1

loading...

Friday, November 2, 2018

MAKALAH AKHLAK TERHADAP SESAMA MANUSIA

MAKALAH AKHLAK TERHADAP SESAMA MANUSIA

BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial (al insanu ijtima'iyyun bi at tob'i). Integritas manusia dapat dilihat secara bertingkat, integritas pribadi, integritas keluarga dan integritas sosial. Diantara ketiga lembaga; pribadi, keluarga dan masyarakat terdapat hubungan saling mempengaruhi. Masyarakat yang baik terbangun oleh adanya keluarga-keluarga yang baik, dan keluarga yang baik juga terbangun oleh individu-individu anggauta keluarga yang baik, sebaliknya suasana keluarga akan mewarnai integritas individu dan suasana masyarakat juga mewarnai integritas keluarga dan individu.
Aqidah atau keimanan merupakan bagian terpenting dalam ajaran Islam. Jika ajaran Islam ini diumpamakan jasad, maka iman adalah ruhnya. Ia adalah jantung yang memompa darah kehidupan ke sekujur tubuh. Demikian halnya dengan keimanan. Dialah yang menjadi ruh ajaran Islam. Berdasarkan imanlah seseorang akan dinilai di hadapan Allah. Pada gilirannya, imanlah yang akan mengontrol dan mengarahkan perilaku seorang Mukmin. Bahkan shalat, haji, puasa, dan seluruh amal baik tak ada gunanya tanpa adanya keimanan.
Selanjutnya, konsep keimanan Islamsering disebut dengan istilah tauhid, yaitu mengakui dengan sungguh-sungguh bahwa hanya Allah-lah satu-satunya Tuhan yang benar yang mengharuskan setiap manusia menyembah dan memohon pertolongan hanya kepada-Nya. Tauhid menjadi prinsip utamayang menentukan prinsip-prinsip lainnya dalam Islam. Berbagai aspek kehidupan dalam peradaban Islam, mendapatkan titik temunya dalam prinsip tauhid. Tauhid adalah identitas peradaban Islam.
Para pendahulu Islam adalah orang-orang yang sangat kuat imannya. mereka siap menjadi martir demi mempertahankan keimanan mereka sehingga Islam tertancap kuat di atas altar sejarah. Sejarah mengajarkan kepada kita betapa gigih dan tabahnya Nabi Muhammad SAW. dalam menghadapi tantangan yang luar biasa berat di medan daqwah. Semua ini memberi pelajaran kepada umat Islam bahwa kekuatan ajaran islam adalah ada pada kekuatan Iman. Namun demikian, keimanan itu ternyata akan menghadapi banyak cobaan dan ujian. Kekuatan, kesabaran, ketabahan, dan keberanian menjadi kata kunci untuk mempertahankan keimanan. Di satu sisi ujian keimanan adalah jalan terjal yang akan menguras energi dan begitu melelahkan. Namun dengan ujian ini juga keimanan bener-benar teruji kemurniannya. Dengan ujian inilah keimanan menjadi bertambah kuat. Menghadapi zaman modern, ujian keimanan ini tentu saja semakin kompleks.

B.       Rumusan Masalah
A.    Bagaimana Manusia sebagai Mahkluk Sosial ?
B.     Bagaimana Pergaulan dalam Islam (Orang Tua, Guru, dan Kawan) ?
C.     Bagaimana Filter-filter globalisasi dengna aqidah dan ahklak ?
C.      Tujuan
A.    Untuk Mengetahui Manusia sebagai Mahkluk Sosial.
B.     Untuk Mengetahui Pergaulan dalam Islam (Orang Tua, Guru, dan Kawan).
C.     Untuk Mengetahui Filter-filter globalisasi dengna aqidah dan ahklak.

BAB II
PEMBAHASAN
A.    MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK SOSIAL
Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial (al insanu ijtima'iyyun bi at tob'i). Integritas manusia dapat dilihat secara bertingkat, integritas pribadi, integritas keluarga dan integritas sosial. Diantara ketiga lembaga; pribadi, keluarga dan masyarakat terdapat hubungan saling mempengaruhi. Masyarakat yang baik terbangun oleh adanya keluarga-keluarga yang baik, dan keluarga yang baik juga terbangun oleh individu-individu anggauta keluarga yang baik, sebaliknya suasana keluarga akan mewarnai integritas individu dan suasana masyarakat juga mewarnai integritas keluarga dan individu.
Hubungan antar anggota masyarakat ada yang diikat oleh faktor domisili pertetanggaan, ada juga yang diikat oleh kesamaan profesi, atau kesamaan asal usul dan kesamaan sejarah. Oleh karena itu disamping ada masyarakat lingkungan juga ada masyarakat pers, masyarakat pendidikan, masyarakat ekonomi, masyarakat politik dan sebagainya, juga ada masyarakat etnik dan masyarakat bangsa.
Dalam perspektif ini kita mengenal ungkapan yang mengatakan bahwa seorang pemimpin adalah anak zaman, artinya kualitas masyarakat seperti apa akan melahirkan pemimpin seperti apa. Seorang penulis juga anak dari zamannya, artinya pemikiran yang muncul dari seorang penulis mencerminkan keadaan masyarakat zamannya. Bagi orang yang sadar akan makna dirinya sebagai makhluk sosial maka ia bukan hanya dibentuk oleh masyarakatnya, tetapi secara sadar berusaha membangun masyarakat sesuai dengan konsep yang dimilikinya.
Secara berencana ia membangun institusi-institusi yang akan menjadi pilar terbangunnya masyarakat yang diimpikan, satu pekerjaan yang sering disebut dengan istilah rekayasa sosial, social enginering. Islam mengajarkan bahwa antara individu dengan individu yang lain bagaikan struktur bangunan (ka al bun yan), yang satu memperkuat yang lain. Masyarakat yang ideal adalah yang berinteraksi secara dinamis tetapi harmonis, seperti yang diumpamakan oleh Nabi bagaikan satu tubuh (ka al jasad al wahid), jika satu organ tubuh menderita sakit maka organ yang lain ikut merasakannya dan keseluruhan organ tubuh melakukan solidaritas.
Dari sudut tanggung jawab anggota masyarakat, suatu masyarakat itu diibaratkan Nabi dengan penumpang perahu, jika ada seorang penumpang di bagian bawah melubangi kapal karena ingin cepat memperoleh air, maka penumpang yang di bagian atas harus mencegahnya, sebab jika tidak, yang tenggelam bukan hanya penumpang yang di bawah, tetapi keseluruhan penumpang perahu, yang bersalah dan yang tidak.
Jadi disamping setiap individu memiliki HAM yang perlu dilindungi, dan setiap keluarga memiliki kehidupan privasi yang perlu dihormati, maka suatu masyarakat juga memiliki norma-norma dan tatanan sosial yang harus dipelihara bersama. Pelanggaran atas norma-norma sosial akan berakibat terjadinya kegoncangan sosial yang dampaknya akan dirasakan oleh setiap keluarga dan setiap individu. Akhlak terhadap masyarakat adalah bertujuan memelihara keharmonisan tatanan masyarakat agar sebagai lembaga yang dibutuhkan oleh semua anggauta masyarakat ia berfungsi optimal.
Di dalam lingkungan masyarakat yang baik, suatu keluarga akan berkembang secara wajar, dan kepribadian individu akan tumbuh secara sehat.
Diantara akhlak terhadap masyarakat adalah:
1.      Memelihara perasaan umum. Masyarakat yang telah terjalin lama akan memiliki nilai-nilai yang secara umum diakui sebagai kepatutan dan ketidakpatutan. Setiap individu hendaknya menjaga diri dari melakukan sesuatu yang dapat melukai perasaan umum, meski perbuatan itu sendiri halal, misalnya berpesta di tengah kemiskinan masyarakat dan sebagainya.
2.      Berperilaku disiplin dalam urusan publik. Disiplin adalah mengerjakan sesuatu sesuai dengan kemestiannya, menyangkut waktu, biaya, dan prosedur. Seorang yang disiplin, datang dan pulang kerja sesuai dengan jadwal kerja, membayar atau memungut bayaran sesuai dengan tarifnya, menempuh jalur urusan sesuai dengan prosedurnya. Pelanggaran kepada disiplin, misalnya' menyuap atau menerima suap, meski dirasa ringan secara ekonomi, tetapi bayarannya adalah rusaknya tatanan dan sistem kerja.
3.      Memberi kontribusi secara optimal sesuai dengan tugasnya. Ulama dan cendekiawan menyumbangkan ilmunya, Pemimpin (umara) mengedepankan keadilan dan tanggungjawab (amanah), pengusaha mengutamakan kejujuran, orang kaya mengoptimalkan infaq dan sedekah.
4.      Amar makruf nahi munkar. Setiap anggota masyarakat harus memiliki kepedulian terhadap hal-hal yang potensil merusak masyarakat, oleh karena itu mereka harus aktip menganjurkan perbuatan baik yang nyata-nyata telah ditinggalkan masyarakat dan mencegah perbuatan buruk yang dilakukan secara terang terangan oleh sekelompok anggota masyarakat.[1]
Banyak sekali rincian yang dikemukakan al-Qur’an berkaitan dengan perlakuan terhadap sesama manusia. Petunjuk mengenai hal ini bukan hanya dalam bentuk larangan atau hal negatif, seperti membunuh, mencuri, menyakiti badan atau yang lainnya. Namun disisi lain al-qur’an menekankan bahwa setiap orang hendaknya didudukkan secara wajar, tidak masuk ke rumah orang lain tanpa izin, jika bertemu saling mengucapkan salam, dan ucapan yang dikeluarkan adalah ucapan baik, benar dan tidak mengucilkan orang lain atau kelompok, tidak wajar pula berprasangka buruk tanpa alasan, atau menceritakan keburukan seseorang, memanggil dengan sebutan buruk. Lalu dianjurkan untuk menjadi orang yang pandai memaafkan, pandai menahan hawa nafsu, dan mendahulukan kepentingan orang daripada kepentingan kita.  Allah berfirman dalam QS. Al-Baqarah, 2: 83
وَإِذْ أَخَذْنَا مِيثَاقَ بَنِي إِسْرَائِيلَ لَا تَعْبُدُونَ إِلَّا اللَّهَ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَذِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينِ وَقُولُوا لِلنَّاسِ حُسْنًا وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ ثُمَّ تَوَلَّيْتُمْ إِلَّا قَلِيلًا مِنْكُمْ وَأَنْتُمْ مُعْرِضُونَ
 Dan (ingatlah), ketika kami mengambil janji dari Bani Israil (yaitu): janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat kebaikanlah kepada ibu bapa, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia, Dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Kemudian kamu tidak memenuhi janji itu, kecuali sebahagian kecil daripada kamu, dan kamu selalu berpaling.” (Al-Baqarah 2: 83)

B.     Pergaulan Dalam Islam
Pergaulan adalah satu cara seseorang untuk bersosialisasi dengan lingkungannya. Bergaul dengan orang lain menjadi satu kebutuhan yang sangat mendasar, bahkan bisa dikatakan wajib bagi setiap manusia yang “masih hidup” di dunia ini. Sungguh menjadi sesuatu yang aneh atau bahkan sangat langka, jika ada orang yang mampu hidup sendiri. Karena memang begitulah fitrah manusia. Manusia membutuhkan kehadiran orang lain dalam kehidupannya.[2]
Tidak ada mahluk yang sama seratus persen di dunia ini. Semuanya diciptakan Allah berbeda-beda. Meski ada persamaan, tapi tetap semuanya berbeda. Begitu halnya dengan manusia. Lima milyar lebih manusia di dunia ini memiliki ciri, sifat, karakter, dan bentuk khas. Karena perbedaan itulah, maka sangat wajar ketika nantinya dalam bergaul sesama manusia akan terjadi banyak perbedaan sifat, karakter, maupun tingkah laku. Allah mencipatakan kita dengan segala perbedaannya sebagai wujud keagungan dan kekuasaan-Nya.
Seorang mukmin dalam menjalankan kehidupannya tidak hanya menjalin hubungan dengan Allah semata (habluuminallah), akan tetapi menjalin hubungan juga dengan manusia (habluuminannas). Saling kasih sayang dan saling menghargai haruslah diutamakan, supaya terjalin hubungan yang harmonis. Rasulullah ‘saw bersabda: “Tidak” dikatakan beriman salah seorang di antaramu, sehingga kamu menyayangi saudaramu, sebagaimana kamu - menyayangi dirimu sendini”. (HR. Bukhari Miisllm)
Perbedaan bangsa, suku, bahasa, adat, dan kebiasaan menjadi satu paket ketika Allah menciptakan manusia, sehingga manusia dapat saling mengenal satu sama lainnya. Sekali lagi . tak ada yang dapat membedakan kecuali ketakwaannya.
Untuk itu, ada beberapa hal yang perlu kita tumbuh kembangkan agar pergaulan kita dengan sesama muslim menjadi sesuatu yang indah sehingga mewujudkan ukhuwah islamiyah. Tiga kunci utama untuk mewujudkannya yaitu ta’aruf (mengenali), tafahum (memahami), dan ta’awun (saling tolong-menolong). Inilah tiga kunci utama yang harus kita lakukan dalam pergaulan.
1.      Tata cara bergaul dengan orang tua atau guru
Islam merupakan agama yang sangat memperhatikan keluhuran budi pekerti dan akhlak mulia. Segala sesuatu yang semestinya diiakukan dan segala sesuatu yang semestinya ditinggalkan diatur dengan sangat rinci dalam ajaran Islam, sehingga semakin banyak orang mengakui (termasuk non-muslim) bahwa Islam merupakan ajaran agama yang sangat lengkap dan sempurna serta tidak ada yang terlewatkan sedikit pun.
Rasulullah SAW diutus ke dunia ini untuk menyempurnakan akhlak yang mulia, sehingga setiap manusia dapat hidup secara damai, tenteram, berdampingan, saling memahami, menghormati, dan menghargai satu sama lain, baik kepada yang lebih tinggi, yang lebih rendah, kepada sesama atau teman sebaya, kepada lawan jenis, dan sebagainya.
Rasulullah saw pernah bersabda:

اِنَّمَا بُعِثْتُ لاُتَمِّمَ مَكَارِمَ اْلاَخْلاَقِ (رَوَاهُ اْلبُخَارِيْ وَمُسْلِم(
Artinya:
Aku diutus (ke dunia) hanya untuk menyempurnakan akhlak terpuji”. (HR. Bukhari Muslim)

Hal pertama yang semestinya dilakukan setiap muslim dalam pergaulan sehari-hari adalah memahami dan menerapkan etika atau tata cara bergaul dengan orang tuanya. Adapun yang dimaksud dengan orang tua, dapat dipahami dalam tiga bagian, yaitu:
a.       Orangtua kandung, yakni orang yang telah melahirkan dan mengurus serta membesarkan kita (ibu bapak).
b.      Orang tua yang telah menikahkan anaknya dan menyerahkan anak yang telah diurus dan dibesarkannya untuk diserahkan kepada seseorang yang menjadi pilihan anaknya dan disetujuinya. Orang tua ini, lazim disebut dengan “mertua”.
c.       Orang tua yang telah mengajarkan suatu ilmu, sehingga kita mengerti, dan memahami pengetahuan, mengenal Allah, dan memahami arti hidup, dialah “guru” kita.

Dalam Al-Quran maupun hadits, dapat ditemukan banyak sekali keterangan yang memerintahkan untuk berbuat baik kepada orangtua. Sekalipun demikian, Islam tidak menyebutkan jenis-jenis perbuatan baik  kepada kedua orangtua secara rinci, sebab berbuat baik kepada kedua orang tua bukan merupakan perbuatan yang dibatasi beberapa batasan dan rincian. Kewajiban berbuat baik kepada kedua orangtua sangat bergantung pada situasi dan kondisi, kemampuan, keperluan, perasaan manusiawi, dan adat istiadat setiap masyarakat.
Berbuat baik kepada kedua orangtua dalam berbagai bentuknya, disebut dengan “biruul walidain”.
Kewajiban berbuat baik kepada kedua orangtua juga diungkapkan di dalam bentuk kata ihsan, ma’ruf, dan rahmah.
Islam memperingatkan setiap anak, bahwa menyakiti perasaan orangtua merupakan suatu dosa besar dan waib atasnya untuk selalu menjaga perasaan kedua orangtuanya. Hak orang tua dan anaknya tidak akan pernah sama dengan hak siapa pun di dunia. Jadi, segala bentuk ucapan, perbuatan, dan isyarat yang dapat menyakiti kedua orangtuanya atau salah satunya merupakan perbuatan dosa, sekalipun hanya berupa perkataan “ah”, “cis”, atau “uff”, apalagi jika sampai membentaknya.
Sesungguhnya Allah tidak akan penah meridai seseorang kecuali kita merendahkan diri kepada keduanya disentai kelembutan dan kasih sayang. Allah Swt. berfirman dalam surat Al-Isra ayat 24:
Artinya:
Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua Telah mendidik Aku waktu kecil". (QS. A1-lsra: 24)
Jadi, kewajiban kita kepada kedua orangtua ialah untuk selalu berbakti kepadanya dan jangan sedikit pun melukai perasaan mereka, karena Allah tidak akan rida kepada kita.Adapun yang berkaitan dengan orangtua dalam makna yang ketiga, yakni orangtua dalam arti orang yang telah mengajarkan dan mendidik kita tentang pengetahuan dan kehidupan. Mereka adalah guru, ustadz, dosen, kyai, dan sebagainya. Sebagai seorang muslim, kita juga diperintahkan untuk menghormati dan memuliakan mereka.

2.      Tata Cara Bergaul dengan yang Lebih Tua
Dalam pergaulan sosial, kita dituntut untuk menjunjung tinggi hak dan kewajiban masing-masing, termasuk dalam pergaulan dengan orang yang lebih tinggi atau lebih tua dari kita. orang yang lebih tinggi dari kita, dapat dikategorikan menjadi 3 (tiga) bagian. yaitu:
a.       Orang yang umurnya lebih tua atau sudah tua,
b.      Orang yang ilmu, wawasan, dan pemikirannya lebih tinggi, sekali pun bisa jadi umurnya lebih muda, dan
c.       Orang yang harta dan kedudukannva lebih tinggi dan lebih banyak.

Dalam pergaulan sosial dengan mereka, hendaklah kita bersikap wajar dan menghormatinya, mendengarkan pembicaraannya, serta wajib mengingatkan jika mereka keliru dan berbuat kejahatan, dengan cara-cara yang lebih baik. Kita juga dilarang memperlakukan mereka secara berlebihan, misalnya terlalu hormat dan tunduk melebihi apa pun, sekalipun mereka salah. Hal ini sungguh tidak dibenarkan, sebab yang paling mulia di antara kita bukan umur, ilmu, pangkat, harta, dan kedudukannya, akan tetapi karena kualitas takwanya kepada Allah Swt. Hal ini sesuai dengan salah satu hadis Rasulullah saw dalam riwayat Thabrani:
إِنَّ اللهَ تَعَالَى لاَيَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَلاَ إِلَى اَحْسَابِكُمْ وَلاَ اِلَى اَمْوَالِكُمْ وَلَكِنْ يَنْظُرُ اِلَى قُلُوْبِكُمْ وَاَعْمَالِكُمْ (رواه الطبرانى(
Artinya:
Sesungguhnya Allah Swt. tidak melihat ruhmu, kedudukan, dan harta kekayaanmu, tetapi Allah melihat apa yang ada dalam hatimu dan amal perbuatanmu”. (HR. Thabrani)

3.      Tata Cara  Breagaul dengan yang  Lebih Muda
Dalam menjalankan pergaulan social, Islam melarang umatnya untuk membeda-bedakan manusia karena hal-hal yang bersifat duniawi, seperti harta, tahta, umur, dan status sosial lainnya. akan tetapi yang terbaik adalah bersikap wajar sebagaimana mestinya sesuai dengan tuntutan ajaran agama dan tidak bertentangan dengan norma-norma kehidupan.
Tidak dapat dihindari, kita juga pasti berkomunikasi dan bergaul dengan orang yang umur dan strata sosialnya lebih rendah dan kita. Kita sama sekali dilarang untuk merendahkan dan meremehkannya.
Kita diperintahkan untuk selalu berusaha menyayangi orang yang umurnya lebih muda dari kita. Bahkan Rasulullah SAW menyatakan dalam satu hadisnya bahwa bukan termasuk golongan umatku, mereka yang tidak menyayangi yang lebih muda. Beliau bersabda:
لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَمْ يَرْحَمْ صَغِيْرَنَا وَلَمْ يَعْرِفْ حَقًّ كَبِيْرَناَ (رواه الطبرانى(

Artinya:
Bukan termasuk golongan umatku, orang yang tidak  menyayangi yang lebih kecil (lebih muda), dan tidak memahami hak-hak orang yang lebih besar (tinggi / dewasa)”. (HR. Thabrani)
Seseorang yang usianya lebih muda, bisa saja amal perbuatannya dan  akhlaknya lebih baik dibandingkan dengan orang yang telah berumur dewasa, bahkan telah berusia lanjut. Jadi, umur seseorang tidak menjamin hidupnya lebih mulia dan berkualitas, sekali pun semestinya semakin bertambah (bilangan) umur (hakikatnya berkurang), harus semakin baik amalnya, semakin mulia akhlaknya, dan semakin bijak sikapnya.
Kenyataannya, dalam kehidupan sosial, kita menemukan hal yang justru sebaliknya. Ada yang usianya sudah lebih tua dan dianugerahi panjang umur oleh Allah Swt. akan tetapi kualitas hidupnya tidak Iebih baik dibandingkan dengan yang lebih muda. Nauzubillah.
Dalam salah satu hadis Rasulullah saw riwayat Ahmad, dikemukakan bahwa termasuk orang yang terbaik, jika umurya panjang dan amal perbuatannya baik. Rasulullah saw bersabda:
خَيْرُ النَّاسِ مَنْ طَالَ عَمْرُهُ وَحَسُنَ عَمَلُهُ وَشَرُّ النَّاسِ مَنْ طَالَ عُمْرُهُ وَسَاءَ عَمَلُهُ (رواه احمد(
Artinya:
Sebaik-baik manusia adalah, mereka yang panjang umurnya dan sangat baik amalnya. Dan sejelek-jelek manusia adalah orang yang panjang umurnya, tetapi jelek amal perbuatannya” (HR.Ahmad)

Jika kita bergaul dengan yang lebih muda, dan kebetulan kita merasa sudah lebih dewasa serta berpengalaman, hendaklah kita membimbing, rnengarahkan dan mengajarkan kepada mereka hal-hal yang baik agar bermakna bagi kehidupannya.
Inilah yang dikehendaki dalam ajaran agama Islam, sehingga orang yang lebih tua hidupnya lebih bermanfaat karena wawasan dan pengalamannya, sedangkan orang yang lebih mudah dapat memanfaatkan kelebihan yang dimiliki orang yang lebih tua.
4.       Tata Cara Bergaul dengan Teman Sebaya
Bergaul dengan sesama atau teman sebaya, baik dalam umur, pendidikan, pengalaman, dan sebagainya, kadang-kadang tidak selalu berjalan mulus. Mungkin saja terjadi hal-hal yang tidak diharapkan seperti terjadi salah pengertian (mis understanding) atau bahkan ada teman yang zaim terhadap kita serta suka membuat gara-gara dan masalah.
Menghadapi persoalan seperti itu, hendaklah kita mensikapi dengan sikap terbaik yang kita miliki. Jika ada yang berbuat salah, hendaklah kita segera memaafkan kesalahanya sekalipun orang yang berbuat salah tidak meminta maaf. Begitu juga apabila kita berbuat kesalahan atau kekeliruan, hendaklah kita segera meminta maaf kepada orang yang kita sakiti, baik disengaja maupun tidak disengaja. Perkara orang itu memaafkan kita atau tidak, itu bukan urusan kita. Kewajiban kita adalah segera meminta maaf dan memaafkan. Janganlah kita termasuk orang yang sebagaimana dikemukakan Rasulullah saw dalam sabdanya:
مَنِ اعْتَذَرَ اِلَى أَخِيْهِ اْلمُسْلِمِ فَلَمْ يَقْبَلْ مِنْهُ كَانَ عَلَيْهِ مِثْلُ خَطِيْئَةِ صَاحِبِ مَكْسٍ (رواه ابن ماجه(
Artinya:
Barangsiapa yang meminta maaf kepada saudaranya yang muslim sedangkan ia tidak mau memaafkannya, maka ia mempunyai dosa sebesar dosa orang yang merampok”. (HR. lbnu Majah)

Pergaulan dengan teman sebaya termasuk dengan siapa pun harus dilandasi kasih sayang dan keikhlasan Allah tidak akan menyayangi seseorang  jika tidak menyayangi sesamaya. Dalam salah satu hadis, .Rasulullah saw bersabda:
مَنْ لاَ يَرْحَمُ النَّاسَ لاَ يَرْحَمْهُ الله ُ(متفق عليه(
Artinya:
Barangsiapa yang tidak menyayangi sesama manusia, niscaya tidak akan disayangi oleh Allah”. (HR. Bukhari Muslim)

5.      Tata Cara Bergaul dengan Lawan Jenis
Allah telah menciptakan segala sesuatu di dunia ini dengan sempurna, teratur, dan berpasang-pasangan. Ada langit dan ada bumi, ada siang dan ada malam, ada dunia ada akhirat, ada surga dan neraka, ada tua dan ada muda, ada laki-laki dan ada perempuan.
Laki-laki dan perempuan: merupakan makhluk Allah yang telah diciptakan scara berpasang-pasangan. jadi, merupakan suatu keniscayaan dan sangat wajar, jika terjadi pergaulan di antara mereka. Dalam pergaulan tersebut, masing-masing berusaha untuk saling mengenal. Bahkan lebih jauh lagi, ada yang berusaha saling memahami, saling mengerti dan ada yang sampai hidup bersama dalam kerangka hidup berumah tangga. lnilah indahnya kehidupan.
Laki-laki dan perempuan ditentukan dalam sunah Allah untuk saling tertarik satu dengan yang lainnya. Laki-laki tertarik dengan perempuan, demikian juga sebaliknya, perempuan tertarik kepada laki-laki. Allah Swt. memberikan rasa indah untuk saling menyayangi di antara mereka. Tidak jarang juga masing-masing merindukan yang lainnya. Rindu untuk saling menyapa, saling melihat, serta saling membenci atas. dasar ketulusan dan kasih sayang.
Pergaulan yang baik dengan lawan jenis. hendaklah tidak didasarkan pada nafsu (syahwat) yang dapat menjerumuskan pada pergaulan bebas yang dilarang agama. Inilah yang tidak dikehendaki dalam Islam. Islam sangat memperhatikan batasan-batasan yang sangat jelas dala pergaulan antara laki-laki dengan perempuan.
Seorang laki-laki yang bukan muhrim, dilarang untuk berduaan di tempat-tempat yang memungkinkan melakukan perbuatan yang dilarang. Kalau pun bersama-sama sebaiknya disertai oleh muhrimnya atau minimal ditemani tiga orang, yaitu: dua laki-laki dan satu perempuan. atau Juga pergaulan untuk belajar atau bergaul jika ada dua orang perempuan dan seorang laki-laki. Hal ini memungkinkan untuk lebih menjaga diri.
Salah satu hadis mengemukakan bahwa jika seseorang pergi dengan orang lain yang bukan muhrimnya serta berlinan jenis kelamin, maka yang ketiganya pasti syetan yang selalu berusaha untuk menjerumuskan dan menghinakan. ltulah yang disinyalir dalam ayat A!-Quran, agar jangan mendekati zina. Mendekatinya sudah dilarang dan haram, apalagi melakukannya. Allah Swt. berfirman dalam surat Al-Isra ayat 32 yang artinya: “Jadi janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk”. (QS. Al-Isra: 32)
Mencintai dan menyayangi seseorang merupakan hal yang wajar. Hendaklah pikiran dan perasaan kita arahkan kepada hal-hal yang positif, dan bukan sebaliknya. Contohnya, karena cinta dan sayang, seseorang mengorbankan segalanya termasuk hal-hal yang paling “berharga” dan dilarang oleh Allah Swt.
Islam mengajarkan agar dalam pergaulan dengan lawan jenis untuk senantiasa saling menjaga diri, menghormati dan menghargai atas dasar kasih sayang yang tulus karena Allah, bukan karena derajat, pangkat, harta, keturunan, tetapi semata-mata hanya karena Allah.
Cinta karena Allah merupakan titik puncak dan tingginya kualitas iman seseorang Hasilnya tidak dapat dilihat, melainkan hanya dapat dirasakan oleh orang yang telah nyaris sempurna keikhlasannya. Cinta yang mendalam. ini merupakan bukti kesempurnaan serta ketulusan iman, yang kedua-duanya berhak untuk mendapatkan pahala yang paling besar di sisi Allah, sebagaimana sabda Rasulullah saw:
ثَلاَثٌ مَنْ كُنَّ فِيْهِ وَجَدَ حَلاَوَةَ اْلاِيْمَانِ: أَنْ يَكُوْنَ الله وَرَسُوْلُهُ اَحَبَّ اِلَيْهِ مِمَّاسَوَاهُهُمَا وَاَنْ يُحِبَّ فِى اللهِ وَيَبْغَضَ فِى الله وَاَنْ تُوْقَدُ نَارٌ عَظِيْمَةٌ فَيَقَعُ فِيْهَا اَحَبَّ اِلَيْهِ مِنْ اَنْ يُسْرِكَ بِااللهِ سَيِّئًا (رواه مسلم(

Artinya:
Ada tiga perkara, barangsiapa yang terdapat padanya ketiga hal tersebut, maka akan merasakan lezat (manisnya) iman: “Jika ia mencintai Allah dan rasulnya melebihi yang lainnya; Mencintai dan membenci semata-mata hanya karena Allah; Jika dilemparkan ke dalam api neraka yang menyala-nyala, lebih disukai daripada syirik (menyekutukan) Allah”. (HR. Muslim)

Orang yang bersahabat, bergaül, dan berkomunikasi dengan yang lainnya hanya karena Allah, tandanya adalah senantiasa berusaha untuk mendoakan dengan tulus. Dalam hal ini, Rasulullah saw pernah bersabda:
إِذَادَعَا الرَّجُلُ لاِخِيْهِ بِظَهْرِ الْغَيْبِ قَالَ اْلمَلَكُ: وَلَكَ مِثْلُ ذَالِكَ (رواه مسلم(
Artinya:
Jika seseorang berdoa untuk sahabatnya di belakangnya (jaraknya berjauhan), maka berkatalah malaikat: “Dan untukmu pun seperti itu”. (HR. Muslim)

Jika ada masalah yang dihadapi, maka diupayakan untuk dipikul atau dipertanggung jawabkan bersama-sama, dan tidak membiarkan salah satu pihak menderita. Dalam peribahasa diungkapkan: ‘Berat sama dipikul ringan sama dijinjing” Rasulullah saw bersabda:
اَلْمُؤْمِنُ بَيْنَ اْلمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضَهُ بَعْضًا (رواه البخاري(
Artinya:
Seseorang mukmin terhadap  orang mukmin lainnya adalah bagaikan suatu bangunan, yang bagian-bagian saling menguatkan satu sama lain”. HR. Bukhari)

C.    Filter-Filter Globalisasi Dengan Aqidah dan Akhlak
 Di zaman era globalisasi ini pertukaran budaya, seni dan kemajuan ilmu pengetahuan semakin di galakkan. Sudah barang tentu hal tersebut ada yang membawa dampak positif dan ada pula yang membawa dampak negatif terhadap masyarakat suatu bangsa. Melalui siaran televisi, internet, gaya hidup suatu bangsa diberi kebebasan untuk mempengaruhi bangsa-bangsa lain. 
Oleh sebab itu bangsa yang dipengaruhi itu dituntut untuk melakukan filter terhadap pengaruh-pengaruh yang datang melalui media tersebut. Globalisasi merupakan konsekuensi dari adanya kemudahan tekhnologis informasi dan komunikasi masa yang dampaknya meluas pada bidang ekonomi, politik, sosial dan budaya. Oleh karena itu kehadirannya tidak dapat dihindari dari dalam kehidupan ini. Namun sebaliknya, kehadirannya membutuhkan kecerdasan dan kerja keras, bukan dengan sikap pasrah, malas dan tidak kreatif. Memasuki era globalisasi dengan segala implikasinya tentu saja membutuhkan kesiapan dan keunggulan untuk bersaing dengan bangsa-bangsa lain. Bangsa yang tidak memiliki kesiapan dan keunggulan untuk bersaing dengan bangsa-bangsa lain akan mengalami ketertinggalan. 
Di era zaman serba modren ini, dunia Barat dipandang sebagai kiblat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kebudayaan nya juga dipandang lebih relevan dan pantas untuk diterapkan suatu bangsa. Sementara itu Islam yang diturunkan dari belahan Timur dipandang sudah ketinggalan zaman dan tidak relevan lagi. Pemikiran seperti ini adalah keliru, pada dasarnya Islam telah memberikan kontribusi yang amat besar bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang sedang kita rasakan sekarang. Dan Islam juga telah memberikan kontribusi bagi kemajuan Barat, yakni mereka mempelajari karya yang dihasilkan oleh ilmuan-ilmuan Islam seperti; Ibnu Rusyd, Al Farabi, Ibn Sina, dan banyak lagi yang lainnya.
Islami Tengah Globalisas islam adalah tatanan yang melindugi aqidah dan menegakkan syari’at. Islam juga adalah agama rahmatan lil alamin yang tidak ada unsur paksaan untuk memeluknya. Ia menyuruh umat manusia pada umumnya dan umat Islam pada khususnya untuk menggali ilmu pengetahuan. Karena menggali ilmu pengetahuan adalah kewajiban syari’ah dan kebutuhan umat. Kini islam dihadapkan dengan gelombang era globalisasi, yaitu zaman yang tidak hanya di miliki, dirasakan oleh sekelompok orang, masyarakat, suku bangsa atau negara tertentu. Tetapi dinikmati dan dirasakan oleh setiap orang, kelompok masyarakat lintas negara. Kehadirannya memperpendek jarak komunikasi dan memperluas pada mobilisasi orang dan barang.
Di lain sisi tidak sedikit umat islam memandang, bahwa era globalisasi merupakan zaman yang menyeret manusia untuk jauh dari konsepsi masyarakat Islam. Kemudian banyak berkembang ideologi-ideologi sekuler yang bertentangan dengan konsep ajaran Islam itu sendiri. Dalam menyikapi [3]era globalisasi ini hendaknya umat Islam terlebih dahulu memahami peta masalahnya. Hal ini dikarenakan globalisasi merupakan tantangan dan tantangan itu memerlukan jawaban. Untuk menjawab tantangan tersebut maka diperlukanlah peran dari ilmu-ilmu ke islaman yang bertujuan agar kehadiran globalisasi dapat di manfaatkan secara positip demi maksimalisasi keuntungan dan mengurangi eksis negatifnya demi minimalisasi kerugian. 
Ilmu-ilmu ke islaman di perlukan dalam menjawab tantangan era globalisasi dikarenakan ilmu-ilmu tersebut berdasarkan atas Al-Quran dan As sunnah. Kedua sumber pokok dalam Islam tersebut mengatur tata hubungan antara manusia dengan Tuhan yang disebut juga dengan jiwa agama dan mengatur hubungan antara manusia dengan manusia serta mengatur hubungan manusia dengan alam sekitarnya. Tata hubungan manusia dengan Tuhan itu bertahan tidak akan berubah-ubah sebagaimana di teladankan oleh baginda Rasul. Sementara tata hubungan manusia dengan manusia semenjak Islam diturunkan selalu mengalami perubahan. Tata hubungan ini adalah jiwa kebudayaan. Prinsip-prinsip kebudayaan itu bertahan tetap, karena ditetapkan oleh Islam itu sendiri, tetapi pelaksanaan nya selalu berubah. 
Dengan demikian umat Islam yang sedang mengarungi globalisasi tidak akan kaku dan tidak akan panik dalam melihat kemajuan-kemajuan Barat terutama dari segi keilmuan dan tekhnologinya. Kemajuan tersebut akan dimanfaatkan nya sedemikian rupa tanpa mengabaikan nilai-nilai ke Islaman yang gunanya untuk membangkitkan Islam itu kembali dengan gaya baru. Karena tidak mungkin umat islam akan kembali kezaman kejayaan nya dalam peradaban dan keilmuannya pada masa lampau. Tetapi yang mungkin adalah mengambil nilai-nilai kejayaan tersebut dalam arti positip yang telah dikembangkan oleh ilmuan-ilmuan barat.
alam era globalisasi sekarang ini, perilaku seorang muslim sangat rentan untuk terpengaruh dampak negatif yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam,sehingga kita sering melihat liberasi nilai yang terjadi di kalangan umat Islam.
Peristiwa seperti ini bisa disebabkan karena kurangnya pengetahuan dan pemahaman tentang Islam, juga lingkungan yang tidak kondusif untuk mendidik seseorang tentang agamanya. Sehingga kesadaran beragama nyaris tak pernah muncul secara nyata dalam keseharian dan kehidupan sosial kita. Padahal peranan agama dalam pengendalian sosial tidak diragukan lagi. Orang yang memahami dan mengamalkan ajaran agamanya dengan baik maka manusia tersebut akan menjadi manusia sejati yang berakhlak mulia. Oleh karena itu diperlukan suatu upaya untuk meningkatkan akhlak manusia, agama dapat membentuk suatu masyarakat yang berakhlak walaupun didalam derasnya modernisasi dan globalisasi dalam meningkatkan akhlak adalah dengan menanamkan nilai-nilai Islam sejak usia dini, sehingga mudah membangun dan membentuk karakter kepribadian seseorang. Selain itu juga diperlukan penyuluhan dan pendidikan agama, serta mengimplementasikan nilai-nilai Islam dengan memberikan contoh dari realitas yang ada.
Ibnu Maskawaih menyebutkan beberapa metode untuk mencapai akhlak yang baik, antara lain:
A.       Adanya kemauan yang sungguh-sungguh untuk berlatih terus menerus dan menahan diri untuk memperoleh keutamaan dan sopan santun yang sebenarnya sesuai dengan keutamaan jiwa. Latihan ini terutama diarahkan agar manusia tidak memperturutkan kemauan jiwa alsyahwaniyyat, yang sangat terkait dengan alat tubuh.
B.       Menjadikan pengetahuan dan pengalaman orang lain sebagai cermin bagidirinya.[4]
C.       Interospeksi atau mawas diri. Metode ini mengandung pengertian kesadaranseseorang untuk berusaha mencari cacat /aib diri sendiri.
D.       Melawan penyebab akhlak yang buruk dengan ilmu dan amal.[5]
Di dalam kitab Ihya’ Ulumuddin diceritakan bahwa akhlak Rasulullah adalah al-Qur’an. Oleh sebab itu salah satu upaya yang juga sangat penting dalammeningkatkan kualitas akhlak adalah dengan mempelajari al-Qur’an,memahami, dan mengamalkannya. Al-Qur’an adalah sumber ajaran agamaIslam yang paling pokok, di dalamnya terdapat berbagai peraturan dan petunjuk bagi orang muslim dalam bertindak. Oleh karena itu, mempelajari al-Qur’an adalah hal yang sangat dianjurkan dalam upaya meningkatkan akhlak.Peningkatan kualitas akhlak sangat diperlukan, maka kita sudahseharusnya berupaya untuk meningkatkan akhlak dengan memulainya dari dirikita sendiri.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Keimanan adalah azas utama dalam ajaran Islam. Ibarat bangunan, iman adalah tiang penyangga utama bangunan tersebut. Iman yang kokoh akan menjadi titik tumpu yang kuat, demikian manusia yang imannya kokoh akan tahan uji menghadapi berbagai macam ujian kehidupan. Manusia modern yang bersikap rasional, materialis, sekuralis, dan pragmatis dalam menghadapi kehidupan cenderung mengiring mereka menjadi manusia yang anti Tuhan dan mengabaikan keimanan. Zaman modern memang telah membawa banyak kemudahan dan manfaat terutama yang bersifat materi. Namun mengabaikan dimensi spiritualitas manusia sehingga bersama kemajuan yang ia bawa, zaman modern juga membawa begitu banyak malapetaka. Berkenaan dengan hal ini, aqidah islam adalah satu-satunya solusi yang tepat untuk mengobati penyakit kronis manusia modern.
Dengan demikian umat Islam yang sedang mengarungi globalisasi tidak akan kaku dan tidak akan panik dalam melihat kemajuan-kemajuan Barat terutama dari segi keilmuan dan tekhnologinya. Kemajuan tersebut akan dimanfaatkan nya sedemikian rupa tanpa mengabaikan nilai-nilai ke Islaman yang gunanya untuk membangkitkan Islam itu kembali dengan gaya baru. Karena tidak mungkin umat islam akan kembali kezaman kejayaan nya dalam peradaban dan keilmuannya pada masa lampau. Tetapi yang mungkin adalah mengambil nilai-nilai kejayaan tersebut dalam arti positif yang telah dikembangkan oleh ilmuan-ilmuan barat.

B.  Saran
Demi kesempurnaan makalah ini kami sangat mengharapkan masukan dari semua pihak berupa kritik dan saran yang membangun. Sehingga apa yang menjadi tujuan dari makalah ini dapat tercapai dan bisa diterima dan bermanfaat untuk kedepannya bagi pembaca.

DAFTAR PUSTAKA

Kaelany.( 2009). Islam Agama Universal.Jakarta: Midada Rahma Press
https://www.academia.edu/8521574/Menciptakan_Masyarakat_Berakhlaq_di_Dalam_era_Globalisasi
http://konselorqurani.blogspot.co.id/2012/07/akhlak-terhadap-sesama-manusia.html. Diakses pada tanggal 18 Desember 2017 Pukul 15:25 WIB.
http://rangga-bachdar.blogspot.co.id/2012/05/akhlak-pergaulan-dalam-islam.html. Diakses pada tanggal 17 Desember 2017 Pukul 17:00WIB.

DAFTAR ISI


HALAMAN JUDUL..........................................................................................
KATA PENGANTAR.......................................................................................
DAFTAR ISI.......................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang............................................................................................ 1
B.     Rumusan Masalah....................................................................................... 1
C.     Tujuan Penulisan......................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A.    Manusia Sebagai Mahkluk Sosial.............................................................. 3
B.     Pergaulan dalam Islam (Orang tua, Guru, Kawan)................................... 6
C.     Filter-filter globalisasi dengan aqidah dan akhlak..................................... 15
BAB III Penutup
A.    Kesimpulan................................................................................................ 20
B.     Saran.......................................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA

KATA PENGANTAR



Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT,karena berkat rahmat dan karunia-Nya penulis telah dapat menyelesaikan Makalah ”AKHLAK TERHADAP SESAMA MANUSIA” .Untuk memenuhi salah satu tugas terstruktur dalam mata kuliah Aqidah Akhlak.
Dalam penyusunan Makalah ini, penulis banyak mendapat tantangan dan hambatan akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa teratasi. Olehnya itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini, semoga bantuannya mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik konstruktif dari pembaca sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita sekalian.



[1] http://konselorqurani.blogspot.co.id/2012/07/akhlak-terhadap-sesama-manusia.html. Diakses pada tanggal 18 Desember 2017 Pukul 15:25 WIB.
[2] http://rangga-bachdar.blogspot.co.id/2012/05/akhlak-pergaulan-dalam-islam.html. Diakses pada tanggal 17 Desember 2017 Pukul 17:00WIB.
[3][3][3][3][3][3] http://aprisalnur.blogspot.co.id/2012/11/budaya-islam-sebagai-filter-di-era.html
                                                                                                                                   
[4] Kaelany.( 2009). Islam Agama Universal.Jakarta: Midada Rahma Press

No comments:

Post a Comment