1

loading...

Thursday, November 1, 2018

MAKALAH ETIKA PROFESI GURU




 MAKALAH ETIKA PROFESI GURU

BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Pendidikan berperan mengantarkan suatu bangsa pada satu tujuan mulia untuk mencerdaskan anak bangsa dan meningkatkan taraf kebudayaan bangsa tersebut. Salah satu pernyataan mengatakan bahwa “semakin tinggi dan maju tingkat pendidikan suatu Negara, maka semakin tinggi budaya dan kehidupan sosial warga Negara tersebut”. Terlepas dari benar tidaknya pernyataan ini, dapat diambil satu premis bahwa pentingnya pendidikan akan menentukan nasib suatu bangsa pada suatu waktu yang akan datang. Dengan demikian, tidak ada lagi tawar-menawar bahwa pendidikan merupakan satu prioritas yang harus diutamakan dalam rangka pembangunan danpengembangan suatu bangsa.
Profesi adalah suatu pekerjaan yang dalam melaksanakan tugasnya memerlukan atau  menuntut keahlian, menggunakan teknik-teknik, serta dedikasi yang tinggi. Ciri-ciri atau kriteria suatu profesi ialah adanya kode etik yang dijadikan sebagai satu pedoman perilaku anggota berserta sanksi yang jelas dan tegas terhadap pelanggar kode etik tersebut.Guru memiliki kode etik karena guru merupakan salah satu profesi yang ada di Indonesia berdasarkan UU Nomor 14 Tahun 2005 tentangGuru dan Dosen (Pasal 1).
Dengan Kode Etik Guru Indonesia dapat menempatkan guru sebagai profesi terhormat, mulia, dan bermartabat yang dilindungi undang-undang. Maka dari itu perlu sikap profesional dalam setiap sasaran. Masyarakat akan melihat bagaimana sikap dan perbuatan guru itu sehari-hari, apakah memang ada yang patut ditaladani atau tidak. Di samping itu, bagaimana sikap guru terhadap peraturan perundang-undangan juga menjadi perhatian masyarakat luas. Apalagi saat ini pemerintah banyak mengeluarkan kebijaksanaan-kebijaksanaan yang berhubungan dengan dunia pendidikan. Kebijaksanaan tersebut menjadi peraturan perundang-undangan yang wajib ditaati oleh guru, sebab guru merupakan unsur aparatur negara dan abdi Negara mutlak perlu mematuhi kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan. Hal ini juga dipertegas dalam kode etik guru butir Sembilan bahwa Guru melaksanakan segala kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan (PGRI, 1973). Maka tugas guru akan efektif jika memiliki derajat profesionalitas tertentu yang tercermin dari kompetensi, kemahiran, kecakapan, atau keterampilan yang memenuhi standar mutu atau norma etik tertentu.


2.  Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Etika, Profesi, dan Guru?
2. Apa tujuan Kode Etik?
3. Bagaimana Kode Etik profesi keguruan?
4. Bagaimana Kode Etik Guru pada Peraturan Perundang-Undangan?
5. Apa Rumusan Kode Etik Guru Indonesia?

3. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui pengertian Etika, Profesi, dan Guru
2. Mengetahui tujuan Kode Etik
3. Mengetahui Kode Etik profesi keguruan
4. Mengetahui Kode Etik Guru pada Peraturan Perundang-Undangan
5. Mengetahui Rumusan Kode Etik Guru Indonesia

4  Manfaat Penulisan
Adapun manfaat utama penulisan pembuatan makalah ini ialah sebagai berikut, yaitu:
1. Untuk memenuhi tugas kelompok dari mata kuliah Pofesi Pendidikan.
2. Untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan khususnya tentang Etika Profesi Guru

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Etika, Profesi, dan Guru
1. Etika
a.       Pengertian
Etika (Etimologi), berasal dari bahasa Yunani adalah “Ethos”, yang berarti, karakter, watak, kesusilaan atau adat kebiasaan (custom). Sebagai suatu subyek, etika akan berkaitan dengan konsep yang dimiliki oleh individu ataupun kelompok untuk menilai apakah tindakan-tindakan yang telah dikerjakannya itu salah atau benar, buruk atau baik.
Etika (ethic) bermakna sekumpulan azas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak, tata cara (adat, sopan santun) nilai mengenai benar dan salah tentang hak dan kewajiban yang dianut oleh suatu golongan atau masyarakat.
Etika, pada hakikatnya merupakan dasar pertimbangan dalam pembuatan keputusan tentang moral manusia dalam interaksi dengan lingkungannya. Secara umum etika dapat diartikan sebagai suatu disiplin filosofis yang sangat diperlukan dalam interaksi sesama manusia dalam memilih dan memutuskan pola-pola perilaku yang sebaik-baiknya berdasarkan timbangan moral-moral yang berlaku. Dengan adanya etika, manusia dapat memilih dan memutuskan perilaku yang paling baik sesuai dengan norma-norma moral yang berlaku. Dengan demikian akan terciptanya suatu pola-pola hubungan antar manusia yang baik dan harmonis, seperti saling menghormati, saling menghargai, tolong menolong, dsb. Sebagai acuan pilihan perilaku, etika bersumber pada norma-norma moral yang berlaku. Sumber yang paling mendasar adalah agama sebagai sumber keyakinan yang paling asasi, filsafat hidup (di negara kita adalah Pancasila), budaya masyarakat, disiplin keilmuan dan profesi. Dalam dunia pekerjaan, etika sangat diperlukan sebagai landasan perilaku kerja para guru dan tenaga kependidikan lainnya. Dengan etika kerja itu, maka suasana dan kualitas kerja dapat diwujudkan sehingga menghasilkan kualitas pribadi dan kinerja yang efektif, efisien, dan produktif.
Menurut KBBI : Etika dirumuskan dalam 3 arti yaitu tentang apa yang baik dan apa yang buruk, nilai yang berkenaan dengan akhlak, dan nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.
Menurut Sumaryono (1995) : Etika berkembang menjadi studi tentang manusia berdasarkan kesepakatan menurut ruang dan waktu yang berbeda, yang menggambarkan perangai manusia dalam kehidupan manusia pada umumnya. Selain itu etika juga berkembang menjadi studi tentang kebenaran dan ketidakbenaran berdasarkan kodrat manusia yang diwujudkan melalui kehendak manusia.
b.      Macam-Macam Etika
Ada dua macam etika yang harus kita pahami bersama dalam menentukan baik dan buruknya prilaku manusia :
1)      Etika Deskriptif, yaitu etika yang berusaha meneropong secara kritis dan rasional sikap dan prilaku manusia dan apa yang dikejar oleh manusia dalam hidup ini sebagai sesuatu yang bernilai. Etika deskriptif memberikan fakta sebagai dasar untuk mengambil keputusan tentang prilaku atau sikap yang mau diambil.
2)      Etika Normatif, yaitu etika yang berusaha menetapkan berbagai sikap dan pola prilaku ideal yang seharusnya dimiliki oleh manusia dalam hidup ini sebagai sesuatu yang bernilai. Etika normatif memberi penilaian sekaligus memberi norma sebagai dasar dan kerangka tindakan yang akan diputuskan.
Etika secara umum dapat dibagi menjadi :
a)      Etika Umum, berbicara mengenai kondisi-kondisi dasar bagaimana manusia bertindak secara etis, bagaimana manusia mengambil keputusan etis, teori-teori etika dan prinsip-prinsip moral dasar yang menjadi pegangan bagi manusia dalam bertindak serta tolak ukur dalam menilai baik atau buruknya suatu tindakan. Etika umum dapat di analogkan dengan ilmu pengetahuan, yang membahas mengenai pengertian umum dan teori-teori.
b)      Etika Khusus, merupakan penerapan prinsip-prinsip moral dasar dalam bidang kehidupan yang khusus. Penerapan ini bisa berwujud : Bagaimana saya mengambil keputusan dan bertindak dalam bidang kehidupan dan kegiatan khusus yang saya lakukan, yang didasari oleh cara, teori dan prinsip-prinsip moral dasar. Namun, penerapan itu dapat juga berwujud : Bagaimana saya menilai perilaku saya dan orang lain dalam bidang kegiatan dan kehidupan khusus yang dilatarbelakangi oleh kondisi yang memungkinkan manusia bertindak etis : cara bagaimana manusia mengambil suatu keputusan atau tidanakn, dan teori serta prinsip moral dasar yang ada dibaliknya. Etika Khusus dibagi lagi menjadi dua bagian :
a)  Etika individual, yaitu menyangkut kewajiban dan sikap manusia terhadap dirinya sendiri.
b)  Etika sosial, yaitu berbicara mengenai kewajiban, sikap dan pola perilaku manusia sebagai anggota umat manusia.
Perlu diperhatikan bahwa etika individual dan etika sosial tidak dapat dipisahkan satu sama lain dengan tajam, karena kewajiban manusia terhadap diri sendiri dan sebagai anggota umat manusia saling berkaitan. Etika sosial menyangkut hubungan manusia dengan manusia baik secara langsung maupun secara kelembagaan (keluarga, masyarakat, negara), sikap kritis terhadap pandangan-pandangan dunia dan idiologi-idiologi maupun tanggung jawab umat manusia terhadap lingkungan hidup.

2. Profesi
Secara etimologi, istilah profesi berasal dari bahasa Inggris yaitu profession atau bahasa latin, profecus, yang artinya mengakui, adanya pengakuan, menyatakan mampu, atau ahli dalam melakukan suatu pekerjaan. Sedangkan secara terminologi, profesi berarti suatu pekerjaan yang mempersyaratkan pendidikan tinggi bagi pelakunya yang ditekankan pada pekerjaan mental; yaitu adanya persyaratan pengetahuan teoritis sebagai instrumen untuk melakukan perbuatan praktis, bukan pekerjaan manual (Danin, 2002). Jadi suatu profesi harus memiliki tiga pilar pokok, yaitu pengetahuan, keahlian, dan persiapan akademik.
Profesi adalah suatu pekerjaan yang dalam melaksanakan tugasnya memerlukan atau menuntut keahlian (expertise), menggunakan teknik-teknik ilmiah, serta dedikasi yang tinggi. Keahlian diperoleh dari lembaga pendidikan yang khusus diperuntukkan untuk itu dengan kurikulum yang dapat dipertanggung jawabkan.
Menurut Webstar (1989), Profesi adalah suatu bidang pekerjaan yang ingin ditekuni oleh seseorang. Profesi juga diartikan sebagai suatu pekerjaan tertentu yang mensyaratkan pengetahuan dan keterampilan khusus yang didapat dari pendidikan akademis yang intensif. Dari pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa profesi merupakan pekerjaan yang tidak sembarang orang bisa melakukannya dan dari pengertian tersebut dapat dilihat syarat-syarat suatu pekerjaan dapat dikatakan profesi, yakni :
·         Adanya ilmu pengetahuan yang mendasari teknik dan prosedur kerja yang diperoleh melalui pendidikan dan latihan khusus.
·         Adanya kode etik profesi.
·         Adanya pengakuan Formal Legalistik dari masyarakat dan pemerintah.
·         Adanya organisasi yang memayungi pelaku profesi serta melindungi masyarakat dari layanan yang tidak semestinya.
Pekerjaan tidak sama dengan profesi. Istilah yang mudah dimengerti oleh masyarakat awam adalah: sebuah profesi sudah pasti menjadi sebuah pekerjaan, namun sebuah pekerjaan belum tentu menjadi sebuah profesi. Profesi memiliki mekanisme serta aturan yang harus  dipenuhi sebagai suatu ketentuan, sedangkan kebalikannya, pekerjaan tidak memiliki aturan yang rumit seperti itu. Hal inilah yang harus diluruskan di masyarakat, karena hampir semua orang menganggap bahwa pekerjaan dan profesi adalah sama.

3. Guru
Kata guru menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia berbunyi: Guru adalah orang yang kerjanya mengajar seperti guru agama, guru bantu, guru besar, maha guru, guru kepala dan guru mengaji. Pengertian guru seperti disebutkan pada defenisi menurut kamus di atas, sebenarnya merupakan pengertian yang global. Namun untuk lebih mengkhususkan pengertian kita tentang guru secara rinci, berikut disajikan defenisinya. Guru adalah :
a)   Seorang anggota masyarakat yang berkompeten dan memperoleh kepercayaan untuk melaksanakan tugas pengajaran transfer nilai kepada murid.
b)  Suatu jabatan profesional melaksanakan atas dasar kode etik profesi.
c)  Suatu kedudukan fungsional melaksanakan tugas atau tanggung jawab sebagai pengajar, pemimpin dan orang tua.
B. Tantangan Guru
Di tengah tuntutan, tantanan serta berbagai persoalan kegagagalan di bidang pendidikan, guru merupakan pihak yang paling tertuduh atau sosok guru merupakan orang paling dimintai pertanggungjawabannya. Perbaikan dan evaluasi pada kemampan seorang guru, seolah menjadi hal yang logis untuk dilakukan ertama kali dalam memecahkan persoalan bidang pendidikan. Dengan prinsip pemblajaran inovatif, seorang guru akan mampu memfasilitasi siswanya untuk mengembangkan diri dan terjun di tengah masyarakatnya.
Hal ini dapat dipahami dengan memerhatikan beberapa prinsip pembelajaran inovatif, yaitu:
(a) pembelajaran, bukan pengajaran;
(b) guru sebagai fasilitator, bukan instruktur;
(c) siswa sebagai subjek, bukan objek;
(d) multimedia, bukan monomedia;
(e) sentuhan manusiawi, bukan hewani;
(f) materi bermakna bagi siswa, bukan sekadar dihafal;
(g) keterlibatan siswa partisipasif, bukan pasif.
Selain memberikan beberapa prinsip dasar, pembelajaran inovatif juga menekankan adanya pola dan strategi pendidikan yang utuh, menitikbertakan pada tercipanya kesadaran peserta didik pada dirinya sendiri dan lingkungannya.
Keberanian seorang guru untuk berinovasi akan membentuk karakternya menjadi kreatif dan berdampak tidak hanya pada pola komunikasi pembelajaran, bahan dan alat pembelajaran tetapi juga akan membentuk suasana pembelajaran yang menyenangkan (enjoy learning). Pembelajaran yang mampu mentransformasikan ilmu sekaligus mampu membetuk karakter siswa yang manusiawi.
Metode yang dapat digunakan oleh seorang guru kreatif akan membangun suasana yang manusiawi dalam kelas sehingga suasana kelas tidak lagi hadir sebagai ruang yang dijejali teori, konsep dan tugas dari guru saja, tetapi ruang kelas yang mampu menggali potensi siswa dan menjernihkan nalar pikir siswa dalam memahami dan mengaplikasikan kemampuan untuk dirinya sendiri dan lingkungannya.
Kreatifitas guru tentunya terletak pada kekayaannya memiliki metode dan aneka model pembelajaran, serta untuk memilih metode dan ragam pembelajaran yang akan digunakan di setiap waktu yang berbeda.
C.  Faktor-faktor Tantangan Profesi Guru
Beberapa faktor yang berkaitan dengan beratnya tantangan yang dihadapi oleh profesi keguruan dalam usaha untuk meningkatkan kewibawaannya di mata masyarakat [Dedi Supriadi, (1999:104-106)] sebagai berikut:
  1. Berkenaan dengan definisi profesi keguruan, masih ada kekurangjelasan tentang definisi profesi keguruan, bidang garapannya yang khas, dan tingkat keahlian yang dituntut dari pemegang profesi ini.
Profesi keguruan berbeda misalnya dengan profesi kedokteran yang bidang tugas dan tingkat keahlian yang di tuntut oleh profesi telah begitu jelas serta di rinci sedemikian rupa.
  1. Kenyataan yang terjadi sepanjang sejarah profesi keguruan menunjukan bahwa desakan kebutuhan masyarakat dan sekolah akan guru, maka profesi ini tidak cukup terlindungi dari terjadinya gangguan dari luar. Di masa lalu bahkan hingga dewasa ini, ada kesan bahwa siapapun boleh berdiri di muka kelas untuk mengajar tanpa mempedulikan latar belakang dan tingkat pendidikannya.
Di zaman kemerdekaan, asal seseorang bisa menulis, membaca, dan berhitung, dan mau membagikan kemauannya kepada orang lain, dapat langsung berdiri di muka kelas. Di samping itu, kualifikasi pendidikan guru kita amat beragam, mulai hanya lulusan SLTP hingga S-3. Dapat dibayangkan betapa sulitnya menarik suatu generalisasi utuh tentang tingkat profesionalisme guru. Sekali lagi, bandingkan misalnya dengan profesi kedokteran yang anggotanya hanya terdiri atas dokter dengan kualifikasi pendidikan yang jelas dan seragam.
  1. penambahan jumlah guru secara besar-besaran membuat sulitnya standar mutu guru dikendalikan dan dijaga. Hal ini terjadi hampir pada setiap jenjang dan jenis pendidikan. Akibatnya, ada anggapan seakan-akan tidak ada relevansinya untuk berbicara tentang profesionalisme guru di tengah mendesaknya kebutuhan akan guru dalam jumlah besar.
  2. PGRI sendiri cenderung bergerak di “pertengahan” antara pemerintah dan guru-guru, PGRI belum banyak aktif melakukan kegiatan-kegiatan yang secara sistematis dan langsung berkaitan dengan peningkatan profesionalisme guru; misalnya melalui penerbitan profesional dan kegiatan ilmiah lainnya.
Kurang dana, langkanya tenaga profesional untuk mengkonsumsi penerbit profesional, menjadi sebab sulitnya PGRI bergerak kearah itu.
Hal serupa juga berlaku dalam upaya memperjuangkan nasib para guru. Diakui bahwa beberapa tahun terakhir PGRI makin aktif menyuarakan aspirasi guru, namun secara umum tidak berlebihan bila dikatakan bahwa PGRI harus berbuat banyak untuk menjadi penyalur dan penyambung lidah para guru dalam menyampaikan inspirasinya untuk memperbaiki statusnya.
Baik sebagai wahana untuk meningkatkan profesionalisme maupun untuk memperjuangkan nasib guru, PGRI memang masih sebelum “secanggih” organisasi serupa di negara lain. Misalnya, NEA (National Educational Association) di AS benar-benar aktif melakukan pembinaan terhadap profesionalisme guru, sedangkan AFT (American Federation Of Teacher) lebih berurusan dengan upaya perjuangan hak-hak guru. Guru-guru yang kurang puas dengan kondisi kerja banyak bergabung dengan AFT. Di Inggris, NUT (National Teacher Union) merupakan kekuatan yang ampuh baik sebagai sarana untuk pembinaan profesionalisme guru maupun dalam mempengaruhi opini publik tentang pendidikan dan guru.
  1. Tuntutan dan harapan masyarakat yang terus meningkat dan berubah membuat guru makin ditantang. Perubahan yang terjadi dalam masyarat melahirkan tuntutan-tuntutan baru terhadap peran (role expectation) yang seharusnya dimainkan oleh guru. Akibatnya, setiap penambahan kemampuan guru selalu berpacu dengan meningkatnya kemampuan dan harapan masyarakat tersebut yang kadang-kadang lebih cepat dari kemampuan guru untuk memenuhinya. Masalah terjadi apabila harapan atas peran guru bertambah, sementara kemampuan guru memenuhinya terbatas. Bila di masa lalu guru menjadi sumber utama untuk menjawab ketidaktahuan siswa, sekarang bukan lagi. Dirumah tersedia radio, televisi, surat kabar, bahkan komputer dan internet. Didalam situasi demikian, tidak mudah menegakkan profesi keguruan.
D.  Tujuan Kode Etik
            Pada dasarnya tujuan merumuskan kode etik dalam suatu profesi adalah untuk kepentingan anggota dan kepentingan organisasi profesi itu sendiri. Secara umum tujuan kode etik adalah sebagai berikut:
a)      Untuk Menjunjung Tinggi Martabat Profesi
Dalam hal ini kode etik dapat menjaga pandangan dan kesan dari pihak luar atau masyarakat, agar mereka tidak memandang rendah atau remeh terhadap profesi yang bersangkutan. Dari segi ini, kode etik juga seringkali disebut Kode Kehormatan.
b)      Untuk Menjaga dan Memelihara Kesejahteraan para Anggotanya
Dalam hal kesejahteraan lahir para anggota profesi, kode etik umumnya memuat larangan-larangan kepada para anggotanya untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang merugikan kesejahteraan para anggotanya. Dalam hal kesejahteraan batin para anggota pofesi, kode etik umumnya memberi petunjuk-petunjuk kepada para anggotanya untuk melaksanakan profesinya. Kode etik juga mengandung peraturan-peaturan yang bertujuan membatasi tingkah laku yang tidak pantas atau tidak jujur bagi para anggota profesi dalam berinteraksi dengan sesama rekan anggota pofesi.
c)      Untuk Meningkatkan Pengabdian para Anggota Profesi
Tujuan kode etik dapat juga berkaitan dengan peningkatan kegiatan pengabdian profesi, sehingga bagi para anggota profesi dapat dengan mudah mengetahui tugas dan tanggung jawab pengabdiannya dalam melaksanakan tugasnya.
d)     Untuk Meningkatkan Mutu Profesi
Untuk meningkatkan mutu profesi kode etik memuat norma-norma dan anjuran agar para anggota profesi selalu berusaha untuk meningkatkan mutu pengabdian para anggotanya.
e)      Untuk Meningkatkan Mutu Organisasi Profesi
Untuk meningkatkan mutu oganisasi profesi, maka diwajibkan kepada setiap anggota untuk secara aktif berpartisipasi  dalam membina organisasi profesi dan kegiatan-kegiatan yang dirancang organisasi.

E. Kode Etik Profesi Keguruan
            Kode etik merupakan norma dan asas yang disepakati dan diterima oleh guru-guru Indonesia sebagai pedoman sikap dan perilaku dalam melaksanakan tugas profesi sebagai pendidik, anggota masyarakat, dan warg negara.
            Sebagai pedoman sikap dan perilaku kode etik ini bertujuan menempatkan guru sebagai profesi terhormat, mulia, dan bermartabat yang dilindungi undang-undang. Kode etik dimaksud berfungsi sebagai seperangkat prinsip dan norma moral yang melandasi pelaksanaan tugas dan layanan profesional guru dalam hubungannya dengan peserta didik, orang tua/wali siswa, sekolah dan rekan seprofesi, organisasi profesi, dan pemerintah sesuai dengan nilai-nilai agama, pendidikan, sosial, etika, dan kemanusiaan.
            Bagi guru komitmen terhadap kode etik adalah kode etik tidak boleh dilanggar, baik disengaja maupun tidak. Setiap pelanggaran adalah perilaku menyimpang dan/atau tidak melaksanakan Kode Etik Guru Indonesia dan ketentuan perundangan yang berlaku yang berkaitan dengan profesi guru. Guru yang melanggar Kode Etik Guru Indonesia dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku pada organisasi profesi atau menurut aturan negara. Jenis pelanggaran meliputi pelanggaran ringan, sedang, dan berat.
            Pemberian rekomendasi sanksi terhadap guru yang melakukan pelanggaran terhadap Kode Etik Guru Indonesia merupakan wewenang Dewan Kehormatan Guru Indonesia (DKGI) dan wajib dilaksanakan oleh organisasi profesi guru. Pemberian sanksi oleh DKGI sebagaimana harus objektif, tidak diskriminatif, dan tidak bertentangan dengan anggaran dasar organisasi profesi serta peraturan perundang-undangan. Sanksi dimaksud merupakan upaya pembinaan kepada guru yang melakukan pelanggaran dan untuk menjaga harkat dan martabat profesi guru.

F. Kode Etik Guru Pada Peraturan Perundang-Undangan
            Menurut undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian. Pasal 28 Undang-Undang ini dengan jelas menyatakan bahwa “Pegawai Negeri Sipil mempunyai Kode Etik sebagai pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan di dalam dan di luar kedinasan.” Dalam penjelasan Undang-Undang tersebut dinyatakan bahwa dengan adanya Kode Etik ini, Pegawai Negeri Sipil sebagai aparatur negara, abdi negara, dan abdi masyarakat mempunyai pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan dalam melaksanakan tugasnya dan dalam pergaulan hidup sehari-hari. Selanjutnya, dalam Kode Etik Pegawai Negeri Sipil itu digariskan pula prinsip-prinsip pokok tentang pelaksanaan tugas dan tanggung jawab pegawai negeri. Dari uraian ini dapat kita simpulkan, bahwa kode etik merupakan pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan didalam melaksanakan tugas dan dalam hidup sehari-hari.
Pada butir kesembilan Kode Etik Guru Indonesia disebutkan bahwa “Guru melaksanakan segala kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan”. Dengan jelas bahwa dalam kode etik tersebut diatur bahwa guru di Indonesia harus taat akan peraturan perundang-undangan yang di buat oleh pemerintah dalam hal ini Departemen Pendidikan Nasonal.
Guru merupakan aparatur negara dan abdi negara dalam bidang pendidikan. Oleh karena itu, guru mutlak harus mengetahui kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan dan melaksanakannya sebagaimana aturan yang berlaku. Sebagai contoh pemerintah mengeluarkan kebijakan yaitu mengubah kurikulum dari kurikulum 1994 menjadi kurikulum 2004 atau kurikulum berbasis kompetensi dan kemudian diubah lagi menjadi KTSP dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan.
Dalam kurikulum tersebut, secara eksplisit bahwa hendaknya guru menggunakan pendekatan kontekstual dalam pembelajarannya. Seorang guru yang profesional taat akan peraturan yang berlaku dengan cara menerapkan kebijakan pendidikan yangbaru tersebut dan akan menerima tantangan baru tersebut, yang nantinya diharapkan akan dapat memacu produktivitas guru dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan nasional.
G. Rumusan Kode Etik Guru Indonesia
            Kode Etik Guru Indonesia dapat dirumuskan sebagai himpunan nilai-nilai dan norma-norma profesi guru yang tersusun dengan baik dan sistematik dalam suatu sistem yang utuh dan bulat. Fungsi Kode Etik Guru Indonesia adalah sebagai landasan moral dan pedoman tingkah laku setiap guru dalam menunaikan tugas pengabdiannya sebagai guru, baik di dalam maupun di luar sekolah serta dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat. Dengan demikian maka Kode Etik Guru Indonesia merupakan alat yang amat penting  untuk pembentukan sikap profesional para anggota profesi keguruan.
            Sebagaimana halnya dengan profesi lainnya, Kode Etik Guru Indonesia ditetapkan dalam suatu kongres yang dihadiri oleh seluruh utusan Cabang dan Pengurus Daerah PGRI dari seluruh penjuru tanah air, pertama dalam Kongres XIII di Jakarta tahun 1973, dan kemudian disempunakan dalam kongres PGRI XVI tahun 1989 juga di Jakarta. Adapun teks Kode Etik Guru Indonesia yang telah disempurnakan tersebut adalah sebagai berikut:
KODE ETIK GURU INDONESIA
Guru Indonesia menyadari, bahwa pendidikan adalah bidang pengadian terhadap Tuhan Yang Maha Esa, bangsa, dan negara, serta kemanusaan pada umumnya. Guru Indonesia yang berjiwa Pancasila dan setiap pada Undang-Undang Dasar 1945, turut bertanggung jawab atas terwujudny cita-cita Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945. Oleh sebab itu, Guru Indonesia terpanggil untuk menunaikan karyanya memedomani dasar-dasr sebagai berikut:
1.     Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila.
2.      Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran profesional.
3.      Guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan melakukan bimbingan dan pembinaan.
4.      Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses belajar-mengajar.
5.     Guru memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan masyarakat sekitarnya untuk membina peran serta dan rasa tanggung jawab bersama terhadap pendidik.
6.     Guru secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya.
7.     Guru memelihara hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan, dan kesetiakawanan sosial.
8.     Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian.
9.      Guru melaksanakan segala kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan.

BAB III
PENUTUP
A.     Kesimpulan
            Kode Etik Keguruan merupakan pedoman sikap dan perilaku yang bertujuan menempatkan guru sebagai profesi terhormat, mulia, dan bermanfaat yang dilindungi Undang-undang untuk  mengatur hubungan guru dengan teman kerja, murid, dan wali murid, pimpinan dan masyarakat serta dengan misi tugasnya.
Kode etik guru Indonesia berfungsi sebagai landasan moral dan pedoman tingkah laku setiap guru dalam menjalankan tugas pengabdiannya sebagai guru, baik didalam maupun di luar sekolah serta dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat . Seperti yang kita ketahui bahwa guru juga termasuk pegawai pemerintah . Oleh karena itu ada undang-undang tersendiri yang mengatur tentang kode etik kepegawaian yang terdapat dalam undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian. Pasal 28 Undang-Undang ini dengan jelas menyatakan bahwa “Pegawai Negeri Sipil mempunyai Kode Etik sebagai pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan di dalam dan di luar kedinasan.” Dalam penjelasan Undang-Undang tersebut dinyatakan bahwa dengan adanya Kode Etik ini, Pegawai Negeri Sipil sebagai aparatur negara, abdi negara, dan abdi masyarakat mempunyai pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan dalam melaksanakan tugasnya dan dalam pergaulan hidup sehari-hari.

B.     Saran
Penulis memberikan saran yang ditujukan untuk :
1.      Masyarakat, terutama bagi para guru indonesia agar lebih memperhatikan kode etik kepegawaian, sehingga tidak ada lagi terdengar kasus-kasus yang terkait dengan pendidikan di Indonesia.
2.      Para calon guru di harapkan mempelajari dan memahami tentang profesi keguruan terutama tentang kode etik guru, sehingga kedepannya diharapkan kualitas pendidikan menjadi lebih baik.


DAFTAR PUSTAKA

Agung, Iskandar. 2012. Menghasilkan Guru Kompetensi dan Profesional. Jakarta: Bee Media   Indonesia
Bulnadi, Satudipura. 1986. Kompetensi Guru dan Kode Etik. Bandung: Angkasa.
Denim, Sudarman. 2010. Profesionalisasi Implementasi Kurikulum KTSP dan Sukses dalam  Sertifikasi Guru. Jakarta: Rajawali pers
Muhammad, Abdulkadir. 1996. Etika Profesi Hukum.  Bandung: Citra Aditya Bakti
Mulyasa,E. (2006). Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan. Bandung : Remaja Rosdakarya 
Mulyasa, E. (2007). Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru. Bandung : Remaja Rosdakarya 
Supriadi, Dedi. (1998). Mengangkat Citra dan Martabat Guru. Yogyakarta : Adicita Karya Nusa 
Surya, Mohamad. (2003). Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran. Bandung : Yayasan Bhakti Winaya
Uftitahir.http://www.perkembangan-profesi-guru.com (Diakses pada tanggal 25 september 2017)
Millan,s.http://www.kode-etik-seorang.com (Diakses pada tanggal 25 september 2017)


No comments:

Post a Comment