MAKALAH "SEJARAH NABI MUHAMMAD SAW SEJAK DILAHIRKAN HINGGA DIANGKAT MENJADI RASUL"
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia diciptakan oleh Allah subhanahu wata’ala bukan untuk
main-main saja. Namun lebih dari itu yakni untuk beribadah kepada Allah
subhanahu wata’ala. Allah tidaklah menciptakan melainkan bertanggung jawab
terhadap ciptaannya dengan mengutus seorang Rasul di tengah kaum yang jahil.
Allah subhanahu wata’ala
mengutus Rasul-Nya untuk menyeru kepada kaumnya agar mentauhidkan Allah
subhanahu wata’ala saja. Dan Allah subhanahu wata’ala meridhai Islam
sebagai Diin yang menjadi rahmat bagi semesta alam melalui utusan-Nya Nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Telah dijadikan-Nya pada diri Nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam uswatun hasanah.
Pada makalah ini,
pemakalah akan memaparkan tentang sejarah Nabi Muhammad sejak dilahirkan hingga
diangkat menjadi Rasul, yang akan penulis bahas pada bab selanjutnya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian
Sejarah dan Nabi ?
2.
Bagaimana Dalil pentingnya
mempelajari Sejarah dari Al-Qur’an ?
3.
Bagaimana Sejarah Nabi Muhammad Sejak Dilahirkan Hingga Diangkat Menjadi Rasul?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian sejarah dan
Nabi
2.
Untuk mengetahui dalil pentingnya mempelajari sejarah dari
Al-Qur’an
3.
Untuk mengetahui sejarah Nabi Muhammad Sejak Dilahirkan Hingga Diangkat Menjadi Rasul
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Sejarah dan Nabi
Sejarah adalah sebuah asal-usul (keturunan) silsilah atau kejadian
dan peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lampau. Sedangkan Nabi adalah seorang yang diberi wahyu oleh Allah subhanahu
wata’ala untuk melanjutkan syari’at yang diemban oleh Rasul sebelumnya[1].
B.
Dalil
Pentingnya Mempelajari Sejarah dari Al-Qur’an
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ
لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ قُلْ سِيرُوا فِي الأرْضِ
فَانْظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الَّذِينَ مِنْ قَبْلُ كَانَ أَكْثَرُهُمْ
مُشْرِكِينَ
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah
dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari
esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan.(Al-Hasyr: 18)
Ayat di atas menunjukkan
pentingnya sejarah yang telah lalu untuk ditelaah kembali sebagai i’tibar,
seperti yang dikatakan Umar bin Khattab Radhiyallahu ‘anhu : Hisablah dirimu
sendiri sebelum engkau dihisab.
قُلْ سِيرُوا فِي الأرْضِ
فَانْظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الَّذِينَ مِنْ قَبْلُ كَانَ أَكْثَرُهُمْ
مُشْرِكِينَ
Artinya :
Katakanlah: "Adakan perjalanan di muka bumi dan perhatikanlah
bagaimana kesudahan orang-orang yang dahulu. Kebanyakan dari mereka itu adalah
orang-orang yang mempersekutukan (Allah)". (Ar-Ruum: 42)
Ayat di atas merupakan perintah agar memperhatikan sejarah
orang-orang terdahulu yang kebanyakan ditimpa adzab oleh Allah dikarenakan
kemusyrikan mereka. Allah memerintahkan hal tersebut agar manusia mau mengambil
pelajaran darinya dan agar takut kepada Allah.
C. Sejarah Nabi Muhammad Sejak
Dilahirkan Hingga Diangkat menjadi Rasul
1. Prakerasulan Muhammad SAW.
a.
Kelahiran
Muhammad SAW
Sekitar tahun 570 M, Mekah adalah sebuah kota yang sangat penting
dan terkenal di antara kota-kota di negeri Arab, baik karena tradisinya ataupun
karena letaknya. Kota ini dilalui jalur perdagangan yang ramai menghubungkan
Yaman di Selatan dan Syiria di Utara. Dengan adanya Ka’bah di tengah kota,
Mekah menjadi pusat keagamaan Arab. Di dalamnya terdapat 360 berhala, mengelilingi
berhala utama, Hubal. Mekah kelihatan makmur dan kuat. Agama dan
masyarakat Arab pada masa itu mencerminkan realitas kesukuan masyarakat jazirah
Arab dengan luas satu juta mil persegi.[2]
Nabi Muhammad dilahirkan dalam keluarga bani Hasyim di Mekah pada
hari senin, tanggal 9 Rabi’ul Awwal, pada permulaan tahun dari Peristiwa
Gajah. Maka tahun itu dikenal dengan Tahun Gajah. Dinamakan demikian karena
pada tahun itu pasukan Abrahah, gubernur kerajaan Habsyi (Ethiopia), dengan
menunggang gajah menyerang Kota Mekah untuk menghancurkan Ka’bah. Bertepatan
dengan tanggal 20 atau 22 bulan April tahun 571 M. Ini berdasarkan penelitian
ulama terkenal, Muhammad Sulaiman Al-manshurfury dan peneliti astronomi, Mahmud
Pasha.[3]
Nabi Muhammad adalah anggota bani Hasyim, suatu kabilah yang kurang
berkuasa dalam suku Quraisy. Kabilah ini memegang
jabatan siqayah. Nabi Muhammad lahir dari keluarga terhormat yang
relatif miskin. Ayahnya bernama Abdullah anak Abdul Muthalib, seorang kepala
suku Quraisy yang besar pengaruhnya. Ibunya adalah Aminah binti Wahab dari bani
Zuhrah. Muhammad SAW. Nabi terakhir ini dilahirkan dalam keadaan yatim karena
ayahnya meninggal dunia tiga bulan setelah dia menikahi Aminah.[4]
Ramalan tentang kedatangan atau kelahiran Nabi Muhammad dapat
ditemukan dalam kitab-kitab suci terdahulu. Al-Qur’an dengan tegas menyatakan
bahwa kelahiran Nabi Muhammad SAW telah diramalkan oleh setiap dan semua nabi
terdahulu, yang melalui mereka perjanjian telah dibuat dengan umat mereka
masing-masing bahwa mereka harus menerima atas kerasulan Muhammad SAW nanti.[5] Seperti dalam
Qs. Ali ‘Imran ayat 81:
وَإِذْ أَخَذَ اللَّهُ مِيثَاقَ النَّبِيِّينَ لَمَا
آتَيْتُكُمْ مِنْ كِتَابٍ وَحِكْمَةٍ ثُمَّ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مُصَدِّقٌ لِمَا
مَعَكُمْ لَتُؤْمِنُنَّ بِهِ وَلَتَنْصُرُنَّهُ ۚ قَالَ أَأَقْرَرْتُمْ
وَأَخَذْتُمْ عَلَىٰ ذَٰلِكُمْ إِصْرِي ۖ قَالُوا أَقْرَرْنَا ۚ قَالَ فَاشْهَدُوا
وَأَنَا مَعَكُمْ مِنَ الشَّاهِدِينَ
“Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil perjanjian dari para nabi:
“Sungguh, apa saja yang Aku berikan kepadamu berupa Kitab dan hikmah Kemudian
datang kepadamu seorang Rasul yang membenarkan apa yang ada padamu, niscaya
kamu akan sungguh-sungguh beriman kepadanya dan menolongnya”. Allah berfirman: “Apakah kamu
mengakui dan menerima perjanjian-Ku terhadap yang demikian itu?” mereka menjawab:
“Kami mengakui”. Allah berfirman: “Kalau begitu saksikanlah (hai para Nabi) dan
Aku menjadi saksi (pula) bersama kamu”.
Sejumlah penulis besar tentang Sirah dan para pakar
hadits telah banyak meriwayatkan peristiwa-peristiwa di luar kebiasaan, yang
muncul pada saat kelahiran Nabi Muhammad SAW. Peristiwa-peristiwa diluar daya
nalar manusia, yang mengarah kepada dimulainya era baru bagi alam dan kehidupan
manusia, dalam hal agama dan moral. Diantara peristiwa-peristiwa tersebut
adalah singgasana Kisra yang bergoyang-goyang hingga menimbulkan bunyi serta
menyebabkan jatuh 14 balkonnya, surutnya danau Sawa, padamnya api sembahan
orang-orang Persia yang belum pernah padam sejak seribu tahun lalu.[6]
b.
Masa
Kanak-kanak
Tidak lama setelah
kelahirannya, bayi Muhammad SAW diserahkan kepada Tsuwaibah, budak perempuan
pamannya, Abu Lahab, yang pernah menyusui Hamzah. Meskipun
diasuh olehnya hanya beberapa hari, nabi tetep menyimpan rasa kekeluargaan yang
mendalam dan selalu menghormatinya. Nabi SAW selanjutnya dipercayakan kepada
Halimah, seorang wanita badui dari Suku Bani Sa’ad. Bayi tersebut diasuhnya
dengan hati-hati dan penuh kasih sayang, dan tumbuh menjadi anak yang sehat dan
kekar. Pada usia lima tahun, nabi dikembalikan Halimah kepada tanggungjawab
ibunya. Sejumlah hadis menceritakan bahwa kehidupan Halimah dan keluarganya
banyak dianugrahi nasib baik terus-menerus ketika Muhammad SAW kecil hidup di
bawah asuhannya. Halimah menyayangi baginda Rasul seperti menyayangi anak
sendiri, penuh kasih sayang dan cinta, namun karena banyak kejadian yang luar
biasa sehingga takut akan terjadi hal-hal yang tidak baik sehingga
dikembalikanlah Rasul SAW kepada keluarga beliau.
Muhammad SAW kira-kira berusia enam tahun, dimana tatkala asik
bermain-main dengan teman-teman beliau, teman-teman beliau gembira saat
ayah-ayah mereka pulang, namun Rasulullah pulang dengan tangisan menemui ibunda
beliau, seraya berkata wahai ibunda mana ayah?.. ibunda beliau terharu tampa
jawaban yang pasti, sehingga dalam ketidakmampuan atas jawaban tersebut, hingga
suatu ketika ibunda beliau mengajak baginda Nabi SAW pergi kekota tempat ayah
beliau dimakamkan. Sekembalinya dari pencarian Makan suami tercinta ibu Rasul
tercinta jatuh sakit dan meninggal dalam perjalanan pulang, dengan duka cita
yang mendalam dan pulang bersama seorang pembantu nabi. Sekembalinya pulang
sebagai anak yatim piatu maka beliau diasuh oleh kakeknya, Abdul Muthalib.
Namun dua tahun kemudian, kakeknya pun yang berumur 82 tahun, juga meninggal
dunia. Maka pada usia delapan tahun itu, nabi ada di bawah tanggungjawab
pamannya Abi Thalib.
Pada usia 8 tahun, seperti kebanyakan anak muda seumurnya, nabi
memelihara kambing di Mekkah dan menggembalakan di bukit dan lembah sekitarnya.
Pekerjaan menggembala sekawanan domba ini cocok bagi perangai orang yang
bijaksana dan perenung seperti Muhammad SAW muda, ketika beliau memperhatikan
segerombolan domba, perhatiannya akan tergerak oleh tanda-tanda kekuatan gaib
yang tersebar di sekelilingnya.
c.
Masa Remaja
Diriwayatkan bahwa ketika
berusia dua belas tahun, Muhammad SAW menyertai pamannya, Abu Thalib, dalam
berdagang menuju Suriah, tempat kemudian beliau berjumpa dengan seorang
pendeta, yang dalam berbagai riwayat disebutkan bernama Bahira. Meskipun beliau
merupakan satu-satunya nabi dalam sejarah yang kisah hidupnya dikenal luas,
masa-masa awal kehidupan Muhammad SAW tidak banyak diketahui[7].
Muhammad SAW, besar bersama kehidupan suku Quraisy Mekah, dan
hari-hari yang dilaluinya penuh dengan pengalaman yang sangat berharga. Dengan
kelembutan, kehalusan budi dan kejujuran beliau maka orang Quraisy Mekkah
memberi gelar kepada beliau dengan Al-Amin yang artinya orang yang dapat
dipercaya. Pada usia 30 tahunan, Muhammad
SAW sebagai tanda kecerdasan dan bijaksanya beliau, Nabi SAW mampu mendamaikan
perselisihan kecil yang muncul di tengah-tengah suku Quraisy yang sedang
melakukan renovasi Ka’bah. Mereka mempersoalkan siapa yang
paling berhak menempatkan posisi Hajar Aswad di Ka’bah. Beliau membagi tugas
kepada mereka dengan teknik dan strategi yang sangat adil dan melegakan hati
mereka.[8]
Pada masa mudanya, beliau telah menjadi pengusaha sukses dan hidup
berkecukupan dari hasil usahanya. Kemudian pada usia 25 tahun, beliau menikah
dengan pemodal besar Arab dan janda kaya Mekah, Khadijah binti Khuwailid yang
telah berusia 40 tahun.
Adapun isteri-isteri Nabi
Muhammad SAW berjumlah 11 orang, yaitu : Khadijah binti
Khuwailid, Saudah binti jam’ah, Aisyah binti Abu Bakar ra, Hafshah binti Umar
ra. Hindun ummu salamah binti Abu Umayyah, Ramlah Ummu Habibah binti Abu Sofyan,
Zainab binti Jahsyin, Zainab binti Khuzaimah, Maimunah binti Al-Harts
Al-Hilaliyah, Juwairiyah binti Al-Haarits dan Sofiyah binti Huyay. Dari 11
isteri Nabi SAW ini yang wafat saat Nabi SAW masih hidup adalah 2 orang yaitu
Khadijah dan Zainab binti Khuzaimah, sedangkan sedangkan isteri Nabi yang 9
orang masih hidup saat Nabi SAW wafat. Isteri Nabi SAW yang tersebut
disebut dengan Ummul Mu’minin artinya ibu orang-orang beriman. Mereka banyak
menolong penyebaran agama Islam di kalangan kaum ibu.
Nabi Muhammad SAW
mempunyai 7 orang anak, 3 laki-laki dan 4 perempuan yaitu : Qasim, Abdullah, Zainab,
Fatimah, Ummu kalsum, Rukayyah dan Ibrahim.
Ibu anak-anak Nabi SAW
itu semuanya dari isteri nabi Khadijah, kecuali Ibrahim, yang ibu Mariyatul
Qibtiyyah (seorang hamba perempuan yang dihadiahkan oleh seorang pembesar Mesir
kepada Nabi SAW. Anak-naka Nabi SAW tersebut wafat pada saat
Nabi SAW masih hidup, kecuali Fatimah yang wafat beberapa bulan setelah Nabi
SAW wafat.[9]
Diriwayatkan tatkala Nabi
SAW akan wafat beliau membisikkan kepada Fatimah ra, bahwa beliau akan
berpulang ke hadirat Allah, dan mendengar itu Fatimah menangis dengan sedih,
dan beberapa saat setelah itu Nabi SAW membisikan lagi sesuatu kepada Fatimah
ra, mendengar bisikan yang kedua ini Fatimah ra tersenyum, ternyata bisikan
bahwa dikabarkan bahwa setelah Nabi SAW wafat tidak ada orang yang pertama
meninggal kecuali Fatimah ra, sungguh mulia Fatimah tersenyum walau mendengar
kabar yang tentang wafat nya diri beliau, tapi semua tertutup karena cinta yang
mendalam kepada sang ayah tercinta.
2. Kerasulan Muhammad SAW
a.
Awal Kerasulan
Menjelang usianya yang
keempat puluh, Muhammad SAW terbiasa memisahkan diri dari pergaulan masyarakat
umum, untuk berkontemplasi di Gua Hira, beberapa kilometer di Utara Mekah. Di gua
tersebut, nabi mula-mula hanya berjam-jam saja, kemudian berhari-hari
bertafakur. Pada tanggal 17 Ramadhan tahun 611 M, Muhammad SAW mendapatkan
wahyu pertama dari Allah melalui Malaikat Jibril.
Pada saat beliau tidur
dan terbangun dengan tiba-tiba pada malam itu di gua bernama Hira, dalam
ketakutan yang luar biasa, seluruh tubuhnya, seluruh diri bathinnya,
dicengkeram oleh sebuah kekuatan yang sangat besar, seolah-olah seorang
malaikat telah mencengkeram beliau dalam pelukan yang menakutkan yang seakan
mencabut kehidupan dan napas darinya. Ketika beliau berbaring di sana,
remuk redam, beliau mendengar perintah, “Bacalah!” beliau tidak dapat melakukan
ini beliau bukan penyair terdidik, bukan peramal, bukan penyair dengan seribu
kalimat yang tersusun dengan baik yang siap dibibir beliau. Ketika itu beliau
protes bahwa beliau adalah buta huruf, malaikat itu merangkulnya lagi dengan
kekuatan yang begitu rupa, hingga turunlah ayat yang pertama yaitu ayat 1
sampai 5 dalam surat Al-‘Alaq.[10]
1) Bacalah dengan
(menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan,
2)
Dia Telah menciptakan manusia dari
segumpal darah.
3)
Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha
pemurah,
4)
Yang mengajar (manusia) dengan
perantaran kalam
5)
Dia mengajar kepada manusia apa
yang tidak diketahuinya.
Dia merasa ketakutan karena belum pernah mendengar dan
mengalaminya. Dengan turunnya wahyu yang pertama itu, berarti Muhammad SAW
telah dipilih Allah sebagai nabi. Dalam wahyu pertama ini, dia belum
diperintahkan untuk menyeru manusia kepada suatu agama.
Peristiwa turunnya wahyu itu menandakan telah diangkatnya Muhammad
SAW sebagai seorang nabi penerima wahyu di tanah Arab. Malam terjadinya
peristiwa itu kemudian dikenal sebagai “Malam Penuh Keagungan” (Laylah
al-qadar), dan menurut sebagian riwayat terjadi menjelang akhir bulan Ramadhan.
Setelah wahyu pertama turun, yang menandai masa awal kenabian, berlangsung masa
kekosongan, atau masa jeda (fatrah). Ketika hati Muhammad SAW diliputi
kegelisahan yang sangat dan merasakan beban emosi yang menghimpit, dia pulang
ke rumah dengan perasaan waswas, dan meminta istrinya untuk menyelimutinya.
Saat itulah turun wahyu yang kedua yang berbunyi:
“Wahai kau yang berselimut! Bangkit dan berilah peringatan!.”
Dan seterusnya, yaitu surat al-Muddatstsir: 1-7. Wahyu yang telah,
dan kemudian turun sepanjang hidup Muhammad SAW, muncul dalam bentuk
suara-suara yang berbeda-beda. Tapi pada periode akhir kenabiannya, wahyu
surah-surah Madaniyah turun dalam satu suara.
b.
Pertengahan
Kerasulan
Setelah beberapa lama dakwah Nabi Muhammad SAW tersebut
dilaksanakan secara individual, turunlah perintah agar nabi menjalankan dakwah
secara terbuka. Mula-mula beliau mengundang dan menyeru kerabat karibnya dan
Bani Abdul Muthalib. Beliau mengatakan di tengah-tengah mereka, “Saya tidak
melihat seorang pun di kalangan Arab yang dapat membawa sesuatu ke
tengah-tengah mereka lebih baik dari apa yang saya bawa kepada kalian.
Kubawakan kepada kalian dunia dan akhirat yang terbaik. Tuhan memerintahkan
saya mengajak kalian semua. Siapakah diantara kalian yang mau mendukung saya
dalam hal ini?”. Mereka semua menolak kecuali Ali bin Abi Thalib.
Pada permulaan dakwah ini
orang yang pertama-tama merima dakwah nabi yaitu dengan masuk Islam adalah,
dari pihak laki-laki dewasa adalah Abu Bakar Ash-Shiddiq, dari pihak perempuan
adalah isteri nabi SAW yaitu Khadijah, dan dari pihak anak-anak adalah Ali bin
Abi Thalib ra.
Dalam memulai dakwah nabi
banyak mendapat halangan dari pihak kafir quraisy mekah dan berbagai bujuk rayu
yang dilakukan kaum Quraisy untuk menghentikan dakwah Nabi gagal,
tindakan-tindakan kekerasan secara fisik yang sebelumnya sudah dilakukan
semakin ditingkatkan. Kekejaman yang dilakukan oleh penduduk Mekah
terhadap kaum muslimin itu, mendorong Nabi Muhammad SAW untuk mengungsikan
sahabat-sahabatnya ke luar Mekah. Pada tahun kelima kerasulannya, nabi
menetapkan Habsyah (Ethiopia) sebagi negeri tempat pengungsian.
Usaha orang-orang
Quraisy untuk menghalangi hijrah ke Habsyah ini, termasuk
membujuk Negus (Raja) agar menolak kehadiran umat Islam di
sana, gagal. Bahkan, di tengah meningkatnya kekejaman itu, dua orang Quraisy
masuk Islam, Hamzah dan Umar ibn Khathab. Dengan masuk Islamnya dua tokoh besar
ini posisi Islam semakin kuat.
Tatkala banyaknya tekanan
dari berbagai pihak Nabi SAW mengalami kesedihan yang mendalam yaitu wafat nya
seorang paman yaitu Abu Thalib sebagai pelindung dan isteri tercinta yang setia
menemani hari-hari beliau yaitu Khadijah binti Khuwailid, sehingga Allah
menghibur hati baginda Rasul SAW dengan terjadinya Isra’ dan Mi’rajnya Nabi
Muhammad SAW. diriwayatkan pada suatu malam ketika Nabi SAW ada di Masjidil
Haram di Mekkah, datanglah Jibril as. Dan beserta malaikat yang lain, lalu
dibawanya dengan mengendarai Buroq ke Masjidil Aqsa di negeri Syam,
kemudian Nabi SAW dinaikkan ke langit untuk diperlihatkan kepada Nabi SAW
tanda-tanda kebesaran dan kekayaan Allah SWT, pada malam itu juga Nabi SAW
kembali kenegeri Mekkah. Perjalanan dari Masjidil Haram ke Masjidil
Aqso dinamakan Isra, dan dinaikkannya Nabi SAW dari Masjidil Aqso ke langit
disebut Mi’raj. Pada malam inilah mulai di wajibkan Shalat Fardlu 5 kali dalam
sehari.[11]
Setelah peristiwa Isra’ dan Mi’raj, suatu perkembangan besar bagi
kemajuan dakwah Islam muncul. Perkembangan itu diantaranya datang dari sejumlah
penduduk Yatsrib yang berhaji ke Mekah. Mereka, yang terdiri dari suku ‘Aus dan
Khazraj, masuk Islam dalam tiga gelombang. Pertama, pada tahun kesepuluh
kenabian, beberapa orang Khazraj menemui Muhammad SAW untuk masuk Islam, dan
mengharapkan agar ajaran Islam dapat mendamaikan permusauhan suku ‘Aus dan
Khazraj. Kedua, pada tahun keduabelas kenabian, delegasi Yatsrib terdiri dari
sepuluh orang Khazraj dan dua orang ‘Aus serta seorang wanita menemui
Muhammad SAW di tempat bernama Aqabah. Mereka menyatakan ikrar kesetiaan. Ikrar
ini dinamakan dengan perjanjian “Aqabah Pertama”. Ketiga, pada musim haji
berikutnya, jama’ah haji yang datang dari Yatsrib berjumlah 73 orang. Atas nama
penduduk Yatsrib, mereka meminta Muhammad SAW dan Muslimin Makkah agar berkenan
pindah ke Yatsrib. Mereka berjanji akan membelanya dari segala ancaman.
Perjanjian ini dinamakan dengan perjanjian “Aqabah Kedua”.
Dalam perjalanan ke Yatsrib nabi ditemani oleh Abu Bakar
Ash-Shiddiq. Ketika di Quba, sebuah desa yang jaraknya sekitar lima kilometer
dari Yatsrib, nabi istirahat beberapa hari lamanya. Dia menginap di rumah
Kalsum bin Hindun. Di halaman rumah ini nabi membangun sebuah mesjid. Inilah
mesjid pertama yang dibangun nabi, sebagai pusat peribadatan. Tak lama
kemudian, Ali bin Abi Thalib menyusul nabi, setelah menyelesaikan segala urusan
di Mekah.
Sementara itu, penduduk Yatsrib menunggu-nunggu kedatanganya. Waktu
yang mereka tunggu-tunggu itu tiba, mereka menyambut nabi dan kedua sahabatnya
dengan penuh kegembiraan. Sejak itu, sebagai penghormatan terhadap nabi, nama
kota Yatsrib diubah menjadi Madinatun Nabi (Kota Nabi) atau sering
disebut Madinatul Munawwarah (Kota yang bercahaya), karena dari
sanalah sinar Islam memancar keseluruh dunia.
Kejadian itu disebut
dengan “hijrah” bukan sepenuhnya sebuah “pelarian”, tetapi merupakan
rencana perpindahan yang telah dipertimbangkan secara seksama selama sekitar
dua tahun sebelumnya. Tujuh belas tahun kemudian, Khalifah Umar bin Khattab
menetapkan saat terjadinya peristiwa hijrah sebagai awal tahun Islam, atau
tahun qamariyah.
c.
Akhir Masa
Kerasulan
1)
Pembentukan
Negara Madinah
Setelah tiba dan diterima penduduk Yatsrib (Madinah), Nabi Muhammad
SAW resmi sebagai pemimpin penduduk kota itu. Babak baru dalam sejarah Islam
pun dimulai. Berbeda dengan periode Mekah, pada periode Madinah, Islam
merupakan kekuatan politik. Ajaran Islam yang berkenaan dengan kehidupan
masyarakat banyak turun di Madinah. Nabi Muhammad SAW mempunyai kedudukan,
bukan saja sebagai kepala agama, tetapi juga sebagai kepala negara. Dengan kata
lain, dalam diri nabi terkumpul dua kekuasaan, kekuasaam spiritual dan
kekuasaan duniawi. Kedudukannya sebagai rasul secara otomatis merupakan kepala
negara.[12]
Dengan terbentuknya Negara Madinah, Islam makin bertambah kuat.
Perkembangan Islam yang pesat itu membuat orang-orang Mekah dan musuh-musuh
Islam lainnya menjadi risau. Kerisauan ini akan mendorong orang-orang Quraisy
berbuat apa saja. Untuk menghadapi kemungkinan-kemungkinan gangguan dari musuh,
nabi, sebagi kepala pemerintahan, mengatur siasat dan membentuk pasukan tentara.
Umat Islam diijinkan berperang dangan dua alasan: (1) untuk mempertahankan diri
dan melindungi hak miliknya, dan (2) menjaga keselamatan dalam penyebaran
kepercayaan dan mempertahankannya dari orang-orang yang menghalang-halanginya.
Dalam sejarah Madinah ini memang banyak terjadi peperangan sebagai
upaya kaum muslimin mempertahankan diri dari serangan musuh. Nabi sendiri, di
awal pemerintahannya, mengadakan beberapa ekspedisi ke luar kota sebagai aksi
siaga melatih kemampuan calon pasukan yang memang mutlak diperlukan untuk
melindungi dan mempertahankan negara yang baru dibentuk. Perjanjian damai
dengan berbagai kabilah di sekitar Madinah juga diadakan dengan maksud
memperkuat kedudukan Madinah.
Pada tahun 9 dan 10 Hijriyah (630-632 M) banyak suku dari pelosok
Arab mengutus delegasinya kepada Nabi Muhammad SAW menyatakan ketundukan
mereka. Masuknya orang Mekah ke dalam agama Islam rupanya mempunyai pengaruh
yang amat besar pada penduduk padang pasir yang liar itu. Tahun itu disebut dengan
tahun perutusan. Persatuan bangsa Arab telah terwujud; peperangan antara suku
yang berlangsung sebelumnya telah berubah menjadi persaudaraan seagama.
Setelah itu, Nabi Muhammad SAW segera kembali ke Madinah. Beliau
mengatur organisasi masyarakat kabilah yang telah memeluk agama Islam. Petugas
keagamaan dan para dai’ dikirim ke berbagai daerah dan kabilah untuk
mengajarkan ajaran-ajaran Islam, mengatur peradilan, dan memungut zakat. Dua
bulan setelah itu, Nabi menderita sakit demam. Tenaganya dengan cepat
berkurang. Pada hari senin tanggal 12 Rabi’ul Awal 11 H/ 8 Juni 632 M., Nabi
Muhammad SAW wafat di rumah istrinya Aisyah.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Sejarah adalah
sebuah asal-usul (keturunan) silsilah atau kejadian dan peristiwa yang
benar-benar terjadi pada masa lampau. Sedangkan
Nabi adalah seorang yang diberi wahyu oleh Allah subhanahu wata’ala untuk
melanjutkan syari’at yang diemban oleh Rasul sebelumnya.
2. Dalil Pentingnya
Mempelajari Sejarah dari Al-Qur’an: Q.S Al-Hasyr: 18 dan Ar-Ruum: 42.
3. Dari
perjalanan sejarah nabi ini, dapat disimpulkan bahwa Nabi Muhammad SAW, di
samping sebagai pemimpin agama, juga seorang negarawan, pemimpin politik dan
administrasi yang cakap. Hanya dalam waktu sebelas tahun menjadi pemimpin
politik, beliau berhasil menundukan seluruh Jazirah Arab ke dalam kekuasaannya.
4. Kita dapat
membagi masa dakwah Muhammad SAW menjadi dua periode, yang satu berbeda secara
total dengan yang lainnya, yaitu:
-
Periode Mekah, berjalan kira-kira
tiga belas tahun.
-
Periode Madinah, berjalan selama
sepuluh tahun penuh.
5.
Setiap periode memiliki
tahapan-tahapan tersendiri, dengan kekhususannya masing-masing. Periode mekah
dapat dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu:
-
Tahapan dakwah secara
sembunyi-sembunyi, yang berjalan selama tiga tahun.
-
Tahapan dakwah secara
terang-terangan di tengah penduduk Mekah, yang dimulai sejak tahun keempat dari
kenabian hingga akhir tahun kesepuluh.
-
Tahapan dakwah di luar Mekah, yang
dimulai dari tahun kesepuluh dari kenabian hingga hijrah ke Madinah.
6.
Sedangkan periode Madinah dapat
dibagi menjadi tiga tahapan fase:
-
Fase yang banyak diwarnai cobaan
dan perselisihan, banyak rintangan yang muncul dari dalam, sementara musuh dari
luar menyerang Madinah untuk menyingkirkan para pendatangnya. Fase ini berakhir
dengan dikukuhkannya perjanjian Hudaibiyah.
-
Fase perdamaian dengan para
pemimpin paganisme, yang berakhir dengan Futuh Makah pada bulan Ramadhan tahun
kedelapan dari Hijriyah. Ini juga merupakan fase berdakwah kepada para raja
agar masuk Islam.
-
Fase masuknya manusia ke dalam
Islam secara berbondong-bondong, yaitu masa kedatangan para utusan dari
berbagai kabilah dan kaum ke Madinah. Masa ini membentang hingga wafatnya
Rasulullah SAW.
B. Kritik dan Saran
Demikian makalah yang saya buat, semoga dapat diambil manfaatnya.
Tentu saja makalah ini jauh dari sempurna karena kealpaan adalah mutlak sifat
manusia. Apabila ada kesalahan dalam penulisan ataupun penyampaian materi, saya
sebagai penulis mohon maaf sebesar-besarnya.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Hameed Siddiqui, The Life Muhammad, (Delhi: Righway
Publication, 2001).
Abdul Haq Vidyarthi dan Abdul Ahad Dawud, Ramalan Tentang
Muhammad SAW, (Jakarta : PT. Mizan Publika, 2006)
Ajid Thohir, Kehidupan Umat Islam Pada Masa Rasulullah
SAW, (Bandung: Pustaka Setia, 2004).
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 1997)
Barnaby Rogerson, Biografi Muhammad, (Jogjakarta :
Diglossia, 2007).
Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai
Aspeknya, jilid 1, (Jakarta: UI Press, 1985, cet. 5).
Ja’far Al-Barzanji, AL-Maulid An-Nabawi, (Jakarta:
Maktabah Sa’diyah. Tt.).
Muhammad Husain Haekal, Sejarah Hidup Muhammad, (Jakarta:
Litera Antarnusa, 1990, cet. 12).
Nayla Putri dkk, Sirah Nabawiyah. (Bandung: CV. Pustaka
Islamika, 2008).
Philip K. Hitti, History Of The Arabs, diterjemahkan R.
Cecep Lukman Yasin, Karya (Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2008).
Wikipedia. Pengertian
Nabi. Wikipedia.org/pengertian-nabi/ Diakses pada
tanggal 26 September 2017 Pukul 13.00 WIB.
[1]
Wikipedia. Pengertian
Nabi. Wikipedia.org/pengertian-nabi/ Diakses pada tanggal 26 September 2017 Pukul 13.00 WIB.
[4]
Muhammad Husain Haekal, Sejarah
Hidup Muhammad, (Jakarta: Litera Antarnusa, 1990, cet. 12), hal. 49.
[7]
Philip K. Hitti, History Of
The Arabs, diterjemahkan R. Cecep Lukman Yasin, Karya
(Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2008), 140.
[12]
Harun Nasution, Islam
Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, jilid 1, (Jakarta: UI Press, 1985,
cet. 5), 101.
No comments:
Post a Comment