1

loading...

Sunday, October 21, 2018

MAKALAH TENTANG UTANG PIUTANG


AYAT TENTANG UTANG PIUTANG
A.    Pengertian Utang Piutang
Dalam terminologi fikih muamalah, utang piutang disebut dengan “dayn” . Istilah “dayn” dalam bahasa Indonesia dikenal dengan pinjaman. Sebagian ulama ada yang mengistilahkan utang piutang dengan istilah iqrad atau qard. Salah satunya adalah Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz al-Malibary, dalam kitab Fath al-Mu’in beliau mendefinisikan iqrad dengan memberikan hak milik kepada seseorang dengan janji harus mengembalikan  sama dengan  yang diutangkan.[1] Dalam pengertian umum, utang piutang mencakup transaksi jual beli dan sewa menyewa yang dilakukan secara tidak tunai (kontan), transaksi seperti ini dalam fiqih dinamakan mudyanah atau tadayyun.[2]
Utang piutang (qard) menurut bahasa artinya al-qat’u (memotong). Dinamakan demikian karena pemberi utang (muqrid) memotong sebagian hartanya dan memberikannya kepada pengutang. Secara istilah, menurut Hanafiyah qard adalah harta yang memiliki kesepadanan yang anda berikan untuk anda tagih kembali. Atau dengan kata lain suatu transaksi yang dimaksudkan untuk memberikan harta yang memiliki kesepadanan kepada orang lain untuk dikembalikan yang sepadan dengan itu.

B.     Ayat Tentang Utang Piutang
1.         Surah Al-Maidah; ayat 1
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَوْفُوا بِالْعُقُودِ ۚ أُحِلَّتْ لَكُمْ بَهِيمَةُ الْأَنْعَامِ إِلَّا مَا يُتْلَىٰ عَلَيْكُمْ غَيْرَ مُحِلِّي الصَّيْدِ وَأَنْتُمْ حُرُمٌ ۗ إِنَّ اللَّهَ يَحْكُمُ مَا يُرِيدُ
Artinya :
“Dan jika kamu dalam perjalanan sedang kamu tidak mendapatkan seorang penulis, maka hendaklah ada barang jaminan yang dipegang. Tetapi, jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (utangnya) dan hendaklah dia bertakwa kepada Allag, Tuhannya. Dan janganlah kamu menyembunyikan kesaksian, karena barang siapa menyembunyikannya, sungguh, hatinya kotor (berdosa). Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”.

Tafsiran Surah Al-Maidah ayat; 1
(Hai orang-orang yang beriman, penuhilah olehmu perjanjian itu) baik perjanjian yang terpatri di antara kamu dengan Allah maupun dengan sesama manusia. (Dihalalkan bagi kamu binatang ternak) artinya halal memakan unta, sapi dan kambing setelah hewan itu disembelih (kecuali apa yang dibacakan padamu) tentang pengharamannya dalam ayat, “Hurrimat `alaikumul maitatu..” Istitsna` atau pengecualian di sini muntaqathi` atau terputus tetapi dapat pula muttashil, misalnya yang diharamkan karena mati dan sebagainya (tanpa menghalalkan berburu ketika kamu mengerjakan haji) atau berihram; ghaira dijadikan manshub karena menjadi hal bagi dhamir yang terdapat pada lakum. (Sesungguhnya Allah menetapkan hukum menurut yang dikehendaki-Nya) baik menghalalkan maupun mengharamkannya tanpa seorang pun yang dapat yang dapat menghalangi-Nya.[3]

2.        Surah Al-Baqarah; ayat 282-283

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَىٰ أَجَلٍ مُسَمًّى فَاكْتُبُوهُ ۚ وَلْيَكْتُبْ بَيْنَكُمْ كَاتِبٌ بِالْعَدْلِ ۚ وَلَا يَأْبَ كَاتِبٌ أَنْ يَكْتُبَ كَمَا عَلَّمَهُ اللَّهُ ۚ فَلْيَكْتُبْ وَلْيُمْلِلِ الَّذِي عَلَيْهِ الْحَقُّ وَلْيَتَّقِ اللَّهَ رَبَّهُ وَلَا يَبْخَسْ مِنْهُ شَيْئًا ۚ فَإِنْ كَانَ الَّذِي عَلَيْهِ الْحَقُّ سَفِيهًا أَوْ ضَعِيفًا أَوْ لَا يَسْتَطِيعُ أَنْ يُمِلَّ هُوَ فَلْيُمْلِلْ وَلِيُّهُ بِالْعَدْلِ ۚ وَاسْتَشْهِدُوا شَهِيدَيْنِ مِنْ رِجَالِكُمْ ۖ فَإِنْ لَمْ يَكُونَا رَجُلَيْنِ فَرَجُلٌ وَامْرَأَتَانِ مِمَّنْ تَرْضَوْنَ مِنَ الشُّهَدَاءِ أَنْ تَضِلَّ إِحْدَاهُمَا فَتُذَكِّرَ إِحْدَاهُمَا الْأُخْرَىٰ ۚ وَلَا يَأْبَ الشُّهَدَاءُ إِذَا مَا دُعُوا ۚ وَلَا تَسْأَمُوا أَنْ تَكْتُبُوهُ صَغِيرًا أَوْ كَبِيرًا إِلَىٰ أَجَلِهِ ۚ ذَٰلِكُمْ أَقْسَطُ عِنْدَ اللَّهِ وَأَقْوَمُ لِلشَّهَادَةِ وَأَدْنَىٰ أَلَّا تَرْتَابُوا ۖ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً حَاضِرَةً تُدِيرُونَهَا بَيْنَكُمْ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَلَّا تَكْتُبُوهَا ۗ وَأَشْهِدُوا إِذَا تَبَايَعْتُمْ ۚ وَلَا يُضَارَّ كَاتِبٌ وَلَا شَهِيدٌ ۚ وَإِنْ تَفْعَلُوا فَإِنَّهُ فُسُوقٌ بِكُمْ ۗ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۖ وَيُعَلِّمُكُمُ اللَّهُ ۗ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
Artinya :    
“Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu melakukan utang piutang untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Janganlah penulis menolak untuk menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkan kepadanya, maka hendaklah dia menuliskan. Dan hendaklah orang yang berhutang itu mendiktekan apa yang akan ditulis, dan hendaklah dia bertakwa kepada Allah, Tuhannya, dan janganlah dia mengurangi sedikit pun daripadanya. Jika yang berhutang itu orang yang kurang akalnya atau lemah (keadaannya), atau tidak mampu mendiktekan sendiri, maka hendaklah walinya mendiktekannya dengan benar. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi laki-laki (di antara kamu). Jika tidak ada (saksi) dua orang laki-laki,maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan di antara orang-orang yang kamu sukai dari para saksi yang ada, agar jika yang seorang lupa maka yang seorang lagi mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila dipanggil. Dan janganlah kamu bosan menuliskannya, untuk batas waktunya baik(utang itu) kecil maupun besar. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah, lebih dapat menguatkan kessaksian, dan lebih mendekatkan kamu kepada ketidakraguan, kecuali jika hal itu merupakan perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu jika kamu tidak menuliskannya. Dan ambillah saksi apabila kamu berjual beli, dan janganlah penulis dipersulit dan begitu juga saksi. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sungguh, hal itu adalah suatu kefasikan pada kamu. Dan bertakwalah kepada Allah, Allah memberikan pengajaran kepadamu, dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu”.

Tafsiran Surah Al-Baqarah; ayat 282
(Hai orang-orang yang beriman! Jika kamu mengadakan utang piutang), maksudnya muamalah seperti jual beli, sewa-menyewa, utang-piutang dan lain-lain (secara tidak tunai), misalnya pinjaman atau pesanan (untuk waktu yang ditentukan) atau diketahui, (maka hendaklah kamu catat0 untuk pengukuhan dan menghilangkan pertikaian nantinya. (Dan hendaklah ditulis) surat utang itu (di antara kamu oleh seorang penulis dengan adil) maksudnya benar tanpa menambah atau mengurangi jumlah utang atau jumlah temponya. (Dan janganlah merasa enggan) atau bekeberatan (penulis itu) untuk (menuliskannya0 jika ia diminta, (sebagaimana telah diajarkan Allah kepadanya), artinya telah diberi-Nya karunia pandai menulis, maka janganlah dia kikir menyumbangkannya. ‘Kaf’ di sini berkaitan dengan ‘ya’ba’ (Maka hendaklah dituliskannya) sebagai penguat (dan hendaklah diimlakkan) surat itu (oleh orang yang berutang) karena dialah yang dipersaksikan, maka hendaklah diakuinya agar diketahuinya kewajibannya, (dan hendaklah ia bertaqwa kepada Allah, Tuhannya) dalam mengimlakkan itu (dan janganlah dikurangi darinya), maksudnya dari utangnya itu sedikit pun juga). Dan sekiranya orang yang berutang itu bodoh atau boros (atau lemah keadaannya), untuk mengimlakkan disebabkan terlalu muda atau terlalu tua (atau ia sendiri tidak mampu untuk mengimlakkannya) disebabkan bisu atau tidak menguasai bahasa dan sebagainya, (maka hendaklah diimlakkan oleh walinya), misalnya bapak, orang yang diberi amanat, yang mengasuh atau penerjemahnya (dengan jujur dan hendaklah persaksikan) utang itu kepada (dua orang saksi di antara laki-lakimu) artinya dua orang Islam yang telah baligh lagi merdeka (Jika keduanya mereka itu bukan), yakni kedua saksi itu (dua orang laki-laki, maka seorang laki-laki dan dua orang perempuan) boleh menjadi saksi (di antara saksi-saksi yang kamju sukai) disebabkan agama dan kejujurannya. Saksi-saksi wanita jadi berganda ialah (upaya jika yang seorang lupa) akan kesaksian disebabkan kurangnya akal dan lemahnya ingatan mereka. (Maka yang lain (yang ingat) akan [4]mengingatkan kawannya), yakni yang lupa. Ada yang membaca `tudzkir` dan ada yang dengan tasyid `tudzakkir`. Jumlah dari Idzkar menempati kedudukan sebagai illat, artinya untuk mengingatkannya jika ia lupa atau berada di ambang kelupaan, karena itulah yang menjadi sebabnya. Menurut satu qiraat `in` syarthiyah dengan baris di bawah, sementara `tudzakkiru` dengan baris di depan sebagai tambahan jawabannya. (Dan janganlah saksi-saksi itu enggan jika) ‘ma’ sebagai tambahan (mereka dipanggil) untuk memikul dan memberikan kesaksian (dan janganlah kamu jemu) atau bosan (untuk menuliskannya), artinya utang-utang yang kamu saksikan, karena memang banyak orang yang merasa jemu atau bosan (biar kecil atau besar) sedikit atau banyak orang yang merasa jemu atau bosan (biar kecil atau besar) sedikit atau banyak (sampai waktunya), artinya sampai batas waktu membayarnya, menjadi ‘hal’ dari dhamir yang terdapat pada ‘taktubuh’ (Demikian itu) maksudnya surat-surat tersebut (lebih adil di sisi Allah dan lebih mengokohkan persaksian), artinya lebih menolong meluruskannya, karena adanya bukti yang mengingatkannya (dan lebih dekat), artinya lebih kecil kemungkinan (untuk menimbulkan keraguanmu), yakni mengenai besarnya utang atau jatuh temponya. 9Kecuali jika) terjadi muamalah itu (berupa perdagangan tunai) menurut satu qiraat dengan baris di atas hingga menjadi khabar dari ‘takuuna’ sedangkan isimnya adalah kata gangti at-tijarah (yang kamu jalankan di antara kamu), artinya yang kamu pegang dan tidak mempunyai waktu berjangka, (maka tidak ada dosa lagi kamu jika kamu tidak menulisnya), artinya barang yang diperdagangkan itu (hanya persaksikanlah jika kamu berjual beli) karena demikian itu lebih dapat menghindarkan percekcokan. Maka soal ini dan yang sebelumnya merupakan soal sunah (dan janganlah penulis dan saksi- maksudnya yang punya utang dan yang berutang- menyulitkan atau mempersulit), misalnya dengan mengubah surat tadi atau tak hendak menjadi saksi atau menuliskannya, begitu pula orang yang punya utang, tidak boleh membebani si penulis dengan hal-hal yang tidak patut untuk ditulis atau dipersaksikan. (Dan jika kamu berbuat) apa yang dilarang itu, (maka sesungguhnya itu suatu kefasikan0, artinya keluar dari taat yang sekali-kali tidak layak (bagi kamju dan bertakwalah kamu kepada Allah) dalam perintah dan larangan-Nya (Allah mengajarimu) tentang kepentingan urusanmu. Lafal ini menjadi hal dari fi’il yang diperkirakan keberadaannya atau sebagai kalimat baru. (Dan Allah mengetahui segala sesuatu).




[1] Zainuddin bin Abdul Aziz al-Malibary, Fath al-Mu’in 2, Terj. Abu Hiyadh (Surabaya: Al-Hidayah, tt), hal.248.
[2] Rachmat Syafe’i, Fiqh Muamalah (Bandung: CV.Pustaka Setia, 2011), hal.151.
[3] Tafsir Jalalayn,Tafsirq.com.
[4] Tafsir Jalalayn,Tafsirq.com.

No comments:

Post a Comment