MAKALAH AHLAK TASAWUF “MENGENAL DAN MENCINTAI RASULULLAH SAW"
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar belakang
Manusia
di ciptakan oleh Allah subhanallah wata’ala bukan untuk main-main saja. Namun
lebih dari itu yakni untuk beribadah kepada Allah SWT. Rasulullah SAW salah
satu dari rasul yang di utus oleh Allah SWT. Yang telah memberikan cahaya
kebenaran untuk seluruh umat islam. Sebagai umat islam kita dituntut untuk
mengetahui sejarah perjuangan nabi Muhammad saw. Nabi Muhammad adalah pembawa
cahaya kebenaran untuk seluruh umat manusia, penyempurna ajaran-ajaran para
nabi terdahulu, penutup para nabi dan tidak ada nabi atau wahyu apapun yang di
turunkan Allah setelah wafatnya Nabi Muhammad saw. Rasulullah SAW adalah utusan
termulia yang diturunkan oleh Allah sebagai pembawa rahmat bagi seluruh semesta
alam. Dalam diri beliau tercakup semua kebaikan ciptaan Allah.
Dalam mengemban risalah dakwah, beliau
dibantu oleh para sahabatnya. Para sahabat Nabi merupakan generasi terbaik yang
terlahir dari hasil didikan madrasah langsung Rasulullah. Mereka selalu
menjadikan tindak-tanduk,tutur kata dan segala perbuatan Nabi Muhammad sebagai
contoh dan tauladan hidup. Mereka telah menjadi generasi terbaik karena
mengikuti cahaya islam yang dibawa Rasulullah dan sebagai generasi islamiyah
maka sudah sewajarnya kita selalu mengingat semua hal tentang Nabi Muhammad saw
dan jadikan nabi Muhammad sebagai suri tauladan kita.
1.2 Rumusan Masalah
1.
Kapan Rasullulah Lahir ?
2.
Bagaimana Masa Kecil Rasulullah ?
3.
Pola Makan Rasulullah ?
4.
Apa yang di maksud Rahmatan Lil ‘alamin ?
BAB
2
PEMBAHASAN
1.
KISA NABI MUHAMMAD SAW
Tepat 50
hari setelah peristiwa penyerbuan pasukan gajah ke Ka’bah. Usia kandungan
Aminah telah mencapai 9 bulan. Detik kelahiran kian dekat, Aminah mulai
merasakan ada yang bergerak cepat di perutnya. Keringat mengucur deras dari
tubuhnya, tangan mencengkeram kain selimut menahan sakit yang teramat. Dalam
Sirah Nabawiyah dikatakan bahwa tali pusar Muhammad sang bayi dari rahim Aminah
telah terpotong dan sudah dikhitan. Namun ada sejarah lain ulama berpendapat
Muhammad kecil dikhitan kakeknya.
Senin
Rabiul awal atau 22 April 571 M, lahir bayi bernama Muhammad hasil perjuangan
sendiri dari Aminah. Dari Musnad Ahmad Aminah berkata “ketika aku melahirkan
dari rahimku keluar cahaya menerangi istana-istana negeri Syam. Saat bayi ini
lahir, berhala-berhala berjatuhan, istana Kisra terguncang dan api persembahan
Persia padam. Aminah segera mengirim utusan kepada Abu Muthalib untuk
mengabarkan kelahiran cucunya. Saat kakeknya itu tiba, tembikar tempat bayi
Muhammad tiba-tiba terbelah 2. Abdul Muthalib sudah diberi tahu oleh raja
Yaman, Saif bin Dzi Yasn, serta Umayah bin Abi Shalat bahwa cucunya akan jadi
orang besar. Dari ibnu Hisyam diceritakan bahwa sang kakek membawa cucunya itu
masuk Ka’bah seraya berdo’a syukur kepadaNYA. Ibnu Ishaq dan Baihaqi berkata
bahwa seseorang mendatangi Aminah saat hamil “berilah bayi itu kelak kalau
lahir namanya Muhammad, karena sesungguhnya dalam kitab Taurat dan Injil adalah
Ahmad, semoga kelak ia dipuji penduduk bumi dan langit”. Saat sang kakek
mengadakan aqiqah diundanglah para pembesar Quraisy, dan terjadilah dialog
diantara mereka.
“Siapa
nama yang kau berikan pada anak itu?”
“Aku akan
beri nama Muhammad”
Semua
yang hadir saat itu terkejut. Rasulullah SAW dalam Shahih Bukhari bersabda :
Aku adalah Muhammad, Aku adalah Ahmad, Aku adalah Mahi (si penghapus) yang
diutus untuk menghapus kekafiran. Aku adalah Hasyir (si penghimpun) yang
mengumpulkan orang-orang. Dan Aku adalah Aqib yang artinya adalah nabi terakhir
dan tak ada nabi setelahnya. Tradisi bangsa Arab, ketika bayi lahir harus
disusui wanita lain. Aminah mematung berdiri didepan pintu menggendong anaknya.
Ia menunggu cukup lama, menunggu kabilah Bani Sa’ad yang akan menjadi ibu susu
anaknya itu. Namun tak satupun rombongan kabilah itu mau menghampirinya karena
Muhammad kecil seorang anak yatim tak banyak harta. “Izinkan aku menjadi ibu
susunya” ucap wanita yang diketahui bernama Halimah binti Abu Dzuai. Suaminya
bernama Al-Harits bin Abd ullah Uzza. Halimah sekeluarga bukanlah
orang berkecukupan. Dia datang ke Mekkah saat musim paceklik, mengendarai
keledai putih yang kurus. Ia juga membawa anaknya yang masih kecil serta seekor
unta yang sudah tak dapat menghasilkan susu. Allah maha berkehendak, saat
hendak pulang seketika air susunya terasa penuh, iapun menyusui. Semenjak
menjadi Ibu susu Muhammad SAW, Halimah merasa banyak diberi kemudahan , untanya
dan kambingnya menghasilkan lagi. Setiap 6 bulan sekali Halimah datang ke
Mekkah menemui Aminah hingga satu ketika masa susuan pun usai. Kami sangat
berharap agar dia bisa tinggal bersama kami hingga kuat, karena kami dapat
banyak berkah setelah dia saya susui. Dengan berat hati Aminah mengizinkan
anaknya dibawa Halimah. Selain Muhammad, Halimah juga menyusui anak lainnya
diantaranya Abdullah bin Harits, Hudzafah, dll. Saat Muhammad kecil berusia 4
tahun, suatu siang sedang bermain bersama anak-anak lain. Jibril datang. Dalam
Shahih Muslim diceritakan tentang pembelahan dada Muhammad SAW sbb : tangan
mungil anak itu dipegang Jibril, ini membuat kaget dan membuatnya pingsan.
Jibril kemudian membuka baju Muhammad, membelah dadanya dan mengambil hatinya.
Segumpal hati dikeluarkan kemudian Jibril mencuci “bagian syetan dari hati”
tersebut dengan air zam-zam dalam bejana emas. Setelah itu ia menempatkan hati
itu ketempatnya semula. Dada yang terbelah itu kembali seperti sedia kala.
Anak-anak lainnya menjerit “Muhammad dibunuh!!!”, mereka saat peristiwa
terjadi. Halimah terkejut, dan lebih terkejut lagi saat melihat anak itu
berdiri, sehat, bahkan rona wajahya cerah memancarkan cahaya. Anas berkata :
sungguh aku telah melihat bekas jahitan itu di dada nabi SAW (HR Muslim).
Pembelahan dada ini menurut Ibnu askit terjadi saat usia Muhammad 10 tahun
lebih sedikit. Dalam riwayat lain pembelahan kedua terjadi saat usia Muhammad
50 tahun saat peristiwa Isra’ Mi’raj (HR Bukhari). Mengenai pembelahan dada ini
masih diragukan oleh kaum liberalis, rasionalis, orientalis, dan sebagian kaum
muslim. Tapi bagi Allah tak ada hal yang mustahil. Saat Muhammad SAW berusia 6
tahun, Aminah mengajaknya mengunjungi makam ayahnya Abdullah di Yastrib
(Madinah). Setelah 1 bulan disana, ketika mereka dalam perjalanan kembali ke Mekkah,
suhu tubuh Aminah meninggi. Abdul Muthalib sang kakek cemas akan hal ini, rasa
sakit aminah pun bertambah parah, sekujur tubuhnya menggigil. Sekian kisah
singkat kelahiran dan sedikit masa kecil Muhammad SAW. Allahumma Salli’ala
Sayyidina Muhammadin wa Aalihi Wasallim.
A. SEJARA KEHIDUPAN NABI MUHAMMAD DIMASA KECIL
1. Nabi
Muhammad di Dusun Bani Sa'ad
Nabi
Muhammad diserahkan kepada Halimah, seorang dari dusun Bani Sa'ad, supaya
disusukan dan diasuh di dusun itu, sesuai dengan adat kebiasaan yang telah
berlaku dalam lingkungan para bangsawan Quraisy pada masa itu.
Adat
kebiasaan para bangsawan Quraisy bertujuan agar anak itu hidup didalam udara
padang pasir yang bersih dan dalam suasana yang bebas merdeka. Dengan demikian,
tubuh anak dapat tumbuh dengan segar dan sehat, kecerdasan pikirannya dapat
ditunjang dengan semangat hidup yang bebas merdeka karena dalam pergaulannya
tidak dipengaruhi oleh pergaulan hidup orang asing.
Nabi
Muhammad disusukan dan diasuh oleh Halimah, tetapi tidak berselang beberapa
hari, banyak kejadian yang terjadi diantaranya, keadaan rumah tangga dan
keluarga Halimah tampak kelihatan berbahagia. Air susunya yang untuk disusukan
kepada Nabi SAW bertambah banyak, kambing miliknya bertambah gemuk
dan keadaan segala sesuatu miliknya bertambah baik.
Kira-kira
setelah dua tahun Nabi Muhammad disusui dan diasuh oleh Halimah, dan sesudah
beliau dihentikan menyusu, lalu oleh Halimah diantar kembali kepada ibunya,
Aminah. Oleh Aminah, kedatangan anaknya itu disambut dengan sangat gembira,
tetapi kepada Halimah dia meminta dan mengharap supaya anaknya itu dibawa
kembali ke dusunnya karena Aminah khawatir tubuh anaknya yang tampak subur dan
sehat itu akan terganggu penyakit di kota Makkkah. Oleh Halimah,permintaan itu
diterima baik, kemudian NabiSAW, dibawa lagi ke dusun Bani Sa'ad sampai berumur
empat tahun.
2. Kejadian
yang Aneh
Sebuah
hadist yang diriwayatkan oleh Anas mengatakan, bahwa Malaikat Jibril mendatangi
MuhammadSAW di saat beliau sedang bermain-main dengan anak-anak
lainnya. Beliau kemudian diajak pergi, lalu dibaringkan, dibedah dadanya
lalu dikeluarkan hatinya. Dari hati beliau diambil segumpal darah hitam, lalu
Malaikat Jibril berkata: “Inilah bagian setan yang ada dalam
tubuhmu!”. Hati beliau lalu di cuci dengan air Zamzam dalam sebuah bokor
kencana, kemudian diletakkan kembali pada tempat semula, lalu dada beliau
ditutup kembali.
Anak-anak
lain yang bermain-main dengan beliau lari menemui ibu susuan dan memberitahukan
bahwa Muhammad SAW mati dibunuh orang. Semua anggota keluarga datang
ke tempat beliau dan mereka melihat Muhammad SAW dalam keadaan cemas
dan pucat pasi.
3. Kematian
Ibu
Dengan
adanya peristiwa pembelahan dada itu. Halimah merasa khawatir terhadap
keselamatan beliau hingga dia mengembalikannya kepada ibu beliau. Maka beliau
hidup bersama ibunda tercinta hingga berumur 6 tahun.
Aminah
merasa perlu mengenang suaminya yang telah meninggal dunia dengan cara
mengunjungi kuburannya di Yatsrib. Maka dia pergi dari Makkah untuk menempuh
perjalanan sejauh 500 kilometer bersama putranya yang yatim, Muhammad SAW,
disertai pembantu wanitanya, Ummu Aiman. Abdul Muththalib mendukung hal ini.
Setelah menetap selama sebulan di Madinah, Aminah dan rombongannya siap-siap
untuk kembali ke Makkah. Dalam perjalanan pulang itu dia jatuh sakit dan
akhirnya meninggal dunia di Abwa’, yang terletak antara Makkah dan
Madinah.
4. Kematian
Kakek
Kemudian
beliau kembali ke tempat kakeknya, Abdul Muththolib di Makkah. Perasaan kasih
sayang di dalam sanubarinya terhadap cucunya yang kini yatim piatu semakin
terpupuk, cucunya yang harus menghadapi cobaan baru di atas lukanya yang
lama. Hatinya bergetar oleh perasaan kasih sayang, yang tidak pernah
dirasakannya sekalipun terhadap anak-anaknya sendiri. Dia tidak ingin cucunya
hidup sebatang kara. Bahkan dia lebih mengutamakan cucunya daripada
anak-anaknya.
Ibnu
Hisyam berkata, “Ada sebuah dipan yang diletakkan di dekat Ka’bah untuk Abdul
Muththolib. Kerabat-kerabatnya biasa duduk-duduk di sekeliling dipan itu hingga
Abdul Muththolib keluar ke sana, dan tak ada seorang pun di antara mereka yang
berani duduk di dipan itu, sebagai penghormatan terhadap dirinya. Suatu kali
selagi Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam menjadi anak kecil yang montok,
beliau duduk di atas dipan itu. Tatkala Abdul Muththalib melihat kejadian ini,
dia berkata, “Biarkan anakku ini. Demi Allah, sesungguhnya dia akan
memiliki kedudukan yang agung.“ Kemudian Abdul Mutholib duduk bersama
beliau di atas dipannya, sambil mengelus punggung beliau dan senantiasa merasa
gembira terhadap apa pun yang beliau lakukan.
Pada usia
delapan tahun lebih dua bulan sepuluh hari dari umur Rasulullah Shallallahu
Alaihi wa Sallam, kakek beliau meninggal dunia di Makkah. Abdul Muththolib
sudah berpesan menitipkan pengasuhan sang cucu kepada pamannya, Abu Thalib,
saudara kandung bapak beliau.
5. Dibawah
Asuhan Abu Thalib
Abu
Thalib melaksanakan hak anak saudaranya dengan sepenuhnya dan menganggap
seperti anak sendiri. Bahkan, Abu Thalib lebih mendahulukan kepentingan beliau
daripada anak-anaknya sendiri, mengkhususkan perhatian dan penghormatan. Hingga
berumur lebih dari 40 tahun beliau mendapat kehormatan di sisi Abu Thalib,
hidup di bawah penjagaannya rela menjalin persahabatan dan bermusuhan dengan
orang lain demi membela diri beliau.
6. Meminta
Hujan dengan Wajah Beliau
Ibnu
Asakir mentakhrij dari Julhumah bin Arfathah, dia berkata, “Tatkala aku tiba di
Makkah, orang-orang sedang dilanda paceklik. Orang-orang Quraisy berkata,”
Wahai Abu Thalib, lembah sedang kekeringan dan kemiskinan melanda.Marilah kita
berdoa meminta hujan.”
Maka Abu
Thalib keluar bersama seorang anak kecil, yang seolah-olah wajahnya adalah
matahari yang membawa mendung, yang menampakkan awan sedang berjalan
pelan-pelan. Di sekitar Abu Thalib juga ada beberapa anak kecil lainnya. Dia
memegang anak kecil itu dan memenempelkan punggungnya ke dinding Ka’bah.
Jari-jemarinya memegangi anak itu. Langit yang tadinya bersih dari mendung,
tiba-tiba mendung itu datang dari seluruh penjuru, lalu menurunkan hujan yang
sangat deras, hingga lembah-lembah terairi dan ladang-ladang menjadi subur. Abu
Thalib mengisyaratkan hal ini dalam syair yang dibacakannya, “Putih berseri
meminta hujan dengan wajahnya penolong anak yatim dan pelindung wanita janda.”
B. SEJARAH NABI MUHAMMAD SAW
REMAJA
1. Bepergian
ke Negeri Syam
Di tengah
keluarga Abu Thalib, Muhammad SAW tumbuh dan dibesarkan. Sejalan
dengan pertambahan usianya, bertambah kesadaran yang mendalam mengenai segala
sesuatu yang ada disekitarnya. Ketika berusia dua belas tahun, Rasulullah saw.
diajak pamanya, Abu Thalib, pergi ke Syam dalam suatu kafilah dagang. Sewaktu
kafilah berada di Bashra, mereka melewati seorang pendeta bernama Bahira. Ia
adalah seorang pendeta yang banyak mengetahui Injil dan ahli tentang
masalah-masalah kenasranian.
Bahira
kemudian melihat Nabi saw., mengamatinya dan mulai mengajaknya bicara. Bahira
kemudian menoleh pada Abu Thalib dan menanyakan kepadanya: “Apa status anak ini
di sisimu?” Abu Thalib menjawab: “Anakku [Abu Thalib memanggil Nabi Muhammad
saw. dengan panggilan anak karena kecintaan yang mendalam].” Bahira bertanya:
“Dia bukan anakmu. Tidak sepatutnya ayah anak ini masih hidup.” Abu Thalib
berkata: “Dia adalah anak saudaraku.” Bahira bertanya: “Apa yang telah
dilakukan oleh ayahnya?” Abu Thalib menjawab: “Ia meninggal ketika ibu anak ini
mengadungnya.” Bahira berkata: “Anda benar. Bawalah ia pulang ke negerinya dan
jagalah dia dari orang-orang Yahudi. Jika mereka melihatnya disini, pasti akan
dijahatinya. Sesungguhnya anak saudaramu ini akan memegang perkara besar.” Abu
Thalib kemudian cepat-cepat membawanya kembali ke Makkah (diringkas dari Sirah
Ibnu Hisyam, 1/80; diriwayatkan oleh Thabrani di dalam Tarikh-nya: 2/287;
Baihaqi dalam Sunan-nya; dan Abu Nu’aim di dalam al-Hilyah. Di antara
riwayat-riwayat itu terdapat sedikit perbedaan menyangkut beberapa rincian).
2. Bahira
Sang Rahib
Selagi
usia Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam mencapai dua belas tahun, dan ada
yang berpendapat, lebih dua bulan sepuluh hari, Abu Thalib mengajak beliau
pergi berdagang dengan tujuan Syam, hingga tiba di Bushra, sebuah daerah yang
sudah termasuk Syam dan merupakan ibukota Hauran, yang juga merupakan
ibukotanya orang-orang Arab, sekalipun di bawah kekuasaan bangsa
Romawi. Di negeri ini ada seorang Rahib yang dikenal dengan sebutan
Bahira, yang nama aslinya adalah Jurjis. Tatkala rombongan singgah di daerah
ini, sang Rahib menghampiri mereka dan mempersilakan mereka mampir ke tempat
tinggalnya sebagai tamu kehormatan. Padahal sebelum itu rahib tersebut tidak
pernah keluar, namun begitu dia bisa mengetahui Rasulullah Shallallahu Alaihi
wa Sallam dari sifat-sifat beliau.
Sambil
memegang tangan beliau, sang Rahib berkata, “Orang ini adalah pemimpin semesta
alam. Anak ini akan diutus Allah sebagai rahmat bagi seluruh alam.” Abu Thalib
bertanya, “Dari mana engkau tahu hal itu?” Rahib Bahira menjawab, “Sebenarnya
sejak kalian tiba di Aqabah, tak ada pepohonan dan bebatuan pun melainkan
mereka tunduk bersujud. Mereka tidak sujud melainkan kepada seorang nabi. Aku
bisa mengetahuinya dari cincin nubuwah yang berada di bagian tulang rawan
bahunya, yang menyerupai buah apel. Kami juga bisa mendapatkan tanda itu di
dalam kitab kami.”
Kemudian
Rahib Bahira meminta agar Abu Thalib kembali lagi bersama beliau tanpa
melanjutkan perjalanan ke Syam karena dia takut gangguan dari pihak orang-orang
Yahudi. Maka Abu Thalib mengirim beliau bersama pemuda agar kembali lagi ke
Makkah.
3. Ke Medan Perang Al-Fijar
Pada usia
lima belas tahun, meletus Perang Fijar antara pihak Quraisy bersama Kinanah
dengan komandan yang dipegang oleh Harb bin Umayyah, berhadapan dengan pihak
Qais Ailan. Perang ini bagi orang-orang Quraisy merupakan upaya untuk
mempertahankan kesucian bulan-bulan haram (Dzulqo’dah, Dzulhijjah, Muharram dan
Rajab) dan Tanah Suci. Lambang-lambang kesucian itu merupakan sisa peninggalan
agama Nabi Ibrahim a.s. yang masih tetap dihormati oleh orang-orang Arab.
Setelah Islam datang tradisi peninggalan Nabi Ibrahim a.s. diakui kedudukannya
oleh agama ini. Dinamakan perang Fijar, karena terjadi pelanggaran terhadap
kesucian tanah haram dan bulan-bulan suci tersebut yang dilakukan oleh
orang-orang yang bersikap jahiliyah.
Peperangan
ini terjadi di daerah suci dan pada bulan suci yakni bulan Dzul Qa'idah. Perang
ini disaksikan nabi Muhammad ketika berusia 15 tahun. Dinamakan perang Fijar
sebab terjadinya pada tempat dan bulan suci. Pihak-pihak yang bersengketa ialah
suku Guraisy bergabung dengan Kainanah melawan suku Qais 'Ailan. Nabi Muhammad
yang mengetahui terjadinya perang ini tidak tinggal diam. Beliau membantu
pamannya dengan memberikan keperluan perang. Setelah banyak memakan korban
dari kedua belah pihak, akhirnya mereka mengadakan perdamaian.
" Aku telah menghadiri perjanjian damai bersama orang banyak di rumah Abdullah bin Ju'adan. Aku sangat menyenangi hal itu, sama halnya aku menyenangi onta merah. Jika aku diajak berunding dalam Islam niscaya aku menerima".
Peperangan
terjadi di suatu tempat bernama Nakhlah, yaitu suatu tempat yang berada
antara kota Makkah dan Thaif. Nabi saw ikut ke medan perang karena diajak dan
ditarik oleh para pamannya yang ikut berperang dan yang memegang tampuk
pimpinan perang saat itu. Tentang usia beliau kalla itu, para ulama ahli tarikh
berselisih pendapat. Sebagian mengatakan 15 tahun dan sebagian lagi mengatakan
20 tahun.
Tentang
apa yang dikerjakan oleh beliau dalam peperangan itu, para ulama ahli tarikh
berselisih pendapat juga. Sebagian berpendapat bahwa beliau hanya mengumpulkan
anak panah yang datang dari pihak musuh kegaris kaum Quraisy, lalu menyerahkan
kepada para pamannya untuk dilepaskan kembali kearah pihak musuh dan sebagian
yang lain mengatakan bahwa beliau juga turut melepaskan anak panah kearah musuh,
4. Menjadi
Anggota Hilful-Fudhul
Pada saat
itu kota Mekah sudah tidak ada keamanan lagi. Kekuasaan pihak Quraisy tidak
sanggup menjamin keamanan para penduduk Mekah dan sekitarnya. Dalam lingkungan
pemerintahan kota Mekah tidak ada jabatan kehakiman dan kepolisian guna
mengadili kesalahan orang yang berbuat salah, guna menjamin serta menjaga
keamanan hak milik dan jiwa orang dari gangguan orang-orang yang suka berbuat
curang dan sewenang-wenangnya.
Berhubung
dengan itu, atas inisiatif dan usaha beberpa orang Quraisy dari Bani Hasyim,
Bani Abdul Muthalib, Bani Abdul Manaf, Mani Zuhrah, dan Bani Taim yang
dipelopori oleh Zubair bin Abdul Muthalib, pada suta hari diadakanlah salah
suatu pertemuan penting bertempat dirumah Abdullah bin Jud'an at-Taimi, orang
yang tertua dan bepengaruh dalam lingkungan mereka pada saat itu. Adapun yang
dibicarakan dalam pertemuan itu berkaitan dengan tidak adanya kehakiman dan
undang-undang guna melindungi kepentingan segenap penduduk di kota Makkah dan
daerahnya, terutama untuk melindungi kaum yang lemah dan golongan lapisan bawah
yang dianiaya oleh pihak yang kuat.
Putusan
yang diambil dalam permusyawaratan itu singkatnya yaitu; di kota Makkah
dan daerahnya diadakan suatu perserikatan yang bertujuan hendak memulihkan
keamanan dan menegakkan keadilan bagi seluruh penduduk kota Makkah dan
sekitarnya. Perserikatan itu dinamakan Hilful-Fudhul (sumpah utama) dan
berpusat di kota Makkah.
Pada
waktu itu Nabi Muhammad berusia dua puluh tahun. Sekalipun beliau dalam
permusyawaratan itu tampak kelihatan paling muda, tetapi karena beliau itu
seorang yang sudha dikenal sebagai seorang yang berpikiran cerdas, penyantun,
dan berbudi luhur, maka ketika itu beliau terpilih menjadi salah seorang
anggota pengurus perserikatan itu. Dan pilihan ini diterima beliau dengan baik.
Persekutuan
ini disebut "al-Fudhal", yang diambil dari tiga peserta utama yang
masing-masing bernama al-Fadhl. Hal itu juga menunjukkan bahwa persekutuan ini
disebut "al-Fudhal" karena ia memiliki tujuan yang begitu mulia dan
nama tersebut sebagai tanda penghormatan.
5. Mengembala
Kambing
Pada awal
masa remaja, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam tidak mempunyai pekerjaan
tetap. Hanya saja beberapa riwayat menyebutkan bahwa beliau biasa mengembala
kambing di kalangan Bani Sa’d dan juga di Makkah dengan imbalan berupa uang
beberapa dinar.
Pada usia
dua puluh tahun, beliau pergi berdagang ke Syam menjalankan barang dagangan
milik Khadijah. Ibnu ishaq menuturkan, Khadijah binti Khuwailid adalah seorang
wanita pedagang, terpandang dan kaya raya. Dia biasa menyuruh orang-orang untuk
menjalankan barang dagangannya, dengan membagi sebagian hasilnya kepada mereka.
Sementara orang-orang Quraisy memilki hobi berdagang. Tatkala Khadijah
mendengar kabar tentang kejujuran perkataan beliau, kredibilitas dan kemuliaan
akhlak beliau, maka diapun mengirim utusan dan menawarkan beliau agar
pergi ke Syam untuk menjalankan barag dagangannya. Dia siap memberikan
imbalan jauh lebih banyak dari imbalan yang pernah dia berikan kepada pedagang
lain. Beliau harus pergi bersama seorang pembantu yang bernama Maisarah. Beliau
menerima awaran ini. Maka beliau berangkat ke Syam untuk berdagang dengan
disertai Maisarah, Yang menyebabkan dia lebih banyak merenung dan
berpikir, ialah pekerjaannya menggembalakan kambing sejak dalam masa mudanya
itu. Dia menggembalakan kambing keluarganya dan kambing penduduk Mekah. Dengan
rasa gembira ia menyebutkan saat-saat yang dialaminya pada waktu menggembala
itu. Di antaranya ia berkata: "Nabi-nabi yang diutus Allah itu gembala
kambing." Dan katanya lagi: "Musa diutus, dia gembala kambing, Daud
diutus, dia gembala kambing, aku diutus, juga gembala kambing keluargaku di
Ajyad.
Gembala kambing yang berhati terang itu, dalam udara yang bebas lepas di siang hari, dalam kemilau bintang bila malam sudah bertahta, menemukan suatu tempat yang serasi untuk pemikiran dan permenungannya. Ia menerawang dalam suasana alam demikian itu, karena ia ingin melihat sesuatu di balik semua itu. Dalam pelbagai manifestasi alam ia mencari suatu penafsiran tentang penciptaan semesta ini. Ia melihat dirinya sendiri. Karena hatinya yang terang, jantungnya yang hidup, ia melihat dirinya tidak terpisah dari alam semesta itu. Bukankah juga ia menghirup udaranya, dan kalau tidak demikian berarti kematian? Bukankah ia dihidupkan oleh sinar matahari, bermandikan cahaya bulan dan kehadirannya berhubungan dengan bintang-bintang dan dengan seluruh alam? Bintang-bintang dan semesta alam yang tampak membentang di depannya, berhubungan satu dengan yang lain dalam susunan yang sudah ditentukan, matahari tiada seharusnya dapat mengejar bulan atau malam akan mendahului siang. Apabila kelompok kambing yang ada di depan Muhammad itu memintakan kesadaran dan perhatiannya supaya jangan ada serigala yang akan menerkam domba itu, jangan sampai - selama tugasnya di pedalaman itu - ada domba yang sesat, maka kesadaran dan kekuatan apakah yang menjaga susunan alam yang begitu kuatini?
Pemikiran dan permenungan demikian membuat ia jauh dari segala pemikiran nafsu manusia duniawi. Ia berada lebih tinggi dari itu sehingga adanya hidup palsu yang sia-sia akan tampak jelas di hadapannya . Semua ini dibuktikan oleh keterangan yang diceritakannya kemudian, bahwa ketika itu ia sedang menggembala kambing dengan seorang kawannya. Pada suatu hari hatinya berkata, bahwa ia ingin bermain-main seperti pemuda-pemuda lain. Hal ini dikatakannya kepada kawannya pada suatu senja, bahwa ia ingin turun ke Mekah, bermain-main seperti para pemuda di gelap malam, dan dimintanya kawannya menjagakan kambing ternaknya itu. Tetapi sesampainya di ujung Mekah, perhatiannya tertarik pada suatu pesta perkawinan dan dia hadir di tempat itu. Tetapi tiba-tiba ia tertidur. Pada malam berikutnya datang lagi ia ke Mekah, dengan maksud yang sama. Terdengar olehnya irama musik yang indah, seolah turun dari langit. Ia duduk mendengarkan.
Jadi apakah gerangan pengaruh segala daya penarik Mekah itu terhadap kalbu dan jiwa yang begitu padat oleh pikiran dan renungan? Gerangan apa pula artinya segala daya penarik yang kita gambarkan itu yang juga tidak disenangi oleh mereka yang martabatnya jauh di bawah Muhammad?
Karena itu ia terhindar dari cacat. Yang sangat terasa benar nikmatnya, ialah bila ia sedang berpikir atau merenung. Dan kehidupan berpikir dan merenung serta kesenangan bekerja sekadarnya seperti menggembalakan kambing, bukanlah suatu cara hidup yang membawa kekayaan berlimpah-limpah baginya. Dan memang tidak pernah Muhammad mempedulikan hal itu. Dalam hidupnya ia memang menjauhkan diri dari segala pengaruh materi.
Gembala kambing yang berhati terang itu, dalam udara yang bebas lepas di siang hari, dalam kemilau bintang bila malam sudah bertahta, menemukan suatu tempat yang serasi untuk pemikiran dan permenungannya. Ia menerawang dalam suasana alam demikian itu, karena ia ingin melihat sesuatu di balik semua itu. Dalam pelbagai manifestasi alam ia mencari suatu penafsiran tentang penciptaan semesta ini. Ia melihat dirinya sendiri. Karena hatinya yang terang, jantungnya yang hidup, ia melihat dirinya tidak terpisah dari alam semesta itu. Bukankah juga ia menghirup udaranya, dan kalau tidak demikian berarti kematian? Bukankah ia dihidupkan oleh sinar matahari, bermandikan cahaya bulan dan kehadirannya berhubungan dengan bintang-bintang dan dengan seluruh alam? Bintang-bintang dan semesta alam yang tampak membentang di depannya, berhubungan satu dengan yang lain dalam susunan yang sudah ditentukan, matahari tiada seharusnya dapat mengejar bulan atau malam akan mendahului siang. Apabila kelompok kambing yang ada di depan Muhammad itu memintakan kesadaran dan perhatiannya supaya jangan ada serigala yang akan menerkam domba itu, jangan sampai - selama tugasnya di pedalaman itu - ada domba yang sesat, maka kesadaran dan kekuatan apakah yang menjaga susunan alam yang begitu kuatini?
Pemikiran dan permenungan demikian membuat ia jauh dari segala pemikiran nafsu manusia duniawi. Ia berada lebih tinggi dari itu sehingga adanya hidup palsu yang sia-sia akan tampak jelas di hadapannya . Semua ini dibuktikan oleh keterangan yang diceritakannya kemudian, bahwa ketika itu ia sedang menggembala kambing dengan seorang kawannya. Pada suatu hari hatinya berkata, bahwa ia ingin bermain-main seperti pemuda-pemuda lain. Hal ini dikatakannya kepada kawannya pada suatu senja, bahwa ia ingin turun ke Mekah, bermain-main seperti para pemuda di gelap malam, dan dimintanya kawannya menjagakan kambing ternaknya itu. Tetapi sesampainya di ujung Mekah, perhatiannya tertarik pada suatu pesta perkawinan dan dia hadir di tempat itu. Tetapi tiba-tiba ia tertidur. Pada malam berikutnya datang lagi ia ke Mekah, dengan maksud yang sama. Terdengar olehnya irama musik yang indah, seolah turun dari langit. Ia duduk mendengarkan.
Jadi apakah gerangan pengaruh segala daya penarik Mekah itu terhadap kalbu dan jiwa yang begitu padat oleh pikiran dan renungan? Gerangan apa pula artinya segala daya penarik yang kita gambarkan itu yang juga tidak disenangi oleh mereka yang martabatnya jauh di bawah Muhammad?
Karena itu ia terhindar dari cacat. Yang sangat terasa benar nikmatnya, ialah bila ia sedang berpikir atau merenung. Dan kehidupan berpikir dan merenung serta kesenangan bekerja sekadarnya seperti menggembalakan kambing, bukanlah suatu cara hidup yang membawa kekayaan berlimpah-limpah baginya. Dan memang tidak pernah Muhammad mempedulikan hal itu. Dalam hidupnya ia memang menjauhkan diri dari segala pengaruh materi.
Bukankah
dia juga yang pernah berkata: "Kami adalah golongan yang hanya makan bila
merasa lapar, dan bila sudah makan tidak sampai kenyang?" Bukankah dia
juga yang sudah dikenal orang hidup dalam kekurangan selalu dan minta supaya
orang bergembira menghadapi penderitaan hidup? Cara orang mengejar harta dengan
serakah hendak memenuhi hawa nafsunya, sama sekali tidak pernah dikenal Muhammad
selama hidupnya. Kenikmatan jiwa yang paling besar, ialah merasakan adanya
keindahan alam ini dan mengajak orang merenungkannya. Suatu kenikmatan besar,
yang hanya sedikit saja dikenal orang. Kenikmatan yang dirasakan Muhammad sejak
masa pertumbuhannya yang mula-mula yang telah diperlihatkan dunia sejak masa
mudanya adalah kenangan yang selalu hidup dalam jiwanya, yang mengajak orang
hidup tidak hanya mementingkan dunia. Ini dimulai sejak kematian ayahnya ketika
ia masih dalam kandungan, kemudian kematian ibunya, kemudian kematian kakeknya.
Kenikmatan demikian ini tidak memerlukan harta kekayaan yang besar, tetapi
memerlukan suatu kekayaan jiwa yang kuat.
Andai kata
pada waktu itu Muhammad dibiarkan saja begitu, tentu takkan tertarik ia kepada
harta. Dengan keadaannya itu ia akan tetap bahagia, seperti halnya dengan
gembala-gembala pemikir, yang telah menggabungkan alam ke dalam diri mereka
Akan
tetapi Abu Talib pamannya - seperti sudah kita sebutkan tadi -hidup miskin dan
banyak anak. Dari kemenakannya itu ia mengharapkan akan dapat memberikan
tambahan rejeki yang akan diperoleh dari pemilik-pemilik kambing yang
kambingnya digembalakan. Suatu waktu ia mendengar berita, bahwa Khadijah binti
Khuwailid mengupah orang-orang Quraisy untuk menjalankan perdagangannya.
Khadijah adalah seorang wanita pedagang yang kaya dan dihormati, mengupah orang
yang akan memperdagangkan hartanya itu. Berasal dari Keluarga (Banu) Asad, ia
bertambah kaya setelah dua kali ia kawin dengan keluarga Makhzum, sehingga dia
menjadi seorang penduduk Mekah yang terkaya. Ia menjalankan dagangannya itu
dengan bantuan ayahnya Khuwailid dan beberapa orang kepercayaannya. Beberapa
pemuka Quraisy pernah melamarnya, tetapi ditolaknya. Ia yakin mereka itu
melamar hanya karena memandang hartanya. Sungguhpun begitu usahanya itu terus
dikembangkan.
C. MASA DEWASA NABI MUHAMMAD SAW
Setelah dewasa, Muhammad mencari
penghidupannya dengan berniaga. Modalnya diperoleh dari Khadijah binti
Khuwailid, seorang janda kaya yang menaruh kepercayaan kepadanya.
Dalam usia 24 tahun, ia pergi berdagang ke Syria dengan ditemani oleh bujang Khadijah, Maisara. Perdagangannya itu memperoleh keuntungan besar. Dalam perniagaan, mereka bertemu dengan seorang pendeta Kristen bernama Jurjis, yang meramalkan kenabian Muhammad. Dipesankannya kepada Maisara agar menjaga tuannya dengan hati-hati,terutama terhadap golongan Yahudi.
Hubungan dagang yang baik antara Muhammad dan Khadijah ini, begitu pula laporan perjalanannya ke Syria dan pertemuannya dengan Jurjis, menyebabkan Khadijah menaruh minat kepada Muhammad. Hal itu mendapat sambutan selayaknya dan akhirnya mereka pun menikah. Usia Muhammad ketika itu 25 tahun, sedangkan Khadijah telah berusia 40 tahun.
Sewaktu Muhammad berusia 35 tahun, terjadi perselisihan di antara orang-orang Quraisy. Ketika memperbaiki Kakbah dan hendak meletakkan Hajar Aswad di tempatnya semula, mereka berebutan hendak melaksanakannya. Masing-masing suku menganggap bahwa sukunyalah yang lebih berhak.Perselisihan ini hampir saja berlarut-larut dan hampir menimbulkan, perang saudara. Untunglah atas usul dari seorang pemuka, Muhammad diangkat sebagai hakim. Dengan bijaksana, Muhammad pun berhasil mengatasi kesulitan itu. Dihamparkannya sorbannya, kemudian ditaruhnya Hajar Aswad di atasnya, lalu kepala suku masing-masing memegang pinggirnya. Kemudian, secara bersama batu itu diangkat dan akhirnya ditaruh oleh Muhammad ke tempat semula. Demikianlah sengketa itu dapat diatasi, dan kepercayaan Quraisy kepada Muhammad pun kian bertambah besar Setelah dewasa, Muhammad mencari penghidupannya dengan berniaga. Modalnya diperoleh dari Khadijah binti Khuwailid, seorang janda kaya yang menaruh kepercayaan kepadanya.
Dalam usia 24 tahun, ia pergi berdagang ke Syria dengan ditemani oleh bujang Khadijah, Maisara. Perdagangannya itu memperoleh keuntungan besar. Dalam perniagaan, mereka bertemu dengan seorang pendeta Kristen bernama Jurjis, yang meramalkan kenabian Muhammad. Dipesankannya kepada Maisara agar menjaga tuannya dengan hati-hati, terutama terhadap yahudi.
Hubungan dagang yang baik antara Muhammad dan Khadijah ini, begitu pula laporan perjalanannya ke Syria dan pertemuannya dengan Jurjis, menyebabkan Khadijah menaruh minat kepada Muhammad. Hal itu mendapat sambutan selayaknya dan akhirnya mereka pun menikah.
Dalam usia 24 tahun, ia pergi berdagang ke Syria dengan ditemani oleh bujang Khadijah, Maisara. Perdagangannya itu memperoleh keuntungan besar. Dalam perniagaan, mereka bertemu dengan seorang pendeta Kristen bernama Jurjis, yang meramalkan kenabian Muhammad. Dipesankannya kepada Maisara agar menjaga tuannya dengan hati-hati,terutama terhadap golongan Yahudi.
Hubungan dagang yang baik antara Muhammad dan Khadijah ini, begitu pula laporan perjalanannya ke Syria dan pertemuannya dengan Jurjis, menyebabkan Khadijah menaruh minat kepada Muhammad. Hal itu mendapat sambutan selayaknya dan akhirnya mereka pun menikah. Usia Muhammad ketika itu 25 tahun, sedangkan Khadijah telah berusia 40 tahun.
Sewaktu Muhammad berusia 35 tahun, terjadi perselisihan di antara orang-orang Quraisy. Ketika memperbaiki Kakbah dan hendak meletakkan Hajar Aswad di tempatnya semula, mereka berebutan hendak melaksanakannya. Masing-masing suku menganggap bahwa sukunyalah yang lebih berhak.Perselisihan ini hampir saja berlarut-larut dan hampir menimbulkan, perang saudara. Untunglah atas usul dari seorang pemuka, Muhammad diangkat sebagai hakim. Dengan bijaksana, Muhammad pun berhasil mengatasi kesulitan itu. Dihamparkannya sorbannya, kemudian ditaruhnya Hajar Aswad di atasnya, lalu kepala suku masing-masing memegang pinggirnya. Kemudian, secara bersama batu itu diangkat dan akhirnya ditaruh oleh Muhammad ke tempat semula. Demikianlah sengketa itu dapat diatasi, dan kepercayaan Quraisy kepada Muhammad pun kian bertambah besar Setelah dewasa, Muhammad mencari penghidupannya dengan berniaga. Modalnya diperoleh dari Khadijah binti Khuwailid, seorang janda kaya yang menaruh kepercayaan kepadanya.
Dalam usia 24 tahun, ia pergi berdagang ke Syria dengan ditemani oleh bujang Khadijah, Maisara. Perdagangannya itu memperoleh keuntungan besar. Dalam perniagaan, mereka bertemu dengan seorang pendeta Kristen bernama Jurjis, yang meramalkan kenabian Muhammad. Dipesankannya kepada Maisara agar menjaga tuannya dengan hati-hati, terutama terhadap yahudi.
Hubungan dagang yang baik antara Muhammad dan Khadijah ini, begitu pula laporan perjalanannya ke Syria dan pertemuannya dengan Jurjis, menyebabkan Khadijah menaruh minat kepada Muhammad. Hal itu mendapat sambutan selayaknya dan akhirnya mereka pun menikah.
2. RISALAH KENABIAN RASULULLAH
SAW
1. Pembawa Kebenaran
Sesungguhnya
kami mengutus kamu dengan membawa kebenaran, sebagai pembawa kabar gembira dan
pemberi peringatan. Dan tidak ada suatu umat pun melainkan telah ada padanya
seorang pemberi peringatan. (QS. Al-Fatir : 24).
Allah
Telah mengutus Nabi Muhammad membawa perkara yang tetap yang membawa kebenaran,
tegas, dan tidak akan menyesatkan umat manusia. Namun justru akan membahagiakan
bagi siapapun yang mau menjadikan Al-Qur’an sebagai petunjuk. Hal inipun akan
membuat hati tenang dengan keyakinan yang mantap.
Masalah-masalah
yang beliau bawa adalah menyakup masalah akidah yang sesuai dengan kenyataannya
dan mengandung masalah syari’at yang menuntun pemeluknya kepada kebahagiaan dunia
dan akhirat.
2. Pembawa Kabar Gembira dan Peringatan
إِنَّا
أَرْسَلْنَاكَ بِالْحَقِّ بَشِيرًا وَنَذِيرًا وَلَا تُسْأَلُ عَنْ أَصْحَابِ
الْجَحِيمِ (119)
Artinya :
Sesunguhnya
kami telah mengutusmu dengan haq, sebagai pembawa berita gembira dan pemberi
peringatan, dan kamu tidak akan diminta (pertanggungjawaban) tentang
penghuni-penghuni neraka. (QS. Al-Baqarah : 119).
Dalam
redaksi ayat di atas langsung ditunjukkan kepada Nabi Muhammad yang disertai
dengan kata yang mengandung pengukuhan, “Sesungguhnya” dan penegasan “Kami
telah mengutusmu” hai Nabi Muhammad “dengan haq” yakni dengan benar dengan
membawa kebenaran. Pemilihan beliau sebagai rasul adalah benar dan haq. Risalah
dan ajaran yang disampaikannya juga benar dan haq. Karena semuanya berasal dari
Allah SWT.1 namun pada kenyataanya pada saat itu orang-orang Arab enggan
percaya, dan keengganan mereka sangat menyedihkan dan merisaukan nabi, karena
itu beliau diingatkan oleh Allah bahwa beliau hanya ditugaskan oleh Allah
sebagai pembawa kabar gembira dan peringatan. Dan karena itu pula, pada penutup
ayat Al-Baqarah di atas ditujukan untuk menghibur beliau “Dan kamu Hai Muhammad
tidak akan dimintai pertanggungjawaban tentang penghuni-penghuni neraka”. Yaitu
mereka yang mengingkari risalahmu dan menolak Al-Quran sebagai firman Allah
adalah penghuni neraka. Wajar jika mereka tidak mau beriman sebab mereka adalah
penghuni neraka.
Belaiu
diutus Allah untuk memberi kabar gembira kepada orang yang taat dan memberi
peringatan pada pelaku maksiat bukan untuk memaksa seseorang agar mau beriman.
3. Sebagai Rohmat Seluruh Alam
Sebenarnya
rasul diutus ke dunia bukan hanya untuk satu kaum saja, namun beliau diutus
oleh Allah untuk semua umat manusia dan seluruh Alam.
وَمَا
أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ (107)
Artinya :
Dan
tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk menjadi rahmat bagi semesta alam.
(QS. Surat Al-Anbiya’ : 107)
Dalam
ayat ini dikemukakan tentang salah satu keistemewaan beliau. Yaitu tentang
kepribadiannya yang merupakan rahmat, disamping ajaran-ajaran beliau yang
disampaikan dan diterapkan. Dalam redaksinya ayat diatas akan singkat namun
mengandung makna yang sangat luas. Ayat ini menyebut empat hal pokok, yaitu :
a. Rasul, dalam hal ini adalah Nabi Muhammad
b. Yang mengutus beliau adalah Allah
c. Yang diutus kepada manusia (Al-Amin)
d. Dan risalah, yang kesemuanya mengisyaratkan
sifat-sifatnya yakni rahmat yang sifatnya sangat besar ditambah lagi dengan
menggambarkan ketercakupan sasaran dalam semua waktu dan tempat.2
Rasul
adalah rahmat bukan saja datangnya beliau membawa ajaran, namun sosok dan
kepribadian beliau adalah rahmat yang dianugrahkan oleh Allah pada beliau. Ayat
di atas tidak menyatakan bahwa “Kami tidak mengutus engkau untuk membawa
rahmat, namun sebagai rahmat atau agar engkau menjadi rahmat diseluruh alam”.
Tidak
ditemukan dalam al-quran seorangpun yang dijuluki dengan rahmat kecuali
Rasulullah dan tidak juga satu makhluk pun yang disifati dengan sifat Allah
Ar-Rahim kecuali Rasulullah.3
4. Mengeluarkan
Umat Dari Kegelapan Menuju Cahaya
Sebagaimana
dijelaskan dalam surat At-Talaq ayat 11 yang artinya adalah sebagaimana berikut
(Dan
Mengutus) Seorang rasul yang membacakan kepadamu ayat-ayat Allah yang
menerangkan (bermacam-macam hukum) supaya dia mengeluarkan orang-orang yang
beriman dan mengerjakan amal-amal yang saleh dari kegelapan kepada cahaya. Dan
barang siapa beriman kepada Allah dan me-
ngerjakan amal yang saleh, niscaya Allah akan memasukkannya ke dalam surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Sesungguhnya Allah memberikan rizki yang baik kepadanya. (QS. At-Talaq : 11).
ngerjakan amal yang saleh, niscaya Allah akan memasukkannya ke dalam surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Sesungguhnya Allah memberikan rizki yang baik kepadanya. (QS. At-Talaq : 11).
Allah
mengutus seorang rasul mulia yang akhlak dan tingkah lakunya adalah cermin dari
tuntunan kitab suci al-quran. Beliau yang membacakan kepadamu ayat-ayat Allah
yang menerangkan secara jelas bermacam-macam tuntunan Allah supaya Allah
mengeluarkan orang-orang yang beriman dengan keimanan yang benar dan
membuktikan ketulusan iman mereka dengan mengerjakan amal-amal yang saleh. Mengeluarkan
mereka dari kegelapan pada cahaya yakni cahaya ilahi.
Barang
siapa beriman kepada Allah dan mengerjakan amal yang saleh, niscaya dia akan
merasakan kenikmatan hidup duniawi, dan Allah akan memasukkannya ke dalam
surga-surga yang mengalir di bawah pepohonan dan istana-istananya
sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Sungguh dengan anugrah
yang sangat menakjubkan itu Allah telah memberikan kepadanya secara khusus
rizki yang baik yakni cukup. Tidak kurang sedikitpun dari yang kita harapkan
dan juga tidak berlebih dengan kelebihan yang dapat menimbulkan kekeruhan.
5. Membenarkan
Ajaran-Ajaran Nabi-Nabi Sebelumnya
Sebagaimana
diterangkan dalam Surat Al-Maidah ayat 48, yang artinya adalah sebagaimana
berikut :
“Dan kami
telah turunkan kepadamu Al-qur’an dengan membawa kebenaran, membenarkan apa
yang sebelumnya yaitu kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya dan batu ujian
terhadap kitab-kitab yang lain itu. Maka putuskanlah perkara mereka menurut apa
Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan
meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat
diantara kamu, kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah
menghendaki, niscaya kamu dijadikannya satu umat saja, tetapi Allah hendak menguji
kamu terhadap pemberiannya kepadamu. Maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan.
Hanya kepada Allah lah kamu semua kembali lalu diberitahukannya kepadamu apa
yang telah kamu perselisihkan. (QS. Al-Maidah : 48).
Setelah
Allah menurunkan taurat, lalu injil kepada bani israil, dan Allah menerangkan
suatu petunjuk dalam kedua kitab itu, serta menjelaskan kewajiban-kewajiban
yang harus mereka tunaikan, serta ancaman-ancaman-Nya terhadap mereka berupa
hukuman apabila tidak menggunakan kedua kitab tersebut dalam memutuskan
perkara, maka sesudah itu Allah juga menerangkan bahwa Allah menurunkan
Alqur’an kepada nabi-Nya yang terahir, dan tingginya kedudukan Alqur’an
diantara kitab-kitab sebelumnya.
Martabat
Alqur’an dan kedudukannya lebih tinggi dari kitab-kitab Allah
sebalumnya.5 Yaitu merupakan pengawas dan saksi serta ukuran untuk
menentukan benar tidaknya ayat-ayat yang diturunkan dalam kitab-kitab
sebelumnya.
6. Menunjukkan
Jalan Yang Lurus
Agama
islam merupakan agama yang lurus dan mengajarkan manusia menuju jalan yang
benar. Selain itu juga memberikan teguran kepada manusia yang lalai terhadap
kewajibannya sebagai hamba Allah. Dijelaskan dalam Surat Yasin ayat 3-6, yang
artinya adalah sebagaimana berikut :
Sesungguhnya
kamu salah seorang dari para rasul. (Yang berada) di atas jalan yang lurus.
(Sebagai wahyu) yang diturunkan oleh maha perkasa lagi maha penyayang. Agar
kamu memberi peringatan kepada kaum yang bapak-bapak mereka belum pernah diberi
peringatan karena itu mereka lalai. (QS. Yasin : 3-6).
B. Tujuan Wahyu bagi
Kehidupan Masyarakat
Beberapa
tujuan diturunkannya wahyu adalah sebagai bukti kebenaran Nabi Muhammad. Untuk
meyakinkan manusia atau para rasul diberi bukti-bukti yang pasti dan dapat
dijangkau oleh manusia. Bukti-bukti tersebut merupakan hal-hal yang tidak
mungkin dapat mereka lakukan sebagaimana manusia biasa. Bukti-bukti tersebut
dalam agama islam disebut mukjizat.
Para nabi
atau rasul terdahulu mempunyai mukjizat yang bersifat temporal, lokal dan
material. Ini disebabkan karena misi mereka terbatas pada daerah tertentu dan
waktu tertentu. Ini jelas berbeda dengan misi Nabi Muhammad, beliau diutus
untuk seluruh umat manusia dimanapun dan kapanpun hingga ahir zaman. Maka bukti
kebenaran beliau tidak mungkin bersifat temporal, lokal, dan material, namun
harus bersifat universal, kekal, dapat dipikirkan dan dibuktikan kebenarannya
oleh akal manusia. Inilah letak fungsi Alqur’an sebagai mukjizat.
Seringkali
Alqur’an turun secara spontan guna menjawab pertanyaan atau mengomentari suatu
peristiwa. Misal seperti pertanyaan orang Yahudi tentang hakekat ruh.
Pertanyaan ini dijawab langsung dan tentunya spontanitas tersebut tidak memberi
peluang untuk memberi peluang untuk berfikir dan menyusun jawaban dengan
redaksi yang indah dan teliti bagi mereka. Namun demikian, setelah Alqur’an
selesai diturunkan dan kemudian dilakukan analisis serta perhitungan tentang
redaksi-redaksinya ditemukanlah hal-hal yang menakjubkan, ditemukan adanya
keseimbangan antara kata-kata yang digunakan seperti keserasian antara jumlah
dua kata yang bertolak belakang.
Banyak
sekali syarat ilmiah yang ditemukan dalam Alqur’an. Seperti diisyarakannya
bahwa cahaya matahari bersumber dari dirinya sendiri. Sedangkan cahaya bulan
adalah pantulan sebagaimana termaktub dalam surat Yunus ayat 5, yang artinya :
Dialah
yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkannya
manjilah-manjilah bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan
tahun dan perhitungan waktu. Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan
dengan yang haq. Dia menjelaskan tanda-tanda kebesaran-Nya kepada yang
mengetahui. (QS. Yunus : 5).
C. Tujuan Diutusnya Para Rasul
Misi yang
dibawa Nabi Muhammad tetap sama dan memiliki hubungan dengan para nabi dan
rasul yang terdahulu. Hal itu karena sumber ajaran dan pengutusnya sama yaitu
Allah.
1. Mengajarkan
ke-Esa-an Allah.
Para
rasul terdahulu mengajarkan kepada manusia agar mengakui ke-Esa-an Allah. Hal
tersebut dilanjutkan dan disempurnakan oleh Nabi Muhammad sebagai nabi terahir.
Ajaran tersebut berlaku untuk sepanjang masa, meskipun setelah Nabi Muhammad
wafat.
Artinya :
Dan
sesungguhnya kami telah mengutus rasul kepada setiap umat; “sembahlah Allah dan
jauhilah Thaghut, “maka diantara mereka ada yang diberi petunjuk oleh Allah dan
ada pula diantara mereka yang telah pasti atasnya kesesatan. Maka berjalanlah di
bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan para pendusta”. (QS. An-Nahl : 36).
Ayat ini
ditujukan untuk menghibur Nabi Muhammad dalam menghadapi para pembangkang dari
kaum beliau. Seakan ayat ini menyatakan Allah pun telah mengutusmu, maka ada
diantara umatmu yang menerima baik ajakanmu dan ada juga yang membangkang. Dan
keadaan yang kau alami itu sama juga yang dialami oleh para rasul sebelummu.
Karena sesungguhnya kami telah mengutus rasul kepada setiap umat sebelum kami
mengutusmu, lalu mereka menyampaikan kepada kaum mereka masing-masing bahwa
sembahlah Allah, yakni tunduk dan patuhlah dengan penuh pengagungan kepada
Allah saja, jangan menyembah selain-Nya. Dan jauhilah Thaghut, yakni segala
macam yang melampau batas seperti penyembahan berhala dan kepatuhan kepada
tirani. Ajakan para rasul itu telah diketahui oleh umat masing-masing rasul,
maka diantara mereka, yakni umat para rasul itu ada orang-orang yang hatinya
terbuka dan pikirannya jernih sehingga Allah memberi petunjuk kepadanya, dan
ada pula diantara mereka yang keras kepala dan bejat hatinya sehingga mereka
menolak ajaran rasul. Dan dengan demikian telah pasti sangsi kesesatan yang
mereka pilih sendiri. Wahai umat Muhammad jika kamu ragu tentang yang
disampaikan rasul, termasuk kebinasaan para pembangkang maka berjalanlah kamu
semua di muka bumi dan perhatikanlah kesudahan para pendusta rasul-rasul.
Berdasarkan
di atas jelaslah bahwa rasul-rasul Allah memiliki tugas yang sama yaitu menyeru
kepada manusia agar tidak menyekutukan Allah dan hanya menyembah kepada-Nya.
2. Menegakkan
Agama Islam
Agama
islam adalah agama yang mengajarkan tentang ke-esa-an Allah. Ajaran para rasul
dan nabi terdahulu pada dasarnya adalah islam. Namun mereka tidak menyebutnya
islam, melainkan agama tauhid. Sebagaimana firman Allah dalam surat Ali Imran
ayat 67, yang artinya :
Ibrahim
bukan seorang Yahudi dan bukan pula seorang Nasrani, akan tetapi dia adalah
seorang yang lurus dan berserah diri pada Allah dan sekali-kali bukanlah dia
termasuk golongan orang-orang yang musyrik. (QS. Ali Imran : 67).
Ayat ini
membantah kebohongan mereka. Nabi ibrahim bukan seorang Yahudi sebagaimana
diakui orang-orang Yahudi dan bukan pula orang Nasrani sebagaimana diakui
orang-orang Nasrani. Dengan dalil yang telah dikemukakan, akan tetapi dia
adalah seorang lurus selagi berserah diri kepada Allah dan juga sekali-kali
bukanlah dia termasuk golongan orang-orang musyrik yang dapat diduga oleh
orang-orang musyrik Mekah yang mengku mengikuti agama beliau. Rasul dan nabi
terdahulu mengajarkan ke-Esa-an Allah, kewajiban menyembah Allah, tentang
larangan berbuat maksiat dan lain sebagainya seperti yang diajarkan Nabi
Muhammad.
3. Membawa
berita gembira dan peringatan bagi umatnya.
Seperti
yang sudah dijelaskan sebelumnya dalam surat Al-Baqarah ayat 119 diatas, bahwa
tujuan rasul dan nabi diutus salah satunya untuk membawa berita gembira dan
peringatan.
4. Keperibadian Pada Makanan, Pakaian, dan
Kemanusiaaan
a. Keperibadian Pada Makanan
1. Di
pagi hari, Rasulullah SAW menggunakan siwak untuk menjaga kesehatan mulut dan
gigi. Organ tubuh tersebut merupakan organ yang sangat berperan dalam konsumsi
makanan. Apabila mulut dan gigi sakit, maka biasanya proses konsumsi makanan
menjadi terganggu.
2. Di
pagi hari pula Rasulullah SAW membuka menu sarapannya dengan segelas air dingin
yang dicampur dengan sesendok madu asli. Khasiatnya luar biasa. Dalam Al
Qur’an, madu merupakan syifaa (obat) yang diungkapkan dengan isim nakiroh
menunjukkan arti umum dan menyeluruh. Pada dasarnya, bisa menjadi obat berbagai
penyakit. Ditinjau dari ilmu kesehatan, madu berfungsi untuk membersihkan
lambung, mengaktifkan usus-usus dan menyembuhkan sembelit, wasir dan
peradangan.
3.Masuk
waktu dhuha (pagi menjelang siang), Rasulullah SAW senantiasa mengonsumsi tujuh
butih kurma ajwa’ (matang). Rasulullah SAW pernah bersabda, “Barang siapa yang
makan tujuh butir kurma, maka akan terlindungi dari racun”.
b. Keperibadian Pada Pakaian
1. Pakaian yang dikenakan bersih, longgar
(tidak ketat), tidak tembus pandang, dan menutupi aurat.
Tinggalkan
pakaian yang mewah walaupun kita mampu membelinya. Utamakan sikap tawadhu
(rendah hati).
Rasulullah
SAW suka memakai gamis dan kain hibarah (pakaian bercorak yang terbuat dari
bahan katun).
Untuk laki-laki,
Rasulullah SAW melarang menggunakan pakaian berbahan sutera dan emas.
Jangan
menggunakan pakaian yang terlalu panjang, apalagi hingga harus diseret (terkena
lantai). Untuk laki-laki, Rasulullah SAW melarang pakaian yang menutupi mata
kaki untuk laki-laki karena kesombongan.
Untuk
perempuan muslimah, panjangnya hingga menutupi telapak kaki, dan kerudungnya
menutupi kepala, leher, dan dada.
Untuk
lelaki tidak berpakaian seperti perempuan, demikian juga sebaliknya;
Tidak
memakai pakaian yang bertambal atau yang lusuh, karena menurut Rasulullah,
Allah senang melihat jejak nikmat Nya pada hamba-Nya.
Mengutamakan
pakaian yang berwarna putih, karena Rasulullah juga menyukai warna itu.
1 .Makan secukupnya dan tidak
berlebihan
Rasul
selalu menganjurkan umatnya untuk makan secukupnya dan menghindari perilaku
boros. Tidak hanya itu Rasul juga menyebutkan bahwa perut atau lambung terbagi
menjadi tiga bagian, sepertiga untuk udara, sepertiga untuk makanan dan
sepertiga untuk minuman sebagaimana yang disebutkan dalam hadits berikut ini, dan
Hendaklah kamu makan, minum,berpakaian, dan bersedekah dengan tidak berlebihan
dan sombong (HR Ahmad dan Abu Daud)
Sesungguhnya
termasuk pemborosan bila kamu makan apa saja yang kamu bernafsu memakannya (HR
Ibnu Maajah)
Adapun
sebenarnya kekenyangan dapat mengeraskan hai. memberatkan tubuh, mengurangi
kecerdasan, menyebabkan ngantuk dan tidur lebih banyak serta melemahkan
seseorang untuk beribadah
2 .Berwudhu sebelum dan sesudah
makan
Tidak
hanya sebelum melakukan shalat wajib maupun shalat sunnah, Rasul juga
berwudhu sebelum makan untuk menghindari gangguan setan dan menghilangkan
kefakiran sebagaimana yang disebutkan dalam hadits berikut ini
Berwudhu
sebelum makan menghilangkan kefakiran, dan berwudhu setelah makan menghilangkan
gangguan setan
3.Makan dengan tangan kanan
Seorang
muslim hendaknya mengikuti sunnah Rasul untuk senantiasa makan dengan tangan
kanan dan menurut para ilmuwan hal ini bermanfaat bagi kesehatan terutama untuk
melatih saraf sensorik pada tangan. Sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut
Hendaklah
kamu sekalian makan dengan tangan kanan. Sebab setan makan dan minum dengan
tangan kirinya (HR Muslim)
4.Membaca Basmalah
Mengawali
segala sesuatu dengan basmalah sangat dianjurkan bagi umat islam karena dengan
membaca basmalah seseorang dapat menghindari gangguan setan yang dapat
melemahkan iman dan ibadah seseorang. Adapun jika lupa membaca basmalah sebelum
makan maka bacalah kalimat “Bismillahi Awwa-lahu wa Akhirahu” seperti
yang disebutkan dalam hadits
Jika lupa
membaca Bismillah, bacalah “Bismillahi Awwa-lahu wa Akhirahu” (Dengan nama
Allah dari mula hingga akhir) (HR Abu Dawud dan Attirmidzi)
5.Duduk saat makan dan tidak
bersandar atau berdiri
Seorang
muslim Hendaknya tidak makan atau minum sambil berdiri maupun menyandar dan
makan maupun minum sambil duduk lebih utama dan sebaiknya makanan yang dimakan
diletakkan di atas tanah untuk menjaga kerendahan diri. Sebagaimana sabda
Rasulullah SAW
“ Aku
tidak makan sambil bersandar. Aku adalah seorang hamba, maka aku minum
seperti minumnya hamba dan makan pun seperti makannya seorang hamba”
Janganlah seorang di antara kalian minum
sambil berdiri (HR Muslim)
6.Tidak mencela makanan
Seperti
apapun makanan yang didapat dan diperoleh apabila kita tidak menyukainya
sebaiknya jangan mencela makanan. Sebagaimana yang disebutkan dalam hadits
Rasulullah SAW
Rasulullah
SAW tidak pernah mencela makanan; Jika ia suka dimakannya, jika tidak suka
ditinggalkannya (HR Al Bukhari dan Muslim)
7.Dianjurkan untuk makan bersama
Rasulullah
jarang makan sendirian, beliau SAW selalu mengajak orang lain untuk makan
bersamanya oleh karena itu seorang muslim hendaknya mengajak orang lain untuk
makan misalhnya keluarganya. Makanan yang baik dalam islam adalah makanan yang
banyak orang memakannya sebagaimana yang disebutkan dalam hadits berikut.
Rasulullah
SAW tidak pernah makan sendirian (HR Anas RA)
Makanan
dua orang cukup untuk tiga orang, makanan untuk tiga orang cukup untuk empat
orang (HR Al Bukhari dan Muslim)
8.Bersabar untuk mengambil
makanan saat makan bersama
Jika
makan bersama dengan orang lain atau banyak orang maka Rasul menganjurkan untuk
bersabar hingga orangtua atau pemimpin mengambil makanan terlebih dahulu dan
orang yang menyajikan makanan akan makan setelah orang lain makan. Rasulullah
SAW bersabda: Yang melayani minuman suatu kaum, hendaknya dialah yang
terakhir orang yang minum (HR Attirmidzi)
9.Tidak meniup makanan
Terkadang
kita suka meniup makanan saat makanan masih panas, hal ini sebenarnya harus
dihindari karena Rasul melarang kita untuk meniup makanan tatkala masih panas.
Hal ini juga telah dibuktikan oleh para ahli kesehatan asa kini bahwa meniup
makanan tidaklah baik untuk kesehatan. Sebagaimana hadits berikut ini
Rasulullah
SAW melarang orang untuk meniup-niup minuman/makanan (HR Abu Dawud)
10.Makan dari tepian piring
Jika
memakan makanan maka makanlah dari sisi pinggiran atau tepi piring makan hingga
ke tengahnya seperti yang senantiasa dicontohkan oleh Rasulullah SAW
Berkat itu
turun di tengah-tengah makanan, maka makanlah dari tepi-tepinya dan jangan
makan dari tengah-tengahnya (HR Abu Dawud,Attirmidzi)
11.Mengunyah secara perlahan dan
mengecilkan suapan
Rasulullah
selalu menyantap makanan dengan mengecilkan suapannya dan mengunyahnya hinga
berkali-kali. Selain itu Rasul tidak menyuapkan makanan sebelum suapan yang
sebelumnya selesai ditelan. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW
“Kecilkan
suapan dan baguskan Mengunyahnya”
“Janganlah
mengulurkan tangan pada suapan yang lain sebelum menelan suapan pertama”
12.Tidak menggunakan perkakas
makan yang terbuat dari emas dan perak
Makan
dengan perkakas emas dan perak adalah kebiasaan kaum kafir oleh karena itu
Rasul melarang umatnya untuk tidak menggunakan perkakas yang terbuat dari logam
tersebut.
Rasulullah
SAW melarang kami minum dan makan dengan perkakas makan dan minum dari emas dan
perak (Mutafaq ‘alaih)
13.Minum dari gelas dan tidak
minum sekali teguk
Selain
makan dengan perlahan Rasul pun menganjurkan untuk minum dengan benar yakni tidak
meminum air dalam gelas dengan sekali teguk dan juga tidak meminumnya langsung
dari teko, sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut ini
Jangan
minum sekaligus, ambillah jeda (ambil nafas) dua sampai tiga kali
. Rasulullah jika minum bernafas sampai tiga kali (HR Al Bukhari dan
Muslim)
Rasulullah
SAW melarang orang yang minum dengan membalik mulut kendi langsung ke mulutnya (HR
Al Bukhari dan Muslim)
14. Menghabiskan makanan yang
diambil
Rasul
menganjurkan kita untuk makan secukupnya dan senantiasa menghabiskan makanan
yang diambil untuk menghindari perilaku boros dan mubazir serta untuk
mendapatkan berkat dari makanan secara utuh. Rasulullah SAW bersabda
Kamu
tidak mengetahui di bagian yang manakah makananmu yang berkat (HR Muslim)
15.Membaca hamdalah setelah
selasai makan
Makanan
yang kita dapatkan dan makan setiap hari adalah pemberian dan rezeki dari Allah
SWt oleh sebab itu setelah makan Rasul senantiasa mengucapkan syukur dengan
membaca hamdalah. Sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut ini
Rasulullah
SAW jika selesai makan dan mengangkat hidangannya membaca: alhamdulillahi
hamdan katsiran thoyyiban mubaarokan fihi, ghoiro makfiyin wala mustaghnan
‘anhu rabbana (segala puji bagi Allah, pujian yang sebaik-baiknya, yang baik
dan berkat. Tiada terbalas, dan tidak dapat tidak, tentu kami membutuhkan
kepadanya, wahai Tuhan kami) (HR Al Bukhari)
16.Tidak memberikan makanan yang
tidak disukai pada orang lain
Rasul
senang berbagi makanan dengan orang lain tetapi beliau tidak pernah memberikan
suatu makanan yang tidak disukai oleh dirinya sebagaimana disebutkan dalam
hadits berikut ini
Janganlah
kamu memberi makanan yang kamu sendiri tidak suka memakannya (HR Ahmad)
Demikianlah
cara makan Rasulullah yang semestinya dapat ditiru oleh umat islam karena apa
yang dicontohkan oleh Rasul pastilah memiliki sisi positif dan manfaat yang
besar bagi manusia. Selain itu kita hendaknya menghindari yang berdampak buruk
bagi tubuh.
5
.NABI MUHAMMAD SEBAGAI RAHMATAN LIL ‘ALAMIN
Nabi
Muhammad saw sebagai rahmatan lil ‘ alamin adalah beliau diutus
oleh Allah SWT yang membawa ajaran Islam yang membawa kedamaian, kerukunan dan
kesejahteraan bagi manusia dan memberi keteladanan lewat akhlaqul karimah yang
indahnya tiada banding.
Namun
demikian rahmat adalah milik Allah dan hakikatnya tiada mahkluk yang memiliki
sifat itu. Allahlah yang mengaruniakan sifat itu kepada hambanya. Begitu juga
Muhammad saw juga sebagai makhluk ciptaanNya, seorang hamba Allah, bukan Tuhan
dan bukan pula penjelmaan Tuhan.
Rahmat
Allah erat kaitannya dengan ruh Muhammad Saw. Membicarakan perkara ruh yang
umum saja sudah teramat sulit apalagi terkait dengan ruh Muhammad Saw, karena
itu sejatinya adalah urusan Allah.
Sesuai
Firman Allah : Dan mereka bertanya kepadamu tentang ruh. Katakanlah: “Ruh
itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan
sedikit”. (Al Isra 85)
Rahmat
adalah kasih sayang sebagai perwujudan sifat Allah yang maha rahman dan maha
rahim. Rahmat adalah milik Allah dan wujudnya berupa nikmat. Sementara lawan
nikmat adalah azab. Terkait awalin dan akhirin manusia yang juga berawal dari
ruh, beberapa riwayat menyatakan keistimewaan Muhammad saw sebagai ruh pada
saat di arasy.
Pada Alam
ruh ini Muhammad saw telah mendapatkan kenabian dan jelas kepemimpinannya atas
semua nabi sebagaimana hadis diriwayatkan Al Irbadh ibn Sariya, berkata
bahwa Nabi saw bersabda, “Menurut Allah, aku sudah menjadi Penutup Para Nabi,
ketika Adam masih dalam bentuk tanah liat.
Allah
kemudian menghembuskan ruh Muhammad saw diperut pasangan manusia yang
dipilihNya yaitu Siti Aminah dan ayahnya Abdullah dari kaum Bani Hasyim
Quraish. Kehendak dan kuasa Allahlah yang menetapkan Nabi Saw terlahir tidak
diawal tetapi di akhir dari semua nabi untuk menyempurnakan semuanya dan
menjadi penutup. Seorang nabi yang terlahir sebagai manusia biasa yang
sederhana, yang bekerja dan berdagang, berkeluarga, bermasyarakat dan menjadi
pemimpin sehingga menjadi mudah untuk diikuti umatnya dan menjadi Al Quran
berjalan karena keluhuran akhlaqnya, Kalangan ulama menilai keistimewaan ruh
Muhammad saat di arasy yang bahkan namanya bergandengan dengan Allah Swt telah
dilihat Adam As saat penciptaannya, itulah kemudian disebut Nur Muhammad
(sebagian ulama menyebutnya hakikat Muhammad).
Nur
Muhammad dan penciptaan alam semesta
Allah
berfirman bahwa Muhammad adalah hamba yang sangat dicintainya atau kekasih
Allah. Selanjutnya dengan nur Muhammad diciptakanlah seluruh alam sebagaimana
Firman
Allah : Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi
semesta alam. (Al anbiya : 107)
Hal ini
dikuatkan dalam hadis Qudsi: Kalau tidak engkau hai Muhammad, kalau tidak
engkau hai Muhammad tidaklah kujadikan segala sesuatu.
Karena
itu Nur Muhammad saw diciptakan Allah adalah sebagai rahmat Allah yang diberikan
kepada semua ciptaannya termasuk manusia. Dan Rahmat yang diturunkan Allah
dengan Nur Muhammad bila demikian kejadiannya adalah berdimensi dahulu, kini
dan akan datang yaitu sejak awal kejadian semua ciptaan termasuk penciptaan
Adam As hingga hari pembalasan.
Ibnu
Araby menyatakan : dia (Muhammad) adalah awal kejadian dan dia pula akhir
kenabian, Muhammad saw bukan Tuhan dan bukan pula penjelmaan Tuhan dan dia
makhluk ciptaan Tuhan, namun dia awal kejadian.
Sabda
nabi kepada Jabir : Yang mula-mula diciptakan adalah nur nabimu, hai jabir
(alhadis).
Sekali
lagi dengan Nur Muhammad adalah berawal ciptaan Allah dan dengan Nur
Muhammadlah rahmat kemudian diberikan oleh Allah kepada seluruh alam dan
manusia sehingga tersingkaplah tabir rahasianya mengapa segala permohonan dan
doa harus berwasilah kepada Muhammad Saw.
BAB 3
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari
perjalanan sejarah Nabi ini bisa kita simpulkan bahwa Nabi Muhammad SAW, di
samping sebagai pemimpin agama, juga seorang negarawan, pemimpin politik dan
administrasi, pemimpin politik dan administrasi yang cakap.Hanya dalam waktu
sebelas tahun menjadi pemimpin politik, beliau berhasil menundukan seluruh
jazirah Arab kedalam kekuasaannya.
B. Saran
Sebagai generasi mudah islamiyah kita
harus selalu meningkatkan keimanan dan ketakwaan kita kepada allah swt dan
selalu mengucapkan shalawat serta salam kepada nabi besar kita nabi Muhammad
saw dan kita harus menjadikan nabi Muhammad saw sebagai suri tauladan.
No comments:
Post a Comment