1

loading...

Thursday, November 1, 2018

MAKALAH ILMU TAUHID: PENGARUH IMAN KEPADA QADHA’ DAN QADAR DALAM MENGHASILKAN DAYA KEKUATAN DAN PERKEMBANGAN ISLAM

MAKALAH ILMU TAUHID: PENGARUH IMAN KEPADA QADHA’ DAN QADAR  DALAM MENGHASILKAN DAYA KEKUATAN  DAN PERKEMBANGAN ISLAM


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
Hidup ini memang penuh dengan warna. Dan ingatlah  bahwa hakikat warna-warni kehidupan yang sedang kita jalani di dunia ini telah Allah tuliskan (tetapkan) dalam kitab “Lauhul Mahfudz” yang terjaga rahasianya dan tidak satupun makhluk Allah yang mengetahui isinya. Semua kejadian yang telah terjadi adalah kehendak dan kuasa Allah SWT.Begitu pula dengan bencana-bencana yang akhir-akhir ini sering menimpa bangsa kita. Gempa, tsunami, tanah longsor, banjir, angin ribut dan bencana-bancana lain yang telah melanda bangsa kita adalah atas kehendak, hak, dan kuasa Allah SWT.Dengan bekal keyakinan terhadap takdir yang telah ditentukan oleh Allah SWT, seorang mukmin tidak pernah mengenal kata frustrasi dalam kehidupannya, dan tidak berbangga diri dengan apa-apa yang telah diberikan Allah SWT.
Kematian, kelahiran, rizki, nasib, jodoh, bahagia, dan celaka telah ditetapkan sesuai ketentuan-ketentuan Ilahiah yang tidak pernah diketahui oleh manusia. Dengan tidak adanya pengetahuan tentang ketetapan dan ketentuan Allah ini, maka kita harus berlomba-lomba menjadi hamba yang saleh-muslih, dan berusaha keras untuk menggapai cita-cita tertinggi yang diinginkan setiap muslim yaitu melihat Rabbul’alamin dan menjadi penghuni Surga.
Keimanan seorang mukmin yang benar harus mencakup enam rukun.Yang terakhir adalah beriman terhadap takdir Allah, baik takdir yang baik maupun takdir yang buruk.Salah memahami keimanan terhadap takdir dapat berakibat fatal, menyebabkan batalnya keimanan seseorang. Terdapat beberapa permasalahan yang harus dipahami oleh setiap muslim terkait masalah takdir ini.



B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan iman qada’ dan qadar?
2.      Apa fungsi beriman kepada qada’dan qadar Allah SWT?
3.      Bagaimana ciri – ciri orang yang beriman kepada qada’ dan qadar?
4.      Apa pengaruh pengaruh iman kepada qada’ dan qadar dalam menghasilkan daya kekuatan dan perkembangan Islam?
5.      Bagaimana hikmah bagi orang yang beriman kepada qada’ dan qadar?

C.    Tujuan Makalah
1.      Untuk memahami iman kepada qada’ dan qadar
2.      Untuk memahami fungsi iman kepada qada’ dan qadar
3.      Untuk mengetahui ciri-ciri orang yang beriman kepada qada’ dan qadar
4.      Untuk mengetahui pengaruh iman kepada qada’ dan qadar dalam menghasilkan daya kekuatan dan perkembangan Islam.
5.      Untuk mengetahui hikmah bagi orang yang beriman kepada qada’ dan   qadar.















BAB II
PEMBAHASAN

A.    Iman Kepada Qadha’ Dan Qadar
Keimanan seorang mukmin yang benar harus mencakup enam rukun.Yang terakhir adalah beriman terhadap takdir Allah, baik takdir yang baik maupun takdir yang buruk.  Salah memahami keimanan terhadap takdir dapat berakibat fatal, menyebabkan batalnya keimanan seseorang. Terdapat beberapa permasalahan yang harus dipahami oleh setiap muslim terkait masalah takdir ini. Semoga paparan ringkas ini dapat membantu kita untuk memahami keimanan yang benar terhadap takdir Allah. Wallahul musta’an.
1.      Qadha’ dan Qadar
Dalam pembahasan takdir, kita sering mendengar istilah qodho’ dan qodar. Dua istilah yang serupa tapi tak sama. Mempunyai makna yang sama jika disebut salah satunya, namun memiliki makna yang berbeda tatkala disebutkan bersamaan. Jika disebutkan qadha’ saja maka mencakup makna qadar, demikian pula sebaliknya.Namun jika disebutkan bersamaan, maka qadha’ maknanya adalah sesuatu yang telah ditetapkan Allah pada makhluk-Nya, baik berupa penciptaan, peniadaan, maupun perubahan terhadap sesuatu.Sedangkan qodar maknanya adalah sesuatu yang telah ditentukan Allah sejak zaman azali, dengan demikian qadar ada lebih dulu kemudian disusul dengan qadha’.
Pengertian Qadha dan Qadar Menurut bahasa  Qadha memiliki beberapa pengertian yaitu: hukum, ketetapan, kehendak, pemberitahuan, penciptaan. Menurut istilah Islam, yang dimaksud dengan qadha adalah ketetapan Allah sejak zaman Azali sesuai dengan iradah-Nya tentang segala sesuatu yang berkenan dengan makhluk. Sedangkan Qadar, arti qadar menurut bahasa adalah: kepastian, peraturan, ukuran. Adapun menurut Islam qadar perwujudan atau kenyataan ketetapan Allah terhadap semua makhluk dalam kadar dan berbentuk tertentu sesuai dengan ridah-Nya. Artinya: yang kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi, dan Dia tidak mempunyai anak, dan tidak ada sekutu bagiNya dalam kekuasaan(Nya), dan dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya (QS .Al-Furqan ayat 2).[1]
2.      Definisi qadha’ dan qadar serta kaitan di antara keduanya
a.       Qadar
Qadar, menurut bahasa yaitu: Masdar (asal kata) dari qadara-yaqdaru-qadaran, dan adakalanya huruf daal-nya disukunkan (qa-dran). Ibnu Faris berkata, “Qadara: qaaf, daal dan raa’ adalah ash-sha-hiih yang menunjukkan akhir/puncak segala sesuatu. Maka qadar adalah: akhir/puncak segala sesuatu. Dinyatakan: Qadruhu kadza, yaitu akhirnya. Demikian pula al-qadar, dan qadartusy syai’ aqdi-ruhu, dan aqduruhu dari at-taqdiir.”[2]
Qadar (yang diberi harakat pada huruf daal-nya) ialah: Qadha’ (kepastian) dan hukum, yaitu apa-apa yang telah ditentukan Allah Azza wa Jalla dari qadha’ (kepastian) dan hukum-hukum dalam berbagai perkara Takdir adalah: Merenungkan dan memikirkan untuk menyamakan sesuatu. Qadar itu sama dengan Qadr, semuanya bentuk jama’nya ialah Aqdaar. Qadar, menurut istilah ialah: Ketentuan Allah yang berlaku bagi semua makhluk, sesuai dengan ilmu Allah yang telah terdahulu dan dikehendaki oleh hikmah-Nya. Atau: Sesuatu yang telah diketahui sebelumnya dan telah tertuliskan, dari apa-apa yang terjadi hingga akhir masa. Dan bahwa Allah Azza wa Jalla telah menentukan ketentuan para makhluk dan hal-hal yang akan terjadi, sebelum diciptakan sejak zaman azali.
Allah Subhanahu wa Ta’ala pun mengetahui, bahwa semua itu akan terjadi pada waktu-waktu tertentu sesuai dengan pengetahuan-Nya dan dengan sifat-sifat tertentu pula, maka hal itu pun terjadi sesuai dengan apa yang telah ditentukan-Nya. Atau: Ilmu Allah, catatan (takdir)-Nya terhadap segala sesuatu, kehendak-Nya dan penciptaan-Nya terhadap segala sesuatu tersebut.
b.      Qadha’
Qadha’, menurut bahasa ialah: Hukum, ciptaan, kepastian dan penjelasan. Asal (makna)nya adalah: Memutuskan, menentukan sesuatu, mengukuhkannya, menjalankannya dan menyelesaikannya. Maknanya adalah mencipta.[3]
c.       Kaitan Antara Qadha’ dan Qadar
Dikatakan, bahwa yang dimaksud dengan qadar ialah takdir, dan yang dimaksud dengan qadha’ ialah penciptaan. Yakni, menciptakan semua itu.
Qadha’ dan qadar adalah dua perkara yang beriringan, salah satunya tidak terpisah dari yang lainnya, karena salah satunya berkedudukan sebagai pondasi, yaitu qadar, dan yang lainnya berkedudukan sebagai bangunannya, yaitu qadha’. Barangsiapa bermaksud untuk memisahkan di antara keduanya, maka dia bermaksud menghancurkan dan merobohkan bangunan tersebut.
Dikatakan pula sebaliknya, bahwa qadha’ ialah ilmu Allah yang terdahulu, yang dengannya Allah menetapkan sejak azali. Sedangkan qadar ialah terjadinya penciptaan sesuai timbangan perkara yang telah ditentukan sebelumnya.Ibnu Hajar al-Asqalani berkata, “Mereka, yakni para ulama mengatakan, ‘Qadha’ adalah ketentuan yang bersifat umum dan global sejak zaman azali, sedangkan qadar adalah bagian-bagian dan perincian-perincian dari ketentuan tersebut.”
Dikatakan, jika keduanya berhimpun, maka keduanya berbeda, di mana masing-masing dari keduanya mempunyai pengertian sebagaimana yang telah diutarakan dalam dua pendapat sebelumnya, dimana jika salah satu dari kedunya disebutkan sendirian, maka yang lainnya masuk di dalam (pengertian)nya.


d.      Hubungan antara Qadha’ dan Qadar
Pada uraian tentang pengertian qadha’ dan qadar dijelaskan bahwa antara qadha’ dan qadar selalu berhubungan erat .Qadha’ adalah ketentuan, hukum atau rencana Allah sejak zaman azali.Qadar adalah kenyataan dari ketentuan atau hukum Allah.Jadi hubungan antara qadha qadar ibarat rencana dan perbuatan.[4]

B.     Fungsi Iman Kepada Qadha’ dan Qadar
Allah SWT mewajibkan umat manusia untuk beriman kepada qada dan qadar (takdir), yang tentu mengandung banyak fungsi (hikmah atau manfaat), yaitu antara lain :[5]
1.      Memperkuat keyakinan bahwa Allah SWT, pencipta alam semesta adalah tuhan Yang Maha Esa , maha kuasa, maha adil dan maha bijaksana. Keyakinan tersebut dapat mendorong umat manusia (umat Islam) untuk melakukan usaha-usaha yang bijaksana, agar menjadi umat (bangsa) yang merdeka dan berdaulat. Kemudian kemerdekaan dan kedaulatan yang di perolehnya itu akan di manfaatkannya secara adil, demi terwujudnya kemakmuran kesejahteraan bersama di dunia dan di akherat.
2.      Menumbuhkan kesadaran bahwa alam semesta dan segala isinya berjalan sesuai dengan ketentuan – ketentuan Allah SWT (sunatullah) atau hukum alam. Kesadaran yang demikian dapat mendorong umat manusia (umat Islam) untuk menjadi ilmuan-ilmuan yang canggih di bidangnya masing-masing, kemudian mengadakan usaha-usaha penelitian terhadap setiap mahluk Allah seperti manusia, hewan, tumbuhan, air, udara, barang tambang, dan gas. Sedangkan hasil – hasil penelitiannya di manfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan manusia kearah yang lebih tinggi. (lihat dan pelajari Q.S. Almujadalah, 58 : 11)
3.      Meningkatkan ketaqwaan kepada Allah SWT. Iman kepada takdir dapat menumbuhkan kesadaran bahwa segala yang ada dan terjadi di alam semesta ini seperti daratan, lautan, angkasa raya, tanah yang subur, tanah yang tandus, dan berbagai bencana alam seperti gempa bumi, gunung meletus, serta banjir semata-mata karena kehendak, kekuasaan dan keadilan Allah SWT. Selain itu, kemahakuasaan dan keadilan Allah SWT akan di tampakkan kepada umat manusia, takkala umat manusia sudah meninggal dunia dan hidup di alam kubur dan alam akhirat. Manusia yang ketika di dunianya bertakwa, tentu akan memperoleh nikmat kubur dan akan di masukan kesurga, sedangkan manusia yang ketika di dunianya durhaka kepada Allah dan banyak berbuat dosa, tentu akan memperoleh siksa kubur dan di campakan kedalam neraka jahanam. (lihat dan pelajari Q.S. Ali Imran, 3 : 131 – 133).
4.      Menumbuhkan sikap prilaku dan terpuji, serta menghilangkan sikap serta prilaku tercela. Orang yang betul-betul beriman kepada takdir (umat Islam yang bertakwa ) tentu akan memiliki sikap dan prilaku terpuji seperti sabar, tawakal, qanaah, dan optimis dalm hidup. Juga akan mampu memelihara diri dari sikap dan prilaku tercela, seperti: sombong, iri hati, dengki, buruk sangka, dan pesimis dalam hidup. Mengapa demikian? Coba kamu renungkan jawabannya! (lihat dan pelajari Q.S. Al-Hadid, 57 : 21-24)
5.      Mendorong umat manusia (umat Islam) untuk berusaha agar kualitas hidupnya meningkat, sehingga hari ini lebih baik dari hari kemarin dan hari esok lebih baik dari hari ini. Umat manusia (umat Islam) jika betul-betul beriman kepada takdir, tentu dalam hidupnya di dunia yang sebenar ini tidak akan berpangku tangan. Mereka akan berusaha dan bekerja dengan sungguh-sungguh di bidangnya masing-masing, sesuai dengan kemampuannya yang telah di usahakan secara maksimal, sehingga menjadi manusia yang paling bermanfaat. Rasulullah SAW bersabda yang artinya: “sebaik-baiknya manusia ialah yang lebih bermanfaat kepada manusia”. (H.R. At-Tabrani).
C.    Ciri-Ciri Orang Yang Beriman Kepada Qada Dan Qadar
Seorang muslim yang percaya akan adanya ketentuan Allah swt pastinya memiliki tingkat ketaatan yang tinggi. Karena ketentuan Allah swt menyangkut hidup di dunia dan di akherat. Adapun ciri-ciri orang yang beriman kepada qada dan qadarnya Allah swt adalah :[6]
-          Mentaati perintah Allah swt dan menjauhi serta meninggalkan segala larangan Allah swt
-          Berusaha dan bekerja secara maksimal
-          Tawakkal kepada Allah swt secara menyeluruh dan berdoa
-          Mengisi kehidupan di dunia dengan hal-hal positif untuk mencapai kebahagiaan hidup di akhirat
-          Memperhatikan dan merenungkan kekuasaan dan kebesaran Allah swt
-          bersabar dalam menghadapi cobaan

D.    Pengaruh Iman Kepada Qadha dan Qadar Dalam Menghasilkan Daya Kekuatan dan Perkembangan Islam
Menurut Abdul Mudhaffar Ibnus Sam’ani, cara mengetahui adanya qadha dan qadar, ialah melalui Al-Qur’an dan sunnah, bukan logika dan akal. Maka barang siapa tidak berpegang kepada Al-Qur’an dan as Sunnah, ia sesat dalam laut keheranan, tidak dapat menemukan penawar yang menyejukkan, mententramkan jiwa. Karena qadar itu adalah rahasia Allah, yang hanya Allah sendiri yang mengetahuinya. Allah menyembunyikan rahasia-rahasia itu dari penglihatan manusia dan ilmu mereka. Karena ada hikmat yang Allah sendiri yang mengetahuinya. Nabi dan malaikat tidak dapat mengetahuinya.
Perkataan ini sepintas lalu dapat dikatakan bertentangan awalnya dengan akhirnya. Akan tetapi pertentangan itu hilang apabila kita mengetahui mengenai qadha dan qadar ini. Dan dikehendaki dengan akhir ketetapan ini ialah apa yang Allah telah tetapkan bagi setiap makhluk-Nya.
Sahabat-sahabat Rasulullah saw telah mencukupi dengan dalil-dalil yang diperoleh dari Al-Qur’an dan as sunnah. Dengan berpegang kepada Al-Qur’an dan as sunnah, mereka disegani. Keimanan mereka kepada qadar, sedikitpun tidak menghalangi mereka berusaha untuk mencapai kemajuan dunia dan kebajikan akhirat. Bahkan keimanannya kepada qadar, menambah keberanian mereka dalam berjuang mengembangkan agama Allah.[7]
Terkait masalah qadar, semua sahabat, tabi’in, ahlus sunnah dan ahli hadits, mereka sepakat bahwa apa saja yang terjadi di alam ini sampai hari kiamat semuanya telah tertulis di ummul kitab.
Pengaruh aqidah iman kepada qadha’ dan qadar ini sangat luar biasa bagi para sahabat. Mereka menyebar ke seantero bumi, tidak ada yang mereka takutkan. Karena qadha’ dan qadar sudah ada. Seorang Thariq bin Ziyad, ia tidak menyangka bahwa dia dapat menaklukan Eropa? Beliau tidak tahu. Beliau tempuh saja jalan kebenaran dan ia menyeberang dengan menggunakan kapal, setelah itu beliau membakar kapal sedangkan musuh ada di hadapannya. Seorang Muhammad al Fatih, ia tidak tahu akan dapat menaklukan Konstantinopel, atau sekarang disebut Istambul. Shalahuddin al Ayyubi, apakah ia tahu di tangannya Palestina bisa bebas dari salibis? Mereka hanya berjalan menjalankan perintah Allah. Waktu perang Afghanistan, syaikh Abdullah Azzam selalu mengatakan mengatakan, “Tidak perlu takut kepada CIA”. Korban yang dapat mereka bunuh adalah syaikh Abdullah Azzam sendiri, itu juga sudah menjadi qadar Allah Ta’ala, yang lainnya sudah menyebar dimana-mana. Menurut CIA, ada sekitar 500 mujahid yang siap bertempur di Suriah. Sejumlah ulama’ mengatakan bahwa Suriah ini awal dari bangkitnya khilafah. Kalau Suriah ini berhasil dikuasai oleh kaum muslimin sekarang ini, maka akan melebar ke Iraq, Palestina, Mesir, Turki, negara Teluk, dan lainnya, insya Allah. Kalau kita lihat benang merah dari rekayasa Allah di Afghanistan, maka apa yang terjadi di dunia Islam sekarang adalah buah dari jihad Afghanistan. Seperti Chechnya, Palestina dan sebagainya. Silahkan manusia merekayasa, tapi aqidah kita adalah iman qadha’ dan qadar. Yang bisa dikalahkan adalah yang sudah Allah takdirkan kalah. Maka cerita nabi itu ada menang ada kalah. Kalah dan menang itu tidak hakekat, itu hanya pandangan duniawi atau lahiriah saja. Apakah perang Uhud kalah dalam pengertian orang-orang masuk neraka? Itu hanya kalah materi saja. Karena kaum muslimin yang ikut dalam pertempuran itu sudah dijamin Allah masuk surga. Bagi Allah, itu semua sudah ada aturan-aturannya. Siapa yang harus menang dan siapa yang harus kalah. Siapa yang masuk surga dan siapa yang masuk neraka, itu juga sudah ada aturannya. Kalah dalam perang Uhud bukan berarti sahabat diklaim masuk neraka. Itu pelajaran saja, bahwa manajemen dan leadershipnya itu harus lebih ditingkatkan ke depan. Apa hanya para sahabat yang ikut perang badar saja yang masuk surga? Tidak. Mereka yang ikut perang Badar, Uhud dan Hunain, semuanya adalah para sahabat juga. Jangan terpengaruh dengan cara pandang materialisme. “Indonesia pasti kalah”. Ketahuilah, kalah di mata manusia belum tentu kalah di mata Allah, karena kalah di mata Allah adalah yang mati dalam keadaan kafir. Begitu juga dalam bidang bisnis. “Orang ini selalu gagal dalam berbisnis, kapan berhasilnya? Bukan. Orang yang gagal berbisnis itu adalah orang yang berbisinis dengan riba, dengan yang haram dan menipu. Bila ia berbisnis dengan jujur meski tidak mendapatkan untung satu rupiahpun, maka di mata Allah Ta’ala ia adalah orang yang menang. Karenanya pengaruh iman kepada qadha’ dan qadar sangat kuat sekali. Sebagaimana para sahabat, mereka membawa aqidah kemana-mana, seperti yang telah diajarkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda kepada Ibnu Abbas: “Jagalah Allah niscaya Allah menjagamu. Jagalah Allah niscaya engkau mendapati-Nya bersamamu. Jika engkau meminta, mintalah kepada Allah, jika engkau minta tolong, minta tolonglah kepada Allah. Ketahuilah, bahwasanya jika umat manusia bersatu untuk memberimu manfaat dengan sesuatu, mereka tidak dapat melakukannya kecuali dengan sesuatu yang telah Allah tetapkan bagimu, dan jika mereka bersatu untuk mencelakakanmu dengan sesuatu, mereka tidak dapat melakukannya kecuali dengan sesuatu yang telah Allah tetapkan bagimu. Pena telah diangkat dan lembaran-lembaran telah mengering (tintanya)”.

Kalau seorang muslim mempunyai aqidah seperti ini, hidupnya jadi enteng, tidak banyak pertimbangan. Mau menikah pertimbangan, mau ini pertimbangan, mau ngaji saja pertimbangan. Orang seperti ini tidak memiliki ilmu terkait qadha’ dan qadar. Ia ragu dan takut. Bila di waktu kerja ia pergi ke mushalla saat adzan tiba, ia takut jikalau atasannya melihatnya. Pada acara walimah, bila pengunjung lelaki dan perempua dipisah apa kata orang? Tidak memakai musik, apa kata tamu? Orang-orang seperti ini tuhannya kebanyakan orang. Mereka bingung dan orang-orang seperti ini pasti merasa tersiksa. Makanya Rasulullah datang untuk membebaskan manusia dari ketersiksaan dan penjajahan ini, sehingga kita merdeka dan hanya cukup menjadi budak Allah subhanahu wa Ta’ala. Orang yang tidak bingung adalah orang yang bertauhid, karena ia hanya melihat Allah dan rasul-Nya. Buktikan hadits ini benar atau tidak? Ternyata yang terjadi pada diri kita merupakan qadar Allah Ta’ala. Tinggal kita memperbanyak sebab-sebab kebaikan, mengurangi sebab-sebab keburukan. Itu saja tugas kita.
Aqidah ini telah menuangkan ke dalam hati mereka rasa ketenangan. Orang yang gelisah dan kehilangan ketenangan hidup, berarti iman aqidah qadha’ dan qadarnya dipertanyakan. Orang yang memiliki keimanan kepada qadha dan qadar memiliki dasar izzah (kemuliaan). Izzah itu dari kata aziz. Apa arti kata aziz? Aziz itu lebih dari mulia. Jadi posisinya sangat terhormat. Missal, ketika kita transaksi dengan orang kafir, kita tidak pernah merasa lebih rendah dari dia, bahkan kita merasa lebih tinggi dari dia, dan kita tidak pernah menutup-nutupi. Bukan hanya karena berbisnis dengannya lalu kita tutup-tutupi jati diri kita, tidak. Tetap kita seorang mukmin. Ketika waktu shalat, kita bilang, “Maaf saya mau shalat, anda tunggu disini.” Jangan karena uang, lantas kita jadi budak manusia, apalagi budaknya orang kafir. Allah berfirman: “Apakah orang-orang munafik mencari kemuliaan kepada orang-orang kafir, katakanlah bahwa kemuliaan hanya milik Allah dan Rasul-Nya”. Jadi tanpa kita menurunkan standarisasi keIslaman kita, kita bisa bermuamalah dengan seluruh manusia.
Para sahabat tersebar pergi kemana-mana untuk menyampaikan dien ini kepada manusia, seluruh kekuatan yang ada di bumi ini mereka anggap kecil di hadapan iman mereka, semuanya dengan takdir Allah.
Sahabat Salman al Farisi ditanya: “Bagaimana pendapat manusia sampai mereka beriman kepada qadar baik dan buruknya?” Maka ia berkata: “Engkau harus tahu bahwa perbuatan salah yang engkau perbuat bukanlah itu yang membuat kamu dapat musibah, dan apa yang telah menimpamu bukan karena kamu itu yang salah. Jadi tidak ada kaitannya dengan kejadian, kejadian itu hanya Allah yang menentukan. Allah hanya memerintahkan kita untuk berikhtiar, dan kepastian itu tetap di tangan Allah subhanahu wa Ta’ala.”
Ini bukan hanya perkataan Salman saja, tapi juga ucapan seluruh sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Kebahagiaan apa gerangan yang akan diberikan ke dalam diri kita oleh aqidah ini? Kalau aqidah ini benar, kita akan mendapatkan kebahagiaan yang tidak bisa diraih dengan yang lain. Orang punya harta, rumah besar, mobil mewah, punya uang banyak, mungkin bahagia juga dalam dirinya, tapi tidaklah sebahagia orang beriman. Itu bahagia yang sifatnya juz’iyyah (parsial) dan sifatnya temporer. Betapa banyak orang kaya mati bunuh diri. Kenapa dia bunuh diri? Karena Ternyata dia tidak mendapatkan kebahagiaan yang sebenarnya.
Keberanian apa kira-kira yang terkandung dalam hati orang-orang beriman? Keyakinan bahwa segala sesuatu di tangan Allah subhanahu wa Ta’ala. Seluruh manusia tidak bisa menentukan, kekuatan bumi seluruhnya kalau bergabung tidak akan bisa berdiri kokoh di hadapan manusia yang membawa prinsip iman seperti ini. Dan iman ini yang meresap ke dalam diri dan melahirkan keberanian yang luar biasa.
Inilah pengaruh iman kepada qadha’ dan qadar. Pengaruhnya sangat besar dalam diri kita dan diri para sahabat. Jadi kalau kita masih takut-takut hidup di dunia menjalankan agama Allah, berarti iman qadha’ dan qadar kita masih lemah. Kalau kita takut-takut hidup, takut krisis ekonomi maka nanti tidak akan makan. Karenanya bekerja saja.
Menggantungkan nasib pada manusia, berarti iman qadha’ dan qadar kita masih tipis. Kalau kita takut berdakwah dengan haq, dengan cara-cara yang hikmah, kita takut nanti begini dan begini berarti iman kita kepada Allah, kepada qadha’ dan qadar lemah. Contoh-contoh jelas kita dapatkan dari para sahabat. Keunggulan para sahabat itu diantaranya disebabkan karena keimanan mereka kepada qadha’ dan qadar tepat dan sempurna.

E.     Hikmah Beriman Kepada Qada Dan Qadar
Dengan beriman kepada qadha dan qadar, banyak hikmah yang amat berharga bagi kita dalam menjalani kehidupan dunia dan mempersiapkan diri untuk kehidupan akhirat. Hikmah tersebut antara lain: [8]
1.      Melatih diri untuk banyak bersyukur dan bersabar
Orang yang beriman kepada qadha dan qadar, apabila mendapat keberuntungan, maka ia akan bersyukur, karena keberuntungan itu merupakan nikmat Allah yang harus disyukuri. Sebaliknya apabila terkena musibah maka ia akan sabar, karena hal tersebut merupakan ujian
2.      Menjauhkan diri dari sifat sombong dan putus asa
Orang yang tidak beriman kepada qadha dan qadar, apabila memperoleh keberhasilan, ia menganggap keberhasilan itu adalah semata-mata karena hasil usahanya sendiri. Ia pun merasa dirinya hebat. Apabila ia mengalami kegagalan, ia mudah berkeluh kesah dan berputus asa , karena ia menyadari bahwa kegagalan itu sebenarnya adalah ketentuan Allah.
3.      Memupuk sifat optimis dan giat bekerja
Manusia tidak mengetahui takdir apa yang terjadi pada dirinya. Semua orang tentu menginginkan bernasib baik dan beruntung. Keberuntungan itu tidak datang begitu saja, tetapi harus diusahakan.Oleh sebab itu, orang yang beriman kepada qadha dan qadar senantiasa optimis dan giat bekerja untuk meraih kebahagiaan dan keberhasilan itu.
4.      Menenangkan jiwa
Orang yang beriman kepada qadha dan qadar senangtiasa mengalami ketenangan jiwa dalam hidupnya, sebab ia selalu merasa senang dengan apa yang ditentukan Allah kepadanya. Jika beruntung atau berhasil, ia bersyukur. Jika terkena musibah atau gagal, ia bersabar dan berusaha lagi.

BAB III
PENUTUP
A.     Kesimpulan
Beriman kepada qada’ dan qadar akan melahirkan sikap optimis,tidak mudah putus asa, sebab yang menimpanya ia yakini sebagai ketentuan yang telah Allah takdirkan kepadanya dan Allah akan memberikan yang terbaik kepada seorang muslim,sesuai dengan sifatnya yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Oleh karena itu,jika kita tertimpa musibah maka ia akan bersabar, sebab buruk menurut kita belum tentu buruk menurut Allah, sebaliknya baik menurut kita belum tentu baik menurut Allah. Karena dalam kaitan dengan takdir ini seyogyanya lahir sikap sabar dan tawakal yang dibuktikan dengan terus menerus berusaha sesuai dengan kemampuan untuk mencari takdir yang terbaik dari Allah.
Sahabat-sahabat Rasulullah saw telah mencukupi dengan dalil-dalil yang diperoleh dari Al-Qur’an dan as sunnah. Dengan berpegang kepada Al-Qur’an dan as sunnah, mereka disegani. Keimanan mereka kepada qadar, sedikitpun tidak menghalangi mereka berusaha untuk mencapai kemajuan dunia dan kebajikan akhirat. Bahkan keimanannya kepada qadar, menambah keberanian mereka dalam berjuang mengembangkan agama Allah.

B.     Kritik Dan Saran
Kritik:
Penulis menyadari masih banyak kesalahan dan kekurangan pada makalah ini, baik dari segi penulisan maupun materi yang disajikan. Oleh karenanya kritik dari Dosen pembimbing dan rekan-rekan sekalian yang bersifat membangun sangat penulis harapakan guna perbaikan makalah ini kedepannya.
Saran:
Keimanan seseorang akan berpengaruh terhadap perilakunya sehari-hari. Oleh karena itu, saya menyarankan agar kita senantiasa meningkatkan iman dan takwa kita kepada Allah SWT agar hidup kita senantiasa berhasil menurut pandangan Allah SWT. Juga keyakinan kita terhadap takdir Allah senantiasa ditingkatkan demi meningkatkan amal ibadah kita. Serta Kita harus senantiasa bersabar, berikhtiar dan bertawakal dalam menghadapi takdir Allah.

DAFTAR PUSTAKA
Miftah Faridl. 1995. Pokok-pokok Ajaran Islam. Bandung: Penerbit Pustaka.
T. Ibrahim, H. Darsono. 2013. Membangun Aqidah dan Akhlak. Solo: Tiga Serangakai Pustaka Mandiri
Toto Suryana, Dkk. 2009.Pendidikan Agama Islam. Bandung: Tiga Mutiara.
Majelis Tafaqquh Fiddin. 2013. Pengaruh Iman Kepada Qadha dan Qadar Bagi Seorang Muslim. Dikases melalui: https://mtf-online.com/pengaruh-iman-kepada-qadha-dan-qadar-bagi-seorang-muslim/. Pada tanggal 27 November 2017 Pukul 16.56WIB.
Muhamad Salim. 2013. Qadha dan Qadar. Diakses melalui http://serbamakalah.blogspot.co.id/2013/03/qadha-dan-qadar.html pada tanggal 27 November 2017 Pukul 15.35WIB.



[1] Toto Suryana, Dkk. 2009.Pendidikan Agama Islam. Bandung: Tiga Mutiara.
[2] T.Ibrahim, H.Darsono. 2013. Membangun Aqidah dan Akhlak. Solo: Tiga Serangakai Pustaka Mandiri.
[3] Ibid, hal: 29.   
[4] Miftah Faridl. 2004. Pokok-pokok Ajaran Islam. Bandung: Penerbit Pustaka.
[5] Ibid, hal: 34
[6] Ibid, hal: 35.
[7] Muhamad Salim. 2013. Qadha dan Qadar. Diakses melalui http://serbamakalah.blogspot.co.id/2013/03/qadha-dan-qadar.html pada tanggal 27 November 2017 Pukul 15.35WIB.
[8] Miftah Faridl. 1999. Pokok-pokok Ajaran Islam. Bandung: Penerbit Pustaka.

No comments:

Post a Comment