1

loading...

Tuesday, October 30, 2018

MAKALAH PERISTIWA HAJI WADA’ PERISTIWA WAFAT NABI DAN PERISTIWA PEMILIHAN KHALIFAH

MAKALAH PERISTIWA HAJI WADA’ PERISTIWA WAFAT NABI DAN PERISTIWA PEMILIHAN KHALIFAH
BAB I
PENDAHULUAN
A.    LatarBelakang
Mengetahui tantang wafat Rasulullah saw merupakan salah satu cara mengenali karakter dan pribadi Rasulullah saw. Sebagai muslim yang sejati sudah seyogyanya mengenali nabinya, karena beliau adalah uswatunhasana yang bisa di jadikan contoh dalam berprilaku dan bersikap dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan wafatnya nabi, berakhirnya situasi yang sangat unik dalam sejarah islam, yakni hadirnya seorang pemimpin. Sementara itu, beliau tidak meninggalkan wasiat atau pesan tentang siapa diantara sahabat yang harus menggantikan beliau sebagai pemimpin. Dalam al-Quran maupun Hadist nabi tidak terdapat petunjuk tentang bagaimana cara menentukan pemimpin umat atau kepala negara sepeninggal beliau nanti.

B.     RumusanMasalah
1.   Apa Pengertian Dari Haji Wadah ?
2.   Apa Penyebab Rasululla Meninggal ?
3.   Proses Pemilihan Khalifah Pengganti Nabi Muhammad SAW ?

C.    Tujuan
1.      Untuk Mengetahui Apa Haji Wada’
2.      Untuk Mengetahui Apa Penyebab Meinggalnya Rasulullah
3.      Untuk Mengetahui Proses Pemilihan Khlifah pengganti Nabi Muhammad S


BAB II
PEMBAHASAN
A.     Pengertian Haji Wada’
Haji wada’ atau haji perpisahan adalah ibadah haji terakhir yang dilakukan oleh Rasulullah sebelum beliau wafat. Pada bulan zulhijjah tahun 10 H, Rasulullah bersama sekitar 100.000 umat islam berkumpul di padang Arafah untuk melaksanakan ibadah haji. Kemudian di sebut haji wada’ atau haji perpisahan Karena haji tersebut adalah haji terakhir yang di kerjakan oleh Rasulullah SAW. Pada haji wada’ ini, Rasulullah menyembelih seekor unta sebagai korban yang di bagikan kepada umat islam.
Nabi Muhammad memberitahukan kepada para sahabat dan utusan yang menemuinya, bahwa haji yang akan beliau laksanakan pada tahun itu tampaknya haji terakhir. Karena itu kaum muslimin berlomba-lomba untuk menghadiri haji p, yaitu Haji Wada' lebih kurang pada tanggal 18 Dzulhijjah, tahun 10 Hijriyah (kurang lebih 15 Maret 632 Masehi). Ada yang menyatakan terkumpul sekitar 90.000 orang, ada juga 140.000, ada pula 120.000, bahkan ada yang menyatakan lebih dari itu.
1. Peristiwa Haji Wada’ Rasulullah
Selama sembilan tahun tinggal di Madinah, Nabi belum melaksanakan haji. Kemudian pada tahun kesepuluh beliau melaksanakan haji. Rasulullah melaksanakan ibadah hajinya seraya mengajarkan manasik dan sunnah-sunnah haji kepada orang-orang yang menunaikan ibadah haji bersamanya.
Pada hari Arafah, Rasulullah menyampaikan khutbah umum di tengah-tengah kaum  Muslimin yang sedang berkumpul di tempat wuquf. Berikut ini adalah teks khutbah beliau.
“Wahai manusia,  dengarkanlah apa yang hendak kukatakan. Mungkin sehabis tahun ini, aku tidak akan bertemu lagi dengan kalian di tempat ini untuk selama-lamanya.
Hai manusia, sesungguhnya darah dan harta benda kalian adalah suci bagi kalian (yang tidak boleh dinodai oleh siapapun juga) seperti hari dan bulan suci sekarang ini, di negeri kalian ini. Ketahuilah, sesungguhnya segala bentuk perilaku dan tindakan jahiliyah tidak boleh berlaku lagi. Tindakan menuntut balas atas kematian seseorang sebagaimana yang berlaku di masa jailiyah itu pertama kali kunyatakan tidak berlaku ialah tindakan pembalasan atas kematian Ibnu Rabi’ bin Harits.
Riba jahiliyah tidak berlaku, dan riba yang pertama kunyatakan tidak berlaku adalah riba Abbas bin Abdul Muthalib. Sesungguhnya segala macam riba sudah tidak boleh berlaku lagi.
Sesungguhnya jaman berputar seperti kendaraan-Nya pada waktu Allah menciptakan langit dan bumi. Satu tahun adalah dua belas bulan. Empat bulan di antaranya adalah bulan-bulan suci. Tiga bulan berturut-turut, Dzul Qa’dah, Dzul Hijjah, dan Muharram. Bulan Rajab adalah antara bulan Jumadil Akhir dan bulan Sya’ban.
Wahai manusia, dengarkanlah perkataanku dan perhatikanlah! Kalian tahu bahwa setiap orang Muslim adalah saudara bagi orang-orang Muslim yang lain, dan semua kaum Muslimin adalah saudara. Seseorang tidak dibenarkan mengambil sesuatu dari saudaranya kecuali yang telah diberikan kepadanya dengan senang hati.
Kemudian beliau menjama’ takbir shalat maghrib dan isya’ di Muzdalifah, kemudian sebelum terbit matahari beliau berangkat ke Mina, lalu melemparkan Jumratul Aqabah dengan tujuh batu kecil seraya bertakbir di setiap lemparan. Setelah itu beliau pergi ke tempat penyembelihan, lalu menyembelih 63 hewan sembelihan (budnah). Kemudian beliau menyerahkan kepada Ali untuk menyembelih sisanya sampai genap 100 sembelihan. Setelah itu beliau berangkat ke Ka’bah (ifadhah) lalu shalat Dhuhur di Mekkah, dan pergi mendatangi Banu Abdul Muthalib yang sedang mengambil air Zamzam lalu bersambda, “Timbalah wahai Banu Abdul Muthaib, kalau tidak karena orang-orang tersebut bersama kalian, niscaya aku akan menimba bersama kalian.” Kemudian mereka memberikan setimba air kepadanya dan  minum darinya Akhirnya Nabi berangkat kembali ke Madinah.
Inti khotbah, pesan dan hikmah yang dapat di ambil dari peristiwa HAJI WADA’ ,yaitu:
Ø     Kaum Muslimin harus mejnaga harta, jiwa dan kehormatan sesama Muslim, tidak boleh   berbuat dzalim kepada sesama muslim.
Ø    Riba adalah haram.
Ada 4 bulan yang dimuliakan Allah: Dzul Qa’dah, Dzul Hijjah, Muharram, dan Rajab. Pada bulan tersebut kaum Muslimin tidak diperbolehkan berperang.
Hikmah dan pesan utama , dalam khutbahnya Rasulullah menyampaikan juga yang tak kalah pentingnya, di antaranya:
Menetapkan Mekkah dan Madinah sebagai Tanah Suci. Menurut beliau, dengan sucinya tempat ini, maka orang-orang yang berada di wilayah ini harus senantiasa dalam keadaan suci dari segala perbuatan.
Hari raya Idul Adha atau sering juga disebut dengan Hari Raya Haji memiliki banyak makna bagi Ummat Islam. Peristiwa-peristiwa ‘mensejarah’ sangat banyak terjadi di bulan Dzulhijjah ini. Peristiwa-peristiwa yang tentunya dapat diambil pelajaran darinya bagi Ummat Islam yang berusaha ‘bangkit’ mencontoh kejayaan yang telah diraih oleh Nabi Shalallahu ‘alaihi wa salam dan para sahabatnya.
Salah satu peristiwa yang sangat bermakna ialah peristiwa Haji Wada’ tepatnya Khutah pada Haji Wada’ nya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam. Pada haji wada’ inilah turun ayat terakhir dari Al-Quran yakni al-Maidah ayat 2 .
Salah satu yang menjadi pokok perhatian penulis ialah pentingnya Dakwah dalam kesempurnaan Din al-Islam. Ini tergambar dari kalimat ucapan Nabi yang kira-kira artinya “Hendaklah yang hadir (yang mendengarkan wasiatku ini) meneruskan kepada siapa saja yang tidak hadir.”
Memang, Dakwah adalah salah satu pilar dalam kesempurnaan ajaran Islam. Islam berkembang karena Dakwah. Ajaran Islam menyebar ke seluruh penjuru dunia ialah sebab pertolongan Allah melalui usaha Dakwah yang dilakukan para da’i/ah

B. WAFATNYA RASULULLAH
      1. Detik-detik perpisahan
      Pada bulan Ramadhan tahun 10 Hijriah, Rasulullah beri’tikaf dua puluh hari, di mana pada (tahun-tahun) sebelumnya beliau tidak pernah beri’tikaf kecuali sepuluh hari saja, dan malaikat Jibril bertadarrus Al-Quran dengan beliau sebanyak 2 kali.
  Dan telah diturunkan kepada beliau di pertengahan hari tasyriq surah An-Nashr, sehingga beliau mengetahui bahwa hal itu adalah perpisahan, dan merupakan isyarat akan (dekatnya) kepergian beliau untuk selama-lamanya.
Di awal bulan Saraf 11 Hijriah, beliau pergi menuju Uhud, keemudian melakukan shalat untuk para syuhada’, sebagai (ungkapan) perpisahan bagi orang-orang yang masih hidup dan yang telah mati. Kemudian beranjak menuju mimbar, dan bersabda,“Sesungguhnya aku akan mendahului kalian dan menjadi saksi atas kalian. Demi Allah, sesungguhnya aku sekarang benar-benar melihat telagaku, dan telah di berikan kepadaku kunci-kunci perbendaharaan bumi atau kuci-kunci bumi, dan demi Allah, sesungguhnya aku tidak mengkhawatirkan kalian akan melakukan kesyirikan sepeninggalanku nanti, akan tetapi akan aku khawatirkan terhadap kalian adalah kalian berlomba-lomba di dalam merebut kekayaan dunia.
      Pada pertengahan suatu malam, Rasulullah keluar menuju (kuburan) Baqi’ untuk memohonkan amponan bagi mereka
2. Permulaan sakit
Pada tanggal 28 atau 29 bulan  Safar tahun 11 Hijriyah (hari senin) Rasulullah menghadiri  penguburan jenazah seorang sahabat di Baqi. Ketika kembali, di tengah perjalanan beliau merasakan pusing di kepalanya dan panas mulai merampat pada sekujur tubuhnya sampai-sampai mereka (para sahabat) dapat merasakan pengaruh panasnya pada sorban yang beliau pakai.
Nabi shalat bersama para sahabat dalam keadan sakit selama  sebelas hari, sedangkan jumlah saklit beliau adalah 13 atau 14 hari.

3. Minggu terakhir
Penyakit Rasulullah semakin berat, sehingga beliau bertanya-tanya kepada Istri-strinya, ‘’Di mana (giliran) ku besok? Di mana (giliran) ku besok? Mereka pun memahami maksudnya, sehingga beliau dizinkan untuk berada pada tempat yang beliau kehendaki. Kemudian beliau pergi ke tempat Aisyah, beliau berjalan dengan diapit oleh al-Fadhl bin al-Abbas dan Ali bin Abi Thalib sedangkan kepalanya di ikat dengan kain, dan beliau melangkahkan kedua kakinya hingga memasuki bilik Aisyah. Beliau menghabiskan minggu terakhir dari detik-detik kehidupannya di sisi Aisyah.
Aisyah  membaca Mu’awwidzat (al-ikhlas, al-Falaq dan an-Nas) dan doabyang di hafal dari rasulullah, kemudian meniupkannya pada tubuh Rasulullah dan mengusapkan tangannya dengan mengharap keberkahan dari hal tersebut.

4. Lima hari sebelum wafat
Hari Rabu, lima hari sebelum wafat, demam menyerang seluruh tubuhnya, hingga sakitnya pun semakin parah dan beliau pingsan karenanya. Ketika sadar beliau berkata, “Siramkanlah kepadaku tujuh gayung air yang beraal dari sumur yang berbeda-beda, sehingga aku bias keluar menemui para sahabat untuk menyampaikan amanat kepada mereka.”. Meraka mendudukkan beliau di sebuah bejana kemudian menyiramkan kepadanya air tersebut, hingga beliau berkata, “Cukup, cukup!”.
Pada saat itu beliau membaik, kemudian masuk kedalam masjid dalam keadaan kepala diikat dengan sorban berwarna hitam, lalu duduk di atas mimbar. Beliau berkhutbah di hadapan para sahabatnya yang berkumpul di sekelilingnya.
Setelah itu beliau turun (dari mimbar) untuk melaksanakan shalat Zhuhur, kemudian duduk di atas mimbar dan mengulangi perkataannya yang pertama tentang permasalahan (antar sesama) dan yang lainnya.

5. Empat hari sebelum wafat
pada hari itu Rasulullah mewasiatkan tiga perkara: yaitu berwasiat untuk mengeluarkan orang-orang Yahudi, Nasrani dan orang-orang musyrik dari jazirah Arab, dan berwasiat untuk memberikan penghargaan kepada para utusan (delegasi) sebagaimana yang telah beliau berikan kepada mereka sebelumnya. Sedangkan wasiat yang ketiga, periwayat hadis ini lupa, barangkali wasiat tersebut adalah wasiat untuk perpegang teguh pada al-Qur’an dan as-Sunnah,atau prngiriman tentara Usamah, atau wasiatnya dalam sabda beliau, “ jagalah shalat dan budak-budak kalian.”

6. Dua atau sehari sebelum wafat
Pada hari sabtu atau hari Ahad Nabi, merasakan penyakit pada dirinyua berkurang, beliau keluar dengan dipapah dua orang untuk menunaikan shalat Zhuhur, sedangkan Abu Bakar tengah melakuykan shalat bersama para sahabat (sebagai imam), ketika Abu Bakar melihatnya ia bergerak mundur. Rasulullah member isyarat dengan kepalanya agar dia tidak mundur.7. Sehari sebelum wafat
 Hari Ahad, sehari sebelum nabi wafat, beliau memerdekakan budak-budaknya, dan bersedekah dengan enam atau tujuh dinar yang dimilikinya serta memberikan senjata-senjatanya kepada kaum Muslimin. Di malam harinya Aisyah membawa lampunya kepada seseorang tetengga perempuan. Aisyah berhata (kepada perempuan tersebut), “Berikanlah kepada kami sedikit dari minyak yang kamu miliki pada lamnpu kami ini.

7. Hari terakhir
Anas bian Malik meriwayakan bahwa pada saat kaun Muslimin shalat subuh pada hari senin dan Abu bakar menjadi imam mereka, Rasulullah secara tiba-tiba mengagetkan mereka dengan membuka tirai kamar Aisyah untuk melihat mereka, sedangkan mereka berada pada barisan shalat.
Ketika beranjak waktu dhuha, Nabi memanggi Fatimah, kemudian membisikan sesuatu kepadanya, dan ia pun menangis. Kemudian memanggilnya lagi dan membisikkan sesuatu yang lainnya, ia pun tertawa. Aisyah berkata, Kami menanyakan (kepadanya) tentang hal itu, yakni pada hari-hari berikutnya, dan Fatimah menjawab, “ Nabi membisikan kepadaku bahwa beliau akan meninggal pada sakit yang beliau derita saat ini, sehingga aku menangis, dan membisikan kepadaku bahwa aku yang pertama kali dari keluarganya yang mengikutinya (meninggal) sehingga aku tertawa.
Nabi memberikan kabar gembira kepada Fatimah bahwa ia adalah penghulu para wanita di dunia.Nabi memanggil al-Hasan dan al-Husain, kemudian mencium keduanya dan berwasiat untuk selalu berbuat baik. Selanjutnya beliau memanggil istri-istrinya kemudian menasihati mereka dan mengingatkan mereka.
Penyakit Rasulullah semakin parah dan bertambah berat, dan muncul (pada tubuhnya) pengaruh racun yang pernah dimakannya pada saat perang Khaibar.

8. Detik-detik kematian
Detik-detik kematian telah tiba, Aisyah menyandarkan tubuh beliau kepadanya, ia berkata, “Termasuk di antara nikmat Allah yang diberikan kepadaku, adalah bahwa Rasulillah wafat di rumahku, di antara paru-paruku dan tenggorokanku, Allah mengumpulkan antara ludahku dan ludahnya pada saat kematiannya. Abdurrahman bin Abu Bakar masuk, di tangannya ada sepotong siwak, sedangkan Rasulullah bersandar pada tubuhku, aku melihat Rasulullah memandang siwak tersebut dan aku tahu bahwa ia menyukai siwak, aku berkata kepadanya, “Maukah aku ambilkan
6
untukmu?” Beliau menganggukan kepalanya bertanda mengiyakan, kemudian aku berikan siwak tersebut kepadanya, akan tetapi siwak tersebut sangat keras baginya, sehingga aku bertanya kepadanya, “maukah aku lunakkan untukmu?” beliau mengisyaratkan dengan kepalanya bertabda mengiyakan, maka akupun melunakannya, kemudian Rasulullah menggosokkannya pada giginya. Di dalam sebuah riwayat lainnya disebutkan, bahwa beliau bersiwak dengan sebaik-baiknya sebagaimana kita lakukan. Di depan beliau ada sebuah bejana berisi air, lalu beliau memasukkan kedua tangannya ke dalam air tersebut kemudian mengusapkannya ke wajahnya kemudian berkata, “la ilaha illallah, sesungguhnya kematian itu mengalami sekarat.”
Tak berapa lama selesai bersiwak, Rasulullah mengangkat tangan atau jarinya dan menatapkan pandangannya keatap, kedua bibirnya bergerak,dan Aisyah mendengarkannya.
Kejadian ini berlangsung pada saat waktu Dhuha sedang panas-panasnya,yaitu pada hari Senin 12 Rabi’ul Awwal tahub 11 Hijriyah, umur beliau saat itu telah mencapai 63 tahub lebih empat hari.

9. Puncak kesedihan para nabi
Tersebarlah  berita yang menyedihkan itu, langit dan penjuru kota Madhina pun menjadi kelabu. Anas berkata, “ aku tidak mendapatkan hari yang lebih indah dan lebih bercahaya dari pada hari di kala Rasulullah memasuki kota Madinah, dan aku tidak pernah menemukan hari yang lebih buruh dan lebih gelap dari pada hari ketika Rasulullah wafat.

10. Sikap Umar
Umar bin al-Khaththab berdiri dan berkata, ‘’Sesungguhnya beberapa orang dari kaum munafik beranggapan bahwa Rasulullah telah wafat! Sesungguhnya Rasulullah itu tidak mati, akan tetapi pergi menemui Tuhannya sebagaimana nabi Musa bin Imran pergi kepadanya, ia pergi meninggalkan kaumnya selama 40 hari, kemudian dia kembali lagi kepada mereka setelah sebelumnya di kabarkan telah mati. Demi Allah, Rasulullah benar-benar akan kembali, sungguh dia akan memotong tangan dan kaki mereka yang menganggap bahwa beliau telah mati.

11. Sikap Abu Bakar
Abu bakar dating dengan menunggang kuda dari tempat tinggalnya di kampong Sunh, kemudian ia turun dan masuk ke dalam masjid, ia tidak berbicara kepada mereka yang hadir, hingga masuk ke bilih Aisyah dan menuju ketempat Rasulullah yang sedang di tutupi dengan kain lebar. Abu Bakar membuka wajahnya, kemudian menundukkan kepala kepadanya, lalu mwncumnya dan menangis.

12. Mempersiapkan dan melepas jasad rasulullah yang mulia ke dalam tanah
Telah terjadi perselisihan dalam masalah kekhalifahan, sebelum mereka mengurus jasad Rasulullah, sehingga berlangsung diskusi, debat, dialog bantah-bantahan antara kaun Muhajirin dan kaum Anshar di Saqifah kebun bani Sa’idah, dan akhirnya mereka sepakat untuk mengangkat Abu Bakar sebagai Khalifah. Dan hal ini berelangsung sepanjang hari Senin hingga masuk waktu malam, kemudian mereka sibuk mengurus jenazah Rasulullah, hingga akhir malam (malam selasa)
Mendekati shubu jasad beliau yang diberkahi masih berada di kasur tertutup kain, dan pintunya di tutup bagi orang lain kecuali keluarganya.Pada hari selasa mereka memandikan beliau tanpa melepas pakaiannya, orang-orang yang memandikannya adalah al-Abbas, Ali, al-Fadhl bin al-Abbas, Qutsm bin al-Abbas, Syaqran budak Rasulullah, Usamah bin Zaid dan Aus bin Khauli. Al-Abbas, al-Fadhl dan Qutsm yang membalik jasad beliau, sedangkan Usman dan Syawran yang menyiramkan airnya, sedang Ali yang membasuhnya dan Aus yang menyandarkannya ke dadanya
Beliau dibasuh dengan air dan bidara tiga kali basuhan, dan dimandikan dengan air dari sebuah sumur yang bernama al-Ghars milik Sa’ad Haitsamah di Quba’ yang mana Rasulullah pernah meminum air dari sumur tersebut.
Kemudian mereka mengafaninya dengan tiga helai kain tenunan Yaman. Kain itu berwarna putih, terbuat dari katun, tanpa baju dan surban. Mereka mengenakan pakaian tersebut padanya satu persatu secara berlapis.
Mereka berselisih tentang tempat pemakamannya, Abu Bakar berkata, “Sesungguhnya aku telah mendengar Rasulullah bersabda, ‘Tidaklah seorang Nabi wafat  kecuali di kubur di tempai ia wafat.’ Maka Abu Thalhah mengangkat kasur yang dipakai Rasulullah pada saat meninggal, dan membentul liang lahad.
Orang-orang memasuki kamar secara bergantian sepuluh sepuluh. Mereka menshalatkan Rasulullah secara sendiri-sendiri tanpa ada seorang pun yang mengimami mereka. Pertama kali yang menshalatkan adalah keluarganya, kemudian orang-orang Muhajirin, setelah itu orang-orang Anshar. Para wanita menshalatkannya setelah kaum pria, setelah itu  anak-anak kecil, atau anak-anak kecil dahulu kemudian para wanita
Hal itu berlangsung pada hari Selasa dan terus berlalu hingga tiba malam Rabu, Aisyah berkata, “Kami tidak mengetahui berlangsungnya pemakaman Rasulullah kecuali setelah kami mendengar suara cangkul di tengah malam.” Di dalam sebuah riwayat disebutkan, “pada akhir malam Rabu.” 

C. Proses Pemilihan Khalifah Pengganti Nabi Muhammad SAW
Sistem politik untuk memilih pemimpin/khalifah, dimulai setelah Nabi Muhammad SAW wafat. Ummat sempat bingung untuk menentukan siapa pengganti Rasul untuk memimpin ummat Islam. Orang-orang Anshar (penduduk asli Madinah) sudah pasti akan memilih Sa’ad bin Ubadah sebagai pemimpin dari kelompok Anshar di Saqifah (aula pertemuan) dan mempersilahkan orang-orang Muhajirin (orang-orang Mekkah yang berhijrah ke Madinah) agar memilih pemimpinnya sendiri.
Dari sini sudah cukup jelas bahwa Rasulullah tidak mengatur secara jelas mekanisme pemilihan khalifah/pengganti Rasul secara baku/tetap. Kalau sudah baku sudah pasti tidak ada saling sengketa dan perbedaan pendapat di antara mereka.
Yang bisa menyelesaikan perbedaan pendapat yang berpotensi menimbulkan perpecahan di Saqifah justru argumen yang sangat mantap yang disampaikan oleh Umar bin Khaththab ra. Umar mengusulkan agar masyarakat secara aklamasi mengangkat Abubakar Shiddiq ra sebagai khalifah pengganti Rasul karena berbagai pertimbangan diantaranya:
1.Beliau orang dewasa pria pertama yang masuk Islam
2. Beliau pula yang oleh Rasul digelari Ash-Shiddiq
3. Beliau adalah satu-satunya shahabat yang diajak berhijrah bersama-sama Rasul dan
4. Beliau satu-satunya yang diijinkan/disuruh oleh Rasul untuk mengimami sholat berjamaah ketika Rasul sakit dan tidak bisa menghadiri /mengimami sholat berjamaah di Masjid Nabawi.
Mengingat kuatnya hujjah Umar tersebut, maka masyarakat baik dari Anshor maupun Muhajirin mengerti dan menerima sepenuhnya bahwa memang tidak ada yang lebih layak menggantikan Rasulullah selain Shahabat Abubakar Shiddiq.
Setelah Khalifah Abubakar wafat, kepemimpinan diganti oleh Umar bin Khaththab berdasarkan surat wasiat Khalifah Abubakar, karena tidak ada shahabat yang lebih mulia dan mengungguli Umar bin Khaththab ra dalam berbagai aspek dan seginya, sehingga tidak ada keberatan apa pun terhadap pengangkatan Umar walau berdasar penunjukan.
Sebelum Amirul Mukminin Umar meninggal , beliau masih sempat menunjuk dewan formatur yang terdiri dari enam Shahabat senior untuk memutuskan siapa bakal pengganti beliau yaitu : Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Abdurrahman bin Auf, Zubair bin Awwam, Thalhah bin Zubair dan Saad bin Abi Waqas.
Empat orang diantaranya menyatakan tidak bersedia untuk menjadi Khalifah/Amirul Mukminin, hanya Usman dan Ali yang bersedia dipilih untuk menjadi pengganti Umar.
Mengingat ada dua kandidat calon yang setara ilmu dan jasanya, setara pula dukungannya, maka anggota formatur yang dipimpin oleh Abdurrahman bin Auf pun masih minta masukan secara langsung ke masyarakat untuk turut memilih satu di antara dua calon yang ada.
Abdurrahman bin Auf masih berkeliling ke masyarakat untuk dimintai tanggapannya, baik ke para shahabat senior atau yunior, laki-laki atau perempuan dsb. maka Usman sepakat dipilih sebagai khalifah ketiga. Dari sini jelas, mekanisme mengatur pemimpin menjadi hak masyarakat, bukan penunjukan dari wahyu. Ada proses seleksi, pemilihan, adu argumen, dukung-mendukung dan partisipasi masyarakat yang lebih luas, walau dalam bentuk yang belum baku seperti dalam sistem demokrasi modern.
Begitu hebatnya pemelihan pemimpin pada masa tersebut, sampai-sampai seorang orientalis, Thomas Arnold, pun mengakui, kenyataan tersebut dangan mengatakan bahwa,
”sungguh telah terpilih, tanpa diragukan, khalifah yang empat, Abu Bakar, Umar, Ustman dan Ali, tanpa ada unsur pewarisan (kekuasaan) dan juga jauh dari unsur hubungan kerabat dan keluarga”(Abd Syafi` Muh. Abd. Latif :2008)


BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Nabi Muhammad memberitahukan kepada para sahabat dan utusan yang menemuinya, bahwa haji yang akan beliau laksanakan pada tahun itu tampaknya haji terakhir. Karena itu kaum muslimin berlomba-lomba untuk menghadiri haji p, yaitu Haji Wada' lebih kurang pada tanggal 18 Dzulhijjah, tahun 10 Hijriyah (kurang lebih 15 Maret 632 Masehi). Ada yang menyatakan terkumpul sekitar 90.000 orang, ada juga 140.000, ada pula 120.000, bahkan ada yang menyatakan lebih dari itu.
1.  Penunjukan secara langsung karena si calon pemimpin sangat memenuhi krtiteria menjadi pemimpin.
2.  Penunjukan melalui surat wasiat, karena sangat yakin dengan kualitaspemimpin yang akan menggantikannya.
3.  Membentuk anggota formatur yang alim untuk memilih salah seorang dari dua calon pemimpin yang memiliki kualitas yang sama. Kemudian meminta masukan dari masyarakat, siapa yang terbaik di antara keduanya
DAFTAR PUSTAKA
Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri, “Sirah Nabawiyah Perjalanan Hidup Rasul Yang Agung, Muhammad SAW”, (Jakarta: DARUL HAQ, 2001) hal 697,698,699,700,701,702,703,704
http://islammoderat.com/bagaimana-pemimpin-dipilih/

No comments:

Post a Comment