1

loading...

Monday, November 26, 2018

MAKALAH AKHLAK


MAKALAHAkhlak dalam ibadah



BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Keberadaan Hukum Islam di kalangan umat Islam adalah sebagai patokan dan pedoman untuk mengatur kepentingan masyarakat dan menciptakan masyarakat yang islami. Kehidupan yang teratur dan sepantasnya diyakini dapat diterima oleh setiap manusia walaupun menurut manusia ukurannya berbeda-beda. Hukum Islam sebagai Negara yang bukan mendasari berlakunya hukum atas hukum agama tertentu, maka Indonesia mengakomodir semua agama, karena itu hukum Islam mempunyai peran besar dalam menyumbangkan materi hukum atas hukum Indonesia.
Begitu juga dalam agama islam, terdapat berbagai banyak hokum dan berbagai kewajiban yang terkandung di dalamnya, yakni Puasa, Zakat, Sholat, Haji dan Muamalah. Maka oleh itu kami sebagai pemakalah akan mencoba untuk menjabarkan kewajiban-kewajiban yang ada di dalam agam islam.

B. Rumusan Masalah
1.      Apa Sajakah Pengertian Sholat, Taharah ,Puasa, Zakat, Haji ?
2.      Dan Apa Saja Hal-Hal yang Membatalkannya?

C. Tujuan
                   Mengetahui apa yang di maksud dengan Pengertian Pengertian Sholat,Taharah, Puasa, Zakat, Haji, Dan Beberapa Syarat Dan Rukun-rukunya supaya kita di kemudian hari dapat memahami apa arti dari pengertian tersebut .

BAB II
PEMBAHASAN

     A.    Pengertian ahlak
Ahlak secara terminologi berarti tingkah laku seseorang yang didorong oleh suatu keinginan  secara sadar untuk melakukan suatu perbuatan. Ahlak merupakan bentuk jamak dari kata khuluk, berasal dari bahasa arab yang berarti perengai ,tingkah laku,atau tabiat.

     B.      Pengertian ibadah
            Ibadah secara etimologi berarti merendahkan diri serta tunduk dan taat kepada yang diibadahi yaitu Allah SWT. Ibnu Qoyyim al-Jauziyyah mengatakan bahwa ibadah adalah gabungan antara ketaatan yang penuh  dan cinta yang sempurna[1].

    C.    Bagian-bagian ibadah
1.      Thaharah
a.       Pengertian thaharah
              Dari segi bahasa thaharah adalah suci atau bersih .sementara menurut syariat thaharah artinya suci dari hadats dan najis, maksudnya keadaan suci setelah berwudhu ,tayamun ,atau mandi wajib dengan niat suci.
b.      Air dan macam-macamnya
Air yang dapat di pakai untuk bersuci diantaranya:
1.      Air hujan
2.      Air sumur
3.      Air laut
4.      Air sungai
5.      Air salju
6.      Air telaga
7.      Air embun
Air di tinjau dari segi hukunya,dibagi menjadi 5:
1.      Air suci dan dapat di mensucikan ,adalah air mutlak (air sewajarnya), artinya yang dapat di gunakan untuk bersuci,seperti air sumur,air sungai,air hujan,dan lain-lainya.
2.      Air suci dan dapat mensucikan ,tetapi makruh hukumnya yaitu air yang di jemur di tempat logam yang bukan emas. Di sebut juga air musyammas.
3.      Air suci tidak dapat mensucikan ,yaitu:
a.       Air yang berubah salah satu sifatnya karena kemasukan benda suci lainya,misalnya air berbau,air teh,air kopi.
b.      Air yang keluar dari pohon atau dari buah,air kelapa,air aren.
4.      Air suci dan mensucikan ,tetapi haram memakainya karena diperoleh dari mencuri[2].
2.      Sholat
a.      Hukum Sholat Lima Waktu
              Sholat  yang mula-mula diwajibkan bagi Nabi Muhammad SAW dan para pengikutnya adalah Salat Malam, yaitu sejak diturunkannya Surat al-Muzzammil (73) ayat 1-19. Setelah beberapa lama kemudian, turunlah ayat berikutnya, yaitu ayat 20
Artinya :
           Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwasanya kamu berdiri (sembahyang) kurang dari dua pertiga malam, atau seperdua malam atau sepertiganya dan (demikian pula) segolongan dari orang-orang yang bersama kamu. Dan Allah menetapkan ukuran malam dan siang. Allah mengetahui bahwa kamu sekali-kali tidak dapat menentukan batas-batas waktu-waktu itu, maka Dia memberi keringanan kepadamu, karena itu bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Quran. Dia mengetahui bahwa akan ada di antara kamu orang-orang yang sakit dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah; dan orang-orang yang lain lagi berperang di jalan Allah, maka bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Quran dan dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berikanlah pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik. Dan kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh (balasan)nya di sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan yang paling besar pahalanya. Dan mohonlah ampunan kepada Allah; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Dengan turunnya ayat ini, hukum Salat Malam menjadi sunat. Ibnu Abbas, Ikrimah, Mujahid, al-Hasan, Qatadah, dan ulama salaf lainnya berkata mengenai ayat 20 ini, "Sesungguhnya ayat ini menghapus kewajiban Salat Malam yang mula-mula Allah wajibkan bagi umat Islam.
Dalam banyak hadits, Nabi Muhammad telah memberikan peringatan keras kepada orang yang suka meninggalkan Sholat, diantaranya ia bersabda: "Perjanjian yang memisahkan kita dengan mereka adalah sholat. Barangsiapa yang meninggalkan sholat, maka berarti dia telah kafir.
Orang yang meninggalkan sholat maka pada hari kiamat akan disandingkan bersama dengan orang-orang laknat, berdasarkan hadits berikut ini: "Barangsiapa yang menjaga sholat maka ia menjadi cahaya, bukti dan keselamatan baginya pada hari kiamat dan barangsiapa yang tidak menjaganya maka ia tidak mendapatkan cahaya, bukti dan keselamatan dan pada hari kiamat ia akan bersama Qarun, Fir'aun, Haman dan Ubay bin Khalaf.
Hukum Sholat dapat dikategorisasikan sebagai berikut :Fardhu, Sholat fardhu ialah sholat yang diwajibkan untuk mengerjakannya.
1.      Sholat Fardhu terbagi lagi menjadi dua, yaitu
a.        Fardhu ‘Ain : ialah kewajiban yang diwajibkan kepada mukallaf langsung berkaitan dengan dirinya dan tidak boleh ditinggalkan ataupun dilaksanakan oleh orang lain, seperti Sholat lima waktu, dan Sholat jumat(Fardhu 'Ain untuk pria).
b.      Fardhu Kifayah : ialah kewajiban yang diwajibkan kepada mukallaf tidak langsung berkaitan dengan dirinya. Kewajiban itu menjadi sunnah setelah ada sebagian orang yang mengerjakannya. Akan tetapi bila tidak ada orang yang mengerjakannya maka kita wajib mengerjakannya dan menjadi berdosa bila tidak dikerjakan. Seperti Sholat jenazah.
2.       Nafilah (Sholat sunnat),Sholat Nafilah adalah Sholat-Sholat yang dianjurkan atau disunnahkan akan tetapi tidak diwajibkan. Sholat nafilah terbagi lagi menjadi dua, yaitu Nafil Muakkad adalah Sholat sunnat yang dianjurkan dengan penekanan yang kuat (hampir mendekati wajib), seperti Sholat dua hari raya, Sholat sunnat witir dan Sholat sunnat thawaf.  Nafil Ghairu Muakkad adalah Sholat sunnat yang dianjurkan tanpa penekanan yang kuat, seperti Sholat sunnat Rawatib dan Sholat sunnat yang sifatnya insidentil (tergantung waktu dan keadaan, seperti Sholat kusuf/khusuf hanya dikerjakan ketika terjadi gerhana).
c.   Rukun-Rukun Sholat
      Adapun beberapa rukun atau hal yang menjadi syarat syahnya sholat ada 13, yakni diantaranya :
1. Berdiri
2. Niat
3. Takbiratul ihram
4. Membaca surat Al Fatihah pada tiap rakaat
5. Ruku' dengan thuma'ninah
6. I'tidal dengan thuma'ninah
7. Sujud dua kali dengan thuma'ninah
8. Duduk antara dua sujud dengan thuma'ninah
9. Duduk dengan thu'maninah serta membaca tasyahud akhir dan
10. sholawat kepada nabi
11. berlindung kepada Allah dari siksa jahannam &kubur serta fitnah hidup dan mati dan kekejian fitnah dajjal
12. Membaca salam yang pertama
13. Tertib (melakukan rukun secara berurutan)

d. Hal-Hal yang Membatalkan Sholat
            Beberapa hal-hal yang membatalkan sholat :
1.      Makan dan minum dengan sengaja. Hal ini ber-dasarkan sabda Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam yang artinya :
"Sesungguhnya di dalam shalat itu ada kesibukkan tertentu." (Muttafaq 'alaih)
2.      Berbicara dengan sengaja, bukan untuk kepentingan pelaksanaan shalat.
"Dari Zaid bin Arqam radhiallaahu anhu, ia berkata, 'Dahulu kami berbicara di waktu shalat, salah seorang dari kami berbicara kepada temannya yang berada di sampingnya sampai turun ayat: 'Dan hendaklah kamu berdiri karena Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu'(1), maka kami pun diperintahkan untuk diam dan dilarang berbicara." (Muttafaq 'alaih)
3.       Meninggalkan salah satu rukun shalat atau syarat shalat yang telah disebutkan di muka, apabila hal itu tidak ia ganti/sempurnakan di tengah pelaksanaan shalat atau sesudah selesai shalat beberapa saat. Hal ini berdasarkan hadits Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam terhadap orang yang shalatnya tidak tepat: "Kembalilah kamu melaksanakan shalat, sesungguhnya kamu belum melaksanakan shalat." (Muttafaq 'alaih). Lantaran orang itu telah meninggalkan tuma'ninah dan i'tidal. Padahal kedua hal itu termasuk rukun[3].

3.      Zakat
a.       pengertian zakat
             Zakat adalah sedekah yang wajib dikeluarkan umat Islam menjelang akhir bulan Ramadan, sebagai pelengkap ibadah puasa. Zakat merupakan salah satu rukun ketiga dari Rukun Islam. Secara harfiah zakat berarti "tumbuh", "berkembang", "menyucikan", atau "membersihkan". Sedangkan secara terminologi syari'ah, zakat merujuk pada aktivitas memberikan sebagian kekayaan dalam jumlah dan perhitungan tertentu untuk orang-orang tertentu sebagaimana ditentukan.
             Setiap umat Muslim berkewajiban untuk memberikan sedekah dari rezeki yang dikaruniakan Allah. Kewajiban ini tertulis di dalam Al-Qur’an. Pada awalnya, Al-Qur’an hanya memerintahkan untuk memberikan sedekah (pemberian yang sifatnya bebas, tidak wajib). Namun, pada kemudian hari, umat Islam diperintahkan untuk membayar zakat. Zakat menjadi wajib hukumnya sejak tahun 662 M. Nabi Muhammad melembagakan perintah zakat ini dengan menetapkan pajak bertingkat bagi mereka yang kaya untuk meringankan beban kehidupan mereka yang miskin. Sejak saat ini, zakat diterapkan dalam negara-negara Islam. Hal ini menunjukan bahwa pada kemudian hari ada pengaturan pemberian zakat, khususnya mengenai jumlah zakat tersebut.
b.      Macam-Macam Zakat
Zakat terbagi atas dua tipe yakni:
a.       Zakat Fitrah
Zakat yang wajib dikeluarkan muslim menjelang Idul Fitri pada bulan Ramadan. Besar Zakat ini setara dengan 2,5 kilogram makanan pokok yang ada di daerah bersangkutan.
b.       Zakat Maal (Harta)
Mencakup hasil perniagaan, pertanian, pertambangan, hasil laut, hasil ternak, harta temuan, emas dan perak. Masing-masing tipe memiliki perhitungannya sendiri-sendiri.
c.       Hukum Dalam Menunaikan Zakat
 Zakat merupakan salah satu rukun Islam, dan menjadi salah satu unsur pokok bagi tegaknya syariat Islam. Oleh sebab itu hukum zakat adalah wajib (fardhu) atas setiap muslim yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu. Zakat termasuk dalam kategori ibadah, seperti:salat,haji,dan puasa yang telah diatur secara rinci dan paten berdasarkan Al-Qur'an dan As Sunnah,sekaligus merupakan amal sosial kemasyarakatan dan kemanusiaan yang dapat berkembang sesuai dengan perkembangan ummat manusia. Seperti yang telah di firmankan oleh aalam kitabnya :
Artinya :
"Diantara mereka (orang-orang munafik) ada yang memburuk burukkanmu karena sedekahmu. Tetapi jika diberi sebagian darinya, mereka senang: jika tiada diberi, mereka murka. Sekiranya mereka rela dengan apa yang diberikan, Allah dan RasulNya kepadanya dan mengatakan, "Allah cukup bagi kami, Allah dan RasulNya akan memberi kami sebagian dari karuniaNya. Kepada Allah kami memanjatkan harapan." sedekah hanyalah bagi fakir miskin, para amil, para muallaf yang dibujuk hatinya, mereka yang diperhamba, mereka yang mandi hutang, jihad di jalan allah, dan orang yang terlantar dalam perjalanan. demikian diwajibkan allah. allah maha tahu maha bijaksana."    Dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa hukum dalam menunaikan zakat bagi orang yang mampu adalah wajib dan bagi orang yang tidak mampu di sunnahkan untuk mengusahakannya[4].

d.      Orang-Orang yang berhak menerima zakat
            Dalam Quran surat at Taubah ayat 58-60, yang telah di sebutkan di atas bahwa sudah jelaslah disini, bahwa golongan yang berhak menerima zakat (mustahiq) ada delapan golongan, yaitu:
1.      Fakir dan Miskin
          Fakir dan miskin adalah golongan yang pertama dan kedua disebutkan dalam surat at Taubah, dengan tujuan bahwa sasaran zakat adalah menghapuskan kemiskinan dan kemelaratan dalam masyarakat Islam. Menurut pemuka ahli tafsir, Tabari, yang dimaksud fakir, yaitu orang dalam kebutuhan, tapi dapat menjaga diri tidak meminta-minta. Sedangkan yang dimaksud dengan miskin, yaitu orang yang dalam kebutuhan dan suka meminta-minta.
2.       Amil zakat
   Sasaran ketiga adalah para amil zakat. Yang dimaksud dengan amil zakat adalah mereka yang melaksanakan segala kegiatan urusan zakat, mulai dari para pengumpul sampai kepada bendahara dan para penjaganya. Juga mulai dari pencatat sampai kepada penghitung yang mencatat keluar masuk zakat.
3.       Golongan muallaf
         Yang dimaksudkan dengan golongan muallaf, antara lain adalah mereka yang diharapkan kecenderungan hatinya atau keyakinannya dapat bertambah terhadap Islam, atau terhalangnya niat jahat mereka atas kaum Muslimin, atau harapan akan adanya kemanfaatan mereka dalam membantu dan menolong kaum Muslimin dari musuh.
4.      Orang yang berutang
         Gharimun (orang yang berhutang) adalah termasuk golongan mustahiq. Menurut Ibnu Humam dalam al Fath, gharim adalah orang yang mempunyai piutang terhadap orang lain dan boleh menyerahkan zakat kepadanya karena keadaannya yang fakir, bukan karena mempunyai piutangnya. Ada dua golongan bagi orang yang mempunyai utang, yaitu golongan yang mempunyai utang untuk kemaslahatan diri sendiri, seperti untuk nafkah, membeli pakaian, mengobati orang sakit. Golongan lain adalah orang yang mempunyai utang untuk kemaslahatan orang lain, seperti mendamaikan dua golongan yang bermusuhan, orang yang bergerak di bidang sosial, seperti yayasan anak yatim, rumah sakit untuk fakir, anak yatim piatu dan lain-lain.
4.      Puasa
a.       Pengertian puasa
              Puasa ialah menahan diri dari makan, minum dan bersenggama mulai dari terbit fajar yang kedua sampai terbenamnya matahari. Firman Allah Ta'ala :
Artinya :
              "….dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam...." (Al-Baqarah:187)
             Puasa Ramadhan wajib dikerjakan setelah terlihatnya hilal, atau setelah bulan Sya'ban genap 30 hari. Puasa Ramadhan wajib dilakukan apabila hilal awal bulan Ramadhan disaksikan seorang yang dipercaya, sedangkan awal bulan-bulan lainnya ditentukan dengan kesaksian dua orang yang dipercaya.
 Puasa Ramadhan diwajibkan atas setiap muslim yang baligh (dewasa), aqil (berakal), dan sanggup untuk berpuasa. Adapun syarat-syarat wajibnya puasa Ramadhan ada empat, yaitu Islam, berakal, dewasa dan mampu. Para ulama mengatakan anak kecil disuruh berpuasa jika kuat, hal ini untuk melatihnya, sebagaimana disuruh shalat pada umur 7 tahun dan dipukul pada umur 10 tahun agar terlatih dan membiasakan diri.

b.      Hukum Puasa Romadhon
            Puasa pada bulan Ramadhan adalah merupakan salah satu rukun Islam, Allah Ta’ala berfirman:
Artinya :
            Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”(QS.Al Baqarah:183)Maka barangsiapa diantara kamu melihat bulan itu (Ramadhan), hendaklah ia berpuasa.” (QS. Al Baqarah:185)
              Dari Abu Abdirrahman Abdullah ibnu Umar Ibnul Khaththab radhiallahu ‘anhuma berkata: “Aku telah mendengar Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda: “Islam dibangun diatas lima perkara: bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang haq selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, membayar zakat, menunaikan haji dan puasa pada bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari , Muslim)
c.       Syarat Sahnya Puasa
              Dalam menjalani puasa terdapat beberapa syarat yang menjadi rukun syahnya puasa, diantaranya Syarat-syarat sahnya puasa ada enam, yakni :
1. Islam: tidak sah puasa orang kafir sebelum masuk Islam.
2. Akal: tidak sah puasa orang gila sampai kembali berakal.
3. Tamyiz: tidak sah puasa anak kecil sebelum dapat membedakan (yang balk dengan yang buruk).
4. Tidak haid: tidak sah puasa wanita haid, sebelum berhenti haidnya. 5. Tidak nifas: tidak sah puasa wanita nifas, sebelum suci dari nifas. 6. Niat: menyengaja dari malam hari untuk setiap hari dalam puasa wajib[5].
               Hal ini didasarkan pada sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam: "Barangsiapa yang tidak berniat puasa pada malam hari sebelum fajar, maka tidak sah puasanya." (HR.Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah, An-Nasa'i dan At-Tirmidzi. Ia adalah hadits mauquf menurut At-Tirmidzi). Dan hadits ini menunjukkan tidak sahnya puasa kecuali diiringi dengan niat sejak malam hari yaitu di salah satu bagian malam. Niat itu tempatnya di dalam hati, dan melafazdkannya adalah bid'ah yang sesat, walaupun manusia menganggapnya sebagai satu perbuatan baik. Kewajiban niat semenjak malam harinya ini hanya khusus untuk puasa wajib saja, karena Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah datang ke Aisyah pada selain bulan Ramadhan, kemudian beliau bersabda (yang artinya): "Apakah engkau punya santapan siang? Maka jika tidak ada aku akan berpuasa" [Hadits Riwayat Muslim 1154].
d.  Hal-Hal Yang Membatalkannya Puasa
1. Makan dan minum dengan sengaja. Jika dilakukan karena lupa maka tidak batal puasanya.
2. Jima' (bersenggama).
3. Memasukkan makanan ke dalam perut. Termasuk dalam hal ini adalah suntikan yang mengenyangkan dan transfusi darah.
4. Mengeluarkan mani dalam keadaan terjaga karena onani, bersentuhan, ciuman atau sebab lainnya dengan sengaja. Adapun keluar mani karena mimpi tidak membatalkan puasa karena keluamya tanpa sengaja.
5. Keluamya darah haid dan nifas. Manakala seorang wanita mendapati darah haid, atau nifas batallah puasanya, baik pada pagi hari atau sore hari sebelum terbenam matahari.
6. Sengaja muntah, dengan mengeluarkan makanan atau minuman dari perut melalui mulut. Hal ini didasarkan pada sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam: "Barangsiapa yang muntah tanpa sengaja maka tidak wajib qadha, sedang barangsiapa yang muntah dengan sengaja maka wajib qadha.[6]

5.  Haji
a. Pengertian Haji
        Haji (Bahasa Arab: حج‎, Hajj) adalah rukun (tiang agama) Islam yang kelima setelah syahadat, salat, zakat dan puasa. Menunaikan ibadah haji adalah bentuk ritual tahunan yang dilaksanakan kaum muslim sedunia yang mampu (material, fisik, dan keilmuan) dengan berkunjung dan melaksanakan beberapa kegiatan di beberapa tempat di Arab Saudi pada suatu waktu yang dikenal sebagai musim haji (bulan Dzulhijjah). Hal ini berbeda dengan ibadah umrah yang bisa dilaksanakan sewaktu-waktu.
Kegiatan inti ibadah haji dimulai pada tanggal 8 Dzulhijjah ketika umat Islam bermalam di Mina, wukuf (berdiam diri) di Padang Arafah pada tanggal 9 Dzulhijjah, dan berakhir setelah melempar jumrah (melempar batu simbolisasi setan) pada tanggal 10 Dzulhijjah. Masyarakat Indonesia lazim juga menyebut hari raya Idul Adha sebagai Hari Raya Haji karena bersamaan dengan perayaan ibadah haji ini.
Secara lughawi, haji berarti menyengaja atau menuju dan mengunjungi. [1] Menurut etimologi bahasa Arab, kata haji mempunyai arti qashd, yakni tujuan, maksud, dan menyengaja. Menurut istilah syara', haji ialah menuju ke Baitullah dan tempat-tempat tertentu untuk melaksanakan amalan-amalan ibadah tertentu pula. Yang dimaksud dengan temat-tempat tertentu dalam definisi diatas, selain Ka'bah dan Mas'a(tempat sa'i), juga Arafah, Muzdalifah, dan Mina. Yang dimaksud dengan waktu tertentu ialah bulan-bulan haji yang dimulai dari Syawal sampai sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah. Adapun amal ibadah tertentu ialah thawaf, sa'i, wukuf, mazbit di Muzdalifah, melontar jumrah, mabit di Mina, dan lain-lain.
b.      Jenis ibadah haji
              Setiap jamaah bebas untuk memilih jenis ibadah haji yang ingin dilaksanakannya. Rasulullah SAW memberi kebebasan dalam hal itu, sebagaimana terlihat dalam hadis berikut.
Aisyah RA berkata: Kami berangkat beribadah bersama Rasulullah SAW dalam tahun hajjatul wada. Diantara kami ada yang berihram, untuk haji dan umrah dan ada pula yang berihram untuk haji. Orang yang berihram untuk umrah ber-tahallul ketika telah berada di Baitullah. Sedang orang yang berihram untuk haji jika ia mengumpulkan haji dan umrah. Maka ia tidak melakukan tahallul sampai dengan selesai dari nahar.
Berikut adalah jenis dan pengertian haji yang dimaksud.
1.      Haji ifrad, berarti menyendiri. Pelaksanaan ibadah haji disebut ifrad bila sesorang bermaksud menyendirikan, baik  menyendirikan haji maupun menyendirikan umrah. Dalam hal ini, yang didahulukan adalah ibadah haji. Artinya, ketika mengenakan pakaian ihram di miqat-nya, orang tersebut berniat melaksanakan ibadah haji dahulu. Apabila ibadah haji sudah selesai, maka orang tersebut mengenakan ihram kembali untuk melaksanakan umrah.
2. Haji tamattu', mempunyai arti bersenang-senang atau bersantai-santai dengan melakukan umrah terlebih dahulu di bulan-bulah haji, lain bertahallul. Kemudian mengenakan pakaian ihram lagi untuk melaksanakan ibadah haji, ditahun yang sama. Tamattu' dapat juga berarti melaksanakan ibadah didalam bulan-bulan serta didalam tahun yang sama, tanpa terlebih dahulu pulang ke negeri asal.
3. Haji qiran, mengandung arti menggabungkan, menyatukan atau menyekaliguskan. Yang dimaksud disini adalah menyatukan atau menyekaliguskan berihram untuk melaksanakan ibadah haji dan umrah. Haji qiran dilakukan dengan tetap berpakaian ihram sejak miqat makani dan melaksanakan semua rukun dan wajib haji sampai selesai, meskipun mungkin akan memakan waktu lama. Menurut Abu Hanifah, melaksanakan haji qiran, berarti melakukan dua thawaf dan dua sa'i.
c. Syarat Syahnya Haji
               Dalam hajipun terdapat beberapa syarat yang menjadi rukun wajib dalam mendapatkan syahnya haji yang di laksanakan, diantaranya adalah :
1. Agama Islam
2. Dewasa / baligh (bukan mumayyis)
3. Tidak gila / waras
4. Bukan budak (merdeka)

D. Tujuan Ibadah
Tujuan ibadah adalah menghambakan diri kepada Allah Swt dan mengkonsentrasikan niat kepada-Nya dalam setiap keadaan. Dengan adanya tujuan ini seseorang akan mencapai derajat yang tinggi di akhirat. Sedangkan tujuan tambahan adalah agar terciptanya kemaslahatan diri manusia dan terwujudnya usaha yang baik.  Shalat umpamanya, disyari’atkan pada dasarnya bertujuan untuk menundukkan diri kepada Allah Swt dengan ikhlas, mengingatkan diri dengan berzikir. Sedangkan tujuan tambahannya antara lain adalah untuk menghindarkan diri dari perbuatan keji dan munkar.
BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
             Ibadah merupakan sikap pasrah dan tunduk total kepada semua aturan Allah dan rasul-Nya. Dengan demikian, orang yang taat kepada Allah tapi tidak cinta kepada-Nya belum dikatakan melaksanakan ibadah. Setiap muslim pasti mengetahui seperti apa perbuatan yang dinamakan ibadah itu. Sebagian besar umat muslim mengetahui bahwa melakukan shalat, menunaikan zakat, puasa ramadhan, puasa sunnah senin kamis, sedekah, berdzikir dan masih banyak lagi yang lainnya, merupakan suatu perbuatan ibadah. Namun dalam mengerjakan ibadah itu bukan berarti hanya melakukan amaliyah atau tatacara dalam beribadah saja, tetapi hati dan akal pikiran juga harus ikut beribadah dalam artian hati dan pikiran kita ini hanya tertuju kepada Allah semata.
            Selain itu, dapat kita ketahui bahwa ibadah itu terbagi menjadi dua bagian yakni ibadah mahdzah dan ibadah ghairu mahdzah. Ibadah mahdzah adalah suatu ibadah yang sudah jelas dasarnya dan tatacara pelaksanaanya yang dijelaskan dalam al-qur’an dan hadits. Sedangkan ibadah ghairu mahdzah adalah suatu ibadah yang ada dasar untuk melakukanu ibadah tersebut, namun tatacaranya tidak dijelaskan.

 DAFTAR PUSTAKA


Munadi.(2017). Pengantar Ilmu usul fiqih. Unimal Press. Hlm 71-74
Hanafi.tuntunan sholat lengkap.bintang indonesi jakarta.Hlm 17
Ibnu qoyyim al-jauziyah.(2006).tuntunan sholat rasulullah. Jakarta akbar press
Yusuf al-Qaradhaw. Hukum Zakat. Jakarta : Litera Antar Nusa.
Abdullah bin Muhammad. Meraih Puasa Sempurna. Jakarta : Pustaka Ibnu Katsir
Nogarsyah moeda gayo.(2003). Pustaka pintar haji dan umrah, Inovasi.jakarta



[1]  Budiman Mustofa, Lc. M.P.I dan Nur Sillaturahmah, Lc, Buku Pintar Ibadah Muslimah, (Surakarta; Shahih, 2011), hlm 36
[2] Hanafi.tuntunan sholat lengkap.bintang indonesi jakarta.Hlm 17

[3] Ibnu qoyyim al-jauziyah.(2006).tuntunan sholat rasulullah. Jakarta akbar press

[4] Yusuf al-Qaradhaw. Hukum Zakat. Jakarta : Litera Antar Nusa.

[5] Abdullah bin Muhammad. Meraih Puasa Sempurna. Jakarta : Pustaka Ibnu Katsir

[6] Nogarsyah moeda gayo.(2003). Pustaka pintar haji dan umrah, Inovasi.jakarta


No comments:

Post a Comment