MACAM-MACAM ILMU QIRA’AT
BAB
I
PENDAHULUAN
A.Latar
Belakang
Masyarakat arab
merupakan komunitas dari berbagai suku yang berada diseluruh semenanjung Arab.
Secara geografis ini membawa dampak pada tatanan sosial masyarakat arab, salah
satu tatanan itu adalah beragamnya dialek (lahjah) yang berbeda antar satu suku
dengan suku yang lain. Perbedaan semacam ini sangat wajar kalau kita melihat
dari segi geografis dan sosio cultural dari masing-masing suku.
Walaupun terbagi dari
berbagai dialek, namun masyarakat arab mempunyai bahasa bersama yang dapat
menyatukan mereka dalam berkomunikasi, berniaga dan melakukan aktifitas
lainnya.Pada sisi lain, keragaman dialek itu juga berpengaruh pada kemampuan
orang untuk melafatkan bahasa al-Qur’an. Fenomena keragaman dialek yang
berpengaruh kepada kemampuan melafatkan bahasa al-Qur’an merupakan sesuatu yang
natural. Dari sini membawa konsekuensi timbulnya berbagai macam bacaan
(Qira’at) dalam melafatkan al-Qur’an, yang pada akhirnya direspon oleh
rasulullah SAW dengan membenarkan pelafatan al-Qur’an dengan berbagai macam
Qira’at. Pada perkembangan selanjutnya dipahami bahwa perbedaan bacaan dapat
dijadikan sebagai sarana mempermudah untuk membaca dan melafatkan
al-Qur’an yang sesuai dengan kemampuan dan dialek seseorang.
B.
Rumusan masalah
Berdasarkan latar
belakang yang memberi gambaran global makalah ini maka rumusan masalah pada
makalah ini adalah sbb :
1. Apa pengertian Ilmu Qira’at?
2. Apa saja jenis-jenis Ilmu
Qira’at?
3. Bagaimana sejarah munculnya
Ilmu Qira’at?
4.
Apa saja perbedaan-perbedaan yang terdapat dalam Ilmu Qira’at?
5. Hikmah yang dapat diambil dari Ilmu
Qira’at
C. Tujuan
masalah
Berdasarkan rumusan
masalah yang akan kami bahas maka tujuan masalah pada makalah ini adalah
sebagai berikut:
1. Mengetahui dan menjelaskan
definisi dari Ilmu Qira’at?
2. Mengetahui dan menjelaskan
jenis-jenis Qira’at berdasarkan segi kuantitas dan kualitas ?
3. Mengetahui sejarah munculnya Ilmu
Qira’at?
4. mengetahui dan menjelaskan
perbedaan-perbedaan yang ada didalam Ilmu Qira’at?
5. mengetahui hikmah apa saja yang dapat
diambil dari Ilmu Qira’at
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Qira’at Menurut Bahasa dan Para Ahli
1.
Makna Bahasa
Istilah qiroat (قراءات)
adalah bentuk jama' dari kata qira'ah (قراءة). Kata qiraah berasal dari
kata qara'a - yaqra'u - qiraatan(قرأ - يقرأ - قراءة) yang punya beberapa artinya, antara lain
bermakna membaca dan juga bermakna menggabungkan atau mengumpulkan.
-Membaca : Ar-Razi mengatakan
ketika Allah SWT berfirman ( إن علينا جمعه
وقرآنه ),
maka makna wa qur'anahu disitu bermakna membacanya.
-Menggabungkan : Ibnul Atsir
menyebutkan bahwa kitab suci kita dinamakan Al-Quran yang berakar-kata dari
qiraat karena di dalamnya dikumpulkan dan dibagungkan antara kisah, perintah,
larangan, janji, ancaman, ayat dan surat.
2.
Makna Istilah
Dalam prakteknya,
istilah qiraat ini kemudian digunakan sebagai istilah terbatas untuk hal-hal
yang terkait dengan bacaan Al-Quran saja. Dan kemudian berkembang menjadi salah
satu dari sekian banyak cabang ilmu-ilmu Al-Quran. Maka yang lazim digunakan
kemudian adalah istilah ilmu qiraat.
Sedangkan pengertian
qira’at menurut para ahli Al-Qur’an, khusunya bisdang ilmu qiraat yaitu, “suatu
pengetahuan tentang tata cara pengucapan kalimat atau ayat –ayat al-qur’an baik
yang di sepakati ataupun yang terjadi perbedaan yang di sandarkan kepada
seorang imam qiraat”. Dari pengertian qira’at di atas dapat dikatakan
bahwasanya tiap Qira’at yang di sandarkan pada seorang imam tetap memiliki
bentuk pengucapan kata atau kalimat al-qur’an yang di dalamnya termasuk
perbedaan-perbedaan dialek yang bersumber pada Rasulullah SAW. Antara Tajwid dan
Qira’at walaupun secara lahiriyah nampak berbeda , namun keduanya merupakan
suatu rangkaian yang tidak dapat terpisahkankaidah–kaidah tertentu bagaiman
cara pengucapan yang baik (Tajwid). Begitupula sebaliknya, tiap kaedah untuk
menghanguskan pengucapan ayat Al-Qur’an tentu menurut qira’at atau bacaan yang
di sandarkan pada seorang imam. Adapun definisi ilmu
qiraat sendiri oleh para ulama ahli di bidang ilmu tersebut diberikan
batasan yang berbeda-beda secara redaksionalnya, diantaranya adalah :
a.Definisi
Abu Hayyan Al-Andalusi (w. 745 H) :
“Ilmu
yang membahas tentang teknis melafadzkan lafadz-lafadz Al-Quran”.
b.
Definisi Badruddin Az-Zarkasyi (w. 794 H) :
“Qiraat
adalah ikhtilaf lafadz-lafadz wahyu dalam penulisan huruf-huruf atau teknik
membunyikannya yang terdiri dari takhfif, tatsqil dan lainnya”.
c.
Definisi Ibnu Jazari (w. 833 H)
“Ilmu
tentang bagaimana membunyikan kata dalam Al-Quran dan perbedaan-perbedaannya dengan
menyebutkan pembawanya”.
d.
Definisi Abdul Fattah Al-Qadhi (w. 1403 H)
“Ilmu
untuk mengetahui bagaimana mengucapkan kata-kata quraniyah, teknik melakukannya
baik yang disepakati atau yang tidak disepakati, dengan menunjukkan setiap
wajah kepada pembawanya”.
Dari beberapa definisi di atas,bisa kita rangkum
menjadi satu bahwa ilmu qiraat adalah bagain dari ilmu-ilmu Al-Quran yang
sedemikian luas, namun yang terkait dengan hal-hal berikut :
·
Bagaimana teknik
membunyikan (melafadzkan) bacaan Al-Quran
·
Bagaimana teknik
menuliskan bacaan Al-Quran
·
Hal-hal yang
disepakati periwayatannya dan yang tidak disepakati
·
Merujukkan
setiap teknis itu kepada para ulama ahli yang meriwayatkannya
·
Membedakan mana
yang mutawatir dan mana yang syadz.
Yang menarik untuk kita
bahas dari deskripsi para ulama di atas terkait dengan apa yang selama ini kita
alami adalah bahwa adanya begitu banyak corak dan ragam dalam membunyikan
setiap kata atau lafadz di dalam Al-Quran. Suatu hal yang kita umumnya sebagai
orang awam agak kurang peduli bahkan kurang tahu tentang hal itu.
B. Macam-Macam
Qira’at
a.Qira’at dari
segi kuantitas
a. Qira’ah Sab’ah (qira’ah
tujuh). Maksud sab’ah adalah imam-iman qira’at yang tujuh. Mereka adalah :
1)Abdullah bin Katsir Ad- Dari (w. 120.
H.) dari Makkah. Ad-Dari termasuk generasi tabi’in.
2)Nafi’ bin ‘Abrurrahman bin Abu Na’im
(w. 169 H) dari Madinah.
3)Abdullah Al-Yahshibi, terkenal dengan
sebutan Abu ’Amir Ad-Dimasyqi (w. 118 H) dari Syam.
b. Qira’at ‘Asyarah (qira’at sepuluh).
Yang dimaksud qiraat sepuluh adalah qira’at tujuh yang telah disebutkan diatas
ditambah dengan tiga qira’at berikut:
1.Yazid bin Al-Qa’qa Al-Makhzumi
Al-Madani.
2.Ya’qub bin Ishaq bin Yazid bin
Abdullah bin Abu Ishaq Al-Hadhrami Al-Bashri (117-205 H).
3. Abu Muhammad Khalaf bin Hisyam
bin Tsa’lab Al-Bazzaz Al-Baghdadi (w.229).
b. Qira’at ‘Arba’at Asyrah (
qira’at empat belas). Yang dimaksud qiraat empat belas adalah qira’at sepuluh
yang telah disebutkan diatas ditambah dengan empat qira’at sebagai berikut :
1. As-Hasan Al-Bashri (w. 110 H).
2. Muhammad bin ‘Abdirrahman, yang
terkenal dengan nama Ibn Mahishan (w. 123 H).
3. Yahya’bin Al-Mubarak Al-Yazidi
An-Nahwi As-Baghdadi (202 H).
4. Abu Al-Farj Muhammad bin Ahmad
Asy-Syanbudz (w. 388 H).
b.Qira’ah
ditinjau dari segi kualitas
1.Qiraat mutawatir, adalah qiraat yang
disandarkan pada periwayat yang terpercaya dan tidak mungkin mereka berdusta.
2. Qiraat masyhur, adalah qiraat yang
sanadnya sahih tetapi tidak sampai mutawatir, sesuai dengan kaidah bahasa Arab,
rasm Uthmani dan terkenal dikalangan ahli qiraat. Oleh sebab itu, qiraat
tersebut tidak dikatakan syadz.
3. Qiraat ahad, adalah qiraat yang
sanadnya sahih, tetapi rasmnya berbeda dengan rasm Uthmani. Demikian juga
dengan kaidah dalam bahasa Arabnya yang berbeda serta tidak se-masyhur seperti
tersebut di atas, seperti terdapat dalam surah al-Taubah ayat 128:
4. Syaaz, yaitu yang tidak sah
sanadnya diluar Qiraat yang sepuluh.
5. Maudhu yang tidak mempunyai
asalnya.
6. Al Mudrik (sisipan) , yaitu
menambah-nambah dalam bacaan atas bentuk tafsir .
Menurut jumhud, qiraat
tujuh ini adalah mutawatir. Kata Nawawi dalam kitabnya. Syahrul Mazahib yang
tidak boleh membaca dalam sembahyang ialah qiraah yang tidak sah sanadnya,
karena dia bukan Al-qur’an.
C. Sejarah
Munculnya Qiraat
Perbedaan cara membaca
Al-qur’an atau dengan istilah qiraat Al-qur’an, bukan tanpa sebab. Qiraat
muncul dengan sebab situasi dan kondisi tertentu. Dari beberapa riwayat dan
naskah sejarah, kronologi sebab munculnya qiroat Al-Qur’an dimulai pada masa
khalifah Utsman bin Affan.Untuk menentukan diterimanya sebuah qiroat para ulama
menetapkan kriteria-kriteria sebagai berikut.
Ø Muttawatir,
yaitu qiroat yang diturunkan dari beberapa orang dan tidak mungkin terjadi
kebohongan.
Ø Sesuai
dengan kaidah bahasa Arab.
Ø Sesuai
dengan kaidah Mushaf Utsman.
Ø Mempunyai
sanad yang sahih.
D.
Perbedaan Qiraat
Terdapat beberapa
perbedaan qiroat, ada qiroat sab’ah (qiroat tujuh),
qiroat as-syarah (qiroat sepuluh),
qiroat arba’ata ‘asyar (qiroat empat belas). Hal ini terjadi akibat
salah satu atau beberapa sebab:
1. Perbedaan dalam i’rab atau
harakat kalimat tanpa perubahan makna dan bentuk kalimat.
2. Perbedaan pada I’rob dan harakat
(baris) kalimat sehingga mengubah maknanya
3. Perbedaan dan perubahan huruf
tanpa berubah i’rab dan bentuk tulisannya, sementara maknanya berubah.
E. Hikmah
adanya perbedaan qira’at dalam al-Qur’an
Pada
garis besarnya, terdapat dua macam hikmah pokok sehubungan dengan adanya
perbedaan qira’at al-Qur’an yaitu, hikmah secara umum dan hikmah secara khusus.
Hikmah
secara umum:
a. Untuk memberi kemudahan bagi
umat islam, khususnya bagi bangsa Arab, dalam membaca al-Qur’an. Hal ini karena
mereka terdiri atas berbagai suku bangsa (kabilah), yang masing-masing memiliki
lahjat (dialek bahasa) yang berbeda-beda.
b. Mempersatukan umat islam
dikalangan bangsa Arab, yang relatif baru, dalam satu bahasa yang dapat
mengikat persatuan diantara mereka, yaitu bahasa yang dengannya al-Qur’an
diturunkan, dan dapat mengakomodasi atau menampung unsur-unsur bahasa Arab dari
kabilah-kabilah lainnya.
Hikmah
secara khusus:
Adapun
hikmah secara khusus yang berkenaan dengan maksud atau kandungan ayat,
khususnya yang berkaitan dengan ayat-ayat hukum, dapat dikemukaan sebagai
berikut :
a. Mengukuhkan atau menguatkan
ketentuan hukum yang telah disepakati dan diijma’kan oleh para ulama.
b.Mentarjih-kan hukum yang
di-ikhtilaf-kan oleh para ulama.
c. Dapat menggabungkan dua
ketentuan hukum yang berbeda.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari
pembahasan diatas dapat kita simpulkan bahwasanya:
Qira’at adalah cara membaca ayat-ayat al-Qur’an yang
dipilih dari salah seorang imam ahli qira’at yang berbeda dengan cara ulama’
lain serta didasarkan atas riwayat yang mutawatir sanadnya yang selaras dengan
kaidah-kaidah bahasa arab yang terdapat dalam salah satu mushaf Usmani.
Qira’at ini muncul pada Nabi Muhammad saw sampai
sekarang.Macam-macam qira’at dibagi menjadi lima bagian yaitu Qira’ah
Mutawatir, Qira’ah Masyhur, Qira’ah Ahad, Qira’ah Syadz, Qira’ah Maudlu’. Metode
penyampaian Qira’at yaitu mendengar dari guru, membaca didepan guru, melalui
ijazah, melalui naskah dari guru, melalui tulisan, wasiat, melalui
pemberitahuan (al-I’lam), hasil temuan.Hikmah yang dapat diambil dari Ilmu
Qira,at terdapat dua macam yaitu secaraa umum dan secar khusus.
Saran
Dengan sangat menyadari bahwa makalah kami masih jauh
dari kesempurnaan, untuk itu kami menyarankan kepada pembaca untuk memberikan
sumbangan saran serta kritikan dalam memperbaiki makalah kami untuk yang akan
datang.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Rosihon, Ulum Al-Qur’an, Bandung: CV Pustaka Setia, 2010
Mudzakar, op.cit
https://mangunbudiyanto.wordpress.com/2010/06/20/ qira-dalam al-quran- pengertian teori-asal-usul-qiraat-tolok-ukur-validitas-qiraat-implikasinya-dalam-penafsiran/
No comments:
Post a Comment