AYAT TENTANG
UTANG PIUTANG
A.
Pengertian
Utang Piutang
Dalam terminologi fikih muamalah, utang
piutang disebut dengan “dayn” . Istilah “dayn” dalam bahasa
Indonesia dikenal dengan pinjaman. Sebagian ulama ada yang mengistilahkan utang
piutang dengan istilah iqrad atau qard. Salah satunya adalah
Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz al-Malibary, dalam kitab Fath al-Mu’in
beliau mendefinisikan iqrad dengan memberikan hak milik kepada seseorang
dengan janji harus mengembalikan sama
dengan yang diutangkan.[1]
Dalam pengertian umum, utang piutang mencakup transaksi jual beli dan sewa
menyewa yang dilakukan secara tidak tunai (kontan), transaksi seperti ini dalam
fiqih dinamakan mudyanah atau tadayyun.[2]
Utang piutang (qard) menurut bahasa
artinya al-qat’u (memotong). Dinamakan demikian karena pemberi utang (muqrid)
memotong sebagian hartanya dan memberikannya kepada pengutang. Secara istilah,
menurut Hanafiyah qard adalah harta yang memiliki kesepadanan yang anda
berikan untuk anda tagih kembali. Atau dengan kata lain suatu transaksi yang
dimaksudkan untuk memberikan harta yang memiliki kesepadanan kepada orang lain
untuk dikembalikan yang sepadan dengan itu.
B.
Ayat Tentang
Utang Piutang
1.
Surah Al-Maidah;
ayat 1
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا
أَوْفُوا بِالْعُقُودِ ۚ أُحِلَّتْ لَكُمْ بَهِيمَةُ الْأَنْعَامِ إِلَّا مَا
يُتْلَىٰ عَلَيْكُمْ غَيْرَ مُحِلِّي الصَّيْدِ وَأَنْتُمْ حُرُمٌ ۗ إِنَّ اللَّهَ
يَحْكُمُ مَا يُرِيدُ
Artinya :
“Dan jika
kamu dalam perjalanan sedang kamu tidak mendapatkan seorang penulis, maka
hendaklah ada barang jaminan yang dipegang. Tetapi, jika sebagian kamu
mempercayai sebagian yang lain, hendaklah yang dipercayai itu menunaikan
amanatnya (utangnya) dan hendaklah dia bertakwa kepada Allag, Tuhannya. Dan
janganlah kamu menyembunyikan kesaksian, karena barang siapa menyembunyikannya,
sungguh, hatinya kotor (berdosa). Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan”.
Tafsiran
Surah Al-Maidah ayat; 1
(Hai orang-orang yang beriman, penuhilah olehmu perjanjian itu) baik
perjanjian yang terpatri di antara kamu dengan Allah maupun dengan sesama
manusia. (Dihalalkan bagi kamu binatang ternak) artinya halal memakan unta,
sapi dan kambing setelah hewan itu disembelih (kecuali apa yang dibacakan
padamu) tentang pengharamannya dalam ayat, “Hurrimat `alaikumul maitatu..”
Istitsna` atau pengecualian di sini muntaqathi` atau terputus tetapi dapat pula
muttashil, misalnya yang diharamkan karena mati dan sebagainya (tanpa
menghalalkan berburu ketika kamu mengerjakan haji) atau berihram; ghaira
dijadikan manshub karena menjadi hal bagi dhamir yang terdapat pada lakum.
(Sesungguhnya Allah menetapkan hukum menurut yang dikehendaki-Nya) baik
menghalalkan maupun mengharamkannya tanpa seorang pun yang dapat yang dapat
menghalangi-Nya.[3]
2.
Surah
Al-Baqarah; ayat 282-283
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا
تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَىٰ أَجَلٍ مُسَمًّى فَاكْتُبُوهُ ۚ وَلْيَكْتُبْ
بَيْنَكُمْ كَاتِبٌ بِالْعَدْلِ ۚ وَلَا يَأْبَ كَاتِبٌ أَنْ يَكْتُبَ كَمَا
عَلَّمَهُ اللَّهُ ۚ فَلْيَكْتُبْ وَلْيُمْلِلِ الَّذِي عَلَيْهِ الْحَقُّ
وَلْيَتَّقِ اللَّهَ رَبَّهُ وَلَا يَبْخَسْ مِنْهُ شَيْئًا ۚ فَإِنْ كَانَ
الَّذِي عَلَيْهِ الْحَقُّ سَفِيهًا أَوْ ضَعِيفًا أَوْ لَا يَسْتَطِيعُ أَنْ
يُمِلَّ هُوَ فَلْيُمْلِلْ وَلِيُّهُ بِالْعَدْلِ ۚ وَاسْتَشْهِدُوا شَهِيدَيْنِ
مِنْ رِجَالِكُمْ ۖ فَإِنْ لَمْ يَكُونَا رَجُلَيْنِ فَرَجُلٌ وَامْرَأَتَانِ
مِمَّنْ تَرْضَوْنَ مِنَ الشُّهَدَاءِ أَنْ تَضِلَّ إِحْدَاهُمَا فَتُذَكِّرَ
إِحْدَاهُمَا الْأُخْرَىٰ ۚ وَلَا يَأْبَ الشُّهَدَاءُ إِذَا مَا دُعُوا ۚ وَلَا
تَسْأَمُوا أَنْ تَكْتُبُوهُ صَغِيرًا أَوْ كَبِيرًا إِلَىٰ أَجَلِهِ ۚ ذَٰلِكُمْ
أَقْسَطُ عِنْدَ اللَّهِ وَأَقْوَمُ لِلشَّهَادَةِ وَأَدْنَىٰ أَلَّا تَرْتَابُوا ۖ
إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً حَاضِرَةً تُدِيرُونَهَا بَيْنَكُمْ فَلَيْسَ
عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَلَّا تَكْتُبُوهَا ۗ وَأَشْهِدُوا إِذَا تَبَايَعْتُمْ ۚ وَلَا
يُضَارَّ كَاتِبٌ وَلَا شَهِيدٌ ۚ وَإِنْ تَفْعَلُوا فَإِنَّهُ فُسُوقٌ بِكُمْ ۗ
وَاتَّقُوا اللَّهَ ۖ وَيُعَلِّمُكُمُ اللَّهُ ۗ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
Artinya :
“Wahai orang-orang
yang beriman! Apabila kamu melakukan utang piutang untuk waktu yang ditentukan,
hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang
penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Janganlah penulis menolak
untuk menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkan kepadanya, maka hendaklah dia menuliskan. Dan hendaklah orang yang
berhutang itu mendiktekan apa yang akan ditulis, dan hendaklah dia bertakwa
kepada Allah, Tuhannya, dan janganlah dia mengurangi sedikit pun daripadanya.
Jika yang berhutang itu orang yang kurang akalnya atau lemah (keadaannya), atau tidak mampu mendiktekan sendiri, maka hendaklah walinya mendiktekannya dengan
benar. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi laki-laki (di antara kamu). Jika tidak ada (saksi) dua orang laki-laki,maka (boleh)
seorang lelaki dan dua orang perempuan di antara orang-orang yang kamu sukai
dari para saksi yang ada, agar jika yang seorang lupa maka yang
seorang lagi mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi
itu enggan (memberi keterangan) apabila dipanggil. Dan janganlah kamu bosan
menuliskannya, untuk batas waktunya baik(utang itu) kecil maupun besar. Yang
demikian itu, lebih adil di sisi Allah, lebih dapat menguatkan kessaksian, dan
lebih mendekatkan kamu kepada ketidakraguan, kecuali jika hal itu
merupakan perdagangan tunai yang kamu jalankan di
antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu jika kamu tidak menuliskannya. Dan
ambillah saksi apabila kamu berjual beli, dan janganlah penulis dipersulit
dan begitu juga saksi. Jika kamu lakukan (yang demikian),
maka sungguh, hal itu adalah suatu kefasikan pada kamu. Dan
bertakwalah kepada Allah, Allah memberikan pengajaran kepadamu, dan Allah Maha
mengetahui segala sesuatu”.
Tafsiran
Surah Al-Baqarah; ayat 282
(Hai orang-orang yang beriman! Jika kamu mengadakan utang piutang),
maksudnya muamalah seperti jual beli, sewa-menyewa, utang-piutang dan lain-lain
(secara tidak tunai), misalnya pinjaman atau pesanan (untuk waktu yang
ditentukan) atau diketahui, (maka hendaklah kamu catat0 untuk pengukuhan dan
menghilangkan pertikaian nantinya. (Dan hendaklah ditulis) surat utang itu (di
antara kamu oleh seorang penulis dengan adil) maksudnya benar tanpa menambah
atau mengurangi jumlah utang atau jumlah temponya. (Dan janganlah merasa
enggan) atau bekeberatan (penulis itu) untuk (menuliskannya0 jika ia diminta,
(sebagaimana telah diajarkan Allah kepadanya), artinya telah diberi-Nya karunia
pandai menulis, maka janganlah dia kikir menyumbangkannya. ‘Kaf’ di sini
berkaitan dengan ‘ya’ba’ (Maka hendaklah dituliskannya) sebagai penguat (dan
hendaklah diimlakkan) surat itu (oleh orang yang berutang) karena dialah yang
dipersaksikan, maka hendaklah diakuinya agar diketahuinya kewajibannya, (dan
hendaklah ia bertaqwa kepada Allah, Tuhannya) dalam mengimlakkan itu (dan
janganlah dikurangi darinya), maksudnya dari utangnya itu sedikit pun juga).
Dan sekiranya orang yang berutang itu bodoh atau boros (atau lemah keadaannya),
untuk mengimlakkan disebabkan terlalu muda atau terlalu tua (atau ia sendiri
tidak mampu untuk mengimlakkannya) disebabkan bisu atau tidak menguasai bahasa
dan sebagainya, (maka hendaklah diimlakkan oleh walinya), misalnya bapak, orang
yang diberi amanat, yang mengasuh atau penerjemahnya (dengan jujur dan
hendaklah persaksikan) utang itu kepada (dua orang saksi di antara laki-lakimu)
artinya dua orang Islam yang telah baligh lagi merdeka (Jika keduanya mereka
itu bukan), yakni kedua saksi itu (dua orang laki-laki, maka seorang laki-laki
dan dua orang perempuan) boleh menjadi saksi (di antara saksi-saksi yang kamju
sukai) disebabkan agama dan kejujurannya. Saksi-saksi wanita jadi berganda
ialah (upaya jika yang seorang lupa) akan kesaksian disebabkan kurangnya akal
dan lemahnya ingatan mereka. (Maka yang lain (yang ingat) akan [4]mengingatkan
kawannya), yakni yang lupa. Ada yang membaca `tudzkir` dan ada yang dengan
tasyid `tudzakkir`. Jumlah dari Idzkar menempati kedudukan sebagai illat,
artinya untuk mengingatkannya jika ia lupa atau berada di ambang kelupaan,
karena itulah yang menjadi sebabnya. Menurut satu qiraat `in` syarthiyah dengan
baris di bawah, sementara `tudzakkiru` dengan baris di depan sebagai tambahan
jawabannya. (Dan janganlah saksi-saksi itu enggan jika) ‘ma’ sebagai tambahan
(mereka dipanggil) untuk memikul dan memberikan kesaksian (dan janganlah kamu
jemu) atau bosan (untuk menuliskannya), artinya utang-utang yang kamu saksikan,
karena memang banyak orang yang merasa jemu atau bosan (biar kecil atau besar)
sedikit atau banyak orang yang merasa jemu atau bosan (biar kecil atau besar)
sedikit atau banyak (sampai waktunya), artinya sampai batas waktu membayarnya,
menjadi ‘hal’ dari dhamir yang terdapat pada ‘taktubuh’ (Demikian itu)
maksudnya surat-surat tersebut (lebih adil di sisi Allah dan lebih mengokohkan
persaksian), artinya lebih menolong meluruskannya, karena adanya bukti yang
mengingatkannya (dan lebih dekat), artinya lebih kecil kemungkinan (untuk
menimbulkan keraguanmu), yakni mengenai besarnya utang atau jatuh temponya.
9Kecuali jika) terjadi muamalah itu (berupa perdagangan tunai) menurut satu
qiraat dengan baris di atas hingga menjadi khabar dari ‘takuuna’ sedangkan
isimnya adalah kata gangti at-tijarah (yang kamu jalankan di antara kamu),
artinya yang kamu pegang dan tidak mempunyai waktu berjangka, (maka tidak ada
dosa lagi kamu jika kamu tidak menulisnya), artinya barang yang diperdagangkan
itu (hanya persaksikanlah jika kamu berjual beli) karena demikian itu lebih
dapat menghindarkan percekcokan. Maka soal ini dan yang sebelumnya merupakan
soal sunah (dan janganlah penulis dan saksi- maksudnya yang punya utang dan
yang berutang- menyulitkan atau mempersulit), misalnya dengan mengubah surat
tadi atau tak hendak menjadi saksi atau menuliskannya, begitu pula orang yang
punya utang, tidak boleh membebani si penulis dengan hal-hal yang tidak patut
untuk ditulis atau dipersaksikan. (Dan jika kamu berbuat) apa yang dilarang
itu, (maka sesungguhnya itu suatu kefasikan0, artinya keluar dari taat yang
sekali-kali tidak layak (bagi kamju dan bertakwalah kamu kepada Allah) dalam
perintah dan larangan-Nya (Allah mengajarimu) tentang kepentingan urusanmu.
Lafal ini menjadi hal dari fi’il yang diperkirakan keberadaannya atau sebagai
kalimat baru. (Dan Allah mengetahui segala sesuatu).
[1] Zainuddin bin
Abdul Aziz al-Malibary, Fath al-Mu’in 2, Terj. Abu Hiyadh (Surabaya:
Al-Hidayah, tt), hal.248.
No comments:
Post a Comment