MAKALAH AKHLAK TERHADAP SESAMA MANUSIA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial (al insanu ijtima'iyyun
bi at tob'i). Integritas manusia dapat dilihat secara bertingkat, integritas
pribadi, integritas keluarga dan integritas sosial. Diantara ketiga lembaga;
pribadi, keluarga dan masyarakat terdapat hubungan saling mempengaruhi.
Masyarakat yang baik terbangun oleh adanya keluarga-keluarga yang baik, dan
keluarga yang baik juga terbangun oleh individu-individu anggauta keluarga yang
baik, sebaliknya suasana keluarga akan mewarnai integritas individu dan suasana
masyarakat juga mewarnai integritas keluarga dan individu.
Aqidah
atau keimanan merupakan bagian terpenting dalam ajaran Islam. Jika ajaran Islam
ini diumpamakan jasad, maka iman adalah ruhnya. Ia adalah jantung yang memompa
darah kehidupan ke sekujur tubuh. Demikian halnya dengan keimanan. Dialah yang
menjadi ruh ajaran Islam. Berdasarkan imanlah seseorang akan dinilai di hadapan
Allah. Pada gilirannya, imanlah yang akan mengontrol dan mengarahkan perilaku
seorang Mukmin. Bahkan shalat, haji, puasa, dan seluruh amal baik tak ada
gunanya tanpa adanya keimanan.
Selanjutnya,
konsep keimanan Islamsering disebut dengan istilah tauhid, yaitu mengakui
dengan sungguh-sungguh bahwa hanya Allah-lah satu-satunya Tuhan yang benar yang
mengharuskan setiap manusia menyembah dan memohon pertolongan hanya kepada-Nya.
Tauhid menjadi prinsip utamayang menentukan prinsip-prinsip lainnya dalam
Islam. Berbagai aspek kehidupan dalam peradaban Islam, mendapatkan titik
temunya dalam prinsip tauhid. Tauhid adalah identitas peradaban Islam.
Para
pendahulu Islam adalah orang-orang yang sangat kuat imannya. mereka siap
menjadi martir demi mempertahankan keimanan mereka sehingga Islam tertancap
kuat di atas altar sejarah. Sejarah mengajarkan kepada kita betapa gigih dan
tabahnya Nabi Muhammad SAW. dalam menghadapi tantangan yang luar biasa berat di
medan daqwah. Semua ini memberi pelajaran kepada umat Islam bahwa kekuatan
ajaran islam adalah ada pada kekuatan Iman. Namun demikian, keimanan itu
ternyata akan menghadapi banyak cobaan dan ujian. Kekuatan, kesabaran,
ketabahan, dan keberanian menjadi kata kunci untuk mempertahankan keimanan. Di
satu sisi ujian keimanan adalah jalan terjal yang akan menguras energi dan
begitu melelahkan. Namun dengan ujian ini juga keimanan bener-benar teruji kemurniannya.
Dengan ujian inilah keimanan menjadi bertambah kuat. Menghadapi zaman modern,
ujian keimanan ini tentu saja semakin kompleks.
B. Rumusan Masalah
A. Bagaimana Manusia sebagai Mahkluk Sosial ?
B. Bagaimana Pergaulan dalam Islam (Orang Tua,
Guru, dan Kawan) ?
C. Bagaimana Filter-filter globalisasi dengna
aqidah dan ahklak ?
C. Tujuan
A. Untuk Mengetahui Manusia sebagai Mahkluk
Sosial.
B. Untuk Mengetahui Pergaulan dalam Islam (Orang
Tua, Guru, dan Kawan).
C. Untuk Mengetahui Filter-filter globalisasi
dengna aqidah dan ahklak.
BAB II
PEMBAHASAN
A. MANUSIA SEBAGAI
MAKHLUK SOSIAL
Pada dasarnya
manusia adalah makhluk sosial (al insanu ijtima'iyyun bi at tob'i). Integritas
manusia dapat dilihat secara bertingkat, integritas pribadi, integritas
keluarga dan integritas sosial. Diantara ketiga lembaga; pribadi, keluarga dan
masyarakat terdapat hubungan saling mempengaruhi. Masyarakat yang baik
terbangun oleh adanya keluarga-keluarga yang baik, dan keluarga yang baik juga
terbangun oleh individu-individu anggauta keluarga yang baik, sebaliknya
suasana keluarga akan mewarnai integritas individu dan suasana masyarakat juga
mewarnai integritas keluarga dan individu.
Hubungan antar
anggota masyarakat ada yang diikat oleh faktor domisili pertetanggaan, ada juga
yang diikat oleh kesamaan profesi, atau kesamaan asal usul dan kesamaan
sejarah. Oleh karena itu disamping ada masyarakat lingkungan juga ada
masyarakat pers, masyarakat pendidikan, masyarakat ekonomi, masyarakat politik
dan sebagainya, juga ada masyarakat etnik dan masyarakat bangsa.
Dalam
perspektif ini kita mengenal ungkapan yang mengatakan bahwa seorang pemimpin
adalah anak zaman, artinya kualitas masyarakat seperti apa akan melahirkan
pemimpin seperti apa. Seorang
penulis juga anak dari zamannya, artinya pemikiran yang muncul dari seorang
penulis mencerminkan keadaan masyarakat zamannya. Bagi orang yang sadar akan
makna dirinya sebagai makhluk sosial maka ia bukan hanya dibentuk oleh
masyarakatnya, tetapi secara sadar berusaha membangun masyarakat sesuai dengan
konsep yang dimilikinya.
Secara
berencana ia membangun institusi-institusi yang akan menjadi pilar terbangunnya
masyarakat yang diimpikan, satu pekerjaan yang sering disebut dengan istilah
rekayasa sosial, social enginering. Islam mengajarkan bahwa antara individu
dengan individu yang lain bagaikan struktur bangunan (ka al bun yan), yang satu
memperkuat yang lain. Masyarakat yang ideal adalah yang berinteraksi secara
dinamis tetapi harmonis, seperti yang diumpamakan oleh Nabi bagaikan satu tubuh
(ka al jasad al wahid), jika satu organ tubuh menderita sakit maka organ yang
lain ikut merasakannya dan keseluruhan organ tubuh melakukan solidaritas.
Dari sudut tanggung
jawab anggota masyarakat, suatu masyarakat itu diibaratkan Nabi dengan
penumpang perahu, jika ada seorang penumpang di bagian bawah melubangi kapal
karena ingin cepat memperoleh air, maka penumpang yang di bagian atas harus
mencegahnya, sebab jika tidak, yang tenggelam bukan hanya penumpang yang di
bawah, tetapi keseluruhan penumpang perahu, yang bersalah dan yang tidak.
Jadi disamping
setiap individu memiliki HAM yang perlu dilindungi, dan setiap keluarga
memiliki kehidupan privasi yang perlu dihormati, maka suatu masyarakat juga
memiliki norma-norma dan tatanan sosial yang harus dipelihara bersama. Pelanggaran atas norma-norma sosial akan berakibat terjadinya
kegoncangan sosial yang dampaknya akan dirasakan oleh setiap keluarga dan
setiap individu. Akhlak terhadap masyarakat adalah bertujuan memelihara
keharmonisan tatanan masyarakat agar sebagai lembaga yang dibutuhkan oleh semua
anggauta masyarakat ia berfungsi optimal.
Di dalam
lingkungan masyarakat yang baik, suatu keluarga akan berkembang secara wajar,
dan kepribadian individu akan tumbuh secara sehat.
Diantara akhlak
terhadap masyarakat adalah:
1.
Memelihara perasaan umum. Masyarakat yang telah terjalin
lama akan memiliki nilai-nilai yang secara umum diakui sebagai kepatutan dan
ketidakpatutan. Setiap individu hendaknya menjaga diri dari melakukan sesuatu
yang dapat melukai perasaan umum, meski perbuatan itu sendiri halal, misalnya
berpesta di tengah kemiskinan masyarakat dan sebagainya.
2.
Berperilaku disiplin dalam urusan publik. Disiplin adalah
mengerjakan sesuatu sesuai dengan kemestiannya, menyangkut waktu, biaya, dan
prosedur. Seorang yang disiplin, datang dan pulang kerja sesuai dengan jadwal
kerja, membayar atau memungut bayaran sesuai dengan tarifnya, menempuh jalur
urusan sesuai dengan prosedurnya. Pelanggaran kepada disiplin, misalnya'
menyuap atau menerima suap, meski dirasa ringan secara ekonomi, tetapi
bayarannya adalah rusaknya tatanan dan sistem kerja.
3.
Memberi kontribusi secara optimal sesuai dengan tugasnya. Ulama dan
cendekiawan menyumbangkan ilmunya, Pemimpin (umara) mengedepankan keadilan dan
tanggungjawab (amanah),
pengusaha mengutamakan kejujuran, orang kaya mengoptimalkan infaq dan sedekah.
4.
Amar makruf nahi munkar. Setiap anggota
masyarakat harus memiliki kepedulian terhadap hal-hal yang potensil merusak
masyarakat, oleh karena itu mereka harus aktip menganjurkan perbuatan baik yang
nyata-nyata telah ditinggalkan masyarakat dan mencegah perbuatan buruk yang
dilakukan secara terang terangan oleh sekelompok anggota masyarakat.[1]
Banyak sekali
rincian yang dikemukakan al-Qur’an berkaitan dengan perlakuan terhadap sesama
manusia. Petunjuk mengenai hal ini bukan hanya dalam bentuk larangan atau hal
negatif, seperti membunuh, mencuri, menyakiti badan atau yang lainnya. Namun
disisi lain al-qur’an menekankan bahwa setiap orang hendaknya didudukkan secara
wajar, tidak masuk ke rumah orang lain tanpa izin, jika bertemu saling
mengucapkan salam, dan ucapan yang dikeluarkan adalah ucapan baik, benar dan
tidak mengucilkan orang lain atau kelompok, tidak wajar pula berprasangka buruk
tanpa alasan, atau menceritakan keburukan seseorang, memanggil dengan sebutan
buruk. Lalu dianjurkan untuk menjadi orang yang pandai memaafkan, pandai
menahan hawa nafsu, dan mendahulukan kepentingan orang daripada kepentingan
kita. Allah berfirman dalam QS. Al-Baqarah, 2: 83
وَإِذْ أَخَذْنَا مِيثَاقَ بَنِي إِسْرَائِيلَ لَا تَعْبُدُونَ إِلَّا
اللَّهَ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَذِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ
وَالْمَسَاكِينِ وَقُولُوا لِلنَّاسِ حُسْنًا وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا
الزَّكَاةَ ثُمَّ تَوَلَّيْتُمْ إِلَّا قَلِيلًا مِنْكُمْ وَأَنْتُمْ مُعْرِضُونَ
“Dan
(ingatlah), ketika kami mengambil janji dari Bani Israil (yaitu): janganlah
kamu menyembah selain Allah, dan berbuat kebaikanlah kepada ibu bapa, kaum
kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, serta ucapkanlah kata-kata
yang baik kepada manusia, Dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Kemudian
kamu tidak memenuhi janji itu, kecuali sebahagian kecil daripada kamu, dan kamu
selalu berpaling.” (Al-Baqarah 2:
83)
B. Pergaulan Dalam
Islam
Pergaulan adalah satu cara seseorang untuk bersosialisasi
dengan lingkungannya. Bergaul dengan orang lain menjadi satu kebutuhan yang
sangat mendasar, bahkan bisa dikatakan wajib bagi setiap manusia yang “masih
hidup” di dunia ini. Sungguh menjadi sesuatu yang aneh atau bahkan sangat
langka, jika ada orang yang mampu hidup sendiri. Karena memang begitulah fitrah
manusia. Manusia membutuhkan kehadiran orang lain dalam kehidupannya.[2]
Tidak ada mahluk yang sama seratus persen di dunia ini.
Semuanya diciptakan Allah berbeda-beda. Meski ada persamaan, tapi tetap
semuanya berbeda. Begitu halnya dengan manusia. Lima milyar lebih manusia di
dunia ini memiliki ciri, sifat, karakter, dan bentuk khas. Karena perbedaan
itulah, maka sangat wajar ketika nantinya dalam bergaul sesama manusia akan
terjadi banyak perbedaan sifat, karakter, maupun tingkah laku. Allah
mencipatakan kita dengan segala perbedaannya sebagai wujud keagungan dan
kekuasaan-Nya.
Seorang mukmin dalam menjalankan kehidupannya
tidak hanya menjalin hubungan dengan Allah semata (habluuminallah), akan
tetapi menjalin hubungan juga dengan manusia (habluuminannas). Saling
kasih sayang dan saling menghargai haruslah diutamakan, supaya terjalin
hubungan yang harmonis. Rasulullah ‘saw bersabda: “Tidak” dikatakan beriman
salah seorang di antaramu, sehingga kamu menyayangi saudaramu, sebagaimana kamu
- menyayangi dirimu sendini”. (HR. Bukhari Miisllm)
Perbedaan bangsa, suku, bahasa, adat, dan kebiasaan
menjadi satu paket ketika Allah menciptakan manusia, sehingga manusia dapat
saling mengenal satu sama lainnya. Sekali lagi . tak ada yang dapat membedakan
kecuali ketakwaannya.
Untuk itu, ada beberapa hal yang perlu kita tumbuh
kembangkan agar pergaulan kita dengan sesama muslim menjadi sesuatu yang indah
sehingga mewujudkan ukhuwah islamiyah. Tiga kunci utama untuk mewujudkannya
yaitu ta’aruf (mengenali), tafahum (memahami), dan ta’awun (saling
tolong-menolong). Inilah tiga kunci utama yang harus kita lakukan dalam
pergaulan.
1. Tata
cara bergaul dengan orang tua atau guru
Islam merupakan agama yang sangat memperhatikan keluhuran
budi pekerti dan akhlak mulia. Segala sesuatu yang semestinya diiakukan dan
segala sesuatu yang semestinya ditinggalkan diatur dengan sangat rinci dalam
ajaran Islam, sehingga semakin banyak orang mengakui (termasuk non-muslim)
bahwa Islam merupakan ajaran agama yang sangat lengkap dan sempurna serta tidak
ada yang terlewatkan sedikit pun.
Rasulullah SAW diutus ke dunia ini untuk menyempurnakan
akhlak yang mulia, sehingga setiap manusia dapat hidup secara damai, tenteram,
berdampingan, saling memahami, menghormati, dan menghargai satu sama lain, baik
kepada yang lebih tinggi, yang lebih rendah, kepada sesama atau teman sebaya,
kepada lawan jenis, dan sebagainya.
Rasulullah saw pernah bersabda:
اِنَّمَا بُعِثْتُ لاُتَمِّمَ مَكَارِمَ اْلاَخْلاَقِ
(رَوَاهُ اْلبُخَارِيْ وَمُسْلِم(
Artinya:
“Aku
diutus (ke dunia) hanya untuk menyempurnakan akhlak terpuji”. (HR. Bukhari
Muslim)
Hal pertama yang semestinya dilakukan setiap muslim dalam
pergaulan sehari-hari adalah memahami dan menerapkan etika atau tata cara
bergaul dengan orang tuanya. Adapun yang dimaksud dengan orang tua, dapat
dipahami dalam tiga bagian, yaitu:
a. Orangtua kandung, yakni orang yang
telah melahirkan dan mengurus serta membesarkan kita (ibu bapak).
b. Orang tua yang telah menikahkan
anaknya dan menyerahkan anak yang telah diurus dan dibesarkannya untuk
diserahkan kepada seseorang yang menjadi pilihan anaknya dan disetujuinya.
Orang tua ini, lazim disebut dengan “mertua”.
c. Orang tua yang telah mengajarkan
suatu ilmu, sehingga kita mengerti, dan memahami pengetahuan, mengenal Allah,
dan memahami arti hidup, dialah “guru” kita.
Dalam Al-Quran maupun hadits, dapat ditemukan banyak
sekali keterangan yang memerintahkan untuk berbuat baik kepada orangtua.
Sekalipun demikian, Islam tidak menyebutkan jenis-jenis perbuatan
baik kepada kedua orangtua secara rinci, sebab berbuat baik kepada
kedua orang tua bukan merupakan perbuatan yang dibatasi beberapa batasan dan
rincian. Kewajiban berbuat baik kepada kedua orangtua sangat bergantung pada
situasi dan kondisi, kemampuan, keperluan, perasaan manusiawi, dan adat
istiadat setiap masyarakat.
Berbuat baik kepada kedua orangtua dalam berbagai
bentuknya, disebut dengan “biruul walidain”.
Kewajiban berbuat baik kepada kedua orangtua juga
diungkapkan di dalam bentuk kata ihsan, ma’ruf, dan rahmah.
Islam memperingatkan setiap anak, bahwa menyakiti
perasaan orangtua merupakan suatu dosa besar dan waib atasnya untuk selalu
menjaga perasaan kedua orangtuanya. Hak orang tua dan anaknya tidak akan pernah
sama dengan hak siapa pun di dunia. Jadi, segala bentuk ucapan, perbuatan, dan
isyarat yang dapat menyakiti kedua orangtuanya atau salah satunya merupakan
perbuatan dosa, sekalipun hanya berupa perkataan “ah”, “cis”, atau “uff”,
apalagi jika sampai membentaknya.
Sesungguhnya Allah tidak akan penah meridai seseorang
kecuali kita merendahkan diri kepada keduanya disentai kelembutan dan kasih
sayang. Allah Swt. berfirman dalam surat Al-Isra ayat 24:
Artinya:
“Dan
rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan
ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka
berdua Telah mendidik Aku waktu kecil". (QS. A1-lsra: 24)
Jadi, kewajiban kita kepada kedua orangtua ialah untuk
selalu berbakti kepadanya dan jangan sedikit pun melukai perasaan mereka,
karena Allah tidak akan rida kepada kita.Adapun yang berkaitan dengan orangtua
dalam makna yang ketiga, yakni orangtua dalam arti orang yang telah mengajarkan
dan mendidik kita tentang pengetahuan dan kehidupan. Mereka adalah guru,
ustadz, dosen, kyai, dan sebagainya. Sebagai seorang muslim, kita juga
diperintahkan untuk menghormati dan memuliakan mereka.
2.
Tata Cara Bergaul dengan yang
Lebih Tua
Dalam pergaulan sosial, kita dituntut untuk menjunjung
tinggi hak dan kewajiban masing-masing, termasuk dalam pergaulan dengan orang
yang lebih tinggi atau lebih tua dari kita. orang yang lebih tinggi dari kita,
dapat dikategorikan menjadi 3 (tiga) bagian. yaitu:
a.
Orang yang umurnya lebih tua atau sudah tua,
b.
Orang yang ilmu, wawasan, dan pemikirannya lebih tinggi,
sekali pun bisa jadi umurnya lebih muda, dan
c.
Orang yang harta dan kedudukannva lebih tinggi dan lebih
banyak.
Dalam pergaulan sosial dengan mereka, hendaklah kita
bersikap wajar dan menghormatinya, mendengarkan pembicaraannya, serta wajib
mengingatkan jika mereka keliru dan berbuat kejahatan, dengan cara-cara yang
lebih baik. Kita juga dilarang memperlakukan mereka secara berlebihan, misalnya
terlalu hormat dan tunduk melebihi apa pun, sekalipun mereka salah. Hal ini
sungguh tidak dibenarkan, sebab yang paling mulia di antara kita bukan umur,
ilmu, pangkat, harta, dan kedudukannya, akan tetapi karena kualitas takwanya
kepada Allah Swt. Hal ini sesuai dengan salah satu hadis Rasulullah saw dalam
riwayat Thabrani:
إِنَّ اللهَ تَعَالَى لاَيَنْظُرُ إِلَى
صُوَرِكُمْ وَلاَ إِلَى اَحْسَابِكُمْ وَلاَ اِلَى اَمْوَالِكُمْ وَلَكِنْ
يَنْظُرُ اِلَى قُلُوْبِكُمْ وَاَعْمَالِكُمْ (رواه الطبرانى(
Artinya:
“Sesungguhnya Allah
Swt. tidak melihat ruhmu, kedudukan, dan harta kekayaanmu, tetapi Allah melihat
apa yang ada dalam hatimu dan amal perbuatanmu”. (HR. Thabrani)
3.
Tata Cara Breagaul
dengan yang Lebih Muda
Dalam menjalankan pergaulan social, Islam melarang
umatnya untuk membeda-bedakan manusia karena hal-hal yang bersifat duniawi,
seperti harta, tahta, umur, dan status sosial lainnya. akan tetapi yang terbaik
adalah bersikap wajar sebagaimana mestinya sesuai dengan tuntutan ajaran agama
dan tidak bertentangan dengan norma-norma kehidupan.
Tidak dapat dihindari, kita juga pasti berkomunikasi dan
bergaul dengan orang yang umur dan strata sosialnya lebih rendah dan kita. Kita
sama sekali dilarang untuk merendahkan dan meremehkannya.
Kita diperintahkan untuk selalu berusaha menyayangi orang
yang umurnya lebih muda dari kita. Bahkan Rasulullah SAW menyatakan dalam satu
hadisnya bahwa bukan termasuk golongan umatku, mereka yang tidak menyayangi
yang lebih muda. Beliau bersabda:
لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَمْ يَرْحَمْ
صَغِيْرَنَا وَلَمْ يَعْرِفْ حَقًّ كَبِيْرَناَ (رواه الطبرانى(
Artinya:
‘Bukan
termasuk golongan umatku, orang yang tidak menyayangi yang lebih
kecil (lebih muda), dan tidak memahami hak-hak orang yang lebih besar (tinggi /
dewasa)”. (HR. Thabrani)
Seseorang yang usianya lebih muda, bisa saja amal
perbuatannya dan akhlaknya lebih baik dibandingkan dengan orang yang
telah berumur dewasa, bahkan telah berusia lanjut. Jadi, umur seseorang tidak
menjamin hidupnya lebih mulia dan berkualitas, sekali pun semestinya semakin
bertambah (bilangan) umur (hakikatnya berkurang), harus semakin baik amalnya,
semakin mulia akhlaknya, dan semakin bijak sikapnya.
Kenyataannya, dalam kehidupan sosial, kita menemukan hal
yang justru sebaliknya. Ada yang usianya sudah lebih tua dan dianugerahi
panjang umur oleh Allah Swt. akan tetapi kualitas hidupnya tidak Iebih baik
dibandingkan dengan yang lebih muda. Nauzubillah.
Dalam salah satu hadis Rasulullah saw riwayat Ahmad,
dikemukakan bahwa termasuk orang yang terbaik, jika umurya panjang dan amal
perbuatannya baik. Rasulullah saw bersabda:
خَيْرُ النَّاسِ مَنْ طَالَ عَمْرُهُ وَحَسُنَ
عَمَلُهُ وَشَرُّ النَّاسِ مَنْ طَالَ عُمْرُهُ وَسَاءَ عَمَلُهُ (رواه احمد(
Artinya:
“Sebaik-baik manusia
adalah, mereka yang panjang umurnya dan sangat baik amalnya. Dan sejelek-jelek
manusia adalah orang yang panjang umurnya, tetapi jelek amal perbuatannya”
(HR.Ahmad)
Jika kita bergaul dengan yang lebih muda, dan kebetulan
kita merasa sudah lebih dewasa serta berpengalaman, hendaklah kita membimbing,
rnengarahkan dan mengajarkan kepada mereka hal-hal yang baik agar bermakna bagi
kehidupannya.
Inilah yang dikehendaki dalam ajaran agama Islam,
sehingga orang yang lebih tua hidupnya lebih bermanfaat karena wawasan dan
pengalamannya, sedangkan orang yang lebih mudah dapat memanfaatkan kelebihan
yang dimiliki orang yang lebih tua.
4.
Tata Cara Bergaul dengan Teman Sebaya
Bergaul dengan sesama atau teman sebaya, baik dalam umur,
pendidikan, pengalaman, dan sebagainya, kadang-kadang tidak selalu berjalan
mulus. Mungkin saja terjadi hal-hal yang tidak diharapkan seperti terjadi salah
pengertian (mis understanding) atau bahkan ada teman yang zaim terhadap
kita serta suka membuat gara-gara dan masalah.
Menghadapi persoalan seperti itu, hendaklah kita
mensikapi dengan sikap terbaik yang kita miliki. Jika ada yang berbuat salah,
hendaklah kita segera memaafkan kesalahanya sekalipun orang yang berbuat salah
tidak meminta maaf. Begitu juga apabila kita berbuat kesalahan atau kekeliruan,
hendaklah kita segera meminta maaf kepada orang yang kita sakiti, baik
disengaja maupun tidak disengaja. Perkara orang itu memaafkan kita atau tidak,
itu bukan urusan kita. Kewajiban kita adalah segera meminta maaf dan memaafkan.
Janganlah kita termasuk orang yang sebagaimana dikemukakan Rasulullah saw dalam
sabdanya:
مَنِ اعْتَذَرَ اِلَى أَخِيْهِ اْلمُسْلِمِ
فَلَمْ يَقْبَلْ مِنْهُ كَانَ عَلَيْهِ مِثْلُ خَطِيْئَةِ صَاحِبِ مَكْسٍ (رواه
ابن ماجه(
Artinya:
“Barangsiapa yang
meminta maaf kepada saudaranya yang muslim sedangkan ia tidak mau memaafkannya,
maka ia mempunyai dosa sebesar dosa orang yang merampok”. (HR. lbnu Majah)
Pergaulan dengan teman sebaya termasuk dengan siapa pun
harus dilandasi kasih sayang dan keikhlasan Allah tidak akan menyayangi
seseorang jika tidak menyayangi sesamaya. Dalam salah satu hadis,
.Rasulullah saw bersabda:
مَنْ لاَ يَرْحَمُ النَّاسَ لاَ
يَرْحَمْهُ الله ُ(متفق عليه(
Artinya:
“Barangsiapa yang tidak
menyayangi sesama manusia, niscaya tidak akan disayangi oleh Allah”. (HR.
Bukhari Muslim)
5.
Tata Cara Bergaul dengan Lawan
Jenis
Allah telah menciptakan segala sesuatu di dunia ini
dengan sempurna, teratur, dan berpasang-pasangan. Ada langit dan ada bumi, ada
siang dan ada malam, ada dunia ada akhirat, ada surga dan neraka, ada tua dan
ada muda, ada laki-laki dan ada perempuan.
Laki-laki dan perempuan: merupakan makhluk Allah yang
telah diciptakan scara berpasang-pasangan. jadi, merupakan suatu keniscayaan
dan sangat wajar, jika terjadi pergaulan di antara mereka. Dalam pergaulan
tersebut, masing-masing berusaha untuk saling mengenal. Bahkan lebih jauh lagi,
ada yang berusaha saling memahami, saling mengerti dan ada yang sampai hidup
bersama dalam kerangka hidup berumah tangga. lnilah indahnya kehidupan.
Laki-laki dan perempuan ditentukan dalam sunah Allah
untuk saling tertarik satu dengan yang lainnya. Laki-laki tertarik dengan
perempuan, demikian juga sebaliknya, perempuan tertarik kepada laki-laki. Allah
Swt. memberikan rasa indah untuk saling menyayangi di antara mereka. Tidak
jarang juga masing-masing merindukan yang lainnya. Rindu untuk saling menyapa,
saling melihat, serta saling membenci atas. dasar ketulusan dan kasih sayang.
Pergaulan yang baik dengan lawan jenis. hendaklah tidak
didasarkan pada nafsu (syahwat) yang dapat menjerumuskan pada pergaulan bebas
yang dilarang agama. Inilah yang tidak dikehendaki dalam Islam. Islam sangat
memperhatikan batasan-batasan yang sangat jelas dala pergaulan antara laki-laki
dengan perempuan.
Seorang laki-laki yang bukan muhrim, dilarang untuk
berduaan di tempat-tempat yang memungkinkan melakukan perbuatan yang dilarang.
Kalau pun bersama-sama sebaiknya disertai oleh muhrimnya atau minimal ditemani
tiga orang, yaitu: dua laki-laki dan satu perempuan. atau Juga pergaulan untuk
belajar atau bergaul jika ada dua orang perempuan dan seorang laki-laki. Hal
ini memungkinkan untuk lebih menjaga diri.
Salah satu hadis mengemukakan bahwa jika seseorang pergi
dengan orang lain yang bukan muhrimnya serta berlinan jenis kelamin, maka yang
ketiganya pasti syetan yang selalu berusaha untuk menjerumuskan dan
menghinakan. ltulah yang disinyalir dalam ayat A!-Quran, agar jangan mendekati
zina. Mendekatinya sudah dilarang dan haram, apalagi melakukannya. Allah Swt.
berfirman dalam surat Al-Isra ayat 32 yang artinya: “Jadi janganlah kamu
mendekati zina. Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan
suatu jalan yang buruk”. (QS. Al-Isra: 32)
Mencintai dan menyayangi seseorang merupakan hal yang
wajar. Hendaklah pikiran dan perasaan kita arahkan kepada hal-hal yang positif,
dan bukan sebaliknya. Contohnya, karena cinta dan sayang, seseorang mengorbankan
segalanya termasuk hal-hal yang paling “berharga” dan dilarang oleh Allah Swt.
Islam mengajarkan agar dalam pergaulan dengan lawan jenis
untuk senantiasa saling menjaga diri, menghormati dan menghargai atas dasar
kasih sayang yang tulus karena Allah, bukan karena derajat, pangkat, harta,
keturunan, tetapi semata-mata hanya karena Allah.
Cinta karena Allah merupakan titik puncak dan tingginya
kualitas iman seseorang Hasilnya tidak dapat dilihat, melainkan hanya dapat
dirasakan oleh orang yang telah nyaris sempurna keikhlasannya. Cinta yang
mendalam. ini merupakan bukti kesempurnaan serta ketulusan iman, yang
kedua-duanya berhak untuk mendapatkan pahala yang paling besar di sisi Allah,
sebagaimana sabda Rasulullah saw:
ثَلاَثٌ مَنْ كُنَّ فِيْهِ وَجَدَ حَلاَوَةَ
اْلاِيْمَانِ: أَنْ يَكُوْنَ الله وَرَسُوْلُهُ اَحَبَّ اِلَيْهِ
مِمَّاسَوَاهُهُمَا وَاَنْ يُحِبَّ فِى اللهِ وَيَبْغَضَ فِى الله وَاَنْ تُوْقَدُ
نَارٌ عَظِيْمَةٌ فَيَقَعُ فِيْهَا اَحَبَّ اِلَيْهِ مِنْ اَنْ يُسْرِكَ بِااللهِ
سَيِّئًا (رواه مسلم(
Artinya:
“Ada tiga perkara,
barangsiapa yang terdapat padanya ketiga hal tersebut, maka akan merasakan
lezat (manisnya) iman: “Jika ia mencintai Allah dan rasulnya melebihi yang
lainnya; Mencintai dan membenci semata-mata hanya karena Allah; Jika
dilemparkan ke dalam api neraka yang menyala-nyala, lebih disukai daripada
syirik (menyekutukan) Allah”. (HR. Muslim)
Orang yang bersahabat, bergaül, dan berkomunikasi dengan
yang lainnya hanya karena Allah, tandanya adalah senantiasa berusaha untuk
mendoakan dengan tulus. Dalam hal ini, Rasulullah saw pernah bersabda:
إِذَادَعَا الرَّجُلُ لاِخِيْهِ بِظَهْرِ
الْغَيْبِ قَالَ اْلمَلَكُ: وَلَكَ مِثْلُ ذَالِكَ (رواه مسلم(
Artinya:
“Jika seseorang
berdoa untuk sahabatnya di belakangnya (jaraknya berjauhan), maka berkatalah
malaikat: “Dan untukmu pun seperti itu”. (HR. Muslim)
Jika ada masalah yang dihadapi, maka diupayakan untuk
dipikul atau dipertanggung jawabkan bersama-sama, dan tidak membiarkan salah
satu pihak menderita. Dalam peribahasa diungkapkan: ‘Berat sama dipikul
ringan sama dijinjing” Rasulullah saw bersabda:
اَلْمُؤْمِنُ
بَيْنَ اْلمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضَهُ بَعْضًا (رواه البخاري(
Artinya:
“Seseorang
mukmin terhadap orang mukmin lainnya adalah bagaikan suatu bangunan,
yang bagian-bagian saling menguatkan satu sama lain”. HR. Bukhari)
C. Filter-Filter
Globalisasi Dengan Aqidah dan Akhlak
Di zaman era globalisasi ini pertukaran budaya, seni dan
kemajuan ilmu pengetahuan semakin di galakkan. Sudah barang tentu hal tersebut
ada yang membawa dampak positif dan ada pula yang membawa dampak negatif
terhadap masyarakat suatu bangsa. Melalui siaran televisi, internet, gaya hidup
suatu bangsa diberi kebebasan untuk mempengaruhi bangsa-bangsa lain.
Oleh
sebab itu bangsa yang dipengaruhi itu dituntut untuk melakukan filter terhadap
pengaruh-pengaruh yang datang melalui media tersebut. Globalisasi merupakan
konsekuensi dari adanya kemudahan tekhnologis informasi dan komunikasi masa
yang dampaknya meluas pada bidang ekonomi, politik, sosial dan budaya. Oleh
karena itu kehadirannya tidak dapat dihindari dari dalam kehidupan ini. Namun
sebaliknya, kehadirannya membutuhkan kecerdasan dan kerja keras, bukan dengan
sikap pasrah, malas dan tidak kreatif. Memasuki era globalisasi dengan segala
implikasinya tentu saja membutuhkan kesiapan dan keunggulan untuk bersaing
dengan bangsa-bangsa lain. Bangsa yang tidak memiliki kesiapan dan keunggulan
untuk bersaing dengan bangsa-bangsa lain akan mengalami ketertinggalan.
Di
era zaman serba modren ini, dunia Barat dipandang sebagai kiblat kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Kebudayaan nya juga dipandang lebih relevan dan
pantas untuk diterapkan suatu bangsa. Sementara itu Islam yang diturunkan dari
belahan Timur dipandang sudah ketinggalan zaman dan tidak relevan lagi.
Pemikiran seperti ini adalah keliru, pada dasarnya Islam telah memberikan
kontribusi yang amat besar bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi
yang sedang kita rasakan sekarang. Dan Islam juga telah memberikan kontribusi
bagi kemajuan Barat, yakni mereka mempelajari karya yang dihasilkan oleh
ilmuan-ilmuan Islam seperti; Ibnu Rusyd, Al Farabi, Ibn Sina, dan banyak lagi
yang lainnya.
Islami Tengah Globalisas islam adalah tatanan yang melindugi aqidah dan
menegakkan syari’at. Islam juga adalah agama rahmatan lil alamin yang tidak ada
unsur paksaan untuk memeluknya. Ia menyuruh umat manusia pada umumnya dan umat
Islam pada khususnya untuk menggali ilmu pengetahuan. Karena menggali ilmu
pengetahuan adalah kewajiban syari’ah dan kebutuhan umat. Kini islam dihadapkan
dengan gelombang era globalisasi, yaitu zaman yang tidak hanya di miliki,
dirasakan oleh sekelompok orang, masyarakat, suku bangsa atau negara tertentu.
Tetapi dinikmati dan dirasakan oleh setiap orang, kelompok masyarakat lintas
negara. Kehadirannya memperpendek jarak komunikasi dan memperluas pada
mobilisasi orang dan barang.
Di
lain sisi tidak sedikit umat islam memandang, bahwa era globalisasi merupakan
zaman yang menyeret manusia untuk jauh dari konsepsi masyarakat Islam. Kemudian
banyak berkembang ideologi-ideologi sekuler yang bertentangan dengan konsep
ajaran Islam itu sendiri. Dalam menyikapi [3]era globalisasi ini hendaknya umat Islam terlebih
dahulu memahami peta masalahnya. Hal ini dikarenakan globalisasi merupakan
tantangan dan tantangan itu memerlukan jawaban. Untuk menjawab tantangan
tersebut maka diperlukanlah peran dari ilmu-ilmu ke islaman yang bertujuan agar
kehadiran globalisasi dapat di manfaatkan secara positip demi maksimalisasi
keuntungan dan mengurangi eksis negatifnya demi minimalisasi kerugian.
Ilmu-ilmu
ke islaman di perlukan dalam menjawab tantangan era globalisasi dikarenakan ilmu-ilmu
tersebut berdasarkan atas Al-Quran dan As sunnah. Kedua sumber pokok dalam
Islam tersebut mengatur tata hubungan antara manusia dengan Tuhan yang disebut
juga dengan jiwa agama dan mengatur hubungan antara manusia dengan manusia
serta mengatur hubungan manusia dengan alam sekitarnya. Tata hubungan manusia
dengan Tuhan itu bertahan tidak akan berubah-ubah sebagaimana di teladankan
oleh baginda Rasul. Sementara tata hubungan manusia dengan manusia semenjak
Islam diturunkan selalu mengalami perubahan. Tata hubungan ini adalah jiwa
kebudayaan. Prinsip-prinsip kebudayaan itu bertahan tetap, karena ditetapkan
oleh Islam itu sendiri, tetapi pelaksanaan nya selalu berubah.
Dengan demikian umat Islam yang sedang mengarungi globalisasi tidak akan
kaku dan tidak akan panik dalam melihat kemajuan-kemajuan Barat terutama dari
segi keilmuan dan tekhnologinya. Kemajuan tersebut akan dimanfaatkan nya
sedemikian rupa tanpa mengabaikan nilai-nilai ke Islaman yang gunanya untuk
membangkitkan Islam itu kembali dengan gaya baru. Karena tidak mungkin umat islam akan kembali
kezaman kejayaan nya dalam peradaban dan keilmuannya pada masa lampau. Tetapi
yang mungkin adalah mengambil nilai-nilai kejayaan tersebut dalam arti positip
yang telah dikembangkan oleh ilmuan-ilmuan barat.
alam era
globalisasi sekarang ini, perilaku seorang muslim sangat rentan untuk
terpengaruh dampak negatif yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam,sehingga
kita sering melihat liberasi nilai yang terjadi di kalangan umat Islam.
Peristiwa
seperti ini bisa disebabkan karena kurangnya pengetahuan dan pemahaman tentang Islam, juga lingkungan yang tidak kondusif untuk mendidik seseorang
tentang agamanya. Sehingga kesadaran beragama nyaris tak pernah muncul
secara nyata dalam keseharian dan kehidupan sosial kita. Padahal peranan agama
dalam pengendalian sosial tidak diragukan lagi. Orang yang memahami dan
mengamalkan ajaran agamanya dengan baik maka manusia tersebut akan menjadi
manusia sejati yang berakhlak mulia. Oleh karena itu diperlukan suatu upaya
untuk meningkatkan akhlak manusia, agama
dapat membentuk suatu masyarakat
yang berakhlak walaupun didalam derasnya modernisasi dan globalisasi dalam
meningkatkan akhlak adalah dengan menanamkan nilai-nilai Islam sejak usia
dini, sehingga mudah membangun dan membentuk karakter kepribadian seseorang.
Selain itu juga diperlukan penyuluhan dan pendidikan agama, serta mengimplementasikan
nilai-nilai Islam dengan memberikan contoh dari realitas yang
ada.
Ibnu Maskawaih
menyebutkan beberapa metode untuk mencapai akhlak yang baik, antara lain:
A.
Adanya kemauan yang
sungguh-sungguh untuk berlatih terus menerus dan menahan diri
untuk memperoleh keutamaan dan sopan santun yang sebenarnya sesuai dengan
keutamaan jiwa. Latihan ini
terutama diarahkan agar manusia tidak
memperturutkan kemauan jiwa alsyahwaniyyat, yang sangat terkait dengan
alat tubuh.
C.
Interospeksi atau mawas diri. Metode
ini mengandung pengertian kesadaranseseorang untuk berusaha mencari
cacat /aib diri sendiri.
Di dalam kitab Ihya’ Ulumuddin
diceritakan bahwa akhlak Rasulullah adalah al-Qur’an. Oleh sebab itu salah satu upaya yang juga sangat penting
dalammeningkatkan kualitas akhlak adalah dengan mempelajari al-Qur’an,memahami,
dan mengamalkannya. Al-Qur’an adalah sumber ajaran agamaIslam yang paling
pokok, di dalamnya terdapat berbagai peraturan dan
petunjuk bagi orang muslim dalam bertindak. Oleh karena itu, mempelajari al-Qur’an adalah
hal yang sangat dianjurkan dalam upaya meningkatkan akhlak.Peningkatan kualitas
akhlak sangat diperlukan, maka kita sudahseharusnya berupaya untuk meningkatkan
akhlak dengan memulainya dari dirikita sendiri.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Keimanan adalah azas utama dalam ajaran Islam.
Ibarat bangunan, iman adalah tiang penyangga utama bangunan tersebut. Iman yang
kokoh akan menjadi titik tumpu yang kuat, demikian manusia yang imannya kokoh
akan tahan uji menghadapi berbagai macam ujian kehidupan. Manusia modern yang
bersikap rasional, materialis, sekuralis, dan pragmatis dalam menghadapi
kehidupan cenderung mengiring mereka menjadi manusia yang anti Tuhan dan
mengabaikan keimanan. Zaman modern memang telah membawa banyak kemudahan dan
manfaat terutama yang bersifat materi. Namun mengabaikan dimensi spiritualitas
manusia sehingga bersama kemajuan yang ia bawa, zaman modern juga membawa
begitu banyak malapetaka. Berkenaan dengan hal ini, aqidah islam adalah
satu-satunya solusi yang tepat untuk mengobati penyakit kronis manusia modern.
Dengan demikian umat Islam yang sedang mengarungi globalisasi tidak akan
kaku dan tidak akan panik dalam melihat kemajuan-kemajuan Barat terutama dari
segi keilmuan dan tekhnologinya. Kemajuan tersebut akan dimanfaatkan nya
sedemikian rupa tanpa mengabaikan nilai-nilai ke Islaman yang gunanya untuk
membangkitkan Islam itu kembali dengan gaya baru. Karena tidak mungkin umat islam akan kembali
kezaman kejayaan nya dalam peradaban dan keilmuannya pada masa lampau. Tetapi
yang mungkin adalah mengambil nilai-nilai kejayaan tersebut dalam arti positif yang telah dikembangkan oleh ilmuan-ilmuan barat.
B.
Saran
Demi
kesempurnaan makalah ini kami sangat mengharapkan masukan dari semua pihak
berupa kritik dan saran yang membangun. Sehingga apa yang menjadi tujuan dari
makalah ini dapat tercapai dan bisa diterima dan bermanfaat untuk kedepannya
bagi pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Kaelany.( 2009). Islam Agama Universal.Jakarta:
Midada Rahma Press
https://www.academia.edu/8521574/Menciptakan_Masyarakat_Berakhlaq_di_Dalam_era_Globalisasi
http://konselorqurani.blogspot.co.id/2012/07/akhlak-terhadap-sesama-manusia.html. Diakses pada tanggal 18 Desember 2017 Pukul
15:25 WIB.
http://rangga-bachdar.blogspot.co.id/2012/05/akhlak-pergaulan-dalam-islam.html.
Diakses pada tanggal 17 Desember 2017 Pukul 17:00WIB.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..........................................................................................
KATA PENGANTAR.......................................................................................
DAFTAR ISI.......................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang............................................................................................ 1
B.
Rumusan Masalah....................................................................................... 1
C.
Tujuan Penulisan......................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A.
Manusia Sebagai Mahkluk
Sosial.............................................................. 3
B.
Pergaulan dalam Islam
(Orang tua, Guru, Kawan)................................... 6
C.
Filter-filter globalisasi
dengan aqidah dan akhlak..................................... 15
BAB III Penutup
A.
Kesimpulan................................................................................................ 20
B.
Saran.......................................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah
SWT,karena berkat rahmat dan karunia-Nya penulis telah dapat menyelesaikan
Makalah ”AKHLAK TERHADAP SESAMA MANUSIA” .Untuk memenuhi
salah satu tugas terstruktur dalam mata kuliah Aqidah Akhlak.
Dalam penyusunan Makalah ini, penulis
banyak mendapat tantangan dan hambatan akan tetapi dengan bantuan dari berbagai
pihak tantangan itu bisa teratasi. Olehnya itu, penulis mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan makalah ini, semoga bantuannya mendapat balasan yang setimpal dari
Tuhan Yang Maha Esa.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan
baik dari bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik konstruktif dari pembaca
sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita
sekalian.
[1]
http://konselorqurani.blogspot.co.id/2012/07/akhlak-terhadap-sesama-manusia.html. Diakses pada tanggal 18 Desember 2017 Pukul 15:25 WIB.
[2] http://rangga-bachdar.blogspot.co.id/2012/05/akhlak-pergaulan-dalam-islam.html.
Diakses pada tanggal 17 Desember 2017 Pukul 17:00WIB.
No comments:
Post a Comment