LATAR BELAKANG BAHASA INDONESIA“Pengaruh lafaz-lafaz Al-Qur’an dalam Mengatasi Stres’’
Pengaruh lafaz-lafaz Al-Qur’an dalam Mengatasi Stres
[1]Alat-alat elektronik yang difasilitasi dengan
computer telah dipakai untuk memantau dan mengukur bentuk bentuk Perubahan peerubahan
kejiwaan .terhadap beberapa suka relawan ketika mereka mendengarkan bacaan ayat
Al-qur’an. Pencatatan dan pengukuran berakhir dengan ditemukannya pengaruh
al-qur’an pada beberapa kaum muslimin yang berbahsa arab maupun bukan, dan juga
pada beberapa orang nonmuslim.
Perbandingan dengan orang-orang yang tidak berbicara
bahasa arab, baik dari kalangan islam maupun nonmuslim maka dibicarakan kepada merekaayat-ayat
al-qur’an dengan bahasa arab. Lalu, dibacakan pula terjemahan ayat-ayat tersebut
dengan bahasa inggris.
Dalam kumpulan ini, maka eksperimen-eksperimen
awal yang dilakukn pada tahun 1988 telah mengesahkan adanya pengaruh yang sangat
mengesahkan pada al-qur’an dalam 97 persen percobaan dalam bentuk perubahan-perubahan
kejiwaan yang sangat menunjukkan adanya penurunan tingkat kekejangan
syaraf/stress secara langsung. Barang kali adanya pengaruh dari al-qur’an anulkarim
tersebut dipicu oleh dua factor. Pertama,bunyi
lafaz-lfaz Al-qur’an dengan bahasa arab, tanpa melihat apakah seseorang yang
mendengarkan paham atau tidak, begitu pula dengn mengabaikan keimanan orang
yang mendengarkan tersebut. Kedua,
arti ayat-ayat Al-qur’an yang dibacakan tersebut, meskipun hanya sebatas pada tafsirannya
dalam bahasa inggris tanpa mendengarkan lafaz-lafaz Al-qur’an tersbut dalam bahasa
arab.
Rentetan beberapa pembahasan Al-qur’an itu telah
mengandung di dalamnya beberapa pokok kajian-kajian komperatif. Dalam rangka, untuk
mengetahui apakah pengaruh Al-qur’an terhadap
stress tersebut beserta perubahan-perubahan kejiwaan yang menyertainya itu benar-benar
di sebabkan oleh bacaan Al-qur’an, dan bukan karena factor-faktor selainnya seperti
suara atau intonasi bacaan yang ada pada bacaan dengan bahasa arab. Atau, agar
orang yang mendengarkannya mengetahui bahwa apa yang dibacakan padanya adalah bagian
dari ayat-ayat Allah (Al-qur’an).
Denagan kata lain, sesungguhnya tujuan dari tahapan
kedua ini adalah pembuktian prinsip yang mengatakan bahwa ejaan Al-qur’an di
dalam esensinya mempunyai pengaruh tersendiri. Sehingga, kalaupun tidak bisadi pahami
oleh orang yang mendengarkannya, tetap saja mempunyai pengaruh.
Pembuktian
atas premis ilmiah ini bisa dilakukan dengan menggunakan alat khusus yang
dilengkapi computer.Tugasnya untuk mengukur gejala-gejala yang mengarah pada kestersan
dengan melalui dua cara.
Pertama, melalui pemeriksaan kejiwaan secara
langsung dengan menggunakan perantara computer.
[2]Kedua, mengadakan pemantauan dan penghitungan
terhadap perubahan-peubahan kejiwaan dalam tubuh dapat dilakukan dengan program
computer yang mencakup pemeriksaan kejiwaan, pemantauan dan pengukuran perubahan-perubahan
serta mencetakan laporan hasil-hasilnya. Melalui alat-alat pemantauan elektronik
yang terdiri dari empat saluran. penghitungan-penghitungan
yang tercatat (dalam computer) menetapkan hasil-hasil positif sekitar 65 persen
di dalam percobaan dengan menggunakan bacaan Al-qur’an.
Yayasankedokteranislamtelahmelakukan 210
percobaanpada lima sukarelawan yang sehat, tigalakidanduawaniata yang
usianyamasihsedangyaitu 22tahun. Masing-masingsukarelawanterdiridari
orang-orang yang bukanberagamaislam,dantidakberbicaradenganbahasaarabpada kali
ini.
Dibicarakan
pada mereka bacaan-bacaan Al-qur’n dengan bahasa arab dengan dilagukan/memakai tajwid
sebanyak 85 percobaan. Dan, bacaan-bacaan yang terakhir sangat diperhatikan
agar menggunakan bahasa arab yang bagus dilagukan, sekiranya sesuai dengan bacaan-bacaan
Al-qur’an dari segi lagu,lafaz, dan bunyinya pada telinga.
Pada
40 percobaan lainnya yang dikenal dengan percobaan diam, sukarelawan tersebut tidak
diperdengarkan padanya bunyi bacaan apapun. Para sukarelawan hanya duduk-duduk santay
dengan mata mereka terpejam, seperti juga pada keadaan 170 percobaan terdahulu,
yang diperdengarkan pada mereka bunyi bacaan-bacaan.
Sejak
percobaan-percobaan pertama dalam tahap kedua ini, telah tampak dengan jelas bahwa
pada keadaan duduk berdiam saja tidak terdapat satupun di dalamnya pengaruh cukup
berarti terhadap kekejangan/strestersebut. Tinggallah percobaan-percobaan yang
tersisi dalam keadaan duduk sambil mendengarkan dua macam bacaan, dengan memperhatikan
berubahan urutan bacaan-bacaan Al-qur’an berbanding dengan bacaan bukan
Al-qur’an secara terus menerus. Terkadang bacaan Al-qur’an lebih dahulu, lalu di susul bacaan
yang lainnya setelahnya, atau malah sebaliknya tanpa sepengetahuan orang-orang
yang dijadikan percobaan.
[3]Dari
semua itu menjadi jelasmukjizat ilmiah dalam aspek kejiwaan maupun syaraf yang terdapat padal afaz-lafaz
Al-qur’an didalam mengatasi ketegangan-ketegangan kejiwaan maupun syaraf. Hal
ini sebagai pembenaran firman Allah dalam surah ar-ra’dayat 28, “ingatlah, hanya dengan mengingat iallahlah
hati menjadi tentram.”Jugadalam surah Ali Imran ayat 126, “Allah tidak menjadikan pemberian bala-bantuan
itu melainkan sebagai kabar gembira bagi (kemenangan)mu, dan agar tenteram hatiny
karenanya.”
Sebagaimana
telah dilakukan kajian-kajian kompratif untuk mengetahui bahwa pengaruh
Al-qur’an terhada gejala stres beserta semua yang menyertainya, itu benar-benar
kembali kepada bacaan ayatAl-qur’an. Jadi, bukan karena factor-faktor lainnya, seperti bunyi atau suara bacaannya. Selainitu,
juga untuk mengenalkan sang pendengar bahwa apa yang dibacakan kepadanya adalah
bagian dari kitab suci Al-qur’an.
Pertikain
kepribadian ini bersumber dari sifat pribadinya yang menunjukkan bahwa seorang hipokrit
bukannya orang yang amanah dengan dirinya sendiri, terlebih dengan orang lain.
Iamendustai dirinya sendiri agar orang lain menerima atau ridha padanya.
Sedangkan, ia mendustai orang lain agar ia bisa memperdayai siapa pun, karena perilaku
mereka yang dikatakan dan apa yang dikerjakan inilah, yang justru akan membongkar
kedok di mata orang banyak mengenai hakekat siapa dirinya yang sebenarnya,
walau bagaimana ia berusaha untuk menyamarkannya.
[4]Dengan demikian, ia sebenarnya sedang bmemper daya dirinya sendiri,
dan buat orang lain. Ia
pun tiding ada daya sedikit
pun untuk memperdayai
sang penciptanya Yang Maha mengetahui pandangan mata
yang terlarang (khianat) danapa yang disembunyikan oleh hati.
Ada sebuah analisis kejiwaan
yang berusaha mengetahui profil seorang hipokrit. Maka, terkuat di dalamnya suatu kepribadian yang saling berkonspirasi
dengan tabiatnya sendiri. Kepribadian yang menampakkan sesuatu yang takterfikir
dalam hatinya, dan bertindang dalam Juga mendorong timbulnya fitnah dan desas-sesus
dengan memakai pendekatan yang samar, terselubung, menunggu (tepatwaktu),
sistematis, danterorganisir (istikhfa’, tabyit, tarabbush, tatsbith, furqoh…) kepribadian
seorang hipokrit layaknya sosok peribadi yang ulitarian ’suka mengambil keuntungan’,
mengingat ia bermain pada dua korelsi. Ia berusaha untuk bias diterima oleh dua
kubu yang saling berseru sekaligus, dengan tujuan memperdayai dan mencari keuntungan
sebanyak-banyaknya dari keduanya.
Sikap ambivalen atau plin
plan seperti inilah yang
akan selalu diambil oleh
orang-orang hipokrit sepanjang masa.
Kemunafikan ini mempunyai rupa dan jenis
yang sangat variatik
(berbeda-beda) sampaitakterbilang.Di antara yang paling
menonjoladalahsifatterbilang.Diantara yang mendekati orang lain, terutama
orang-orang yang memiliki kekuasaan dan kekayaan dengan cara
yang dumurkaioleh Allah, tapi sebaliknya membikin mereka senang dan ridha.
Misalnya, memuji mereka dengan suatu
yang tidak mereka miliki dan membungkuk-bungkukkan diri
di hadapan
mereka. Tujuannya untuk memperoleh imbalan yang lebih menguntungkan.
Faktor kejiwaan sebagai pemicu munculnya sifat
munafik semacam ini, sebagaimana diturunkannya para pakar ilmu jiwa, adalah karena,
“takut” dan “tamak”. Mencari muka merupakan penyakit jiwa dan social yang
berkembang subur bagaikan wabah penyakit di tengah-tengah khalayak pada era
kemunduran. Yaitu, masa dimana banyak orang yang allah menjauhi dan mengendorkan pegangannya terhadap agamanya.
Hal ini tidak lain dikarenakan mereka terhadap
Allah. Sebaliknya takut, dan harapan keyakinan mereka terhadap kehidupan dunia
(materi), bahkan sangat bernafsu untuk meraihnya keimanan.
No comments:
Post a Comment