1

loading...

Sunday, November 4, 2018

MAKALAH AHLAK TASAWUF “MENGENAL DAN MENCINTAI RASULULLAH SAW"


MAKALAH AHLAK TASAWUF “MENGENAL DAN MENCINTAI RASULULLAH SAW"

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
            Manusia di ciptakan oleh Allah subhanallah wata’ala bukan untuk main-main saja. Namun lebih dari itu yakni untuk beribadah kepada Allah SWT. Rasulullah SAW salah satu dari rasul yang di utus oleh Allah SWT. Yang telah memberikan cahaya kebenaran untuk seluruh umat islam. Sebagai umat islam kita dituntut untuk mengetahui sejarah perjuangan nabi Muhammad saw. Nabi Muhammad adalah pembawa cahaya kebenaran untuk seluruh umat manusia, penyempurna ajaran-ajaran para nabi terdahulu, penutup para nabi dan tidak ada nabi atau wahyu apapun yang di turunkan Allah setelah wafatnya Nabi Muhammad saw. Rasulullah SAW adalah utusan termulia yang diturunkan oleh Allah sebagai pembawa rahmat bagi seluruh semesta alam. Dalam diri beliau tercakup semua kebaikan ciptaan Allah.
                Dalam mengemban risalah dakwah, beliau dibantu oleh para sahabatnya. Para sahabat Nabi merupakan generasi terbaik yang terlahir dari hasil didikan madrasah langsung Rasulullah. Mereka selalu menjadikan tindak-tanduk,tutur kata dan segala perbuatan Nabi Muhammad sebagai contoh dan tauladan hidup. Mereka telah menjadi generasi terbaik karena mengikuti cahaya islam yang dibawa Rasulullah dan sebagai generasi islamiyah maka sudah sewajarnya kita selalu mengingat semua hal tentang Nabi Muhammad saw dan jadikan nabi Muhammad sebagai suri tauladan kita.

1.2 Rumusan Masalah
      1. Kapan Rasullulah Lahir ?
      2. Bagaimana Masa Kecil Rasulullah ?
      3. Pola Makan Rasulullah ?
      4. Apa yang di maksud Rahmatan Lil ‘alamin ?

BAB 2
PEMBAHASAN
1. KISA NABI MUHAMMAD SAW
Tepat 50 hari setelah peristiwa penyerbuan pasukan gajah ke Ka’bah. Usia kandungan Aminah telah mencapai 9 bulan. Detik kelahiran kian dekat, Aminah mulai merasakan ada yang bergerak cepat di perutnya. Keringat mengucur deras dari tubuhnya, tangan mencengkeram kain selimut menahan sakit yang teramat. Dalam Sirah Nabawiyah dikatakan bahwa tali pusar Muhammad sang bayi dari rahim Aminah telah terpotong dan sudah dikhitan. Namun ada sejarah lain ulama berpendapat Muhammad kecil dikhitan kakeknya.
Senin Rabiul awal atau 22 April 571 M, lahir bayi bernama Muhammad hasil perjuangan sendiri dari Aminah. Dari Musnad Ahmad Aminah berkata “ketika aku melahirkan dari rahimku keluar cahaya menerangi istana-istana negeri Syam. Saat bayi ini lahir, berhala-berhala berjatuhan, istana Kisra terguncang dan api persembahan Persia padam. Aminah segera mengirim utusan kepada Abu Muthalib untuk mengabarkan kelahiran cucunya. Saat kakeknya itu tiba, tembikar tempat bayi Muhammad tiba-tiba terbelah 2. Abdul Muthalib sudah diberi tahu oleh raja Yaman, Saif bin Dzi Yasn, serta Umayah bin Abi Shalat bahwa cucunya akan jadi orang besar. Dari ibnu Hisyam diceritakan bahwa sang kakek membawa cucunya itu masuk Ka’bah seraya berdo’a syukur kepadaNYA. Ibnu Ishaq dan Baihaqi berkata bahwa seseorang mendatangi Aminah saat hamil “berilah bayi itu kelak kalau lahir namanya Muhammad, karena sesungguhnya dalam kitab Taurat dan Injil adalah Ahmad, semoga kelak ia dipuji penduduk bumi dan langit”. Saat sang kakek mengadakan aqiqah diundanglah para pembesar Quraisy, dan terjadilah dialog diantara mereka.
“Siapa nama yang kau berikan pada anak itu?”
“Aku akan beri nama Muhammad”
Semua yang hadir saat itu terkejut. Rasulullah SAW dalam Shahih Bukhari bersabda : Aku adalah Muhammad, Aku adalah Ahmad, Aku adalah Mahi (si penghapus) yang diutus untuk menghapus kekafiran. Aku adalah Hasyir (si penghimpun) yang mengumpulkan orang-orang. Dan Aku adalah Aqib yang artinya adalah nabi terakhir dan tak ada nabi setelahnya. Tradisi bangsa Arab, ketika bayi lahir harus disusui wanita lain. Aminah mematung berdiri didepan pintu menggendong anaknya. Ia menunggu cukup lama, menunggu kabilah Bani Sa’ad yang akan menjadi ibu susu anaknya itu. Namun tak satupun rombongan kabilah itu mau menghampirinya karena Muhammad kecil seorang anak yatim tak banyak harta. “Izinkan aku menjadi ibu susunya” ucap wanita yang diketahui bernama Halimah binti Abu Dzuai. Suaminya bernama Al-Harits bin Abd ullah Uzza.                Halimah sekeluarga bukanlah orang berkecukupan. Dia datang ke Mekkah saat musim paceklik, mengendarai keledai putih yang kurus. Ia juga membawa anaknya yang masih kecil serta seekor unta yang sudah tak dapat menghasilkan susu. Allah maha berkehendak, saat hendak pulang seketika air susunya terasa penuh, iapun menyusui. Semenjak menjadi Ibu susu Muhammad SAW, Halimah merasa banyak diberi kemudahan , untanya dan kambingnya menghasilkan lagi. Setiap 6 bulan sekali Halimah datang ke Mekkah menemui Aminah hingga satu ketika masa susuan pun usai. Kami sangat berharap agar dia bisa tinggal bersama kami hingga kuat, karena kami dapat banyak berkah setelah dia saya susui. Dengan berat hati Aminah mengizinkan anaknya dibawa Halimah. Selain Muhammad, Halimah juga menyusui anak lainnya diantaranya Abdullah bin Harits, Hudzafah, dll. Saat Muhammad kecil berusia 4 tahun, suatu siang sedang bermain bersama anak-anak lain. Jibril datang. Dalam Shahih Muslim diceritakan tentang pembelahan dada Muhammad SAW sbb : tangan mungil anak itu dipegang Jibril, ini membuat kaget dan membuatnya pingsan. Jibril kemudian membuka baju Muhammad, membelah dadanya dan mengambil hatinya. Segumpal hati dikeluarkan kemudian Jibril mencuci “bagian syetan dari hati” tersebut dengan air zam-zam dalam bejana emas. Setelah itu ia menempatkan hati itu ketempatnya semula. Dada yang terbelah itu kembali seperti sedia kala. Anak-anak lainnya menjerit “Muhammad dibunuh!!!”, mereka saat peristiwa terjadi. Halimah terkejut, dan lebih terkejut lagi saat melihat anak itu berdiri, sehat, bahkan rona wajahya cerah memancarkan cahaya. Anas berkata : sungguh aku telah melihat bekas jahitan itu di dada nabi SAW (HR Muslim). Pembelahan dada ini menurut Ibnu askit terjadi saat usia Muhammad 10 tahun lebih sedikit. Dalam riwayat lain pembelahan kedua terjadi saat usia Muhammad 50 tahun saat peristiwa Isra’ Mi’raj (HR Bukhari). Mengenai pembelahan dada ini masih diragukan oleh kaum liberalis, rasionalis, orientalis, dan sebagian kaum muslim. Tapi bagi Allah tak ada hal yang mustahil. Saat Muhammad SAW berusia 6 tahun, Aminah mengajaknya mengunjungi makam ayahnya Abdullah di Yastrib (Madinah). Setelah 1 bulan disana, ketika mereka dalam perjalanan kembali ke Mekkah, suhu tubuh Aminah meninggi. Abdul Muthalib sang kakek cemas akan hal ini, rasa sakit aminah pun bertambah parah, sekujur tubuhnya menggigil. Sekian kisah singkat kelahiran dan sedikit masa kecil Muhammad SAW. Allahumma Salli’ala Sayyidina Muhammadin wa Aalihi Wasallim.
A.  SEJARA KEHIDUPAN NABI MUHAMMAD DIMASA KECIL
1. Nabi Muhammad di Dusun Bani Sa'ad
Nabi Muhammad diserahkan kepada Halimah, seorang dari dusun Bani Sa'ad, supaya disusukan dan diasuh di dusun itu, sesuai dengan adat kebiasaan yang telah berlaku dalam lingkungan para bangsawan Quraisy pada masa itu.
Adat kebiasaan para bangsawan Quraisy bertujuan agar anak itu hidup didalam udara padang pasir yang bersih dan dalam suasana yang bebas merdeka. Dengan demikian, tubuh anak dapat tumbuh dengan segar dan sehat, kecerdasan pikirannya dapat ditunjang dengan semangat hidup yang bebas merdeka karena dalam pergaulannya tidak dipengaruhi oleh pergaulan hidup orang asing.
Nabi Muhammad disusukan dan diasuh oleh Halimah, tetapi tidak berselang beberapa hari, banyak kejadian yang terjadi diantaranya, keadaan rumah tangga dan keluarga Halimah tampak kelihatan berbahagia. Air susunya yang untuk disusukan kepada Nabi SAW bertambah banyak, kambing miliknya bertambah gemuk dan keadaan segala sesuatu miliknya bertambah baik.
Kira-kira setelah dua tahun Nabi Muhammad disusui dan diasuh oleh Halimah, dan sesudah beliau dihentikan menyusu, lalu oleh Halimah diantar kembali kepada ibunya, Aminah. Oleh Aminah, kedatangan anaknya itu disambut dengan sangat gembira, tetapi kepada Halimah dia meminta dan mengharap supaya anaknya itu dibawa kembali ke dusunnya karena Aminah khawatir tubuh anaknya yang tampak subur dan sehat itu akan terganggu penyakit di kota Makkkah. Oleh Halimah,permintaan itu diterima baik, kemudian NabiSAW, dibawa lagi ke dusun Bani Sa'ad sampai berumur empat tahun.
2. Kejadian yang Aneh
Sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Anas mengatakan, bahwa Malaikat Jibril mendatangi MuhammadSAW di saat beliau sedang bermain-main dengan anak-anak lainnya. Beliau kemudian diajak pergi, lalu dibaringkan, dibedah dadanya lalu dikeluarkan hatinya. Dari hati beliau diambil segumpal darah hitam, lalu Malaikat Jibril berkata: “Inilah bagian setan yang ada dalam tubuhmu!”. Hati beliau lalu di cuci dengan air Zamzam dalam sebuah bokor kencana, kemudian diletakkan kembali pada tempat semula, lalu dada beliau ditutup kembali.
Anak-anak lain yang bermain-main dengan beliau lari menemui ibu susuan dan memberitahukan bahwa Muhammad SAW mati dibunuh orang. Semua anggota keluarga datang ke tempat beliau dan mereka melihat Muhammad SAW dalam keadaan cemas dan pucat pasi.
3. Kematian Ibu
Dengan adanya peristiwa pembelahan dada itu. Halimah merasa khawatir terhadap keselamatan beliau hingga dia mengembalikannya kepada ibu beliau. Maka beliau hidup bersama ibunda tercinta hingga berumur 6 tahun.
Aminah merasa perlu mengenang suaminya yang telah meninggal dunia dengan cara mengunjungi kuburannya di Yatsrib. Maka dia pergi dari Makkah untuk menempuh perjalanan sejauh 500 kilometer bersama putranya yang yatim, Muhammad SAW, disertai pembantu wanitanya, Ummu Aiman. Abdul Muththalib mendukung hal ini. Setelah menetap selama sebulan di Madinah, Aminah dan rombongannya siap-siap untuk kembali ke Makkah. Dalam perjalanan pulang itu dia jatuh sakit dan akhirnya meninggal dunia di Abwa’, yang terletak antara Makkah dan Madinah.
4. Kematian Kakek
Kemudian beliau kembali ke tempat kakeknya, Abdul Muththolib di Makkah. Perasaan kasih sayang di dalam sanubarinya terhadap cucunya yang kini yatim piatu semakin terpupuk, cucunya yang harus menghadapi cobaan baru di atas lukanya yang lama. Hatinya bergetar oleh perasaan kasih sayang, yang tidak pernah dirasakannya sekalipun terhadap anak-anaknya sendiri. Dia tidak ingin cucunya hidup sebatang kara. Bahkan dia lebih mengutamakan cucunya daripada anak-anaknya.
Ibnu Hisyam berkata, “Ada sebuah dipan yang diletakkan di dekat Ka’bah untuk Abdul Muththolib. Kerabat-kerabatnya biasa duduk-duduk di sekeliling dipan itu hingga Abdul Muththolib keluar ke sana, dan tak ada seorang pun di antara mereka yang berani duduk di dipan itu, sebagai penghormatan terhadap dirinya. Suatu kali selagi Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam menjadi anak kecil yang montok, beliau duduk di atas dipan itu. Tatkala Abdul Muththalib melihat kejadian ini, dia berkata, “Biarkan anakku ini. Demi Allah, sesungguhnya dia akan memiliki kedudukan yang agung.“ Kemudian Abdul Mutholib duduk bersama beliau di atas dipannya, sambil mengelus punggung beliau dan senantiasa merasa gembira terhadap apa pun yang beliau lakukan.
Pada usia delapan tahun lebih dua bulan sepuluh hari dari umur Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, kakek beliau meninggal dunia di Makkah. Abdul Muththolib sudah berpesan menitipkan pengasuhan sang cucu kepada pamannya, Abu Thalib, saudara kandung bapak beliau.
5. Dibawah Asuhan Abu Thalib
Abu Thalib melaksanakan hak anak saudaranya dengan sepenuhnya dan menganggap seperti anak sendiri. Bahkan, Abu Thalib lebih mendahulukan kepentingan beliau daripada anak-anaknya sendiri, mengkhususkan perhatian dan penghormatan. Hingga berumur lebih dari 40 tahun beliau mendapat kehormatan di sisi Abu Thalib, hidup di bawah penjagaannya rela menjalin persahabatan dan bermusuhan dengan orang lain demi membela diri beliau.
6. Meminta Hujan dengan Wajah Beliau
Ibnu Asakir mentakhrij dari Julhumah bin Arfathah, dia berkata, “Tatkala aku tiba di Makkah, orang-orang sedang dilanda paceklik. Orang-orang Quraisy berkata,” Wahai Abu Thalib, lembah sedang kekeringan dan kemiskinan melanda.Marilah kita berdoa meminta hujan.”
Maka Abu Thalib keluar bersama seorang anak kecil, yang seolah-olah wajahnya adalah matahari yang membawa mendung, yang menampakkan awan sedang berjalan pelan-pelan. Di sekitar Abu Thalib juga ada beberapa anak kecil lainnya. Dia memegang anak kecil itu dan memenempelkan punggungnya ke dinding Ka’bah. Jari-jemarinya memegangi anak itu. Langit yang tadinya bersih dari mendung, tiba-tiba mendung itu datang dari seluruh penjuru, lalu menurunkan hujan yang sangat deras, hingga lembah-lembah terairi dan ladang-ladang menjadi subur. Abu Thalib mengisyaratkan hal ini dalam syair yang dibacakannya, “Putih berseri meminta hujan dengan wajahnya penolong anak yatim dan pelindung wanita janda.”
B. SEJARAH NABI MUHAMMAD SAW REMAJA
1. Bepergian ke Negeri Syam
Di tengah keluarga Abu Thalib, Muhammad SAW tumbuh dan dibesarkan. Sejalan dengan pertambahan usianya, bertambah kesadaran yang mendalam mengenai segala sesuatu yang ada disekitarnya. Ketika berusia dua belas tahun, Rasulullah saw. diajak pamanya, Abu Thalib, pergi ke Syam dalam suatu kafilah dagang. Sewaktu kafilah berada di Bashra, mereka melewati seorang pendeta bernama Bahira. Ia adalah seorang pendeta yang banyak mengetahui Injil dan ahli tentang masalah-masalah kenasranian.
Bahira kemudian melihat Nabi saw., mengamatinya dan mulai mengajaknya bicara. Bahira kemudian menoleh pada Abu Thalib dan menanyakan kepadanya: “Apa status anak ini di sisimu?” Abu Thalib menjawab: “Anakku [Abu Thalib memanggil Nabi Muhammad saw. dengan panggilan anak karena kecintaan yang mendalam].” Bahira bertanya: “Dia bukan anakmu. Tidak sepatutnya ayah anak ini masih hidup.” Abu Thalib berkata: “Dia adalah anak saudaraku.” Bahira bertanya: “Apa yang telah dilakukan oleh ayahnya?” Abu Thalib menjawab: “Ia meninggal ketika ibu anak ini mengadungnya.” Bahira berkata: “Anda benar. Bawalah ia pulang ke negerinya dan jagalah dia dari orang-orang Yahudi. Jika mereka melihatnya disini, pasti akan dijahatinya. Sesungguhnya anak saudaramu ini akan memegang perkara besar.” Abu Thalib kemudian cepat-cepat membawanya kembali ke Makkah (diringkas dari Sirah Ibnu Hisyam, 1/80; diriwayatkan oleh Thabrani di dalam Tarikh-nya: 2/287; Baihaqi dalam Sunan-nya; dan Abu Nu’aim di dalam al-Hilyah. Di antara riwayat-riwayat itu terdapat sedikit perbedaan menyangkut beberapa rincian).
2. Bahira Sang Rahib
Selagi usia Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam mencapai dua belas tahun, dan ada yang berpendapat, lebih dua bulan sepuluh hari, Abu Thalib mengajak beliau pergi berdagang dengan tujuan Syam, hingga tiba di Bushra, sebuah daerah yang sudah termasuk Syam dan merupakan ibukota Hauran, yang juga merupakan ibukotanya orang-orang Arab, sekalipun di bawah kekuasaan bangsa Romawi. Di negeri ini ada seorang Rahib yang dikenal dengan sebutan Bahira, yang nama aslinya adalah Jurjis. Tatkala rombongan singgah di daerah ini, sang Rahib menghampiri mereka dan mempersilakan mereka mampir ke tempat tinggalnya sebagai tamu kehormatan. Padahal sebelum itu rahib tersebut tidak pernah keluar, namun begitu dia bisa mengetahui Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dari sifat-sifat beliau.
Sambil memegang tangan beliau, sang Rahib berkata, “Orang ini adalah pemimpin semesta alam. Anak ini akan diutus Allah sebagai rahmat bagi seluruh alam.” Abu Thalib bertanya, “Dari mana engkau tahu hal itu?” Rahib Bahira menjawab, “Sebenarnya sejak kalian tiba di Aqabah, tak ada pepohonan dan bebatuan pun melainkan mereka tunduk bersujud. Mereka tidak sujud melainkan kepada seorang nabi. Aku bisa mengetahuinya dari cincin nubuwah yang berada di bagian tulang rawan bahunya, yang menyerupai buah apel. Kami juga bisa mendapatkan tanda itu di dalam kitab kami.”
Kemudian Rahib Bahira meminta agar Abu Thalib kembali lagi bersama beliau tanpa melanjutkan perjalanan ke Syam karena dia takut gangguan dari pihak orang-orang Yahudi. Maka Abu Thalib mengirim beliau bersama pemuda agar kembali lagi ke Makkah.
3.  Ke Medan Perang Al-Fijar
Pada usia lima belas tahun, meletus Perang Fijar antara pihak Quraisy bersama Kinanah dengan komandan yang dipegang oleh Harb bin Umayyah, berhadapan dengan pihak Qais Ailan. Perang ini bagi orang-orang Quraisy merupakan upaya untuk mempertahankan kesucian bulan-bulan haram (Dzulqo’dah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab) dan Tanah Suci. Lambang-lambang kesucian itu merupakan sisa peninggalan agama Nabi Ibrahim a.s. yang masih tetap dihormati oleh orang-orang Arab. Setelah Islam datang tradisi peninggalan Nabi Ibrahim a.s. diakui kedudukannya oleh agama ini. Dinamakan perang Fijar, karena terjadi pelanggaran terhadap kesucian tanah haram dan bulan-bulan suci tersebut yang dilakukan oleh orang-orang yang bersikap jahiliyah.
Peperangan ini terjadi di daerah suci dan pada bulan suci yakni bulan Dzul Qa'idah. Perang ini disaksikan nabi Muhammad ketika berusia 15 tahun. Dinamakan perang Fijar sebab terjadinya pada tempat dan bulan suci. Pihak-pihak yang bersengketa ialah suku Guraisy bergabung dengan Kainanah melawan suku Qais 'Ailan. Nabi Muhammad yang mengetahui terjadinya perang ini tidak tinggal diam. Beliau membantu pamannya dengan memberikan keperluan perang. Setelah banyak memakan korban dari kedua belah pihak, akhirnya mereka mengadakan perdamaian.

" Aku telah menghadiri perjanjian damai bersama orang banyak di rumah Abdullah bin Ju'adan. Aku sangat menyenangi hal itu, sama halnya aku menyenangi onta merah. Jika aku diajak berunding dalam Islam niscaya aku menerima".
Peperangan terjadi di suatu tempat bernama Nakhlah, yaitu suatu tempat yang berada antara kota Makkah dan Thaif. Nabi saw ikut ke medan perang karena diajak dan ditarik oleh para pamannya yang ikut berperang dan yang memegang tampuk pimpinan perang saat itu. Tentang usia beliau kalla itu, para ulama ahli tarikh berselisih pendapat. Sebagian mengatakan 15 tahun dan sebagian lagi mengatakan 20 tahun.
Tentang apa yang dikerjakan oleh beliau dalam peperangan itu, para ulama ahli tarikh berselisih pendapat juga. Sebagian berpendapat bahwa beliau hanya mengumpulkan anak panah yang datang dari pihak musuh kegaris kaum Quraisy, lalu menyerahkan kepada para pamannya untuk dilepaskan kembali kearah pihak musuh dan sebagian yang lain mengatakan bahwa beliau juga turut melepaskan anak panah kearah musuh,
4. Menjadi Anggota Hilful-Fudhul
Pada saat itu kota Mekah sudah tidak ada keamanan lagi. Kekuasaan pihak Quraisy tidak sanggup menjamin keamanan para penduduk Mekah dan sekitarnya. Dalam lingkungan pemerintahan kota Mekah tidak ada jabatan kehakiman dan kepolisian guna mengadili kesalahan orang yang berbuat salah, guna menjamin serta menjaga keamanan hak milik dan jiwa orang dari gangguan orang-orang yang suka berbuat curang dan sewenang-wenangnya.
Berhubung dengan itu, atas inisiatif dan usaha beberpa orang Quraisy dari Bani Hasyim, Bani Abdul Muthalib, Bani Abdul Manaf, Mani Zuhrah, dan Bani Taim yang dipelopori oleh Zubair bin Abdul Muthalib, pada suta hari diadakanlah salah suatu pertemuan penting bertempat dirumah Abdullah bin Jud'an at-Taimi, orang yang tertua dan bepengaruh dalam lingkungan mereka pada saat itu. Adapun yang dibicarakan dalam pertemuan itu berkaitan dengan tidak adanya kehakiman dan undang-undang guna melindungi kepentingan segenap penduduk di kota Makkah dan daerahnya, terutama untuk melindungi kaum yang lemah dan golongan lapisan bawah yang dianiaya oleh pihak yang kuat.
Putusan yang diambil dalam permusyawaratan itu singkatnya yaitu; di kota Makkah dan daerahnya diadakan suatu perserikatan yang bertujuan hendak memulihkan keamanan dan menegakkan keadilan bagi seluruh penduduk kota Makkah dan sekitarnya. Perserikatan itu dinamakan Hilful-Fudhul (sumpah utama) dan berpusat di kota Makkah.
Pada waktu itu Nabi Muhammad berusia dua puluh tahun. Sekalipun beliau dalam permusyawaratan itu tampak kelihatan paling muda, tetapi karena beliau itu seorang yang sudha dikenal sebagai seorang yang berpikiran cerdas, penyantun, dan berbudi luhur, maka ketika itu beliau terpilih menjadi salah seorang anggota pengurus perserikatan itu. Dan pilihan ini diterima beliau dengan baik.
Persekutuan ini disebut "al-Fudhal", yang diambil dari tiga peserta utama yang masing-masing bernama al-Fadhl. Hal itu juga menunjukkan bahwa persekutuan ini disebut "al-Fudhal" karena ia memiliki tujuan yang begitu mulia dan nama tersebut sebagai tanda penghormatan.
5. Mengembala Kambing
Pada awal masa remaja, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam tidak mempunyai pekerjaan tetap. Hanya saja beberapa riwayat menyebutkan bahwa beliau biasa mengembala kambing di kalangan Bani Sa’d dan juga di Makkah dengan imbalan berupa uang beberapa dinar.
Pada usia dua puluh tahun, beliau pergi berdagang ke Syam menjalankan barang dagangan milik Khadijah. Ibnu ishaq menuturkan, Khadijah binti Khuwailid adalah seorang wanita pedagang, terpandang dan kaya raya. Dia biasa menyuruh orang-orang untuk menjalankan barang dagangannya, dengan membagi sebagian hasilnya kepada mereka. Sementara orang-orang Quraisy memilki hobi berdagang. Tatkala Khadijah mendengar kabar tentang kejujuran perkataan beliau, kredibilitas dan kemuliaan akhlak beliau, maka diapun mengirim utusan dan menawarkan beliau agar pergi ke Syam untuk menjalankan barag dagangannya. Dia siap memberikan imbalan jauh lebih banyak dari imbalan yang pernah dia berikan kepada pedagang lain. Beliau harus pergi bersama seorang pembantu yang bernama Maisarah. Beliau menerima awaran ini. Maka beliau berangkat ke Syam untuk berdagang dengan disertai Maisarah, Yang menyebabkan dia lebih banyak merenung dan berpikir, ialah pekerjaannya menggembalakan kambing sejak dalam masa mudanya itu. Dia menggembalakan kambing keluarganya dan kambing penduduk Mekah. Dengan rasa gembira ia menyebutkan saat-saat yang dialaminya pada waktu menggembala itu. Di antaranya ia berkata: "Nabi-nabi yang diutus Allah itu gembala kambing." Dan katanya lagi: "Musa diutus, dia gembala kambing, Daud diutus, dia gembala kambing, aku diutus, juga gembala kambing keluargaku di Ajyad.
               Gembala kambing yang berhati terang itu, dalam udara yang bebas lepas di siang hari, dalam kemilau bintang bila malam sudah bertahta, menemukan suatu tempat yang serasi untuk pemikiran dan permenungannya. Ia menerawang dalam suasana alam demikian itu, karena ia ingin melihat sesuatu di balik semua itu. Dalam pelbagai manifestasi alam ia mencari suatu penafsiran tentang penciptaan semesta ini. Ia melihat dirinya sendiri. Karena hatinya yang terang, jantungnya yang hidup, ia melihat dirinya tidak terpisah dari alam semesta itu. Bukankah juga ia menghirup udaranya, dan kalau tidak demikian berarti kematian? Bukankah ia dihidupkan oleh sinar matahari, bermandikan cahaya bulan dan kehadirannya berhubungan dengan bintang-bintang dan dengan seluruh alam? Bintang-bintang dan semesta alam yang tampak membentang di depannya, berhubungan satu dengan yang lain dalam susunan yang sudah ditentukan, matahari tiada seharusnya dapat mengejar bulan atau malam akan mendahului siang. Apabila kelompok kambing yang ada di depan Muhammad itu memintakan kesadaran dan perhatiannya supaya jangan ada serigala yang akan menerkam domba itu, jangan sampai - selama tugasnya di pedalaman itu - ada domba yang sesat, maka kesadaran dan kekuatan apakah yang menjaga susunan alam yang begitu kuatini?
Pemikiran dan permenungan demikian membuat ia jauh dari segala pemikiran nafsu manusia duniawi. Ia berada lebih tinggi dari itu sehingga adanya hidup palsu yang sia-sia akan tampak jelas di hadapannya . Semua ini dibuktikan oleh keterangan yang diceritakannya kemudian, bahwa ketika itu ia sedang menggembala kambing dengan seorang kawannya. Pada suatu hari hatinya berkata, bahwa ia ingin bermain-main seperti pemuda-pemuda lain. Hal ini dikatakannya kepada kawannya pada suatu senja, bahwa ia ingin turun ke Mekah, bermain-main seperti para pemuda di gelap malam, dan dimintanya kawannya menjagakan kambing ternaknya itu. Tetapi sesampainya di ujung Mekah, perhatiannya tertarik pada suatu pesta perkawinan dan dia hadir di tempat itu. Tetapi tiba-tiba ia tertidur. Pada malam berikutnya datang lagi ia ke Mekah, dengan maksud yang sama. Terdengar olehnya irama musik yang indah, seolah turun dari langit. Ia duduk mendengarkan.

                 Jadi apakah gerangan pengaruh segala daya penarik Mekah itu terhadap kalbu dan jiwa yang begitu padat oleh pikiran dan renungan? Gerangan apa pula artinya segala daya penarik yang kita gambarkan itu yang juga tidak disenangi oleh mereka yang martabatnya jauh di bawah Muhammad?

                Karena itu ia terhindar dari cacat. Yang sangat terasa benar nikmatnya, ialah bila ia sedang berpikir atau merenung. Dan kehidupan berpikir dan merenung serta kesenangan bekerja sekadarnya seperti menggembalakan kambing, bukanlah suatu cara hidup yang membawa kekayaan berlimpah-limpah baginya. Dan memang tidak pernah Muhammad mempedulikan hal itu. Dalam hidupnya ia memang menjauhkan diri dari segala pengaruh materi.
Bukankah dia juga yang pernah berkata: "Kami adalah golongan yang hanya makan bila merasa lapar, dan bila sudah makan tidak sampai kenyang?" Bukankah dia juga yang sudah dikenal orang hidup dalam kekurangan selalu dan minta supaya orang bergembira menghadapi penderitaan hidup? Cara orang mengejar harta dengan serakah hendak memenuhi hawa nafsunya, sama sekali tidak pernah dikenal Muhammad selama hidupnya. Kenikmatan jiwa yang paling besar, ialah merasakan adanya keindahan alam ini dan mengajak orang merenungkannya. Suatu kenikmatan besar, yang hanya sedikit saja dikenal orang. Kenikmatan yang dirasakan Muhammad sejak masa pertumbuhannya yang mula-mula yang telah diperlihatkan dunia sejak masa mudanya adalah kenangan yang selalu hidup dalam jiwanya, yang mengajak orang hidup tidak hanya mementingkan dunia. Ini dimulai sejak kematian ayahnya ketika ia masih dalam kandungan, kemudian kematian ibunya, kemudian kematian kakeknya. Kenikmatan demikian ini tidak memerlukan harta kekayaan yang besar, tetapi memerlukan suatu kekayaan jiwa yang kuat.
Andai kata pada waktu itu Muhammad dibiarkan saja begitu, tentu takkan tertarik ia kepada harta. Dengan keadaannya itu ia akan tetap bahagia, seperti halnya dengan gembala-gembala pemikir, yang telah menggabungkan alam ke dalam diri mereka
Akan tetapi Abu Talib pamannya - seperti sudah kita sebutkan tadi -hidup miskin dan banyak anak. Dari kemenakannya itu ia mengharapkan akan dapat memberikan tambahan rejeki yang akan diperoleh dari pemilik-pemilik kambing yang kambingnya digembalakan. Suatu waktu ia mendengar berita, bahwa Khadijah binti Khuwailid mengupah orang-orang Quraisy untuk menjalankan perdagangannya. Khadijah adalah seorang wanita pedagang yang kaya dan dihormati, mengupah orang yang akan memperdagangkan hartanya itu. Berasal dari Keluarga (Banu) Asad, ia bertambah kaya setelah dua kali ia kawin dengan keluarga Makhzum, sehingga dia menjadi seorang penduduk Mekah yang terkaya. Ia menjalankan dagangannya itu dengan bantuan ayahnya Khuwailid dan beberapa orang kepercayaannya. Beberapa pemuka Quraisy pernah melamarnya, tetapi ditolaknya. Ia yakin mereka itu melamar hanya karena memandang hartanya. Sungguhpun begitu usahanya itu terus dikembangkan.

C. MASA DEWASA NABI MUHAMMAD SAW
            Setelah dewasa, Muhammad mencari penghidupannya dengan berniaga. Modalnya diperoleh dari Khadijah binti Khuwailid, seorang janda kaya yang menaruh kepercayaan kepadanya.
Dalam usia 24 tahun, ia pergi berdagang ke Syria dengan ditemani oleh bujang Khadijah, Maisara. Perdagangannya itu memperoleh keuntungan besar. Dalam perniagaan, mereka bertemu dengan seorang pendeta Kristen bernama Jurjis, yang meramalkan kenabian Muhammad. Dipesankannya kepada Maisara agar menjaga tuannya dengan hati-hati,terutama terhadap golongan Yahudi.
 Hubungan dagang yang baik antara Muhammad dan Khadijah ini, begitu pula laporan perjalanannya ke Syria dan pertemuannya dengan Jurjis, menyebabkan Khadijah menaruh minat kepada Muhammad. Hal itu mendapat sambutan selayaknya dan akhirnya mereka pun menikah. Usia Muhammad ketika itu 25 tahun, sedangkan Khadijah telah berusia 40 tahun.
           Sewaktu Muhammad berusia 35 tahun, terjadi perselisihan di antara orang-orang Quraisy. Ketika memperbaiki Kakbah dan hendak meletakkan Hajar Aswad di tempatnya semula, mereka berebutan hendak melaksanakannya. Masing-masing suku menganggap bahwa sukunyalah yang lebih berhak.Perselisihan ini hampir saja berlarut-larut dan hampir menimbulkan, perang saudara. Untunglah atas usul dari seorang pemuka, Muhammad diangkat sebagai hakim. Dengan bijaksana, Muhammad pun berhasil mengatasi kesulitan itu. Dihamparkannya sorbannya, kemudian ditaruhnya Hajar Aswad di atasnya, lalu kepala suku masing-masing memegang pinggirnya. Kemudian, secara bersama batu itu diangkat dan akhirnya ditaruh oleh Muhammad ke tempat semula. Demikianlah sengketa itu dapat diatasi, dan kepercayaan Quraisy kepada Muhammad pun kian bertambah besar Setelah dewasa, Muhammad mencari penghidupannya dengan berniaga. Modalnya diperoleh dari Khadijah binti Khuwailid, seorang janda kaya yang menaruh kepercayaan kepadanya.
           Dalam usia 24 tahun, ia pergi berdagang ke Syria dengan ditemani oleh bujang Khadijah, Maisara. Perdagangannya itu memperoleh keuntungan besar. Dalam perniagaan, mereka bertemu dengan seorang pendeta Kristen bernama Jurjis, yang meramalkan kenabian Muhammad. Dipesankannya kepada Maisara agar menjaga tuannya dengan hati-hati, terutama terhadap yahudi.   
 Hubungan dagang yang baik antara Muhammad dan Khadijah ini, begitu pula laporan perjalanannya ke Syria dan pertemuannya dengan Jurjis, menyebabkan Khadijah menaruh minat kepada Muhammad. Hal itu mendapat sambutan selayaknya dan akhirnya mereka pun menikah.

2. RISALAH KENABIAN RASULULLAH SAW
1.   Pembawa Kebenaran
Sesungguhnya kami mengutus kamu dengan membawa kebenaran, sebagai pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan. Dan tidak ada suatu umat pun melainkan telah ada padanya seorang pemberi peringatan. (QS. Al-Fatir : 24).
Allah Telah mengutus Nabi Muhammad membawa perkara yang tetap yang membawa kebenaran, tegas, dan tidak akan menyesatkan umat manusia. Namun justru akan membahagiakan bagi siapapun yang mau menjadikan Al-Qur’an sebagai petunjuk. Hal inipun akan membuat hati tenang dengan keyakinan yang mantap.
Masalah-masalah yang beliau bawa adalah menyakup masalah akidah yang sesuai dengan kenyataannya dan mengandung masalah syari’at yang menuntun pemeluknya kepada kebahagiaan dunia dan akhirat.
2.   Pembawa Kabar Gembira dan Peringatan

إِنَّا أَرْسَلْنَاكَ بِالْحَقِّ بَشِيرًا وَنَذِيرًا وَلَا تُسْأَلُ عَنْ أَصْحَابِ الْجَحِيمِ (119)
Artinya :
Sesunguhnya kami telah mengutusmu dengan haq, sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, dan kamu tidak akan diminta (pertanggungjawaban) tentang penghuni-penghuni neraka. (QS. Al-Baqarah : 119).
Dalam redaksi ayat di atas langsung ditunjukkan kepada Nabi Muhammad yang disertai dengan kata yang mengandung pengukuhan, “Sesungguhnya” dan penegasan “Kami telah mengutusmu” hai Nabi Muhammad “dengan haq” yakni dengan benar dengan membawa kebenaran. Pemilihan beliau sebagai rasul adalah benar dan haq. Risalah dan ajaran yang disampaikannya juga benar dan haq. Karena semuanya berasal dari Allah SWT.1 namun pada kenyataanya pada saat itu orang-orang Arab enggan percaya, dan keengganan mereka sangat menyedihkan dan merisaukan nabi, karena itu beliau diingatkan oleh Allah bahwa beliau hanya ditugaskan oleh Allah sebagai pembawa kabar gembira dan peringatan. Dan karena itu pula, pada penutup ayat Al-Baqarah di atas ditujukan untuk menghibur beliau “Dan kamu Hai Muhammad tidak akan dimintai pertanggungjawaban tentang penghuni-penghuni neraka”. Yaitu mereka yang mengingkari risalahmu dan menolak Al-Quran sebagai firman Allah adalah penghuni neraka. Wajar jika mereka tidak mau beriman sebab mereka adalah penghuni neraka.
Belaiu diutus Allah untuk memberi kabar gembira kepada orang yang taat dan memberi peringatan pada pelaku maksiat bukan untuk memaksa seseorang agar mau beriman.
3.   Sebagai Rohmat Seluruh Alam
Sebenarnya rasul diutus ke dunia bukan hanya untuk satu kaum saja, namun beliau diutus oleh Allah untuk semua umat manusia dan seluruh Alam.
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ (107)
Artinya :
Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk menjadi rahmat bagi semesta alam. (QS. Surat Al-Anbiya’ : 107)
Dalam ayat ini dikemukakan tentang salah satu keistemewaan beliau. Yaitu tentang kepribadiannya yang merupakan rahmat, disamping ajaran-ajaran beliau yang disampaikan dan diterapkan. Dalam redaksinya ayat diatas akan singkat namun mengandung makna yang sangat luas. Ayat ini menyebut empat hal pokok, yaitu :
a.   Rasul, dalam hal ini adalah Nabi Muhammad
b.   Yang mengutus beliau adalah Allah
c.   Yang diutus kepada manusia (Al-Amin)
d.  Dan risalah, yang kesemuanya mengisyaratkan sifat-sifatnya yakni rahmat yang sifatnya sangat besar ditambah lagi dengan menggambarkan ketercakupan sasaran dalam semua waktu dan tempat.2
Rasul adalah rahmat bukan saja datangnya beliau membawa ajaran, namun sosok dan kepribadian beliau adalah rahmat yang dianugrahkan oleh Allah pada beliau. Ayat di atas tidak menyatakan bahwa “Kami tidak mengutus engkau untuk membawa rahmat, namun sebagai rahmat atau agar engkau menjadi rahmat diseluruh alam”.
Tidak ditemukan dalam al-quran seorangpun yang dijuluki dengan rahmat kecuali Rasulullah dan tidak juga satu makhluk pun yang disifati dengan sifat Allah Ar-Rahim kecuali Rasulullah.3
4. Mengeluarkan Umat Dari Kegelapan Menuju Cahaya
Sebagaimana dijelaskan dalam surat At-Talaq ayat 11 yang artinya adalah sebagaimana berikut
 (Dan Mengutus) Seorang rasul yang membacakan kepadamu ayat-ayat Allah yang menerangkan (bermacam-macam hukum) supaya dia mengeluarkan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal yang saleh dari kegelapan kepada cahaya. Dan barang siapa beriman kepada Allah dan me-
ngerjakan amal yang saleh, niscaya Allah akan memasukkannya ke dalam surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Sesungguhnya Allah memberikan rizki yang baik kepadanya. (QS. At-Talaq : 11).
Allah mengutus seorang rasul mulia yang akhlak dan tingkah lakunya adalah cermin dari tuntunan kitab suci al-quran. Beliau yang membacakan kepadamu ayat-ayat Allah yang menerangkan secara jelas bermacam-macam tuntunan Allah supaya Allah mengeluarkan orang-orang yang beriman dengan keimanan yang benar dan membuktikan ketulusan iman mereka dengan mengerjakan amal-amal yang saleh. Mengeluarkan mereka dari kegelapan pada cahaya yakni cahaya ilahi.
Barang siapa beriman kepada Allah dan mengerjakan amal yang saleh, niscaya dia akan merasakan kenikmatan hidup duniawi, dan Allah akan memasukkannya ke dalam surga-surga yang mengalir di bawah pepohonan dan istana-istananya sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Sungguh dengan anugrah yang sangat menakjubkan itu Allah telah memberikan kepadanya secara khusus rizki yang baik yakni cukup. Tidak kurang sedikitpun dari yang kita harapkan dan juga tidak berlebih dengan kelebihan yang dapat menimbulkan kekeruhan.
5. Membenarkan Ajaran-Ajaran Nabi-Nabi Sebelumnya
Sebagaimana diterangkan dalam Surat Al-Maidah ayat 48, yang artinya adalah sebagaimana berikut :
“Dan kami telah turunkan kepadamu Al-qur’an dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya yaitu kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu. Maka putuskanlah perkara mereka menurut apa Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat diantara kamu, kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikannya satu umat saja, tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberiannya kepadamu. Maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah lah kamu semua kembali lalu diberitahukannya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan. (QS. Al-Maidah : 48).
Setelah Allah menurunkan taurat, lalu injil kepada bani israil, dan Allah menerangkan suatu petunjuk dalam kedua kitab itu, serta menjelaskan kewajiban-kewajiban yang harus mereka tunaikan, serta ancaman-ancaman-Nya terhadap mereka berupa hukuman apabila tidak menggunakan kedua kitab tersebut dalam memutuskan perkara, maka sesudah itu Allah juga menerangkan bahwa Allah menurunkan Alqur’an kepada nabi-Nya yang terahir, dan tingginya kedudukan Alqur’an diantara kitab-kitab sebelumnya.
Martabat Alqur’an dan kedudukannya lebih tinggi dari kitab-kitab Allah sebalumnya.5 Yaitu merupakan pengawas dan saksi serta ukuran untuk menentukan benar tidaknya ayat-ayat yang diturunkan dalam kitab-kitab sebelumnya.
6.  Menunjukkan Jalan Yang Lurus
Agama islam merupakan agama yang lurus dan mengajarkan manusia menuju jalan yang benar. Selain itu juga memberikan teguran kepada manusia yang lalai terhadap kewajibannya sebagai hamba Allah. Dijelaskan dalam Surat Yasin ayat 3-6, yang artinya adalah sebagaimana berikut :
Sesungguhnya kamu salah seorang dari para rasul. (Yang berada) di atas jalan yang lurus. (Sebagai wahyu) yang diturunkan oleh maha perkasa lagi maha penyayang. Agar kamu memberi peringatan kepada kaum yang bapak-bapak mereka belum pernah diberi peringatan karena itu mereka lalai. (QS. Yasin : 3-6).
B. Tujuan Wahyu bagi Kehidupan Masyarakat
Beberapa tujuan diturunkannya wahyu adalah sebagai bukti kebenaran Nabi Muhammad. Untuk meyakinkan manusia atau para rasul diberi bukti-bukti yang pasti dan dapat dijangkau oleh manusia. Bukti-bukti tersebut merupakan hal-hal yang tidak mungkin dapat mereka lakukan sebagaimana manusia biasa. Bukti-bukti tersebut dalam agama islam disebut mukjizat.
Para nabi atau rasul terdahulu mempunyai mukjizat yang bersifat temporal, lokal dan material. Ini disebabkan karena misi mereka terbatas pada daerah tertentu dan waktu tertentu. Ini jelas berbeda dengan misi Nabi Muhammad, beliau diutus untuk seluruh umat manusia dimanapun dan kapanpun hingga ahir zaman. Maka bukti kebenaran beliau tidak mungkin bersifat temporal, lokal, dan material, namun harus bersifat universal, kekal, dapat dipikirkan dan dibuktikan kebenarannya oleh akal manusia. Inilah letak fungsi Alqur’an sebagai mukjizat.
Seringkali Alqur’an turun secara spontan guna menjawab pertanyaan atau mengomentari suatu peristiwa. Misal seperti pertanyaan orang Yahudi tentang hakekat ruh. Pertanyaan ini dijawab langsung dan tentunya spontanitas tersebut tidak memberi peluang untuk memberi peluang untuk berfikir dan menyusun jawaban dengan redaksi yang indah dan teliti bagi mereka. Namun demikian, setelah Alqur’an selesai diturunkan dan kemudian dilakukan analisis serta perhitungan tentang redaksi-redaksinya ditemukanlah hal-hal yang menakjubkan, ditemukan adanya keseimbangan antara kata-kata yang digunakan seperti keserasian antara jumlah dua kata yang bertolak belakang.
Banyak sekali syarat ilmiah yang ditemukan dalam Alqur’an. Seperti diisyarakannya bahwa cahaya matahari bersumber dari dirinya sendiri. Sedangkan cahaya bulan adalah pantulan sebagaimana termaktub dalam surat Yunus ayat 5, yang artinya :
Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkannya manjilah-manjilah bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan waktu. Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan yang haq. Dia menjelaskan tanda-tanda kebesaran-Nya kepada yang mengetahui. (QS. Yunus : 5).

C. Tujuan Diutusnya Para Rasul
Misi yang dibawa Nabi Muhammad tetap sama dan memiliki hubungan dengan para nabi dan rasul yang terdahulu. Hal itu karena sumber ajaran dan pengutusnya sama yaitu Allah.
1. Mengajarkan ke-Esa-an Allah.
Para rasul terdahulu mengajarkan kepada manusia agar mengakui ke-Esa-an Allah. Hal tersebut dilanjutkan dan disempurnakan oleh Nabi Muhammad sebagai nabi terahir. Ajaran tersebut berlaku untuk sepanjang masa, meskipun setelah Nabi Muhammad wafat.
Artinya :
Dan sesungguhnya kami telah mengutus rasul kepada setiap umat; “sembahlah Allah dan jauhilah Thaghut, “maka diantara mereka ada yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula diantara mereka yang telah pasti atasnya kesesatan. Maka berjalanlah di bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan para pendusta”. (QS. An-Nahl : 36).
Ayat ini ditujukan untuk menghibur Nabi Muhammad dalam menghadapi para pembangkang dari kaum beliau. Seakan ayat ini menyatakan Allah pun telah mengutusmu, maka ada diantara umatmu yang menerima baik ajakanmu dan ada juga yang membangkang. Dan keadaan yang kau alami itu sama juga yang dialami oleh para rasul sebelummu. Karena sesungguhnya kami telah mengutus rasul kepada setiap umat sebelum kami mengutusmu, lalu mereka menyampaikan kepada kaum mereka masing-masing bahwa sembahlah Allah, yakni tunduk dan patuhlah dengan penuh pengagungan kepada Allah saja, jangan menyembah selain-Nya. Dan jauhilah Thaghut, yakni segala macam yang melampau batas seperti penyembahan berhala dan kepatuhan kepada tirani. Ajakan para rasul itu telah diketahui oleh umat masing-masing rasul, maka diantara mereka, yakni umat para rasul itu ada orang-orang yang hatinya terbuka dan pikirannya jernih sehingga Allah memberi petunjuk kepadanya, dan ada pula diantara mereka yang keras kepala dan bejat hatinya sehingga mereka menolak ajaran rasul. Dan dengan demikian telah pasti sangsi kesesatan yang mereka pilih sendiri. Wahai umat Muhammad jika kamu ragu tentang yang disampaikan rasul, termasuk kebinasaan para pembangkang maka berjalanlah kamu semua di muka bumi dan perhatikanlah kesudahan para pendusta rasul-rasul.
Berdasarkan di atas jelaslah bahwa rasul-rasul Allah memiliki tugas yang sama yaitu menyeru kepada manusia agar tidak menyekutukan Allah dan hanya menyembah kepada-Nya.
2. Menegakkan Agama Islam
Agama islam adalah agama yang mengajarkan tentang ke-esa-an Allah. Ajaran para rasul dan nabi terdahulu pada dasarnya adalah islam. Namun mereka tidak menyebutnya islam, melainkan agama tauhid. Sebagaimana firman Allah dalam surat Ali Imran ayat 67, yang artinya :
Ibrahim bukan seorang Yahudi dan bukan pula seorang Nasrani, akan tetapi dia adalah seorang yang lurus dan berserah diri pada Allah dan sekali-kali bukanlah dia termasuk golongan orang-orang yang musyrik. (QS. Ali Imran : 67).
Ayat ini membantah kebohongan mereka. Nabi ibrahim bukan seorang Yahudi sebagaimana diakui orang-orang Yahudi dan bukan pula orang Nasrani sebagaimana diakui orang-orang Nasrani. Dengan dalil yang telah dikemukakan, akan tetapi dia adalah seorang lurus selagi berserah diri kepada Allah dan juga sekali-kali bukanlah dia termasuk golongan orang-orang musyrik yang dapat diduga oleh orang-orang musyrik Mekah yang mengku mengikuti agama beliau. Rasul dan nabi terdahulu mengajarkan ke-Esa-an Allah, kewajiban menyembah Allah, tentang larangan berbuat maksiat dan lain sebagainya seperti yang diajarkan Nabi Muhammad.
3. Membawa berita gembira dan peringatan bagi umatnya.
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya dalam surat Al-Baqarah ayat 119 diatas, bahwa tujuan rasul dan nabi diutus salah satunya untuk membawa berita gembira dan peringatan.
4.  Keperibadian Pada Makanan, Pakaian, dan Kemanusiaaan
 a. Keperibadian Pada Makanan
1. Di pagi hari, Rasulullah SAW menggunakan siwak untuk menjaga kesehatan mulut dan gigi. Organ tubuh tersebut merupakan organ yang sangat berperan dalam konsumsi makanan. Apabila mulut dan gigi sakit, maka biasanya proses konsumsi makanan menjadi terganggu.
2. Di pagi hari pula Rasulullah SAW membuka menu sarapannya dengan segelas air dingin yang dicampur dengan sesendok madu asli. Khasiatnya luar biasa. Dalam Al Qur’an, madu merupakan syifaa (obat) yang diungkapkan dengan isim nakiroh menunjukkan arti umum dan menyeluruh. Pada dasarnya, bisa menjadi obat berbagai penyakit. Ditinjau dari ilmu kesehatan, madu berfungsi untuk membersihkan lambung, mengaktifkan usus-usus dan menyembuhkan sembelit, wasir dan peradangan.
3.Masuk waktu dhuha (pagi menjelang siang), Rasulullah SAW senantiasa mengonsumsi tujuh butih kurma ajwa’ (matang). Rasulullah SAW pernah bersabda, “Barang siapa yang makan tujuh butir kurma, maka akan terlindungi dari racun”.
 b. Keperibadian Pada Pakaian
 1. Pakaian yang dikenakan bersih, longgar (tidak ketat), tidak tembus pandang, dan menutupi aurat.
Tinggalkan pakaian yang mewah walaupun kita mampu membelinya. Utamakan sikap tawadhu (rendah hati).
Rasulullah SAW suka memakai gamis dan kain hibarah (pakaian bercorak yang terbuat dari bahan katun).
Untuk laki-laki, Rasulullah SAW melarang menggunakan pakaian berbahan sutera dan emas.
Jangan menggunakan pakaian yang terlalu panjang, apalagi hingga harus diseret (terkena lantai). Untuk laki-laki, Rasulullah SAW melarang pakaian yang menutupi mata kaki untuk laki-laki karena kesombongan.
Untuk perempuan muslimah, panjangnya hingga menutupi telapak kaki, dan kerudungnya menutupi kepala, leher, dan dada.
Untuk lelaki tidak berpakaian seperti perempuan, demikian juga sebaliknya;
Tidak memakai pakaian yang bertambal atau yang lusuh, karena menurut Rasulullah, Allah senang melihat jejak nikmat Nya pada hamba-Nya.
Mengutamakan pakaian yang berwarna putih, karena Rasulullah juga menyukai warna itu.
1 .Makan secukupnya dan tidak berlebihan
Rasul selalu menganjurkan umatnya untuk makan secukupnya dan menghindari perilaku boros. Tidak hanya itu Rasul juga menyebutkan bahwa perut atau lambung terbagi menjadi tiga bagian, sepertiga untuk udara, sepertiga untuk makanan dan sepertiga untuk minuman sebagaimana yang disebutkan dalam hadits berikut ini, dan Hendaklah kamu makan, minum,berpakaian, dan bersedekah dengan tidak berlebihan dan sombong (HR Ahmad dan Abu Daud)
Sesungguhnya termasuk pemborosan bila kamu makan apa saja yang kamu bernafsu memakannya (HR Ibnu Maajah)
Adapun sebenarnya kekenyangan dapat mengeraskan hai. memberatkan tubuh, mengurangi kecerdasan, menyebabkan ngantuk dan tidur lebih banyak serta melemahkan seseorang untuk beribadah
2 .Berwudhu sebelum dan sesudah makan
Tidak hanya sebelum melakukan shalat wajib maupun shalat sunnah, Rasul juga berwudhu sebelum makan untuk menghindari gangguan setan dan menghilangkan kefakiran sebagaimana yang disebutkan dalam hadits berikut ini
Berwudhu sebelum makan menghilangkan kefakiran, dan berwudhu setelah makan menghilangkan gangguan setan 
3.Makan dengan tangan kanan
Seorang muslim hendaknya mengikuti sunnah Rasul untuk senantiasa makan dengan tangan kanan dan menurut para ilmuwan hal ini bermanfaat bagi kesehatan terutama untuk melatih saraf sensorik pada tangan. Sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut
Hendaklah kamu sekalian makan dengan tangan kanan. Sebab setan makan dan minum dengan tangan kirinya (HR Muslim)
4.Membaca Basmalah
Mengawali segala sesuatu dengan basmalah sangat dianjurkan bagi umat islam karena dengan membaca basmalah seseorang dapat menghindari gangguan setan yang dapat melemahkan iman dan ibadah seseorang. Adapun jika lupa membaca basmalah sebelum makan maka bacalah kalimat “Bismillahi Awwa-lahu wa Akhirahu” seperti yang disebutkan dalam hadits
Jika lupa membaca Bismillah, bacalah “Bismillahi Awwa-lahu wa Akhirahu” (Dengan nama Allah dari mula hingga akhir) (HR Abu Dawud dan Attirmidzi)
5.Duduk saat makan dan tidak bersandar atau berdiri
Seorang muslim Hendaknya tidak makan atau minum sambil berdiri maupun menyandar dan makan maupun minum sambil duduk lebih utama dan sebaiknya makanan yang dimakan diletakkan di atas tanah untuk menjaga kerendahan diri. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW
“ Aku tidak makan sambil bersandar. Aku adalah seorang hamba, maka aku minum seperti minumnya hamba dan makan pun seperti makannya seorang hamba”
        Janganlah seorang di antara kalian minum sambil berdiri (HR Muslim)
6.Tidak mencela makanan
Seperti apapun makanan yang didapat dan diperoleh apabila kita tidak menyukainya sebaiknya jangan mencela makanan. Sebagaimana yang disebutkan dalam hadits Rasulullah SAW
Rasulullah SAW tidak pernah mencela makanan; Jika ia suka dimakannya, jika tidak suka ditinggalkannya (HR Al Bukhari dan Muslim)
7.Dianjurkan untuk makan bersama
Rasulullah jarang makan sendirian, beliau SAW selalu mengajak orang lain untuk makan bersamanya oleh karena itu seorang muslim hendaknya mengajak orang lain untuk makan misalhnya keluarganya. Makanan yang baik dalam islam adalah makanan yang banyak orang memakannya sebagaimana yang disebutkan dalam hadits berikut.
Rasulullah SAW tidak pernah makan sendirian (HR Anas RA)
Makanan dua orang cukup untuk tiga orang, makanan untuk tiga orang cukup untuk empat orang (HR Al Bukhari dan Muslim)
8.Bersabar untuk mengambil makanan saat makan bersama
Jika makan bersama dengan orang lain atau banyak orang maka Rasul menganjurkan untuk bersabar hingga orangtua atau pemimpin mengambil makanan terlebih dahulu dan orang yang menyajikan makanan akan makan setelah orang lain makan. Rasulullah SAW bersabda: Yang melayani minuman suatu kaum, hendaknya dialah yang terakhir orang yang minum (HR Attirmidzi)
9.Tidak meniup makanan
Terkadang kita suka meniup makanan saat makanan masih panas, hal ini sebenarnya harus dihindari karena Rasul melarang kita untuk meniup makanan tatkala masih panas. Hal ini juga telah dibuktikan oleh para ahli kesehatan asa kini bahwa meniup makanan tidaklah baik untuk kesehatan. Sebagaimana hadits berikut ini
Rasulullah SAW melarang orang untuk meniup-niup minuman/makanan (HR Abu Dawud)
10.Makan dari tepian piring
Jika memakan makanan maka makanlah dari sisi pinggiran atau tepi piring makan hingga ke tengahnya seperti yang senantiasa dicontohkan oleh Rasulullah SAW
Berkat itu turun di tengah-tengah makanan, maka makanlah dari tepi-tepinya dan jangan makan dari tengah-tengahnya (HR Abu Dawud,Attirmidzi)
11.Mengunyah secara perlahan dan mengecilkan suapan
Rasulullah selalu menyantap makanan dengan mengecilkan suapannya dan mengunyahnya hinga berkali-kali. Selain itu Rasul tidak menyuapkan makanan sebelum suapan yang sebelumnya selesai ditelan. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW
“Kecilkan suapan dan baguskan Mengunyahnya”
“Janganlah mengulurkan tangan pada suapan yang lain sebelum menelan suapan pertama”
12.Tidak menggunakan perkakas makan yang terbuat dari emas dan perak
Makan dengan perkakas emas dan perak adalah kebiasaan kaum kafir oleh karena itu Rasul melarang umatnya untuk tidak menggunakan perkakas yang terbuat dari logam tersebut.
Rasulullah SAW melarang kami minum dan makan dengan perkakas makan dan minum dari emas dan perak (Mutafaq ‘alaih)
13.Minum dari gelas dan tidak minum sekali teguk
Selain makan dengan perlahan Rasul pun menganjurkan untuk minum dengan benar yakni tidak meminum air dalam gelas dengan sekali teguk dan juga tidak meminumnya langsung dari teko, sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut ini
Jangan minum sekaligus, ambillah jeda (ambil nafas) dua sampai tiga kali . Rasulullah jika minum bernafas sampai tiga kali (HR Al Bukhari dan Muslim)
Rasulullah SAW melarang orang yang minum dengan membalik mulut kendi langsung ke mulutnya (HR Al Bukhari dan Muslim)
14. Menghabiskan makanan yang diambil
Rasul menganjurkan kita untuk makan secukupnya dan senantiasa menghabiskan makanan yang diambil untuk menghindari perilaku boros dan mubazir serta untuk mendapatkan berkat dari makanan secara utuh. Rasulullah SAW bersabda
Kamu tidak mengetahui di bagian yang manakah makananmu yang berkat (HR Muslim)
15.Membaca hamdalah setelah selasai makan
Makanan yang kita dapatkan dan makan setiap hari adalah pemberian dan rezeki dari Allah SWt oleh sebab itu setelah makan Rasul senantiasa mengucapkan syukur dengan membaca hamdalah. Sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut ini
Rasulullah SAW jika selesai makan dan mengangkat hidangannya membaca: alhamdulillahi hamdan katsiran thoyyiban mubaarokan fihi, ghoiro makfiyin wala mustaghnan ‘anhu rabbana (segala puji bagi Allah, pujian yang sebaik-baiknya, yang baik dan berkat. Tiada terbalas, dan tidak dapat tidak, tentu kami membutuhkan kepadanya, wahai Tuhan kami) (HR Al Bukhari)
16.Tidak memberikan makanan yang tidak disukai pada orang lain
Rasul senang berbagi makanan dengan orang lain tetapi beliau tidak pernah memberikan suatu makanan yang tidak disukai oleh dirinya sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut ini
Janganlah kamu memberi makanan yang kamu sendiri tidak suka memakannya (HR Ahmad)
Demikianlah cara makan Rasulullah yang semestinya dapat ditiru oleh umat islam karena apa yang dicontohkan oleh Rasul pastilah memiliki sisi positif dan manfaat yang besar bagi manusia. Selain itu kita hendaknya menghindari yang berdampak buruk bagi tubuh. 
5 .NABI MUHAMMAD SEBAGAI RAHMATAN LIL ‘ALAMIN
Nabi Muhammad saw sebagai rahmatan lil ‘ alamin adalah beliau diutus oleh Allah SWT yang membawa ajaran Islam yang membawa kedamaian, kerukunan dan kesejahteraan bagi manusia dan memberi keteladanan lewat akhlaqul karimah yang indahnya tiada banding.
Namun demikian rahmat adalah milik Allah dan hakikatnya tiada mahkluk yang memiliki sifat itu. Allahlah yang mengaruniakan sifat itu kepada hambanya. Begitu juga Muhammad saw juga sebagai makhluk ciptaanNya, seorang hamba Allah, bukan Tuhan dan bukan pula penjelmaan Tuhan.
Rahmat Allah erat kaitannya dengan ruh Muhammad Saw. Membicarakan perkara ruh yang umum saja sudah teramat sulit apalagi terkait dengan ruh Muhammad Saw, karena itu sejatinya adalah urusan Allah.
Sesuai Firman Allah : Dan mereka bertanya kepadamu tentang ruh. Katakanlah: “Ruh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit”. (Al Isra 85)
Rahmat adalah kasih sayang sebagai perwujudan sifat Allah yang maha rahman dan maha rahim. Rahmat adalah milik Allah dan wujudnya berupa nikmat. Sementara lawan nikmat adalah azab. Terkait awalin dan akhirin manusia yang juga berawal dari ruh, beberapa riwayat menyatakan keistimewaan Muhammad saw sebagai ruh pada saat di arasy.
Pada Alam ruh ini Muhammad saw telah mendapatkan kenabian dan jelas kepemimpinannya atas semua nabi sebagaimana hadis diriwayatkan Al Irbadh ibn Sariya, berkata bahwa Nabi saw bersabda, “Menurut Allah, aku sudah menjadi Penutup Para Nabi, ketika Adam masih dalam bentuk tanah liat.
Allah kemudian menghembuskan ruh Muhammad saw diperut pasangan manusia yang dipilihNya yaitu Siti Aminah dan ayahnya Abdullah dari kaum Bani Hasyim Quraish. Kehendak dan kuasa Allahlah yang menetapkan Nabi Saw terlahir tidak diawal tetapi di akhir dari semua nabi untuk menyempurnakan semuanya dan menjadi penutup. Seorang nabi yang terlahir sebagai manusia biasa yang sederhana, yang bekerja dan berdagang, berkeluarga, bermasyarakat dan menjadi pemimpin sehingga menjadi mudah untuk diikuti umatnya dan menjadi Al Quran berjalan karena keluhuran akhlaqnya, Kalangan ulama menilai keistimewaan ruh Muhammad saat di arasy yang bahkan namanya bergandengan dengan Allah Swt telah dilihat Adam As saat penciptaannya, itulah kemudian disebut Nur Muhammad (sebagian ulama menyebutnya hakikat Muhammad).
Nur Muhammad dan penciptaan alam semesta
Allah berfirman bahwa Muhammad adalah hamba yang sangat dicintainya atau kekasih Allah. Selanjutnya dengan nur Muhammad diciptakanlah seluruh alam sebagaimana
Firman Allah : Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam. (Al anbiya : 107)
Hal ini dikuatkan dalam hadis Qudsi: Kalau tidak engkau hai Muhammad, kalau tidak engkau hai Muhammad tidaklah kujadikan segala sesuatu.
Karena itu Nur Muhammad saw diciptakan Allah adalah sebagai rahmat Allah yang diberikan kepada semua ciptaannya termasuk manusia. Dan Rahmat yang diturunkan Allah dengan Nur Muhammad bila demikian kejadiannya adalah berdimensi dahulu, kini dan akan datang yaitu sejak awal kejadian semua ciptaan termasuk penciptaan Adam As hingga hari pembalasan.
Ibnu Araby menyatakan : dia (Muhammad) adalah awal kejadian dan dia pula akhir kenabian, Muhammad saw bukan Tuhan dan bukan pula penjelmaan Tuhan dan dia makhluk ciptaan Tuhan, namun dia awal kejadian.
Sabda nabi kepada Jabir : Yang mula-mula diciptakan adalah nur nabimu, hai jabir (alhadis).
Sekali lagi dengan Nur Muhammad adalah berawal ciptaan Allah dan dengan Nur Muhammadlah rahmat kemudian diberikan oleh Allah kepada seluruh alam dan manusia sehingga tersingkaplah tabir rahasianya mengapa segala permohonan dan doa harus berwasilah kepada Muhammad Saw.
BAB 3
PENUTUP
A. Kesimpulan
            Dari perjalanan sejarah Nabi ini bisa kita simpulkan bahwa Nabi Muhammad SAW, di samping sebagai pemimpin agama, juga seorang negarawan, pemimpin politik dan administrasi, pemimpin politik dan administrasi yang cakap.Hanya dalam waktu sebelas tahun menjadi pemimpin politik, beliau berhasil menundukan seluruh jazirah Arab kedalam kekuasaannya.
B. Saran
          Sebagai generasi mudah islamiyah kita harus selalu meningkatkan keimanan dan ketakwaan kita kepada allah swt dan selalu mengucapkan shalawat serta salam kepada nabi besar kita nabi Muhammad saw dan kita harus menjadikan nabi Muhammad saw sebagai suri tauladan.
 







No comments:

Post a Comment