dan
berwasiat untuk memberikan penghargaan kepada para utusan (delegasi)
sebagaimana yang telah beliau berikan kepada mereka sebelumnya. Sedangkan
wasiat yang ketiga, periwayat hadis ini lupa, barangkali wasiat tersebut adalah
wasiat untuk perpegang teguh pada al-Qur’an dan as-Sunnah,atau prngiriman
tentara Usamah, atau wasiatnya dalam sabda beliau, “ jagalah shalat dan
budak-budak kalian.”
6. Dua atau
sehari sebelum wafat
Pada hari sabtu
atau hari Ahad Nabi, merasakan penyakit pada dirinyua berkurang, beliau keluar
dengan dipapah dua orang untuk menunaikan shalat Zhuhur, sedangkan Abu Bakar
tengah melakuykan shalat bersama para sahabat (sebagai imam), ketika Abu Bakar
melihatnya ia bergerak mundur. Rasulullah member isyarat dengan kepalanya agar
dia tidak mundur.7. Sehari sebelum wafat
Hari
Ahad, sehari sebelum nabi wafat, beliau memerdekakan budak-budaknya, dan
bersedekah dengan enam atau tujuh dinar yang dimilikinya serta memberikan
senjata-senjatanya kepada kaum Muslimin. Di malam harinya Aisyah membawa
lampunya kepada seseorang tetengga perempuan. Aisyah berhata (kepada perempuan
tersebut), “Berikanlah kepada kami sedikit dari minyak yang kamu miliki pada
lamnpu kami ini.
7. Hari terakhir
Anas bian Malik
meriwayakan bahwa pada saat kaun Muslimin shalat subuh pada hari senin dan Abu
bakar menjadi imam mereka, Rasulullah secara tiba-tiba mengagetkan mereka
dengan membuka tirai kamar Aisyah untuk melihat mereka, sedangkan mereka berada
pada barisan shalat.
Ketika beranjak waktu dhuha, Nabi
memanggi Fatimah, kemudian membisikan sesuatu kepadanya, dan ia pun menangis.
Kemudian memanggilnya lagi dan membisikkan sesuatu yang lainnya, ia pun
tertawa. Aisyah berkata, Kami menanyakan (kepadanya) tentang hal itu, yakni
pada hari-hari berikutnya, dan Fatimah menjawab, “ Nabi membisikan kepadaku
bahwa beliau akan meninggal pada sakit yang beliau derita saat ini, sehingga
aku menangis, dan membisikan kepadaku bahwa aku yang pertama kali dari
keluarganya yang mengikutinya (meninggal) sehingga aku tertawa.
Nabi memberikan
kabar gembira kepada Fatimah bahwa ia adalah penghulu para wanita di dunia.Nabi
memanggil al-Hasan dan al-Husain, kemudian mencium keduanya dan berwasiat untuk
selalu berbuat baik. Selanjutnya beliau memanggil istri-istrinya kemudian
menasihati mereka dan mengingatkan mereka.
Penyakit
Rasulullah semakin parah dan bertambah berat, dan muncul (pada tubuhnya)
pengaruh racun yang pernah dimakannya pada saat perang Khaibar.
8. Detik-detik kematian
Detik-detik
kematian telah tiba, Aisyah menyandarkan tubuh beliau kepadanya, ia berkata,
“Termasuk di antara nikmat Allah yang diberikan kepadaku, adalah bahwa
Rasulillah wafat di rumahku, di antara paru-paruku dan tenggorokanku, Allah
mengumpulkan antara ludahku dan ludahnya pada saat kematiannya. Abdurrahman bin
Abu Bakar masuk, di tangannya ada sepotong siwak, sedangkan Rasulullah
bersandar pada tubuhku, aku melihat Rasulullah memandang siwak tersebut dan aku
tahu bahwa ia menyukai siwak, aku berkata kepadanya, “Maukah aku ambilkan
6
untukmu?” Beliau menganggukan kepalanya
bertanda mengiyakan, kemudian aku berikan siwak tersebut kepadanya, akan tetapi
siwak tersebut sangat keras baginya, sehingga aku bertanya kepadanya, “maukah
aku lunakkan untukmu?” beliau mengisyaratkan dengan kepalanya bertabda
mengiyakan, maka akupun melunakannya, kemudian Rasulullah menggosokkannya pada
giginya. Di dalam sebuah riwayat lainnya disebutkan, bahwa beliau bersiwak
dengan sebaik-baiknya sebagaimana kita lakukan. Di depan beliau ada sebuah
bejana berisi air, lalu beliau memasukkan kedua tangannya ke dalam air tersebut
kemudian mengusapkannya ke wajahnya kemudian berkata, “la ilaha illallah,
sesungguhnya kematian itu mengalami sekarat.”
Tak berapa lama
selesai bersiwak, Rasulullah mengangkat tangan atau jarinya dan menatapkan
pandangannya keatap, kedua bibirnya bergerak,dan Aisyah mendengarkannya.
Kejadian ini
berlangsung pada saat waktu Dhuha sedang panas-panasnya,yaitu pada hari Senin
12 Rabi’ul Awwal tahub 11 Hijriyah, umur beliau saat itu telah mencapai 63
tahub lebih empat hari.
9. Puncak kesedihan para nabi
Tersebarlah
berita yang menyedihkan itu, langit dan penjuru kota Madhina pun menjadi
kelabu. Anas berkata, “ aku tidak mendapatkan hari yang lebih indah dan lebih
bercahaya dari pada hari di kala Rasulullah memasuki kota Madinah, dan aku
tidak pernah menemukan hari yang lebih buruh dan lebih gelap dari pada hari
ketika Rasulullah wafat.
10. Sikap Umar
Umar bin
al-Khaththab berdiri dan berkata, ‘’Sesungguhnya beberapa orang dari kaum
munafik beranggapan bahwa Rasulullah telah wafat! Sesungguhnya Rasulullah itu
tidak mati, akan tetapi pergi menemui Tuhannya sebagaimana nabi Musa bin Imran
pergi kepadanya, ia pergi meninggalkan kaumnya selama 40 hari, kemudian dia kembali
lagi kepada mereka setelah sebelumnya di kabarkan telah mati. Demi Allah,
Rasulullah benar-benar akan kembali, sungguh dia akan memotong tangan dan kaki
mereka yang menganggap bahwa beliau telah mati.
11. Sikap Abu Bakar
Abu bakar
dating dengan menunggang kuda dari tempat tinggalnya di kampong Sunh, kemudian
ia turun dan masuk ke dalam masjid, ia tidak berbicara kepada mereka yang
hadir, hingga masuk ke bilih Aisyah dan menuju ketempat Rasulullah yang sedang
di tutupi dengan kain lebar. Abu Bakar membuka wajahnya, kemudian menundukkan
kepala kepadanya, lalu mwncumnya dan menangis.
12. Mempersiapkan dan melepas jasad
rasulullah yang mulia ke dalam tanah
Telah terjadi
perselisihan dalam masalah kekhalifahan, sebelum mereka mengurus jasad
Rasulullah, sehingga berlangsung diskusi, debat, dialog bantah-bantahan antara
kaun Muhajirin dan kaum Anshar di Saqifah kebun bani Sa’idah, dan akhirnya
mereka sepakat untuk mengangkat Abu Bakar sebagai Khalifah. Dan hal ini
berelangsung sepanjang hari Senin hingga masuk waktu malam, kemudian mereka
sibuk mengurus jenazah Rasulullah, hingga akhir malam (malam selasa)
Mendekati shubu jasad beliau yang diberkahi masih berada
di kasur tertutup kain, dan pintunya di tutup bagi orang lain kecuali
keluarganya.Pada hari selasa mereka memandikan beliau tanpa melepas pakaiannya,
orang-orang yang memandikannya adalah al-Abbas, Ali, al-Fadhl bin al-Abbas,
Qutsm bin al-Abbas, Syaqran budak Rasulullah, Usamah bin Zaid dan Aus bin
Khauli. Al-Abbas, al-Fadhl dan Qutsm yang membalik jasad beliau, sedangkan
Usman dan Syawran yang menyiramkan airnya, sedang Ali yang membasuhnya dan Aus
yang menyandarkannya ke dadanya
Beliau dibasuh
dengan air dan bidara tiga kali basuhan, dan dimandikan dengan air dari sebuah
sumur yang bernama al-Ghars milik Sa’ad Haitsamah di Quba’ yang mana Rasulullah
pernah meminum air dari sumur tersebut.
Kemudian mereka
mengafaninya dengan tiga helai kain tenunan Yaman. Kain itu berwarna putih,
terbuat dari katun, tanpa baju dan surban. Mereka mengenakan pakaian tersebut
padanya satu persatu secara berlapis.
Mereka
berselisih tentang tempat pemakamannya, Abu Bakar berkata, “Sesungguhnya aku
telah mendengar Rasulullah bersabda, ‘Tidaklah seorang Nabi wafat kecuali
di kubur di tempai ia wafat.’ Maka Abu Thalhah mengangkat kasur yang dipakai
Rasulullah pada saat meninggal, dan membentul liang lahad.
Orang-orang
memasuki kamar secara bergantian sepuluh sepuluh. Mereka menshalatkan
Rasulullah secara sendiri-sendiri tanpa ada seorang pun yang mengimami mereka.
Pertama kali yang menshalatkan adalah keluarganya, kemudian orang-orang
Muhajirin, setelah itu orang-orang Anshar. Para wanita menshalatkannya setelah
kaum pria, setelah itu anak-anak kecil, atau anak-anak kecil dahulu
kemudian para wanita
Hal itu berlangsung pada hari Selasa
dan terus berlalu hingga tiba malam Rabu, Aisyah berkata, “Kami tidak mengetahui
berlangsungnya pemakaman Rasulullah kecuali setelah kami mendengar suara
cangkul di tengah malam.” Di dalam sebuah riwayat disebutkan, “pada akhir malam
Rabu.”
C. Proses Pemilihan Khalifah Pengganti Nabi Muhammad SAW
Sistem politik
untuk memilih pemimpin/khalifah, dimulai setelah Nabi Muhammad SAW wafat. Ummat
sempat bingung untuk menentukan siapa pengganti Rasul untuk memimpin ummat
Islam. Orang-orang Anshar (penduduk asli Madinah) sudah pasti akan memilih
Sa’ad bin Ubadah sebagai pemimpin dari kelompok Anshar di Saqifah (aula
pertemuan) dan mempersilahkan orang-orang Muhajirin (orang-orang Mekkah yang
berhijrah ke Madinah) agar memilih pemimpinnya sendiri.
Dari sini sudah
cukup jelas bahwa Rasulullah tidak mengatur secara jelas mekanisme pemilihan
khalifah/pengganti Rasul secara baku/tetap. Kalau sudah baku sudah pasti tidak
ada saling sengketa dan perbedaan pendapat di antara mereka.
Yang bisa
menyelesaikan perbedaan pendapat yang berpotensi menimbulkan perpecahan di
Saqifah justru argumen yang sangat mantap yang disampaikan oleh Umar bin
Khaththab ra. Umar mengusulkan agar masyarakat secara aklamasi mengangkat
Abubakar Shiddiq ra sebagai khalifah pengganti Rasul karena berbagai
pertimbangan diantaranya:
1.Beliau orang dewasa pria pertama yang
masuk Islam
2. Beliau pula yang oleh Rasul
digelari Ash-Shiddiq
3. Beliau adalah satu-satunya
shahabat yang diajak berhijrah bersama-sama Rasul dan
4. Beliau satu-satunya yang
diijinkan/disuruh oleh Rasul untuk mengimami sholat berjamaah ketika Rasul
sakit dan tidak bisa menghadiri /mengimami sholat berjamaah di Masjid Nabawi.
Mengingat
kuatnya hujjah Umar tersebut, maka masyarakat baik dari Anshor maupun Muhajirin
mengerti dan menerima sepenuhnya bahwa memang tidak ada yang lebih layak
menggantikan Rasulullah selain Shahabat Abubakar Shiddiq.
Setelah
Khalifah Abubakar wafat, kepemimpinan diganti oleh Umar bin Khaththab
berdasarkan surat wasiat Khalifah Abubakar, karena tidak ada shahabat yang
lebih mulia dan mengungguli Umar bin Khaththab ra dalam berbagai aspek dan
seginya, sehingga tidak ada keberatan apa pun terhadap pengangkatan Umar walau
berdasar penunjukan.
Sebelum Amirul
Mukminin Umar meninggal , beliau masih sempat menunjuk dewan formatur yang
terdiri dari enam Shahabat senior untuk memutuskan siapa bakal pengganti beliau
yaitu : Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Abdurrahman bin Auf, Zubair bin Awwam, Thalhah bin Zubair dan Saad bin Abi Waqas.
Empat orang
diantaranya menyatakan tidak bersedia untuk menjadi Khalifah/Amirul Mukminin,
hanya Usman dan Ali yang bersedia dipilih untuk menjadi pengganti Umar.
Mengingat ada
dua kandidat calon yang setara ilmu dan jasanya, setara pula dukungannya, maka
anggota formatur yang dipimpin oleh Abdurrahman bin Auf pun masih minta masukan
secara langsung ke masyarakat untuk turut memilih satu di antara dua calon yang
ada.
Abdurrahman bin
Auf masih berkeliling ke masyarakat untuk dimintai tanggapannya, baik ke para
shahabat senior atau yunior, laki-laki atau perempuan dsb. maka Usman sepakat
dipilih sebagai khalifah ketiga. Dari sini jelas, mekanisme mengatur pemimpin
menjadi hak masyarakat, bukan penunjukan dari wahyu. Ada proses seleksi,
pemilihan, adu argumen, dukung-mendukung dan partisipasi masyarakat yang lebih
luas, walau dalam bentuk yang belum baku seperti dalam sistem demokrasi modern.
Begitu hebatnya
pemelihan pemimpin pada masa tersebut, sampai-sampai seorang orientalis, Thomas
Arnold, pun mengakui, kenyataan tersebut dangan mengatakan bahwa,
”sungguh telah terpilih, tanpa
diragukan, khalifah yang empat, Abu Bakar, Umar, Ustman dan Ali, tanpa ada
unsur pewarisan (kekuasaan) dan juga jauh dari unsur hubungan kerabat dan
keluarga”(Abd Syafi` Muh. Abd. Latif :2008)
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Nabi Muhammad
memberitahukan kepada para sahabat dan utusan yang menemuinya, bahwa haji yang
akan beliau laksanakan pada tahun itu tampaknya haji terakhir. Karena itu kaum
muslimin berlomba-lomba untuk menghadiri haji p, yaitu Haji Wada' lebih kurang
pada tanggal 18 Dzulhijjah, tahun 10 Hijriyah (kurang lebih 15 Maret 632
Masehi). Ada yang menyatakan terkumpul sekitar 90.000 orang, ada juga 140.000,
ada pula 120.000, bahkan ada yang menyatakan lebih dari itu.
1.
Penunjukan secara langsung karena si calon pemimpin sangat memenuhi krtiteria
menjadi pemimpin.
2.
Penunjukan melalui surat wasiat, karena sangat yakin dengan kualitaspemimpin
yang akan menggantikannya.
3.
Membentuk anggota formatur yang alim untuk memilih salah seorang dari dua calon
pemimpin yang memiliki kualitas yang sama. Kemudian meminta masukan dari
masyarakat, siapa yang terbaik di antara keduanya
DAFTAR
PUSTAKA
Syaikh
Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri, “Sirah Nabawiyah Perjalanan Hidup Rasul Yang
Agung, Muhammad SAW”, (Jakarta: DARUL HAQ, 2001) hal
697,698,699,700,701,702,703,704
No comments:
Post a Comment