BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Islam di Indonesia merupakan mayoritas terbesar ummat Muslim di dunia. Walapun masyarakat indonesia mayoritas islam, tetapi
sebagian dari mereka tidak begitu mengenal apa itu islam, kewajiban-kewasjiban
dalam islam, larangan- larangan dalam islam, antara yang halal dan haram,
antara yang hak dan yang batil, siapa sahabat- sahabat Rasulullah SAW. Apalagi
kalau tentang kisah Rasullulah SAW dan para sahabatnya. Masyarakat Indonesia
sekarang lebih menyukai dan mengidolakan drama dan artis artis yang sering
muncul di televisidari pada para sahabat Ralullah SAW. Merka lebih suka
menghafal lagu lagu dari pada Al- Qur’an dan hadits. Mereka lebih suka datang
ke konser dari pada ke pengajian.Merka lebih mengenal nama nama artis dari pada
sahabat sahabat Rasulullah dan para pejuang islam lainya. Islam merupakan
agama yang di bawa dan diajarkan oleh
Baginda Rasulullah Muhammad SAW sebagai nabi akhir zaman denga kitab sucinya
Al- Qur;an.. Setelah wafat ajaran- ajaran Rasullulah tidak hanya berhenti di
situ, tetapi masih tetap di jalankan oleh para sahabat-sahabatnya, kemudian
para sahabat Rasulullah SAW mengajarkannya ke pada murid– muridnya dan para
muridnya mengajarkan kepada muridnya lagi yang sekarang lebih di kenal dengan
kata Ulama dan ajaran-ajaran Rasullah SAW itu sekarang lebih di kenal dengan
nama hadits.
Hadits (ejaan KBBI:
hadis, bahasa
Arab:
الحديث
dengarkan (bantuan·info),
transliterasi: Al-Hadîts),
adalah perkataan (sabda), perbuatan, ketetapan dan persetujuan dari Nabi Muhammad
yang dijadikan landasan syariat
Islam. Berita tersebut didapat dari para sahabat pada
saat bergaul dengan Nabi. Berita itu selanjutnya disampaikan kepada sahabat
lain yang tidak mengetahui berita itu, atau disampaikan kepada murid-muridnya
dan diteruskan kepada murid-murid berikutnya lagi hingga sampai kepada pembuku
hadits. Murid- murid sahabat nabi itu
sekarang lebih di kenal dengan sebutan Ulama. Hadits dijadikan sumber hukum
Islam selain al-Qur'an, dalam hal ini
kedudukan hadits merupakan sumber hukum kedua setelah al-Qur'an. Hadits di
riwayatkan oleh seorang ulama.
Ulama (Arab:العلماء Ulamāʾ, tunggal عالِم ʿĀlim)
adalah pemuka agama atau
pemimpin agama yang bertugas untuk mengayomi, membina dan membimbing umat Islam baik dalam masalah-masalah agama
maupum masalah sehari hari yang diperlukan baik dari sisi keagamaan maupun
sosial kemasyarakatan. Makna sebenarnya dalam bahasa Arab adalah ilmuwan atau
peneliti, kemudian arti ulama tersebut berubah ketika diserap kedalam Bahasa Indonesia, yang
maknanya adalah sebagai orang yang ahli dalam ilmu agama Islam.
Pengertian ulama secara harfiyah adalah “orang-orang
yang memiliki ilmu”. Dari pengertian secara harfiyah dapat disimpulkan bahwa
ulama adalah:
- Orang Muslim yang menguasai ilmu agama Islam
- Muslim yang memahami syariat Islam secara
menyeluruh (kaaffah) sebagaimana terangkum dalam Al-Quran dan ''as-Sunnah''
- Menjadi teladan umat Islam dalam memahami serta
mengamalkannya.
Para Ulama Hadits sangat berperan penting dalam islam,
karena tanpa merka kita mungkin tidak akan tau bagaimana sunah-sunah nabi. Maka
dari itu kita wajib untuk mengenal mereka, para penerus ajaran Rasulullah SAW.
B. RUMUSAN
MASALAH
1. Bagaimana biografi imam Turmudzi ?
2. Bagaimana
biografi imam Abu Dawud?
3. Bagaimana
biografi imam Nasa’i?
4. Bagaimana
biografi imam Ibnu Majah?
C. TUJUAN
PENULISAN
1. Untuk
mengetahui biografi imam Turmudzi.
2. Untuk
mengetahui biografi imam Abu Dawud.
3. Untuk
mengetahui biografi imam Nasa’i.
4. Untuk
mengetahui biografi imam Ibnu Majah.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Imam Turmudzi
Nama
lengkapnya adalah Imam Al- Hafiz Abu ‘Isa Muhammad bin ‘Isa bin Saurah bin Musa
bin Ad—Dahhak As-Sulami At- Tirmidzi. Ia adalah salah seorang ahli hadis kenamaan,
dan pengarang berbagai kitab yang mansyur. Ia lahir pada 209 H di kota Tirmiz.
[1]
Kakek Abu ‘Isa At Tirmidzi berkebangsaan
Mirwaz, kemudian pindah ke Tirmidzi dan menetap di sana. Di kota inilah cucunya
yang bernama Abu ‘Isa dilahirkan. Semenjak kecil, Abu ‘Isa sudah gemar
mempelajari ilmu dan mencari hadits.
Tirmidzi memulai jihadnya dengan belajar
agama sejak beliau masih muda. Beliau mengambil ilmu dari para syekh yang ada
di negara beliau. Kemudian beliau memulai melakukan perjalanan dalam menuntut
ilmu ke berbagai negara yang ada di muka bumi ini. Yang mana perjalanan beliau
itu hanya ditujukan untuk menimba ilmu agama. Beberapa daerah yang pernah
beliau datangi pada saat itu adalah Khurasan, Madinah, Mekkah, Bashrah,
Kufah,Wasith,Baghdad,ArRay.
Beliau memulai rihlah pada tahun 234 hijriah. Imam At Tirmidzi keluar dari negrinya menuju ke Khurasan, Iraq dan Haramain dalam rangka menuntut ilmu. Di sana beliau mendengar ilmu dari kalangan ulama yang beliau temui, sehingga dapat mengumpulkan hadits dan memahaminya. Akan tetapi sangat di sayangkan beliau tidak masuk ke daerah Syam dan Mesir, sehingga hadits-hadits yang beliau riwayatkan dari ulama kalangan Syam dan Mesir harus melalui perantara, kalau sekiranya beliau mengadakan perjalanan ke Syam dan Mesir, niscaya beliau akan mendengar langsung dari ulama-ulama tersebut, seperti Hisyam bin ‘Ammar dan semisalnya. Setelah pengembaraannya, imam At Tirmidzi kembali ke negrinya, kemudian beliau masuk Bukhara dan Naisapur, dan beliau tinggal di Bukhara beberapa saat.
Beliau memulai rihlah pada tahun 234 hijriah. Imam At Tirmidzi keluar dari negrinya menuju ke Khurasan, Iraq dan Haramain dalam rangka menuntut ilmu. Di sana beliau mendengar ilmu dari kalangan ulama yang beliau temui, sehingga dapat mengumpulkan hadits dan memahaminya. Akan tetapi sangat di sayangkan beliau tidak masuk ke daerah Syam dan Mesir, sehingga hadits-hadits yang beliau riwayatkan dari ulama kalangan Syam dan Mesir harus melalui perantara, kalau sekiranya beliau mengadakan perjalanan ke Syam dan Mesir, niscaya beliau akan mendengar langsung dari ulama-ulama tersebut, seperti Hisyam bin ‘Ammar dan semisalnya. Setelah pengembaraannya, imam At Tirmidzi kembali ke negrinya, kemudian beliau masuk Bukhara dan Naisapur, dan beliau tinggal di Bukhara beberapa saat.
Abu ‘Isa At-Tirmidzi diakui oleh para ulama
keahliannya dalam hadits, kesalehan dan ketakwaannya. Ia terkenal pula sebagai
seorang yang dapat dipercaya, amanah dan sangat teliti.[2]
a) Guru Imam Turmudzi diantaranya:
Begitu pula apa yang telah dilakukan oleh Imam Ahli Hadis ini. Berbagai
negara telah beliau singgahi, sehingga beliau telah banyak menimba ilmu dari
para gurunya. Di antara para guru beliau adalah:
·
Ishaq bin Rahawaih, yang
merupakan guru pertama bagi Imam Tirmidzi.
·
Imam Bukhari. Imamnya para
ahli hadis ini adalah termasuk salah satu imam besar yang mana Imam Tirmidzi
mengambil ilmu darinya. Beliau adalah guru yang paling berpengaruh bagi Imam
Tirmidzi. Dari beliaulah Imam Tirmidzi mengambil ilmu ‘ilalul hadits.
·
Imam Muslim. Beliau dan
Imam Bukhari adalah dua imam ahli hadis
terkenal yang ada di muka bumi ini. Kitab hadis karya mereka berdua
adalah kitab yang paling benar setelah Alquran.
·
Imam Abu Dawud.
·
Qutaibah bin Sa’id
·
‘Ali bin sa’id
bin Masruq al Kindi
·
‘Amru bin ‘Ali al
Fallas
b) Murid Imam Turmudzi, diantaranya:
·
Abu Bakar Ahmad bin Isma’il
as Samarqand
·
Abu Hamid al Marwazi
·
Ar Rabi’ bin Hayyan al
Bahiliy
·
Abu Ja’far
Muhammad bin Ahmad An Nasafi
·
Abu Ja’far
Muhammad bin sufyan bin An Nadlr An Nasafi al Amin
·
Muhammad bin Muhammad
bin Yahya Al Harawi al Qirab
·
Muhammad bin
Mahmud bin ‘Ambar An Nasafi
c) Karya-
karya Imam Turmudzi, diantaranya:
·
Al-Jami’ (Sunan
at-Tirmidzi). Kitab yang satu ini adalah kitab beliau yang paling monumental dan paling bermanfaat. Di
dalam kitab ini ia mengklasifikasikan hadis menjadi shahih, hasan, dan dha’if.
Setelah selesai menulis kitab ini beliau perlihatkannya kepada para ulama
Hijaz, Irak, dan Khurasan.Mereka bersenang hari dan bangga melihatnya. Beliau
berkata: “ Aku tulis buku ini dan telah aku sodorkan kepada para ulama Hijaz,
Irak, dan Khurasan dan mereka menyenanginya. Barang siapa dirumahnaya terdapat
kitab Sunan ini, maka seakan-akan di
rumahnya ada seorang Nabi yang berbicara”. Buku inilah sumber pertama hadits
hasan. Kualitas haditsnya terbagi menjadi empat macam; yaitu sebagian
dipastikan kesahihanya, sebagian laih shahih atas syarat Abu Dawud dan
An-Nasa’i, sebagian lain dijelaskan ;Illatnya, dan sebagian lagi beliau
terangkan: Aku tidak keluarkan suatu hadits dalam kitabku ini keculai yang
diamalkan oleh sebagian Fuqaha.[3]
·
Syamail an-Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam. Kitab ini termasuk kitab yang paling bagus yang membahas
tentang sifat-sifat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.
·
Kitab Al ‘Ilal
·
Kitab Asy
Syama’il an Nabawiyyah.
Adapun karangan beliau yang tidak sampai
kepada kita adalah;
·
Kitab At-Tarikh.
·
Kitab Az Zuhd.
·
Kitab Al Asma’
wa al kuna
d) Keutamaan Imam Turmudzi dan pujian ulama
terhadap beliau
Beliau adalah seorang ulama yang memiliki banyak keutamaan sehingga para
ulama banyak memberikan pujian kepada beliau. Di antara keutamaan beliau dan
pujian ulama kepadanya adalah sebagai berikut:
·
Kitab beliau yang berjudul
“Al-Jami’” menunjukkan akan luasnya pengetahuan beliau dalam ilmu hadis,
kefaqihan beliau dalam permasalahan fikih, dan juga luasnya wawasan beliau
terhadap permasalahan khilafiyah di kalangan para ulama fikih.
·
Abu Ahmad al-Hakim berkata
bahwa beliau pernah mendengar ‘Umar bin ‘Allak berkata, “Tidak ada seorang pun
yang bisa menggantikan posisi Imam Bukhari sepeninggal beliau kecuali Abu ‘Isa
(Imam Tirmidzi) dalam masalah ilmu, kuatnya hafalan, sifat zuhud dan wara’-nya.
Beliau menangis hingga matanya mengalami kebutaan, dan hal tersebut terus
berlangsung beberapa tahun hingga beliau wafat.”
·
Imam Abu Isma’il ‘Abdullah
bin Muhammad al-Anshoriy memberikan sebuah rekomendasi yang luar biasa terhadap
beliau, di mana beliau pernah mengatakan bahwa Kitab ‘Al-Jami’ milik Imam
Tirmidzi lebih besar manfaatnya daripada kitab hadis yang dimiliki Imam Bukhari
dan Imam Muslim. Karena kedua kitab tersebut hanya bisa dimanfaatkan oleh orang
yang alim yang tinggi ilmunya, sedangkan kitab Al-Jami’ milik beliau bisa
dimanfaatkan oleh setiap orang yang membacanya. Akan tetapi hal ini semata-mata
hanyalah pendapat seorang ulama’ yang mungkin beliau memandangnya dari sudut
tertentu.
·
Abu Sa’d al-Idris
mengatakan bahwa beliau adalah seorang imam hadis yang dijadikan teladan dalam
masalah hafalan.
·
Imam adz-Dzahabi mengatakan
dalam kitabnya Siyar A’lam an-Nubala’, “Di dalam kitab tersebut (Al-Jami’),
terdapat banyak sekali ilmu yang bermanfaat, faedah yang melimpah, dan juga
terdapat pokok-pokok permasalahan dalam Islam. Seandainya saja kitab tersebut
tidak dinodai dengan adanya hadis-hadis yang lemah, yang di antaranya adalah
hadis palsu dalam permasalahan keutamaan-keutamaan amalan saleh.”
e) Wafatnya Imam Turmudzi
Setelah menjalani perjalanan panjang
untuk belajar, mencatat, berdiskusi dan tukar pikiran serta mengarang, ia pada
akhir kehidupannya mendapat musibah kebutaan, dan beberapa tahun lamanya ia
hidup sebagai tuna netra; dalam keadaan seperti inilah akhirnya At-Tirmidzi
meninggal dunia. Ia wafat di Tirmiz pada malam Senin 13 Rajab tahun 279 H (8 Oktober
892)
dalam usia 70 tahun.[4]
f) Pelajaran yang dapat di ambil dari Imam
turmudzi
·
Jihad itu tidak hanya
identik dengan pedang, akan tetapi jihad itu bisa dilakukan dengan ilmu, yaitu
berjihad memerangi kebodohan. Seperti apa yang dilakukan oleh para ulama.
·
Lahirkan penerus generasi
pembela Islam dan bangsa ini dengan mendidik anak-anak kita untuk semangat
menuntut ilmu agama sejak kecil.
·
Hargailah, hormatilah, dan
doakanlah kebaikan untuk para ulama kita yang telah berjuang dalam mendapatkan
ilmu agama dan memberikannya untuk kaum muslimin dalam rangka membela agama ini
dan meneruskan perjuangan-perjuangan para nabi dalam menyebarkan ilmu agama.
·
Mempelajari suatu ilmu
terutama ilmu agama membutuhkan adanya seorang guru yang bisa memahamkan
penuntut ilmu tersebut. Karena apabila hanya mencukupkan diri dengan membaca
buku maka hal itu dapat menyebabkan orang yang melakukannya terjatuh dalam
kesalahan karena salahnya pemahaman mereka ketika mengkaji ilmu itu secara
autodidak.
·
Belajar agama adalah suatu
hal yang sangat penting bagi kita dan sangat menentukan masa depan kita di
kampung yang kekal nanti. Maka dari itu, kita harus mempelajarinya dari
seseorang yang benar-benar berilmu. Sehingga kita tidak boleh sembarangan
mengambil ilmu agama dari seseorang. Patokannya adalah ketakwaannya dan
kapasitas ilmu agamanya, bukan kemahirannya dalam menyampaikan dan melawak.
·
Jadilah orang yang
bermanfaat untuk manusia, dengan menyebarkan ilmu yang bermanfaat untuk mereka
melalui lisan dan tulisan.
·
Berhati-hatilah dengan
aliran-aliran menyimpang yang selalu gencar memberikan syubhat dan doktrinnya
kepada masyarakat awam. Oleh karena itu, Mari kita bentengi diri kita dari
pengaruh-pengaruh tersebut dengan pemahaman akidah yang benar dan lurus. Tidak
ada cara lain kecuali dengan terus membekali diri kita dengan ilmu agama yang
benar, yang bersumber dari Alquran dan sunah yang dipahami oleh para sahabat
Nabi radhiyallahu ‘anhum ajma’in.
B.
Imam
Abu Dawud
Imam Abu Dawud (817 / 202 H )
adalah salah seorang perawi hadits,
yang mengumpulkan sekitar 50.000 hadits lalu memilih dan menuliskan 4.800 di
antaranya dalam kitab Sunan Abu Dawud.
Nama lengkap Abu Dawud adalah Abu Dawud Sulaiman bin Al-Asy’ats bin Ishaq bin
Basyir bin Syihab ibn Amar bin ’Amran Al-Azdi As-Sijistani. Untuk mengumpulkan
hadits, dia bepergian ke Arab Saudi,
Irak,
Khurasan,
Mesir,
Suriah,
Nishapur,
Marv,
dan tempat-tempat lain, menjadikannya salah seorang ulama yang paling luas
perjalanannya.
Bapak dia yaitu Al Asy'ats bin Ishaq adalah seorang
perawi hadits yang meriwayatkan hadits dari Hamad bin Zaid, dan demikian juga
saudaranya Muhammad bin Al Asy`ats termasuk seorang yang menekuni dan menuntut
hadits dan ilmu-ilmunya juga merupakan teman perjalanan dia dalam menuntut
hadits dari para ulama ahli hadits. Abu Dawud sudah berkecimpung dalam bidang
hadits sejak berusia belasan tahun. Hal ini diketahui mengingat pada tahun 221
H, dia sudah berada di Baghdad, dan di sana dia menemui kematian Imam Muslim,
sebagaimana yang dia katakan: "Aku menyaksikan jenazahnya dan
mensholatkannya".
Abu
Dawud menghabiskan waktunya di Tursus kurang lebih 20 tahun. Beliau seorang hafizh, lautan ilmu,
terpercaya , dan memiliki keilmuan yang tinggi terutama dalam bidang hadits.
Para ulama sangat menhormati kemampuan, kejujuran, dan ketakwaan beliau tang
luar biasa. Abu Dawud tdak hanya sebagai seorang perawi, penghimpun, dan
penyusun hadits, tetapi sebagai seorang ahli hukum yang handal dan kritikus
hadis yang baik.[5]
Ketika menelisik biografi imam Abu Daud, akan
muncul paradigma bahwasanya beliau semenjak kecil memiliki keahlian untuk
menimba ilmu yang bermanfaat. Semua itu ditunjang dengan adanya keutamaan yang
telah di anugerahkan Allah kepadanya berupa kecerdasan, kepandaian dan
kejeniusan, disamping itu juga adanya masyarakat sekelilingnya yang mempunyai
andil besar dalam menimba ilmu. Dia semenjak kecil memfokuskan diri untuk
belajar ilmu hadits, maka kesempatan itu dia gunakan untuk mendengarkan hadits
di negrinya Sijistan dan sekitarnya. Kemudian dia memulai rihlah ilmiahnya
ketika menginjak umur delapan belas tahun. Dia merupakan sosok ulama yang
sering berkeliling mencari hadits ke berbagai belahan negri Islam, banyak
mendengar hadits dari berbagai ulama, maka tak heran jika dia dapat menulis dan
menghafal hadits dengan jumlah besar yaitu setengah juta atau bahkan lebih dari
itu. Hal ini merupakan modal besar bagi berbagai karya tulis beliau yang
tersebar setelah itu keberbagai pelosok negri islam, dan menjadi sandaran dalam
perkembangan keilmuan baik hadits maupun disiplin ilmu lainnya.
Setelah
dia masuk kota Baghdad, dia diminta oleh Amir Abu Ahmad Al Muwaffaq untuk
tinggal dan menetap di Bashroh,dan dia menerimanya,akan tetapi hal itu tidak
membuat dia berhenti dalam mencari hadits.
a) Guru-
guru Abu Dawud
· adh-Dhariri
· Abu Walid ath-Thayalisi
· Abu Zakariya
b) Murid- murid Abu Dawud
· Abu
Ubaid Al Ajury
· Abu
Thoyib Ahmad bin Ibrohim Al Baghdady (Perawi sunan Abi dan Daud dari dia).
· Abu `Amr
Ahmad bin Ali Al Bashry (perawi kitab sunan dari dia).
c)
Karya karya Imam Abu Dawud
Imam Abu
Dawud banyak memiliki karya, antara lain:
·
Kitab As-Sunnan
(Sunan Abu Dawud).
·
Kitab Al-Marasil.
·
Kitab Al-Qadar.
·
An-Nasikh wal-Mansukh.
·
Fada’il al-A’mal.
·
Kitab Az-Zuhd.
·
Dala’il an-Nubuwah.
·
Ibtida’ al-Wahyu.
·
Ahbar al-Khawarij.
d) Keistimewaan
Imam Abu Dawud
Beliau
dianugerahi dengan kecerdasan yg luar biasa. Imam Abu Dawud dapat menghapal
seluruh isi sebuah kitab hanya dengan satu kali membacanya. Beliau terkenal
ahli dalam mengkritik hadits dan membedakan antara matan/redaksi hadits dari yg
lemah dan cacat. Hanya empat orang yg pantas diakui namanya dlm hal mengkritik
hadits. Mereka adalah Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu Dawud dan Imam
Nasa'i. Imam Abu Dawud hidup dimasa dunia islam memiliki para ulama yg istimewa.
Beliau banyak mengomentari hadits, beliau dijuluki sebagai Imamul Muhaditsin
(Imamnya para ahli hadits.
Pada masa hidupnya, Abu Dawud telah mengumpulkan kurang lebih sekitar 50.000 hadits. Puluhan ribu hadits ini kemudian diseleksi dan menulisnya kembali sehingga menjadi 4.800 shahih, di antara hadits-hadits tersebut terkumpul pada kitab hadits, Sunan Abu Dawud.
Pada masa hidupnya, Abu Dawud telah mengumpulkan kurang lebih sekitar 50.000 hadits. Puluhan ribu hadits ini kemudian diseleksi dan menulisnya kembali sehingga menjadi 4.800 shahih, di antara hadits-hadits tersebut terkumpul pada kitab hadits, Sunan Abu Dawud.
Disamping keahliannya dalam bidang hadits
beliau juga seorang ahli fiqih. Beliau memiliki pemahaman yg mendalam dalam
bidang fiqih dan ijtihad. Beliau seorang yg sangat taat, shaleh dan zuhud.
Beliau menghabiskan seluruh hidupnya untuk beribadah dan berdzikir pada Allah.
Beliau selalu mennjauhi pejabat, teman-teman Sultan dan orang-orang istana. Di
kabarkan bahwa Imam Abu Dawud biasa memakai pakaian yg sebelah lengannya
berukuran besar dan sebelah lainnya berukuran normal. Ketika ditanyakan kepada
beliau tentang hal tersebut, beliau mejawab : " (alasannya adalah) Untuk
menyimpan catatan-catatan hadits, menurutku tidak perlu membesarkan lengan baju
yg sebelah lagi karena hal itu adalah pemborosan.". Tidak diketahui dengan
pasti dimana asalnya beliau belajar.
Sebagian
ulama mengatakan bahwa beliau adalah ahli fiqih mazhab hambali, sebagian yg
lain mengatakan beliau ahli fiqih mazhab syafi'. Namun dalam sumber lain
penulis menemukan guru-guru dimana Imam Abu Dawud belajar yaitu Diantara
guru-gurunya adalah Imam Ahmad, Al-Qanabiy, Sulaiman bin Harb, Abu Amr
adh-Dhariri, Abu Walid ath-Thayalisi, Abu Zakariya Yahya bin Ma'in, Abu
Khaitsamah, Zuhair bin Harb, ad-Darimi, Abu Ustman Sa'id bin Manshur, Ibnu Abi
Syaibah dan ulama lainnya.
Para
ulama sepakat menetapkan bahwa beliau seorang hafiz yang sempurna, pemilik ilmu
yang melimpah, muhaddits yang terpercaya, wara’ dan memiliki pemahaman yang
tajam, baik dalam bidang ilmu hadits maupun lainnya. Al- Khathtabi berpendapat,
bahwa tidak ada susunan kitab agama yang setara dengan kitab Sunan Abi Dawud.
Para ulama menerimanyadan dia menjadi hakim Fuqaha yang belainan mahzab.[6]
e)
Akhlak dan sifat-sifatnya yang terpuji
·
Salah satu lengan bajunya
lebar namun yang satunya lebih kecil dan sempit. Seseorang yang melihatnya
bertanya tentang keganjilan ini, ia menjawab: “Lengan baju yang lebar ini
digunakan untuk membawa kitab-kitab, sedang yang satunya lagi tidak diperlukan.
Jadi, kalau dibuat lebar, ianya adalah Abu Dawud adalah salah seorang ulama
yang mengamalkan ilmunya dan mencapai darjat tinggi dalam ibadah, kesucian
diri, wara’ dan kesalehannya. Ia adalah seorang individu utama yang patut
diteladani perilaku, ketenangan jiwa dan keperibadiannya. Sifat-sifat Abu Dawud
ini telah diungkapkan oleh sebahagian ulama yang menyatakan:
·
“Abu Dawud menyerupai Ahmad
bin Hanbal dalam perilakunya, ketenangan jiwa dan kebagusan pandangannya serta
keperibadiannya. Ahmad dalam sifat-sifat ini menyerupai Waki’, Waki menyerupai
Sufyan as-Sauri, Sufyan menyerupai Mansur, Mansur menyerupai Ibrahim
an-Nakha’i, Ibrahim menyerupai ‘Alqamah dan ia menyerupai Ibn Mas’ud. Sedangkan
Ibn Mas’ud sendiri menyerupai Nabi s.a.w dalam sifat-sifat tersebut.”
·
Sifat dan keperibadian yang
mulia seperti ini menunjukkan atas kesempurnaan agama, tingkah laku dan akhlak.
·
Abu Dawud mempunyai
pandangan dan falsafah sendiri dalam cara berpakaian berlebih-lebihan.
f)
Wafatnya
Setelah mengalami kehidupan penuh berkat yang diisi dengan kegiatan
ilmiah, menghimpun dan menyebarluaskan hadith, Abu Dawud meninggal dunia di
Basrah yang dijadikannya sebagai tempat tinggal atas permintaan Amir
sebagaimana telah diceritakan. Ia wafat pada 16 Syawwal 275 H/889M. Semoga Allah
senantiasa melimpahkan rahmat dan ridha-Nya kepadanya.
C.
Imam
Nasa’i
Nama lengkap Imam Nasa’i adalah Abu Abdurahman Ahmad ibn Syu’aib bin Ali
ibn Abi Bakar ibn Sinan An-Nasa’i. Ia terkenal dengan nama An- Nasa’i karena
dinisbatkan dengan kota Nasa’i salah satu kota di Khurasan. Ia dilahirkan pada tahun 215 Hijriah demikian
menurut Adz Dzahabi.7
Beliau lahir dan membesar di Nasa’, sebuah kota di Khurasan yang banyak
melahirkan ulama-ulama dan tokoh-tokoh besar. Di madrasah negeri kelahirannya
itulah ia menghafal Al-Qur’an dan dari guru-guru negerinya ia menerima
pelajaran ilmu-ilmu agama yang pokok. Setelah meningkat remaja, ia suka
mengembara untuk mendapatkan hadith.
Ia berwajah tampan. Warna kulitnya
kemerah-merahan dan ia senang mengenakan pakaian bergaris buatan Yaman. Beliau
adalah seorang yang banyak melakukan ibadah, baik di waktu malam atau siang
hari, dan selalu beribadah haji dan berjihad. Beliau sering ikut berperang
bersama-sama dengan gabenor Mesir. Mereka mengakui kesatriaan dan keberaniannya,
serta sikap konsistensinya yang berpegang teguh pada sunnah dalam menangani
masalah penebusan kaum Muslimin yang tertangkap lawan. Dengan demikian ia
dikenal senantiasa “menjauhkan diri” dengan majlis Pemerintah, padahal ia tidak
jarang ikut bertempur bersamanya. Maka, hendaklah para ulama sentiasa menyebar
luaskan ilmu dan pengetahuan. Namun bila ada panggilan untuk berjihad,
hendaklah mereka segera memenuhi panggilan itu. Selain itu, Nasa’i telah
mengikuti jejak Nabi Dawud, sehari puasa dan sehari tidak.[7]
Belum pun berusia 15 tahun, beliau mengembara ke Hijaz, Iraq, Syam, Mesir
dan Jazirah. Beliau belajar hadith dengan ulama-ulama negeri tersebut sehingga
menjadi seorang yang sangat terkemuka dalam bidang hadith dan mempunyai sanad
yang ‘Ali (sedikit sanadnya) dan dalam bidang kekuatan periwayatan hadith.
Nasa’i merasa amat sesuai tinggal di Mesir dan kemudiannya beliau menetap
di negeri itu, di jalan Qanadil. Beliau tinggal di situ sehingga setahun
sebelum kematiannya. Kemudian ia berpindah ke Damsyik. Di tempatnya yang baru
ini ia mengalami suatu peristiwa tragis yang menyebabkan ia menjadi syahid.
Alkisah, sebahagian penduduk Damsyik meminta pendapat belaiu tentang keutamaan
Mu’awiyyah r.a. Mereka seakan-akan meminta kepada Nasa’i agar menulis sebuah
buku tentang keutamaan Mu’awiyyah, sebagaimana dia telah menulis mengenai
keutamaan Ali r.a.
Oleh kerana itu beliau menjawab kepada penanya tersebut dengan “Tidakkah
Engkau merasa puas dengan adanya kesamaan darjat (antara Mu’awiyyah dengan
Ali), sehingga Engkau merasa perlu untuk mengutamakannya?” Mendapat jawaban
seperti ini mereka naik pitam, lalu memukulnya sehinggakan buah kemaluannya pun
dipukul, memijak-mijaknya dan kemudian menyeretnya keluar dari masjid, sehingga
ia nyaris mati.
a)
Guru-guru Imam Nasa’i
·
Ishaq bin Ibrahim
·
Ishaq bin Rahawaih
b)
Murid- muridnya
c)
Karya- karyanya
·
al-Sunan al-Kubra
·
al-Sunan al-Sughra (kitab ini merupakan bentuk
perampingan dari kitab al-Sunan al-Kubra)
·
al-Khashais
·
Fadhail al-Shahabah, dan al-Manasik.
d)
Keistimewaan Imam Nasa’i
Imam Nasa`i mempunyai hafalan dan kepahaman yang jarang dimiliki oleh
orang-orang pada zamannya, sebagaimana Imam an-Nasa`i memiliki kejelian dan
ketelitian yang sangat mendalam. Imam an-Nasa`i dapat meriwayatkan
hadits-hadits dari ulama-ulama besar, berjumpa dengan para imam huffazh dan
yang lainnya, sehingga Imam an-Nasa`i dapat menghafal banyak hadits, mengumpulkannya
dan menuliskannya, sampai akhirnya Imam an-Nasa`i memperoleh derajat yang
tinggi dalam disiplin ilmu ini.[8]
Ia bukan sahaja pakar dan hafal
hadith, mengetahui para perawi dan kelemahan-kelemahan hadith yang
diriwayatkan, tetapi ia juga ahli fiqh yang berwawasan tinggi. Imam Daraqutni
pernah berkata mengenai Nasa’i bahawa ia adalah salah seorang Syaikh di Mesir
yang paling pakar dalam bidang fiqh pada masanya dan paling mengetahui tentang
hadith dan perawi-perawi. Ibnul Asirr al-Jazairi menerangkan dalam mukaddimah Jami’ul
Usul-nya, bahawa Nasa’i bermazhab Syafi’i dan ia mempunyai kitab Manasik
yang ditulis berdasarkan mazhab Syafi’i, rahimahullah.[9]
e)
Wafatnya
Setahun menjelang kemangkatannya, dia pindah dari
Mesir ke Damsyik. Dan tampaknya tidak ada konsensus ulama tentang tempat
meninggal dia. Al-Daruqutni mengatakan, dia di Makkah dan dikebumikan di antara
Shafa dan Marwah. Pendapat yang senada dikemukakan oleh Abdullah bin Mandah
dari Hamzah al-`Uqbi al-Mishri.
Sementara
ulama yang lain, seperti Imam al-Dzahabi, menolak pendapat tersebut. Ia
mengatakan, Imam al-Nasa`i meninggal di Ramlah, suatu daerah di Palestina. Pendapat ini didukung oleh Ibn
Yunus, Abu Ja`far al-Thahawi (murid al-Nasa`i) dan Abu Bakar al-Naqatah.
Menurut pandangan terakhir ini, Imam al-Nasa`i meninggal pada tahun 303 H/915M
dan dikebumikan di Bait al-Maqdis, Palestina. Inna lillah wa Inna Ilai Rajiun.
Semoga jerih payahnya dalam mengemban wasiat Rasullullah guna menyebarluaskan
hadis mendapatkan balasan yang setimpal di sisi Allah.[10]
D.
Imam
Ibnu Majah
Nama lengkap Ibnu Majah adalah Abu Abdullah
Muhammad bin Yazid Al Qazwini, lahir di Qazwini salah satu kota di Iran pada
tahun 207 H/ 824 M.[11]
Informasi
kehidupan Ibnu Majah ketika masih kecil sampai proses dewasa tidak diketemukan
dalam berbagai literatur. Data yang tercatat hanya berkisar tentang ketekunan
Ibnu Majah dalam berburu hadits di berbagai negeri. Ibnu Majah dikenal pada
masanya sebagai orang yang mencintai ilmu pengetahuan terutama dalam bidang
ilmu hadits,sehingga tak salah jika para ulama baik itu semasa atau sesudahnya
mengakui kedalaman ilmunya.[12]
Ia berkembang dan meningkat dewasa sebagai orang yang cinta mempelajari
ilmu dan pengetahuan, teristimewa mengenai hadits dan periwayatannnya. Untuk
mencapai usahanya dalam mencari dan mengumpulkan hadits, ia telah melakukan
lawatan dan berkeliling di beberapa negeri. Ia melawat ke Irak, Hijaz,Syam,Mesir,Kufah,Basrah
dan negara-negara serta kota-kota lainnya, untuk menemui dan berguru hadits
kepada ulama-ulama hadits. Juga ia belajar kepada murid-murid Malik dan
al-Lais, rahimahullah, sehingga ia menjadi salah seorang imam terkemuka pada masanya
di dalam bidang ilmu nabawi.
Ia belajar
dan meriwayatkan hadits dari Abu Bakar bin Abi Syaibah, Muhammad bin Abdullah
bin Numair, Hisyam bin ‘Ammar, Muhammad bin Ramh, Ahmad bin al-Azhar, Bisyr bin
Adan dan ulama-ulama besar lain.Sedangkan hadits-haditsnya oleh
Muhammad bin ‘Isa al-Abhari, Abul Hasan al-Qattan, Sulaiman bin Yazid
al-Qazwini, Ibnu Sibawaih, Ishak bin Muhammad dan ulama-ulama lainnya.
a)
Karya- karyanya, antara lain:
1.. Kitab
As-Sunan, yang merupakan salah satu Kutubus Sittah (Enam Kitab
Hadits yang Pokok).
Hadits yang Pokok).
2.. Kitab Tafsir Al-Qur’an, sebuah kitab tafsir yang
besar manfatnya seperti
diterangkan Ibnu Katsir.
3.. Kitab Tarikh, berisi sejarah sejak masa sahabat sampai masa Ibnu Majah.
diterangkan Ibnu Katsir.
3.. Kitab Tarikh, berisi sejarah sejak masa sahabat sampai masa Ibnu Majah.
b)
Wafatnya
Imam Ibnu
Majah wafat pada tanggal 22 Ramadhan 273 H. Jenazahnya dishalatkan oleh saudaranya, Abu Bakar.
Sedangkan pemakamannya dilakukan oleh kedua saudaranya, Abu Bakar dan Abdullah
serta putranya, Abdullah.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ø Abu ‘Isa
At-Tirmidzi diakui oleh para ulama keahliannya dalam hadits, kesalehan dan
ketakwaannya. Ia terkenal pula sebagai seorang yang dapat dipercaya, amanah dan
sangat teliti. Salah satu bukti kekuatan dan cepat hafalannya ialah kisah
berikut yang dikemukakan oleh al-Hafiz Ibnu Hajar dalam Tahzib at-Tahzib-nya,
dari Ahmad bin ‘Abdullah bin Abu Dawu.
Ø Imam Turmudzi adalah seorang ulama yang
memiliki banyak keutamaan sehingga para ulama banyak memberikan pujian kepada
beliau.
Ø Imam
Abu Dawud dianugerahi dengan kecerdasan yg luar biasa. Imam Abu Dawud dapat menghapal
seluruh isi sebuah kitab hanya dengan satu kali membacanya. Beliau terkenal
ahli dalam mengkritik hadits dan membedakan antara matan/redaksi hadits dari yg
lemah dan cacat.
Ø Imam
Nasa`i mempunyai hafalan dan kepahaman yang jarang dimiliki oleh orang-orang pada zamannya, sebagaimana Imam
an-Nasa`i memiliki kejelian dan keteliatian yang sangat mendalam. Imam
an-Nasa`i dapat meriwayatkan hadits-hadits dari ulama-ulama besar, berjumpa
dengan para imam huffazh dan yang lainnya, sehingga Imam an-Nasa`i dapat
menghafal banyak hadits, mengumpulkannya dan menuliskannya, sampai akhirnya
Imam an-Nasa`i memperoleh derajat yang tinggi dalam disiplin ilmu ini.
Ø Imam Ibnu
Majah berkembang dan meningkat dewasa
sebagai orang yang cinta mempelajari ilmu dan pengetahuan, teristimewa mengenai
hadits dan periwayatannnyaUntuk mencapai usahanya dalam mencari dan
mengumpulkan hadits, ia telah melakukan lawatan dan berkeliling di beberapa
negeri. Ia melawat ke Irak, Hijaz, Syam, Mesir, Kufah,
Basrah dan negara-negara serta kota-kota lainnya, untuk menemui dan berguru hadits kepada ulama-ulama hadits. Juga ia belajar kepada murid-murid Malik dan al-Lais, rahimahullah, sehingga ia menjadi salah seorang imam terkemuka pada masanya di dalam bidang ilmu nabawi yang mulia ini.
Basrah dan negara-negara serta kota-kota lainnya, untuk menemui dan berguru hadits kepada ulama-ulama hadits. Juga ia belajar kepada murid-murid Malik dan al-Lais, rahimahullah, sehingga ia menjadi salah seorang imam terkemuka pada masanya di dalam bidang ilmu nabawi yang mulia ini.
B. Saran
Ø Contoh
dan tirulah sikap para ulama. Mereka tidak pernah bosan untuk belajar. Mereka
rela pergi dari satu daerah ke daerah lainya hanya untuk menuntut ilmu serta jangalah pelit dalam membagi ilmu
karena jika ilmu itu kita simpan sendiri, ilmu itu tidak akan mendatangkan
manfaat.
DAFTAR PUSTAKA
Khon,
Abdul Majid. 2008. Ulumu Hadis.
Jakarta: Amzah
Sholahudin Agus dan Agus Suyadi.
2009. Ulumul hadis. Bandung: Pustaka
Setia
Syuhbah,
Muhammad Abu. “ Sejarah Hidup Imam Hadis- Imam Nasa’i”. Diambil pada pada
tanggal 13 September 2017 dari http://www.darulkautsar.net/darulkautsar-net/hadis-online/muqaddimah/sejarah-hidup-imam-hadis-imam-nasai.html
Hakiki
, Kiki Muhamad. Sunan Ibnu Majah. Diambil pada pada tanggal 11 Desember 2017 dari http://mhakicky.blogspot.co.id/2011/01/sunan-ibnu-majah_06.html
[1] Agus Sholahudin dan Agus Suyadi,
Ulumul hadis, Pustaka Setia, Bandung,
2009, hlm. 243.
[2] Agus Sholahudin dan Agus Suyadi, Ulumul
hadis,Pustaka Setia, Bandung, 2009, hlm. 244.
[3] Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis, Amzah, Jakarta, 2009, hlm.
262-263
[4] Agus Sholahudin dan Agus Suyadi, Ulumul hadis, Pustaka Setia, Bandung,
2009, hlm. 243.
[5] Abdul Majid Khon, UlumulHadis, Amzah, Jakarta, 2009, hlm.
261.
[6] Abdul Majid Khon, UlumulHadis, Amzah, Jakarta, 2009, hlm.
262.
[7] Muhammad Abu Syuhbah, “ Sejarah
Hidup Imam Hadis- Imam Nasa’i”, diakses dari http://www.darulkautsar.net/darulkautsar-net/hadis-online/muqaddimah/sejarah-hidup-imam-hadis-imam-nasai.html,
pada tanggal 13 September 2017 pukul 19. 49.
[8] Farhan Abdillah, Biografi Imam
Hadith Biografi Imam-Nasai, diakses dari https://ittihadulmuslimeen.blogspot.co.id/2016/08/biografi-imam-hadith-biografi-imam-nasai.html,
pada tanggal 11
Desember 2017 pukul 21.31.
[9] Muhammad Abu Syuhbah, “ Sejarah
Hidup Imam Hadis- Imam Nasa’i”, diakses dari http://www.darulkautsar.net/darulkautsar-net/hadis-online/muqaddimah/sejarah-hidup-imam-hadis-imam-nasai.html, pada tanggal 13 September 2017
pukul 19. 49.
[10] Agus Sholahudin dan Suyadi, Ulumul hadis, Pustaka Setia, Bandung,
2009, hlm. 239.
[11] Abdul Majid Khon, UlumulHadis, Amzah, Jakarta, 2009, hlm.
264.
[12] Kiki Muhamad Hakiki, Sunan Ibnu
Majah, diakses dari http://mhakicky.blogspot.co.id/2011/01/sunan-ibnu-majah_06.html,
pada tanggal 11 Desember 2017 pukul 21.47.
No comments:
Post a Comment