MAKALAH“Akhlak dalam ibadah
“
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Keberadaan
Hukum Islam di kalangan umat Islam adalah sebagai patokan dan pedoman untuk
mengatur kepentingan masyarakat dan menciptakan masyarakat yang islami.
Kehidupan yang teratur dan sepantasnya diyakini dapat diterima oleh setiap
manusia walaupun menurut manusia ukurannya berbeda-beda. Hukum Islam sebagai
Negara yang bukan mendasari berlakunya hukum atas hukum agama tertentu, maka
Indonesia mengakomodir semua agama, karena itu hukum Islam mempunyai peran besar
dalam menyumbangkan materi hukum atas hukum Indonesia.
Begitu juga dalam agama islam, terdapat berbagai banyak hokum
dan berbagai kewajiban yang terkandung di dalamnya, yakni Puasa, Zakat, Sholat,
Haji dan Muamalah. Maka oleh itu kami sebagai pemakalah akan mencoba untuk
menjabarkan kewajiban-kewajiban yang ada di dalam agam islam.
B.
Rumusan Masalah
1. Apa
Sajakah Pengertian Sholat, Taharah ,Puasa, Zakat, Haji ?
2. Dan
Apa Saja Hal-Hal yang Membatalkannya?
C.
Tujuan
Mengetahui apa yang di maksud dengan
Pengertian Pengertian Sholat,Taharah, Puasa, Zakat, Haji, Dan Beberapa Syarat
Dan Rukun-rukunya supaya kita di kemudian hari dapat memahami apa arti dari
pengertian tersebut .
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian ahlak
Ahlak secara terminologi berarti tingkah laku seseorang yang didorong oleh
suatu keinginan secara sadar untuk
melakukan suatu perbuatan. Ahlak merupakan bentuk jamak dari kata khuluk,
berasal dari bahasa arab yang berarti perengai ,tingkah laku,atau tabiat.
B. Pengertian
ibadah
Ibadah
secara etimologi berarti merendahkan diri serta tunduk dan taat kepada yang
diibadahi yaitu Allah SWT. Ibnu Qoyyim al-Jauziyyah mengatakan bahwa ibadah
adalah gabungan antara ketaatan yang penuh dan cinta yang sempurna[1].
C. Bagian-bagian ibadah
1.
Thaharah
a.
Pengertian thaharah
Dari segi bahasa
thaharah adalah suci atau bersih .sementara menurut syariat thaharah artinya
suci dari hadats dan najis, maksudnya keadaan suci setelah berwudhu ,tayamun
,atau mandi wajib dengan niat suci.
b.
Air dan macam-macamnya
Air yang dapat di pakai
untuk bersuci diantaranya:
1.
Air hujan
2.
Air sumur
3.
Air laut
4.
Air sungai
5.
Air salju
6.
Air telaga
7.
Air embun
Air di tinjau dari segi
hukunya,dibagi menjadi 5:
1.
Air suci dan dapat di mensucikan
,adalah air mutlak (air sewajarnya), artinya yang dapat di gunakan untuk
bersuci,seperti air sumur,air sungai,air hujan,dan lain-lainya.
2.
Air suci dan dapat mensucikan
,tetapi makruh hukumnya yaitu air yang di jemur di tempat logam yang bukan
emas. Di sebut juga air musyammas.
3.
Air suci tidak dapat mensucikan
,yaitu:
a.
Air yang berubah salah satu sifatnya
karena kemasukan benda suci lainya,misalnya air berbau,air teh,air kopi.
b.
Air yang keluar dari pohon atau dari
buah,air kelapa,air aren.
2.
Sholat
a.
Hukum
Sholat Lima Waktu
Sholat yang mula-mula diwajibkan bagi Nabi Muhammad
SAW dan para pengikutnya adalah Salat Malam, yaitu sejak diturunkannya Surat al-Muzzammil
(73) ayat 1-19. Setelah beberapa lama kemudian, turunlah ayat berikutnya, yaitu
ayat 20
Artinya :
Sesungguhnya
Tuhanmu mengetahui bahwasanya kamu berdiri (sembahyang) kurang dari dua pertiga
malam, atau seperdua malam atau sepertiganya dan (demikian pula) segolongan
dari orang-orang yang bersama kamu. Dan Allah menetapkan ukuran malam dan
siang. Allah mengetahui bahwa kamu sekali-kali tidak dapat menentukan
batas-batas waktu-waktu itu, maka Dia memberi keringanan kepadamu, karena itu
bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Quran. Dia mengetahui bahwa akan ada di
antara kamu orang-orang yang sakit dan orang-orang yang berjalan di muka bumi
mencari sebagian karunia Allah; dan orang-orang yang lain lagi berperang di
jalan Allah, maka bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Quran dan dirikanlah
sembahyang, tunaikanlah zakat dan berikanlah pinjaman kepada Allah pinjaman
yang baik. Dan kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu
memperoleh (balasan)nya di sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan yang
paling besar pahalanya. Dan mohonlah ampunan kepada Allah; sesungguhnya Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.
Dengan turunnya ayat ini, hukum
Salat Malam menjadi sunat. Ibnu Abbas, Ikrimah, Mujahid, al-Hasan, Qatadah, dan
ulama salaf lainnya berkata mengenai ayat 20 ini, "Sesungguhnya ayat ini
menghapus kewajiban Salat Malam yang mula-mula Allah wajibkan bagi umat Islam.
Dalam banyak hadits, Nabi Muhammad
telah memberikan peringatan keras kepada orang yang suka meninggalkan Sholat,
diantaranya ia bersabda: "Perjanjian yang memisahkan kita dengan mereka
adalah sholat. Barangsiapa yang meninggalkan sholat, maka berarti dia telah kafir.
Orang yang meninggalkan sholat maka
pada hari kiamat akan disandingkan bersama dengan orang-orang laknat,
berdasarkan hadits berikut ini: "Barangsiapa yang menjaga sholat maka ia
menjadi cahaya, bukti dan keselamatan baginya pada hari kiamat dan barangsiapa
yang tidak menjaganya maka ia tidak mendapatkan cahaya, bukti dan keselamatan
dan pada hari kiamat ia akan bersama Qarun, Fir'aun, Haman dan Ubay bin Khalaf.
Hukum Sholat dapat dikategorisasikan
sebagai berikut :Fardhu, Sholat fardhu ialah sholat yang
diwajibkan untuk mengerjakannya.
1.
Sholat Fardhu terbagi lagi menjadi
dua, yaitu
a.
Fardhu ‘Ain : ialah kewajiban yang diwajibkan
kepada mukallaf langsung berkaitan dengan dirinya
dan tidak boleh ditinggalkan ataupun dilaksanakan oleh orang lain, seperti Sholat
lima waktu, dan Sholat
jumat(Fardhu
'Ain untuk pria).
b.
Fardhu Kifayah : ialah kewajiban yang diwajibkan
kepada mukallaf tidak langsung berkaitan dengan dirinya. Kewajiban itu menjadi
sunnah setelah ada sebagian orang yang mengerjakannya. Akan tetapi bila tidak
ada orang yang mengerjakannya maka kita wajib mengerjakannya dan menjadi
berdosa bila tidak dikerjakan. Seperti Sholat
jenazah.
2. Nafilah (Sholat
sunnat),Sholat
Nafilah
adalah Sholat-Sholat yang dianjurkan atau disunnahkan akan tetapi tidak
diwajibkan. Sholat nafilah terbagi lagi menjadi dua, yaitu Nafil Muakkad adalah
Sholat sunnat yang dianjurkan dengan penekanan yang kuat (hampir mendekati
wajib), seperti Sholat dua hari raya, Sholat sunnat witir dan Sholat sunnat thawaf. Nafil Ghairu Muakkad adalah Sholat sunnat yang
dianjurkan tanpa penekanan yang kuat, seperti Sholat sunnat Rawatib dan Sholat sunnat yang sifatnya
insidentil (tergantung waktu dan keadaan, seperti Sholat kusuf/khusuf hanya
dikerjakan ketika terjadi gerhana).
c. Rukun-Rukun
Sholat
Adapun beberapa rukun atau hal yang menjadi syarat syahnya
sholat ada 13, yakni diantaranya :
1. Berdiri
2. Niat
3. Takbiratul ihram
4. Membaca surat Al Fatihah pada tiap rakaat
5. Ruku' dengan thuma'ninah
6. I'tidal dengan thuma'ninah
7. Sujud dua kali dengan thuma'ninah
8. Duduk antara dua sujud dengan thuma'ninah
9. Duduk dengan thu'maninah serta membaca tasyahud akhir dan
10. sholawat kepada nabi
11. berlindung kepada Allah dari siksa jahannam &kubur
serta fitnah hidup dan mati dan kekejian fitnah dajjal
12. Membaca salam yang pertama
13. Tertib (melakukan rukun secara
berurutan)
d. Hal-Hal
yang Membatalkan Sholat
Beberapa hal-hal yang membatalkan
sholat :
1. Makan
dan minum dengan sengaja. Hal ini ber-dasarkan sabda Rasulullah Shallallaahu
‘alaihi wasallam yang artinya :
"Sesungguhnya di dalam shalat itu ada kesibukkan tertentu."
(Muttafaq 'alaih)
2. Berbicara
dengan sengaja, bukan untuk kepentingan pelaksanaan shalat.
"Dari Zaid bin Arqam radhiallaahu anhu, ia berkata,
'Dahulu kami berbicara di waktu shalat, salah seorang dari kami berbicara
kepada temannya yang berada di sampingnya sampai turun ayat: 'Dan hendaklah
kamu berdiri karena Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu'(1), maka kami pun
diperintahkan untuk diam dan dilarang berbicara." (Muttafaq 'alaih)
3. Meninggalkan salah satu rukun shalat atau
syarat shalat yang telah disebutkan di muka, apabila hal itu tidak ia
ganti/sempurnakan di tengah pelaksanaan shalat atau sesudah selesai shalat
beberapa saat. Hal ini berdasarkan hadits Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi
wasallam terhadap orang yang shalatnya tidak tepat: "Kembalilah kamu
melaksanakan shalat, sesungguhnya kamu belum melaksanakan shalat."
(Muttafaq 'alaih). Lantaran orang itu telah meninggalkan tuma'ninah dan
i'tidal. Padahal kedua hal itu termasuk rukun[3].
3.
Zakat
a.
pengertian zakat
Zakat adalah sedekah yang wajib dikeluarkan umat Islam
menjelang akhir bulan Ramadan, sebagai pelengkap ibadah puasa. Zakat merupakan salah satu rukun
ketiga dari Rukun Islam. Secara harfiah zakat berarti
"tumbuh", "berkembang", "menyucikan", atau
"membersihkan". Sedangkan secara terminologi syari'ah, zakat merujuk pada aktivitas
memberikan sebagian kekayaan dalam jumlah dan perhitungan tertentu untuk
orang-orang tertentu sebagaimana ditentukan.
Setiap umat Muslim berkewajiban
untuk memberikan sedekah dari rezeki yang dikaruniakan Allah. Kewajiban ini
tertulis di dalam Al-Qur’an. Pada awalnya, Al-Qur’an hanya memerintahkan untuk
memberikan sedekah (pemberian yang sifatnya bebas, tidak wajib). Namun, pada
kemudian hari, umat Islam diperintahkan untuk membayar zakat. Zakat menjadi
wajib hukumnya sejak tahun 662 M. Nabi Muhammad melembagakan perintah zakat ini
dengan menetapkan pajak bertingkat bagi mereka yang kaya untuk meringankan
beban kehidupan mereka yang miskin. Sejak saat ini, zakat diterapkan dalam
negara-negara Islam. Hal ini menunjukan bahwa pada kemudian hari ada pengaturan
pemberian zakat, khususnya mengenai jumlah zakat tersebut.
b. Macam-Macam Zakat
Zakat terbagi atas dua tipe yakni:
a. Zakat
Fitrah
Zakat yang wajib dikeluarkan muslim menjelang Idul Fitri pada bulan Ramadan. Besar Zakat ini setara dengan 2,5
kilogram makanan pokok yang ada di daerah bersangkutan.
b. Zakat Maal (Harta)
Mencakup hasil perniagaan,
pertanian, pertambangan, hasil laut, hasil ternak, harta temuan, emas dan
perak. Masing-masing tipe memiliki perhitungannya sendiri-sendiri.
c. Hukum Dalam Menunaikan Zakat
Zakat merupakan salah satu rukun
Islam, dan menjadi salah satu unsur pokok bagi tegaknya syariat Islam. Oleh
sebab itu hukum zakat adalah wajib (fardhu) atas setiap muslim yang telah
memenuhi syarat-syarat tertentu. Zakat termasuk dalam kategori ibadah,
seperti:salat,haji,dan puasa yang telah diatur secara rinci dan paten
berdasarkan Al-Qur'an dan As Sunnah,sekaligus merupakan amal sosial
kemasyarakatan dan kemanusiaan yang dapat berkembang sesuai dengan perkembangan
ummat manusia. Seperti yang telah di firmankan oleh aalam kitabnya :
Artinya :
"Diantara mereka (orang-orang
munafik) ada yang memburuk burukkanmu karena sedekahmu. Tetapi jika diberi
sebagian darinya, mereka senang: jika tiada diberi, mereka murka. Sekiranya
mereka rela dengan apa yang diberikan, Allah dan RasulNya kepadanya dan mengatakan,
"Allah cukup bagi kami, Allah dan RasulNya akan memberi kami sebagian dari
karuniaNya. Kepada Allah kami memanjatkan harapan." sedekah hanyalah bagi
fakir miskin, para amil, para muallaf yang dibujuk hatinya, mereka yang
diperhamba, mereka yang mandi hutang, jihad di jalan allah, dan orang yang
terlantar dalam perjalanan. demikian diwajibkan allah. allah maha tahu maha
bijaksana." Dengan demikian
dapat kita simpulkan bahwa hukum dalam menunaikan zakat bagi orang yang mampu
adalah wajib dan bagi orang yang tidak mampu di sunnahkan untuk mengusahakannya[4].
d. Orang-Orang yang berhak menerima zakat
Dalam Quran surat at Taubah ayat
58-60, yang telah di sebutkan di atas bahwa sudah jelaslah disini, bahwa
golongan yang berhak menerima zakat (mustahiq) ada delapan golongan, yaitu:
1. Fakir
dan Miskin
Fakir dan miskin adalah golongan
yang pertama dan kedua disebutkan dalam surat at Taubah, dengan tujuan bahwa
sasaran zakat adalah menghapuskan kemiskinan dan kemelaratan dalam masyarakat
Islam. Menurut pemuka ahli tafsir, Tabari, yang dimaksud fakir, yaitu orang
dalam kebutuhan, tapi dapat menjaga diri tidak meminta-minta. Sedangkan yang
dimaksud dengan miskin, yaitu orang yang dalam kebutuhan dan suka
meminta-minta.
2. Amil zakat
Sasaran
ketiga adalah para amil zakat. Yang dimaksud dengan amil zakat adalah mereka
yang melaksanakan segala kegiatan urusan zakat, mulai dari para pengumpul
sampai kepada bendahara dan para penjaganya. Juga mulai dari pencatat sampai
kepada penghitung yang mencatat keluar masuk zakat.
3. Golongan muallaf
Yang dimaksudkan dengan golongan
muallaf, antara lain adalah mereka yang diharapkan kecenderungan hatinya atau
keyakinannya dapat bertambah terhadap Islam, atau terhalangnya niat jahat
mereka atas kaum Muslimin, atau harapan akan adanya kemanfaatan mereka dalam
membantu dan menolong kaum Muslimin dari musuh.
4. Orang
yang berutang
Gharimun (orang yang berhutang)
adalah termasuk golongan mustahiq. Menurut Ibnu Humam dalam al Fath, gharim
adalah orang yang mempunyai piutang terhadap orang lain dan boleh menyerahkan
zakat kepadanya karena keadaannya yang fakir, bukan karena mempunyai
piutangnya. Ada dua golongan bagi orang yang mempunyai utang, yaitu golongan
yang mempunyai utang untuk kemaslahatan diri sendiri, seperti untuk nafkah,
membeli pakaian, mengobati orang sakit. Golongan lain adalah orang yang
mempunyai utang untuk kemaslahatan orang lain, seperti mendamaikan dua golongan
yang bermusuhan, orang yang bergerak di bidang sosial, seperti yayasan anak
yatim, rumah sakit untuk fakir, anak yatim piatu dan lain-lain.
4.
Puasa
a.
Pengertian puasa
Puasa ialah menahan diri dari makan,
minum dan bersenggama mulai dari terbit fajar yang kedua sampai terbenamnya matahari.
Firman Allah Ta'ala :
Artinya :
"….dan makan minumlah hingga
terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian
sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam...." (Al-Baqarah:187)
Puasa Ramadhan wajib dikerjakan setelah terlihatnya hilal,
atau setelah bulan Sya'ban genap 30 hari. Puasa Ramadhan wajib dilakukan
apabila hilal awal bulan Ramadhan disaksikan seorang yang dipercaya, sedangkan
awal bulan-bulan lainnya ditentukan dengan kesaksian dua orang yang dipercaya.
Puasa Ramadhan diwajibkan atas setiap muslim yang baligh
(dewasa), aqil (berakal), dan sanggup untuk berpuasa. Adapun syarat-syarat
wajibnya puasa Ramadhan ada empat, yaitu Islam, berakal, dewasa dan mampu. Para
ulama mengatakan anak kecil disuruh berpuasa jika kuat, hal ini untuk
melatihnya, sebagaimana disuruh shalat pada umur 7 tahun dan dipukul pada umur
10 tahun agar terlatih dan membiasakan diri.
b.
Hukum
Puasa Romadhon
Puasa pada bulan Ramadhan adalah
merupakan salah satu rukun Islam, Allah Ta’ala berfirman:
Artinya :
“Hai orang-orang yang beriman,
diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum
kamu agar kamu bertakwa.”(QS.Al Baqarah:183)“Maka barangsiapa diantara
kamu melihat bulan itu (Ramadhan), hendaklah ia berpuasa.” (QS. Al Baqarah:185)
Dari Abu Abdirrahman Abdullah ibnu Umar Ibnul Khaththab
radhiallahu ‘anhuma berkata: “Aku telah mendengar Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi
Wassalam bersabda: “Islam dibangun diatas lima perkara: bersaksi bahwa tidak
ada sesembahan yang haq selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah,
mendirikan shalat, membayar zakat, menunaikan haji dan puasa pada bulan
Ramadhan.” (HR. Bukhari , Muslim)
c.
Syarat
Sahnya Puasa
Dalam menjalani puasa terdapat
beberapa syarat yang menjadi rukun syahnya puasa, diantaranya Syarat-syarat
sahnya puasa ada enam, yakni :
1. Islam: tidak sah puasa orang kafir sebelum masuk Islam.
2. Akal: tidak sah puasa orang gila sampai kembali berakal.
3. Tamyiz: tidak sah puasa anak kecil sebelum dapat
membedakan (yang balk dengan yang buruk).
4. Tidak haid: tidak sah puasa wanita haid, sebelum berhenti
haidnya. 5. Tidak nifas: tidak sah puasa wanita nifas, sebelum suci dari nifas.
6. Niat: menyengaja dari malam hari untuk setiap hari dalam puasa wajib[5].
Hal ini didasarkan pada sabda Nabi shallallahu
'alaihi wasallam: "Barangsiapa yang tidak berniat puasa pada malam
hari sebelum fajar, maka tidak sah puasanya." (HR.Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah,
An-Nasa'i dan At-Tirmidzi. Ia adalah hadits mauquf menurut At-Tirmidzi).
Dan hadits ini menunjukkan tidak sahnya puasa kecuali diiringi dengan niat
sejak malam hari yaitu di salah satu bagian malam. Niat itu tempatnya di dalam
hati, dan melafazdkannya adalah bid'ah yang sesat, walaupun manusia
menganggapnya sebagai satu perbuatan baik. Kewajiban niat semenjak malam
harinya ini hanya khusus untuk puasa wajib saja, karena Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam pernah datang ke Aisyah pada selain bulan Ramadhan,
kemudian beliau bersabda (yang artinya): "Apakah engkau punya santapan
siang? Maka jika tidak ada aku akan berpuasa" [Hadits Riwayat Muslim
1154].
d. Hal-Hal
Yang Membatalkannya Puasa
1. Makan dan minum dengan sengaja. Jika dilakukan karena
lupa maka tidak batal puasanya.
2. Jima' (bersenggama).
3. Memasukkan makanan ke dalam perut. Termasuk dalam hal ini
adalah suntikan yang mengenyangkan dan transfusi darah.
4. Mengeluarkan mani dalam keadaan terjaga karena onani,
bersentuhan, ciuman atau sebab lainnya dengan sengaja. Adapun keluar mani
karena mimpi tidak membatalkan puasa karena keluamya tanpa sengaja.
5. Keluamya darah haid dan nifas. Manakala seorang wanita
mendapati darah haid, atau nifas batallah puasanya, baik pada pagi hari atau
sore hari sebelum terbenam matahari.
6. Sengaja muntah, dengan mengeluarkan makanan atau minuman
dari perut melalui mulut. Hal ini didasarkan pada sabda Nabi shallallahu
'alaihi wasallam: "Barangsiapa yang muntah tanpa sengaja maka tidak
wajib qadha, sedang barangsiapa yang muntah dengan sengaja maka wajib qadha.[6]
5. Haji
a. Pengertian Haji
Haji (Bahasa Arab: Øج, Hajj) adalah rukun (tiang agama) Islam
yang kelima setelah syahadat, salat, zakat dan puasa. Menunaikan ibadah
haji adalah bentuk ritual tahunan yang dilaksanakan kaum muslim sedunia yang mampu (material,
fisik, dan keilmuan) dengan berkunjung dan melaksanakan beberapa kegiatan di
beberapa tempat di Arab Saudi pada suatu waktu yang dikenal
sebagai musim haji (bulan Dzulhijjah). Hal ini berbeda dengan ibadah umrah yang bisa dilaksanakan sewaktu-waktu.
Kegiatan inti ibadah haji dimulai pada tanggal 8 Dzulhijjah ketika umat
Islam bermalam di Mina, wukuf (berdiam diri)
di Padang Arafah pada tanggal 9
Dzulhijjah, dan berakhir setelah melempar jumrah (melempar batu simbolisasi
setan) pada tanggal 10 Dzulhijjah. Masyarakat Indonesia lazim juga menyebut hari raya Idul Adha sebagai Hari Raya Haji karena bersamaan dengan perayaan
ibadah haji ini.
Secara
lughawi, haji berarti menyengaja atau menuju dan mengunjungi. [1] Menurut etimologi bahasa Arab, kata haji mempunyai arti qashd,
yakni tujuan, maksud, dan menyengaja. Menurut istilah syara', haji ialah menuju
ke Baitullah dan tempat-tempat tertentu untuk melaksanakan amalan-amalan
ibadah tertentu pula. Yang dimaksud dengan temat-tempat tertentu dalam definisi
diatas, selain Ka'bah dan Mas'a(tempat sa'i), juga Arafah, Muzdalifah, dan
Mina. Yang dimaksud dengan waktu tertentu ialah bulan-bulan haji yang dimulai
dari Syawal sampai sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah. Adapun amal ibadah
tertentu ialah thawaf, sa'i, wukuf, mazbit di Muzdalifah, melontar
jumrah, mabit di Mina, dan lain-lain.
b. Jenis ibadah haji
Setiap jamaah bebas untuk memilih
jenis ibadah haji yang ingin dilaksanakannya. Rasulullah SAW memberi kebebasan
dalam hal itu, sebagaimana terlihat dalam hadis berikut.
Aisyah RA berkata: Kami berangkat beribadah bersama
Rasulullah SAW dalam tahun hajjatul wada. Diantara kami ada yang berihram,
untuk haji dan umrah dan ada pula yang berihram untuk haji. Orang yang berihram
untuk umrah ber-tahallul ketika telah berada di Baitullah. Sedang orang yang
berihram untuk haji jika ia mengumpulkan haji dan umrah. Maka ia tidak
melakukan tahallul sampai dengan selesai dari nahar.
Berikut adalah jenis dan pengertian haji yang dimaksud.
1. Haji ifrad, berarti menyendiri. Pelaksanaan
ibadah haji disebut ifrad bila sesorang bermaksud menyendirikan, baik menyendirikan haji maupun menyendirikan umrah. Dalam hal ini, yang didahulukan
adalah ibadah haji. Artinya, ketika mengenakan pakaian ihram di miqat-nya, orang tersebut berniat
melaksanakan ibadah haji dahulu. Apabila ibadah haji sudah selesai, maka orang
tersebut mengenakan ihram kembali untuk melaksanakan umrah.
2.
Haji tamattu', mempunyai arti bersenang-senang
atau bersantai-santai dengan melakukan umrah terlebih dahulu di bulan-bulah
haji, lain bertahallul. Kemudian mengenakan pakaian ihram lagi untuk
melaksanakan ibadah haji, ditahun yang sama. Tamattu' dapat juga berarti
melaksanakan ibadah didalam bulan-bulan serta didalam tahun yang sama, tanpa
terlebih dahulu pulang ke negeri asal.
3.
Haji qiran, mengandung arti menggabungkan,
menyatukan atau menyekaliguskan. Yang dimaksud disini adalah menyatukan atau
menyekaliguskan berihram untuk melaksanakan ibadah haji dan umrah. Haji qiran
dilakukan dengan tetap berpakaian ihram sejak miqat makani dan melaksanakan
semua rukun dan wajib haji sampai selesai, meskipun mungkin akan memakan waktu
lama. Menurut Abu Hanifah, melaksanakan haji qiran, berarti melakukan dua
thawaf dan dua sa'i.
c. Syarat Syahnya Haji
Dalam hajipun terdapat beberapa syarat yang menjadi rukun
wajib dalam mendapatkan syahnya haji yang di laksanakan, diantaranya adalah :
1.
Agama Islam
2.
Dewasa / baligh (bukan mumayyis)
3.
Tidak gila / waras
4.
Bukan budak (merdeka)
D. Tujuan Ibadah
Tujuan ibadah adalah menghambakan
diri kepada Allah Swt dan mengkonsentrasikan niat kepada-Nya dalam setiap
keadaan. Dengan adanya tujuan ini seseorang akan mencapai derajat yang tinggi
di akhirat. Sedangkan tujuan tambahan adalah agar terciptanya kemaslahatan diri
manusia dan terwujudnya usaha yang baik. Shalat umpamanya, disyari’atkan
pada dasarnya bertujuan untuk menundukkan diri kepada Allah Swt dengan ikhlas,
mengingatkan diri dengan berzikir. Sedangkan tujuan tambahannya antara lain
adalah untuk menghindarkan diri dari perbuatan keji dan munkar.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ibadah
merupakan sikap pasrah dan tunduk total kepada semua aturan Allah dan
rasul-Nya. Dengan demikian, orang yang taat kepada Allah tapi tidak cinta
kepada-Nya belum dikatakan melaksanakan ibadah. Setiap muslim pasti mengetahui
seperti apa perbuatan yang dinamakan ibadah itu. Sebagian besar umat muslim mengetahui
bahwa melakukan shalat, menunaikan zakat, puasa ramadhan, puasa sunnah senin
kamis, sedekah, berdzikir dan masih banyak lagi yang lainnya, merupakan suatu
perbuatan ibadah. Namun dalam mengerjakan ibadah itu bukan berarti hanya
melakukan amaliyah atau tatacara dalam beribadah saja, tetapi hati dan akal
pikiran juga harus ikut beribadah dalam artian hati dan pikiran kita ini hanya
tertuju kepada Allah semata.
Selain itu, dapat kita ketahui bahwa
ibadah itu terbagi menjadi dua bagian yakni ibadah mahdzah dan ibadah ghairu
mahdzah. Ibadah mahdzah adalah suatu ibadah yang sudah jelas dasarnya dan
tatacara pelaksanaanya yang dijelaskan dalam al-qur’an dan hadits. Sedangkan
ibadah ghairu mahdzah adalah suatu ibadah yang ada dasar untuk melakukanu
ibadah tersebut, namun tatacaranya tidak dijelaskan.
Munadi.(2017). Pengantar
Ilmu usul fiqih. Unimal Press. Hlm 71-74
Hanafi.tuntunan sholat lengkap.bintang indonesi
jakarta.Hlm 17
Ibnu
qoyyim al-jauziyah.(2006).tuntunan sholat
rasulullah. Jakarta akbar press
Yusuf
al-Qaradhaw. Hukum Zakat.
Jakarta : Litera Antar Nusa.
Abdullah
bin Muhammad. Meraih Puasa Sempurna.
Jakarta : Pustaka Ibnu Katsir
Nogarsyah moeda
gayo.(2003). Pustaka pintar haji dan
umrah, Inovasi.jakarta
[1] Budiman
Mustofa, Lc. M.P.I dan Nur Sillaturahmah, Lc, Buku Pintar Ibadah
Muslimah, (Surakarta; Shahih, 2011), hlm 36
[5]
Abdullah bin Muhammad. Meraih Puasa
Sempurna. Jakarta : Pustaka Ibnu Katsir
No comments:
Post a Comment