CIVIC EDUCATION
KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP ANJELINE DAN YUYUN
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Menurut
Komisi Nasional Perlindungan anak (Komnal PA), tercatat sebanyak 21,6 juta
kasus kekerasan dan pelecehan seksual pada anak sepanjang tahun 2010-2014, dari
34 provinsi di Indonesia, 58% kausunya paling banyak dijumpai di ibu kota
jakarta.
Namun kurangnya
sosialisasi dari pemerintah terhadap kekerasan seksual terhadap anak maupun
kaum wanita dewasa sehingga kekerasan seksual itu terus tarjadi hingga
meningkat ke tahun 2016. Maraknya kejadian kekerasan seksual terutama terhai
anak dibawah umur, membuat generasi negeri ini semakin memprihatinkan. Apapun
alasan sesorang melakukan kejahatan itu seharusnya pemerintah lebih peka lagi
dan memberikan sangsi yang setimpal atas prilaku menyimpang tersebut agar sang
pelaku dapat jerah dengan prilaku tersebut. Untuk lebih jelasnya mengenai
kekerasan seksual tersebut akan dibahas pada bab selanjutnya.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa
penyebab terjadinya kekerasan seksual
2.
Apa
dampak terjadinya kekerasan seksual
3.
Apa
yang harus dilakukan jika kekerasan seksual itu terjadi
C.
Tujuan
1.
Untuk
mencegah meluasnya kekerasan seksual
2.
Untuk
peduli terhadap sesama
3.
Untuk
tidak berlaku semena-mena terhadap kaum wanita
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Kekerasan Seksual
Seseorang yang melakukan
tindakan ini disebut pedofilia. Dalam menegakan hukum, istila “pedofilia”
umumnya digunakan untuk menggambarkan mereka
yang dituduh atau dihukum karena melakukan tindak pelecehan seksual terhadap
anak dibawah umur. Namun tidak semua pelaku seksual terhadap anak adalah
pedofilia yang melakukan pelecehan terhadap anak-anak. Penegak hukum dan
profesional hukum telah memulai menggunakan istilah predator pedofilia, yang
berarti khusus untuk pedifil yang terlibat dalam aktivitas seksual dengan anak
di bawah umur.
Di Indonesia, pelaku
pelecehan seksual dapat dihukum dengan berbagai pasal, salah satunya adalah
pasal penganiayaan yang diatur dalam pasal 351 KUHP yang menurut yurisprudensi
berarti penganiayaan yang sengajadan menyebabkan perasaan tidak enak seperti ,
penderitaan, rasa sakit, atau luka
terhadap anak. Selain itu, ketentuan pasal 80 ayat (1) UU perlindungan anak
juga sudah secara khusus mengatur tentang penganiayaan terhadap anak, dengan
menyatakan : “Setiap orang yang melakukan kekejaman, kekerasan atau ancaman
kekerasan, atau penganiayaan terhadap anak, dipidana penjara paling lama 3
tahun 6 bulan atau denda paling banyak 72.000.000,00. Seperti halnya kasus
Angeline, Negara “Diam” Mengahadpi kekerasan Seksual anak. Dalam kurun waktu 3
tahun terakhir, peningkatan kasus seksual pada anak merabak disejumlah wilayah
ditanah air yang terjadi diruang publik. Kasus terakhir yang menyita perhatian
masyarakat Indonesia, Anjeline di Bali
disusul kasus pemerkosaan terhadap yuyun yang dilakukan oleh 14 pemuda yang
terjadi di daerah Rejang Lebong (Bengkulu Tengah). Direktur Gugah Nurani
Indinesia menyatakan absennya Negara dalam upaya nyata perlindungan anak menjadi alasan utama
meningkatnya kasus kekerasan seksual terhadap anak.
Ada beberapa Dampak yang
dirasakan Korban Kekerasan Seksual dan Pelecehan Seksual, Menjadi korban kekerasan
seksual dan pelecehan seksual akan memeberikan banayak dampak negatif yang
diraskan pada diri koraban itu sendiri, Beberapa dampak yang paling sering
jumpai adalah :
1.
Dampak
Psikologis
Dari hasil studi
sebanyak 79% korban kekerasa dan pelecehan seksual kan mengalami trauma yang
mendalam, selain iu stres yang dilami korban dapat mengganggu fungsi
perkembangan otak anak itu sendiri.
2.
Dampak
Fisik
Kekerasan dan pelecehan
seksual pada anak merupakan faktor utama penularan penyakit menular menular
seksual (PMS).
3.
Dampak
Cedera Tubuh
Kekerasan dan pelecehan
seksual pada anak dapat menyebabkan luka internal dan pendarahan. Pada kasus yang parah, kerusakan organ
internal dapat trejadi. Dan dalam beberapa kasus dapat meneyebabkan kematian
seperti yang terjadi pada seorang anak yang bernama Anjeline di Bali. Hal ini
dipengaruhi oleh umur korban dan tingkat kekuatan pelaku saat melakukan
kejahatannya.
4.
Dampak
Sosial
Korban Kekerasan dan
pelecehan seksual sering dikucilkan dalam kehidupan sosial, hal yang seharusnya
kita hindari karna korban pasti butuh motivasi dan dukungan moral untuk bangkit
lagi menjalani kehidupannyaa. Seperti terjadi pada Anjeline yang seringkali di
perlakukan tidak adil oleh orang tua dan saudara tirinay, sehingga anjeline
sendiri tidak bisa bebas bermain seperti hal nya anak seusianya, Anjeline
seringkali di kucilkan oleh teman-temannay karena keadaan tubuhnya yang kotor
dan tidak teruruskan.
Berdasarkan informasi
yang diterima oleh Komnas perlindungan anak, Pada tahun 2013 kasus kekerasan
seksual dan pelecehan seksual pada anak di Indonesia semakin meningkat,40% Diantaranya terjadi lingkungan sekolah, 30%
Dilingkungan Sosial, dan 30% dilingkungan keluarga.
B.
Jenis-Jenis
Kekerasan Seksual
Ada beberapa jenis
kekerasan seksual yang sering kita dengar dan yang sering terjadi, di antaranya
adalah :
1.
Perkosaan
Serangan dalam
bentuk pemaksaan hubungan seksual dengan memakai penis kearah vagina,Serangan
dilakukan dengan kekerasan, ancaman kekerasan, penahanan tekanan psikologis,
penyalahgunaan kekuasaan, atau dengan mengambil kesempatan dari lingkungan yang
penuh paksaan. Pencabul adalah istilah lain dari perkosan yang dikenal dalam
ungan sistem hukum Indonesia. Istilah ini digunakan ketika perkosaan dilakukan
diluar pemaksaan, dan ketika terjadi hububungan seksual pada orang yang belum
mampu memberikan persetujuan secara utuh, misalnya terhadap anak atau seorang
dibawah 18 tahun.
2.
Intimidasi
Seksual termasuk Ancaman atau Percobaan perkosan
Tindakan
yang menyerang seksualitas untuk menimbulkan rasa takut atau penderitaan psikis
pada anak di bawah umur. Intimidasi seksual bissa disampaikan secara langsung
maupun tidak langsung melauli, surat, sms,email dan lain-lain.. Ancman atau
percobaan perkosaan juga bagian dari intimidasi seksual.
3.
Eksploitasi
Seksual
Tindakan
penyalahgunaan kekuasaan yang timpang, atau penyalahgunaan kepercayaan, untuk
tujuan kepuasan seksual, maupun untuk memperoleh keuntungan dalam bentuk uang,
sosial, politik dan lainnya. Seperti yang terjadi pada Anjeline, demi kepusan
seksual atau demi uang sang pelaku tega merenggut kesuciannya bahkan tega
hingga menghabisi nyawa sang koraban. Namun dilihat dari segi hukum pemerintah,
keluarga merasa tidak cukup adil atas sangsi/hukuman yang diberi oleh
pemerintah kepada sang pelaku kekerasan seksual tersebut. Peran pemerintah
terhadap kekerasan seksual kepada anak maupun kaum wanita yang masih dibawah
umur, di anggap tidak cukup memadai oleh masyarakat. Bahkan amarah masyarakat
memuncak setelah kejadian pada Anjeline.
Pelaku yang
notabennya adalah pembantu rumah tngganya sendiri tega melakukan seksual
terhadap Anjeline, Namun sang pelaku mengaku bahwa ia di perintah oleh sang ibu
tiri Anjeline untuk membunuh dan menhilangkan jejak sang korban. Demi harta
warisan sang Ibu tiri tega memerintahkan sang pembantu untuk melakukan
kekerasan seksual maupun membunuh sang korban. Saat itu warga telah mencari
Anjeline hingga keluar negeri bahkan sang pelaku dan ibu tiri anjelin sendiri
ikut serta mencari sang korban. Yang menjadi pertanyaan adalah mengapa pelaku
tega melakukan kekerasan tersebut, yang telah jelas dilarang oleh agama maupun
hukum pidana itu sendiri. Apa dengan demi harta atau uang seseorang menjadi
gelap mata atau mungkin tidak memiliki hati nurani lagi sehingga tega merenggut
kesucian dan nyawa seseorang. Disisnilah seharusnya pemerintah harus lebih
disiplin lagi memberikan sangsi kepada sang pelaku kekerasan seksual terhadap
anak di bawah umur. Dengan terjadinya kasus Anjeline inni Presiden SBY mengeluarkan
program Indonesia Darurat kekerasan seksual pada tahun 2014.
C.
Pelaku
Kekerasan seksual ‘harus dibunuh’ Tidak kata para aktivis
“Kulihat
ibu pertiwi sedang bersusah hati. Air matamu berlinang, mas intannya terkenang.
Hutan, gunung, sawah, lautan,simpanan kekayaan. Kini ibu sedang susah merintih
dan berdoa”. Nyanyian itu disuarakan oleh kaum perempuan yang berdemonstrasi di
depan Istana Negara, Rabu (04/05) sore. Ada yang menitikan air mata dan ada
pula yang menyanyi sambil menundukan kepala.
Unjuk rasa bertajuk
‘Bunyikan Tanda Bahaya’ itu digelar merespons kasus kematian seorang siswi SMP
di Bengkulu yang diduga di perkosa oleh 14 pemuda pada 2 April lalu. Dalam
unjuk rasa tersebut, para demonstrans meminta pemerintahan Presiden Joko Widodo
bersikap tegas menangani kasusu kekerasan seksual. Seruan itu mendapat sambutan
dari pemerintah. Beberapa meter dari lokasi demonstrasi, Mentri pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Yembise menyeruhkan hukuman berat
terhadap para pelaku kekerasan seksual. Yohana Yembise mengatakan “Sebenarnya
kalau sampai saya melihat anak meninggal itu, nilai anak itu sama dengan
mereka. Nyawa dengan Nyawa. Jadi kalau sampai mati ya, sebenarnya harus dibunuh
semua pelaku itu” Ujar Yohana kepada wartawan. Guna memutuskan apakah hukuman
mati, kebiri, atau penjra seumur hidup bagi pelaku kekerasan seksual terhadap
anak dapat dimasukan ke Undang-Undang 35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak,
Yohana mengaku akan mengadaka rapat.
Pada
Oktober2015, Pemerintah telah melontarkan wacana hukuman kebiri terhadap pelaku
kekerasan sekual melalui peraturan pemerintah pengganti perundang-undan
(Perpu). Menurut Yohana, draf Perpu itu sudah final dan akan ditindak lanjuti
Kementerian Koordinasi pembangunan Manusia dan kebudayaan. Ada beberapa
tuntutan dalam kasus pelecehan seksual dari berbagai kalangan :
1.
Tuntutan
Masyarakat
Keinginan Yohana senada
dengan tuntutan sebagian masyarakat. Sejumlah orang menyuarakan hukuman mati
terhadap pembunuh dan pemerkosa siswi SMP di Bengkulu. Namun ada pula yang
menolak hukuman semacam itu, salah satunya Shera Rindra, seorang mantan korban
kekerasan seksual. “Saya pribadi tidak sepakat dengan hukuman mati. Karena
apakah ini akan membuat jerah seseorang atau tidak, kita tidak tahu. Mungkin
iya, mungkin tidak. Tapi hukuman mati bisa jadi sangat berbahaya apabila orang
yang dituduh sebagai tersangka kemudian dinyatakan bersalah, ternyata dia bukan
pelakunya sama sekali,” ujar Shera.
Para penyelenggara unjuk
rasa di depan Istanah Negara mengatakan kekerasan seksual tidak bisa
diselesaikan hanya dengan penghukuman semata. Menurut Mia Siskawati, Ketua
progaram studi gender Universitas Indonesia, situasai kekerasan seksual harus
di dekati dengan pendekatan komprehensif sehingga tidak bisa reaktif. Jangan
melakukan pendekatan seperti pemadam kebakaran saja. Harusnya cari akar
masalahnya. Kalau ada payung kukum, itu bisa di pakai menegakkan hkum, tapi itu
tidak cukup. Mia mengataka penanganan aparat penegak hukum terhdap kekerasan
seksual acap kali tidak sensitif dan justru memojokkan korban. Banyak sekali
kasus kekerasan seksual yang terjadi hingga sekarang, sehingga membuat para
orang tua mersa kawatir atas anak- anak mereka. Seperti berita baru-baru ini
yakni kasus yuyun anak SMP yang mendapatkan ketidak adilan baik dari segi fisik
maupun dari segi fsikisnya yang dilakukan oleh 14 pemuda yang notabe nnya adalah tetangga yuyun itu sendiri.
Dengan adanya kejadian
ini bukan hanya dari pihak keluarga yuyun yang merasa terpuruk, namunjuga dari
masyarakat yang merasa sangat prihatin atas kejadian itu. Banyak dari
masyarakat mengatakan lebih baik hukum mati bagi sang pelaku, jika pelaku hanya
di hukum selama 7 tahun pihak keluarga ataupun masyarakat mersa hukuman itu
sangat tidak adil dan hukuman itu tidak akan memberi efek jerah terhadap pelaku
kekerasan seksual. Bukan tidak mungkin jika hukum tidak bisa memeberikan sangsi
yang setimpal atas pelaku kekerasan seksual maka akan masih banyak bertambah
kasus-kasus kekerasan seksual yang baru. Masyarakat hanya ingi Pemerintah lebih
bijak lagi dalam menangani kasus kekersan seksual itu, Karena jika tidak
kejadian-kejadian seperti itu sangatlah merugikan dan meresahkan baik dari
keluarga korban maupun masyarakat.
2.
Penanganan
Hukum
Secara terpisah, Estu Fri
Komite dari Aksi perempuan mengatakan perlu ada perbaikan menyeluruh terhadap
keseluruhan sistem peradilan dan perspektif aparat penegak hukum. Dia lalu
menyitir data perkumpulan magenta dan lembaga Perlindungan Saksi dan Korban
(LPSK) bahwa pada 2011 ada 60 kasus kekerasan seksual yang di laporkan, namun
hanaya separuhnya yang naik kekejaksaan. Ketika disidangkan di pengadilan,
jumlah kasus itu makin berkurang. Jadi sistem hukum di Indonesia (soal
kekerasan seksual) masih membebankan pembuktian ke korban. Yang mencari bukti, yang mencari saksi adalah
korban. Lalu bagai mana peran kepolisian? Peran penyidik? Peran Pemerisaan di
Pengadilan?
Data Komnas Perempuan
pada 2015, setiap dua jam sekali, tiga perempuan Indonesia menjadi korban
kekerasan seksual. Sebagai salah satu cara untuk melawannya, saat ini sedang di
rumuskan Rancangan Undang-Undang penghapusan kekerasan seksual yang mengatur
penanganan pada kasus pelecehan seksual sampai penyiksaan seksual. RUU tersebut
telah masuk kedalam Program Legislasi Nasional Namun belum kungjung di bahas
DPR. Di sisnilah sehrusnya Pemerintag
berperan penting dalam memberantas kekersan seksual terhadap anak di bawah umur
maupun kaum wanita. Masyarakat serinkali di buat kecewa atas keijakan
pemerintah yang tidak sesuai dengan tindak kejahatan yang dilakukan oleh pelaku
kekerasan seksual. Seperti yang terjadi pada yuyun, masyarakat sngat tidak puas
atas kebijakan pemerintah. Masyarakat banayak yang menuntut hukuman mati atas
pelaku kekerasan seksual terhadap saudari yuyun, Karena apa yang telah mereka
lakukan itu sangatlah merugikan dan sanagat tidak bermoral. Denagn kata
lainpihak keluarga yuyun sanagat menyesali atas perilaku tersebut yang telah
menghilangkan nyawa anak naya.
D.
Tindakan
yang harus di lakukan terhadap kekerasan seksual
Kurangnya kepedulian
sosial kepada sesama membuat pemuda maupun orang dewasa seringkali berdampak
buruk terhadap lingkungan sekitar mereka. Dan kurangnya penahannan diri atas nafsu dan pengaruh
lingkungan membuat seseorang menjadi gelap mata. Adapun tidakan yang harus di
lakukan terhadap pelaku kekerasan sesksual ialah :
1.
Kepedulian
Sosial
Kepedulian sosial sangatlah
penting dalam kehidupan sehari-hari, dengan saling peduli maka seseorang tidaklah berfikir untuk melakukan
kejahatan seperti kekerasan seksual. Dengan adanya interaksi sesam maka
seseorang akan menganggap bahwa mereka adalah saudara, teman, maupun sahabat,
dan perbuatan tercelah itu tidak akan terjadi.
2.
Pengetahuan
Seseorang boleh di bilang
kurnganya pengetahuan yang cuku, sehingga mereka tidak tahu hukum dan aturan
atsa kejahatan yang di lakukan. Sehingga membuat seseorang nekat melakukan
kejahatan seperti kekerasan seksual bahkan samapai merenggut nyawa sesorang.
3.
Mendekatkan
Diri kepata Allah AWT
Juga kurangnya pengetahuan agama
yang berlandaskan iaman dan taqwa, dan juga harus saling mengasihi satu sama
lain terhadap sesama hamba-Nya yang sama. Seharusnya keagamaan itu lebih di
perdalam lagi agar tidak terjadi perilaku yang menyimpang. Jika diri seseorang
jauh dari Allah maka bukan tidak mungkin prilaku-prilaku menyimpang tersebut
terjadi di masyarakat, karena kurnganya keimanan dan ketakqwaan seseorang.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kekerasn Seksual sangat
lah merugikan baik bagi korban maupun bagi generasi muda kedepannya. Kita
sebagai sesama haruslah saling peduli satu asama lain sehingga tidak ada
pemikiran mengenai kejahatan tersebut. Dan kekerasan seksual haruslah di
musnahkan, sehingga tidak menyebabkan keresahan bagi orang tua dan masyarakat.
Pemerintah haruslah tegas dalam menangani kausu-kasus kekerasan seksual, agar
tidak adalagi korban yang berjatuhan akibat kurangnnya penanganan yang layak
bagi pelaku kekerasan seksual sehingga generasi mudah bisa memiliki kehidupan
yang lebih baik lagi.
DAFTAR
PUSTAKA
http://klikdokter.com/healthnewstopics/toputama/pelecehan seksual pada anak
https://omnaspa.wordprees.com/2013/11/28,anak-anak universal
http://www.kawankumagz.com/read/
data kasusu pelecehan-seksual-di indonesia-hingga 2013
No comments:
Post a Comment