MAKALAH GEJALA JIWA DALAM PENDIDIKAN
Bab I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Perilaku
manusia akan lebih mudah dipahami jika memahami proses mental yang mendasari
proses tersebut. Mengingat pentingnya pemahaman tentang proses dalam bab ini akan
dijelaskan beberapa aktivitas atau proses mental yang pada manusia khususnya
yang berkaitan dengan proses belajar mengajar.
Didalam gejala
jiwa ada yang namanya pengamatan, tanggapan, pengertian, fantasi, ingatan,
berpikir, dan intelegensi. Masing-masing gejala jiwa memiliki pengertian
tersendiri yang dapat dipahami oleh setiap orang.
Pengamatan
merupakan usaha manusia untuk mengenal dunia nyata, baik mengenai dirinya
sendiri maupun dunia sekitar dimana dia berada, dengan cara melihatnya,
mendengarkan, membaunya, merabanya atau mengecapnya. Tanggapan ialah gambaran
pengamatan yang tinggal dikesadaran kita sesudah mengamati. Daya jiwa atau biasa
disebut fantasi yaitu suatu daya jiwa yang dapat membentuk tanggapan baru
dengan pertolongan tanggapan-tanggapan lama. Perhatian adalah kegiatan yang
dilakukan seseorang dalam hubungannya dengan pemilihan rangsangan yang datang
dari lingkungannya. Ingatan adalah penarikan kembali informsi yang pernah
diperoleh sebelumnya. Berpikir dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang
menghasilkan representasi mental yang beu melalui transformasi informasi yang
melibatkan interaksi secara kompleks, antara proses-proses mental seperti
penilaian, abstraksi, penalaran, imajinasi dan pemecahan masalah. Intelegensi
sering diartikan yaitu kecerdasan. Dilihat dari penjelasan diatas bahwa sangat
jelas maksud dari setiap gejala jiwa tersebut.
B. Rumusan Masalah
a. Apa itu pengamatan?
b. Apa itu tanggapan?
c. Apa itu fantasi?
d. Apa itu perhatian?
e. Apa itu ingatan?
f. Apa itu berpikir?
g. Apa itu intelegensi?
C. Tujuan Penelitian
a. Untuk memahami apa itu
pemahaman.
b. Untuk memahami apa itu
tanggapan.
c. Untuk memahami apa itu
perhatian.
d. Untuk memahami apa itu
fantasi.
e. Untuk memahami apa itu
ingatan.
f. Untuk memahami apa itu
berpikir.
g. Untuk memahami apa itu
intelegensi.
D. Manfaat Penelitian
a. Makalah ini bermanfaat
untuk dosen, sebagai bahan referensi dalam pengajaran gejala jiwa.
b. Makalah ini bermanfaat
untuk peneliti sebagai landasan teori dalam penelitiannya.
c. Makalah ini untuk
mahasiswa sebagai bahan referensi belajar tentang gejala jiwa dalam pendidikan.
d.
Makalah ini untu masyarakat, agar masyarakat mengetahui dan memahami apa
itu gejala jiwa.
Bab II
PEMBAHASAN
GEJALA JIWA DALAM
PENDIDIKAN (PROSES MENTAL)
Tujuan Mempelajari Pokok
Bahasan Ini :
Setelah mempelajari bab ini mahasiswa diharapkan dapat mendiskripsikan dan
menjelaskan : gejala-gejala jiwa dan keragaman individu pada manusia, pengaruh
faktor heriditer dan lingkungan terhadap belajar dan pembelajaran, pengaruh
faktor tipologi terhadap kepribadian manusia.
A. GEJALA JIWA
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, bahwa psikologi adalah ilmu yang
mempelajari proses mental dan perilaku pada manusia. Perilaku manusia akan lebih mudah
dipahami jika kita memahami proses mental yang mendasari proses tersebut.
Demikian juga kita akan lebih mudah memahami perilaku siswa jika kita memahami
proses mental yang mendasari perilaku tersebut. Mengingat pentingnya pemahaman
tentang proses tersebut dalam bab ini akan dijelaskan beberapa aktivitas atau
proses mental yang umum terjadi pada manusia khususnya yang berkaitan dengan
proses belajar mengajar.Proses mental juga disebut dengan gejala jiwa.
Ada beberapa aktivitas
atau proses mental yaitu :
1. Pengamatan
Pengamatan artinya proses menerima,
menafsirkan, dan memberi arti rangsangan yang masuk melalui indera-indera
seperti mata dan telinga. Berkat pengamatan belajar akan mampu mencapai
pengamatan yang benar objektif sebelum mencapai pengertian. Pengamatan yang
salah akan mengakibatkan timbulnya pengertian yang salah pula (Muhabbin Syah,
1997, hal 119).
Pengamatan merupakan usaha manusia untuk mengenal dunia nyata, baik
mengenai dirinya sendiri maupun dunia sekitar dimana dia berada, dengan cara
melihatnya, mendengarkan, membaunya, merabanya atau mengecapnya. Cara-cara
mengenal objek tersebut disebut dengan mengamati, sedangkan melihat mendengar
dan seterusnya merupakan modalitas pengamatan. Dengan kata lain,
modalitas pengamatan dibedakan oleh panca indra yang kita gunakan untuk
mengamati.
Dunia pengamatan biasanya dilukiskan aspek peraturan tertentu, agar subjek
agar dapat melakukan orientasi secara baik. Aspek peraturan tersebut adalah :
a) Peraturan menurut sudut pandang ruang. Menurut sudut pandang ini, dunia
pengamatan dilukiskan dalam pengertian-pengertian: atas-bawah, kanan-kiri,
jauh-dekat, tinggi rendah, dan sebagainya.
Misalnya Nela belajar, dimana?
b)
Peraturan menurut sudut
pandang waktu. Menurut sudut pandang ini, dunia pengamatan dilukiskan dalam
pengertian-pengertian: masa lampau, masa kini dan masa yang akan datang serta
berbagai variasi waktu. Misalnya ada pengumuman akan ada ujian, kapan?
c)
Peraturan menurut sudut
pandang Gestalt. Menurut sudut pandang ini, dunia pengamatan atau objek yang
kita amati memiliki arti jika dipandang sebagai kesatuan yang utuh. Misalnya
nelihat sekolah, harus dilihat sebagai sebuah bangunan yang utuh bukan sekedar
kumpulan dari batubara, semen, genteng dan sebagainya.
d) Peraturan meurut sudut pandang arti. Menurut sudut pandang ini, objek yang
kita amati dilukiskan berdasarkan artinya bagi kita. Jika dilihat secara fisik,
bangunan sekolah dengan kantor kecamatan atau rumah sakit mungkin relatif sama,
tapi memiliki arti yang sangat berbeda.
2. Tanggapan
Tanggapan ialah gambaran
pengamatan yang tinggal dikesadaran kita sesudah mengamati. Menurut Bigot
(dalam Suryabrata, 1990), tanggapan didefinisikan sebagai bayangan yang tinggal
dalam ingatan setelah kita melakukan pengamatan terhadap suatu objek. Karena tanggapan
juga sering disebut juga bayangan. Dalam proses pengamatan terjadilah gambaran
dalam jiwa seseorang.
Ternyata gambaran sebagai
hasil proses pengamatan tidak langsung hilang setelah pengalaman selesai.
Manusia mempunyai kemampuan-kemampuan lain di samping kemampuan untuk
mengadakan persepsi, yaitu kemampuan membayangkan atau menanggap kembali
hal-hal yang telah diamatinya itu.
Kemampuan tersebut juga
menunjukkan bahwa yang terjadi pada saat pengamatan tidak hilang begitu saja,
tetapi dapat disimpan dalam jiwa individu tersebut.
Proses menangkap atau representasi,
yaitu membayangkan kembali atau menimbulkan kembali gambaran yang ada pada saat
pengamatan. Baik pada pengamatan maupun dalam tanggapan, keduanya dapat
membentuk gambaran, tetapi pada umumnya gambaran yang ada pada saat pengamatan
lebih jelas dan lebih lengkap dibandingkan gambaran pada saat tanggapan.
3. Fantasi
Daya jiwa itu ialah fantasi. Yaitu suatu daya jiwa yang dapat membentuk
tanggapan baru dengan pertolongan tanggapan-tanggapan lama. Ilmu jiwa modern
memberi batasan sebagai berikut:
Fantasi ialah suatu daya jiwa untuk menciptakan sesuatu yang baru.
Jadi dengan fantasi ini manusia dapat membentuk sesuatu yang sebelum ini
belum ada, sehingga sesuatu yang baru itu merupakan suatu kreasi, meski dengan
jalan sebagaimanapun juga.
Yang lama
berpendapat bahwa fantasi itu pasif.
1) Sesuatu yang baru hanya
terjadi karena kombinasi tanggapan-tanggapan yang sudah ada.
2)
Yang baru, fantasi itu aktif. Menghubung-hubungkan sehingga tercipta
sesuatu yang sungguh-sungguh baru.
Menurut terjadinya, fantasi ada 2 macam yaitu:
a)
Fantasi yang tidak disadari ialah fantasi yang terjadi tanpa kita ketahui
bahwa kita berfantasi.
Misalnya: pada waktu kita melihat sepak bola, kaki-kaki kita ikut seakan
menyepak, dan sebagainya.
b) Fantasi yang disadari ada
dibedakan dua macam:
1) Fantasi disadari yang pasif,
ialah fantasi disadari yang tidak dipimpin oleh akal maupun kemauan kita.
Misalnya: bila kita sedang melamun.
2)
Fantasi disadari yang aktif, ialah fantasi disadari yang dipimpin oleh
kemauan dan akal kita.
Menurut jenis-jenisnya fantasi dibedakan:
a. Fantasi mencipta,
b. Fantasi terpimpin, dan
c. Fantasi melaksanakan.
Fantasi mencipta, ialah fantasi yang dapat menghasilkan sesuatu yang
sungguh-sungguh baru.
Fantasi terpimpin ialah fantasi yang timbul karena sesuatu perangsang dari
luar, dan fantasi ini hanya menikmatinya.
Fantasi melaksanakan ialah fantasi yang berada diantara fantasi mencipta
dan fantasi terpimpin.
a) Fantasi yang disadari ada
yang pasif dan aktif
Meskipun kedua fantasi
itu berlainan sifatnya, yaitu pasif dan aktif, namun keduannya mempunyai fungsi
yang sama. Kedua fantasi dapat mengambil bentuk:
1. Mengabstraksi
(abstraherend)
2. Menentukan
(determinerend), dan
3. Menghubungkan
(combinerend).
4. Perhatian
Perhatian didefinisikan
sebagai pemusatan atau konsentrasi dari seluruh aktifitas individu yang
ditujukan kepada sesuatu atau sekumpulan objek (Walgito, 1997). Jika individu
sedang memperhatikan pelajaran yang diterangkan guru, berarti seluruh aktifitas
individu dicurahkan atau dikonsentrasikan pada pelajaran tersebut. Dengan
demikian, apa yang diperhatikan oleh individu akan disadari dan betul-betul
jelas bagi individu tersebut. Perhatian dan kesadaran memiliki korelasi yang
positif, sehingga perhatian juga mengandung pengertian banyak sedikitnya
kesadaran yang menyertai suatu aktifitasnya yang dilakukan (Suryabrata, 1990).
Perhatian adalah kegiatan
yang dilakukan sesorang dalam hubunganya dengan pemilihan rangsangan yang
datang dari lingkunganya. Salah satu masalah yang harus dihadapi oleh guru
adalah menarik perhatian siswa dan kemudian menjaga agar perhatian itu tetap
ada. Berikut ini beberapa prinsip penting yang berkaitan dengan perhatian.
a. Perhatian seseorang
tertuju atau diarahkan pada hal-hal yang baru, hal-hal yang berlawanan dengan
pengalaman yang baru saja diperoleh atau dengan pengalaman yang dapat selama
hidupnya.
b. Perhatian seseorang
tertuju dan tetap berada serta diarahkan atau tertuju pada hal-hal yang
dianggap rumit, selama kerumitan tersebut tidak melampaui batas kemampuan orang
tersebut.
c. Orang mengarahkan
perhatiannya pada hal-hal yang dikehendakinya, yaitu hal-hal yang sesuai dengan
minat, pengalaman dan kebutuhannya (Slameto, 2003).
Perhatian
terdapat bermacam-macam penggolongan yaitu:
1. Atas dasar intensitasnya,
yaitu banyak sedikitnya yang menyertai suatu aktifitas, maka perhatian
dibedakan menjadi:
a. Perhatian intensif, yaitu
perhatian yang menyertakan banyak aspek kesadaran.
b. Perhatian tidak intensif,
yaitu perhatian yang tidak menyertakan banyak aspek kesadaran.
Dengan
demikian semakin banyak kesadaran yang menyertai aktifitas maka makin
intensiflah perhatiannya.
2. Atas dasar luasnya objek
yang dikenai perhatian:
a. Perhatian terpusat, yaitu
perhatian yang tertuju pada lingkup objek yang terbatas.
b. Perhatian terpencar yaitu
perhatian yang tertuju pada lingkup luas atau banyak objek sekaligus.
3. Atas dasar cara
timbulnya, perhatian dibedakan menjadi:
a. Perhatian spontan, yaitu
perhatian yang timbul dengan sendirinya, atau timbul secara spontan. Perhatian
ini timbul secara tanpa sengaja atau tanpa usaha.
b. Perhatian refleksif atau
tidak spontan, yaitu perhatian yang dimunculkan dengan sengaja, karena itu
harus ada kemauan untuk menimbulkannya.
Secara praktis, yang perlu diperhatikan mengetahui hal-hal yang menarik
perhatian. Hal-hal yang menarik perhatian dapat dipandang dari dua segi, yaitu:
1. Dari segi objek
Dipandang dari segi
objek, hal-hal yang menarik perhatian adalah hal-hal yang keluar dari
konteksnya atau lain dari pada yang lain.
2. Dari segi subjek
Dari sudut pandang ini,
hal-hal yang menarik perhatian adalah hal-hal yang berkaitan denga subjek itu sendiri, misalnya yang berkaitan
dengan kebutuhan, kegemaran, pekerjaan, atau sejarah hidup subjek.
5. Ingatan
(dalam Slameto, 2003, hal
111-113) Ingatan adalah penarikan kembali informasi yang pernah diperoleh
sebelumnya. Informasi yang diterima dapat disimpan untuk:
1. Beberapa saat saja,
2. Beberapa waktu,
3.
Jangka waktu yang terbatas.
Berikut ini beberapa prinsip ingatan yang penting untuk diketahui.
1. Belajar yang berarti
lebih mudah terjadi dan lebih lama diingat dibanding dengan belajar yang
tampaknya tidak ada artinya. Menghafal deretan huruf-huruf yang tidak ada
hubungan arti adalah sangat sulit dan lama. Untuk memudahkannya guru perlu
membubuhkan suatu arti sehingga mudah dihafal.
2. Belajar membubuhkan atau
merangkaikan dua obyek atau peristiwa menjadi lebih mudah apabila kedua objek
atau peristiwa itu terjadi atau dijumpai dalam urutan berdekatan, baik ditinjau
dari segi waktu maupun ruang.
3. Belajar dipengaruhi oleh
frekuensi perjumpaan dengan rangsangan dan tanggapan yang sama atau serupa yang
dibuat. Untuk hal-ahal yang perlu diingat lama, proses yang lebih aktif sangat
diperlukan seperti elaborasi, dan transformasi.
4. Belajar tergantung pada
akibat yang ditimbulkannya. Ini berarti bahwa pelajaran yang memberi kesan
menyenangkan, menarik, mengurangu ketegangan, bermanfaat, atau memperkaya
pengetahuan lebih efisien dan tersimpan atau memberi kesan yang lebih lama.
5. Belajar sebagai suatu keutuhan
yang dapat diukur tidak hanya tergantung pada proses bagaimana belajar itu
terjadi, tetapi juga pada cara penilaiannya atau penggunaannya.
Segala macam belajar melibatkan
ingatan. Jika individu tidak mengingat apapun mengenai pengalamannya, dia tidak
akan dapat apa-apa. Pada umumnya para ahli memandang bahwa ingatan sebagai
hubungan dengan masa lampau (Walgito, 1997). Dengan adanya kemampuan mengingat,
manusia mampu untuk menyimpan dan menimbulkan kembali apa yang telah pernah
dialaminya. Walaupun begitu, tidak semua yang pernah dialami oleh manusia akan
dapat ditimbulkan kembali. Dengan kata lain, kadang-kadang terdapat hal-hal
yang tidak dapat diingat kembali.
Para ahli membedakan tiga
tahap dalam ingatan, yaitu memasukkan pesan dalam ingatan (encoding), penyimpanan
(storage), mengingat kembali (retrieval) (Atkinson, dkk, 1997). Karena itu,
maka biasanya ingatan didefinisikan sebagai kemampuan untuk memasukkan, menyimpan
dan mengingatkan kembali pesan-pesan.
6. Berpikir
Keberhasilan terbesar
dari spesies manusia adalah kemampuannya untuk mempunyai pemikiran yang kompleks.
Berpikir meliputi sejumlah besar kegiatan mental, individu berpikir ketika
sedang merencanakan liburan, menulis surat, memutuskan bahan makanan yang
dibutuhkan, atau ketika sedang cemas memikirkan teman yang sakit. Berpikir
membutuhkan kemampuan untuk membayangkan atau menggambarkan benda dan peristiwa
yang secara fisik tidak ada.
Berpikir dapat
didefinisikan sebagai suatu proses yang menghasilkan representasi mental yang
baru melalui transformasi informasi yang melibatkan interaksi secara kompleks,
antara proses-proses mental seperti penilaian, abstraksi, penalaran, imajinasi
dan pemecahan masalah. Misalnya pada waktu seseorang membaca buku, informasi
diterima melalui berbagai tahapan mulai dari proses sesori sampai dengan
memori. Informasi ini kemudian ditransformasikan sehingga menghasilkan apa yang
disebut inti sari sebagai informasi baru yang berarti pula sebagai pengetahuan
baru bagi seseorang.
Proses berpikir secara
normal menurut Mayer meliputi tiga komponen pokok sebagai berikut:
a.
Berpikir adalah aktivitas kognitif yang terjadi dalam
mental atau pikiran seseorang tidak tampak, tetapi dapat disimpulkan
berdasarkan perilaku yang nampak. Misalnya pemain catur memperlihatkan proses
berpikirnya melalui gerakan-gerakan atau langkah-langkah yang dilakukan.
b.
Berpikir merupakan suatu proses yang melibatkan beberapa
manipulasi pengetahuan di dalam sistem kognitif. Pengetahuan yang pernah
dimiliki (tersimpan dalam ingatan) digabungkan dengan informasi sekarang
mengubah pengetahuan seseorang mengenai situasi yang sedang dihadapi.
c.
Berpikir diarahkan dan menghasilkan perbuatan pemecahan
masalah atau diarahkan menuju pada pemecahan masalah. Seperti seorang pemain
catur setiap langkah yang dilakukan diarahkan untuk memenangkan permainan.
Meski tidak semua langkah yang dilakukan berhasil, namun secara umum dalam
pikirannya semua langkah diarahkan pada suatu perpecahan.
Terdapat dua pandangan
yang berbeda dalam kaitan antara proses berpikir dan pemecahan masalah.
Pertama, sebagian orang menganggap bahwa berpikir merupakan aktivitas mental
yang rutin dalam diri seseorang seperti halnya bernafas dan peredaran darah.
Jadi berpikir dianggap merupakan aktivitas syaraf otak yang tidak harus
berhubungan dengan masalah. Berfikir tidak hanya terjadi pada saat orang
menghadapi persoalan. Misalnya orang bisa makan sambil berpikir. Ini dapat
terjadi baik disadari maupun tidak disadari. Kedua, sebagian berpendapat bahwa
berpikir itu selalu berhubungan dengan suatu persoalan yang akan dicari jalan
keluarnya. Kecenderungan terakhir ini adalah pandangan kedua sebab berpikir itu
muncul karena ada sesuatu yang dipikirkan, ada keinginan terhadap kondisi
tertentu, ketidakpuasan, semuanya terjadi dalam kehidupan.
Kemungkinan letak perbedaannya adalah pada pengertian masalah. Jika masalah
dianggap sebagai sesuatu yang datang dari lingkungan yang tidak terelakkan dan
perlu dicari pemecahan, maka pandangan pertama bisa dibenarkan karena pada saat
itu orang akan berfikir. Sebaliknya, jika masalah dipahami sebagai fenomena
yang bisa muncul dari dalam diri seseorang yang berarti mempermasalahkan
sesuatu kemudian berusaha mencari jalan keluar, maka pandangan kedua bisa
dibenarkan karena pada saat ini orang melakukan aktivitas berpikir juga.
7. Intelegensi
Intelegensi merupakan
masalah yang banyak dibahas orang sejak lama. Walaupun ada pergeseran pandangan
dalam masalah ini, tetapi pada umumnya orang berpendapat bahwa intelegensi
merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan belajar seseorang.
Intelegensi juga sering disebut dengan kecerdasan. Istilah intelegensi
berasal dari kata latin “intelligere” yang berarti menghubungkan atau
menyatukan satu sama lain. Definisi intelegensi sendiri cukup beragam. Salah
satu definisi dinyatakan oleh Stern yang menyebutkan intelegensi adalah daya
menyesuaikan diri dengan keadaan baru dengan menggunakan alat-alat berpikir
menurut tujuannya (Walgito, 1997). Sementara itu GD Stoddard (dalam Crow &
Croe, 1984) menyatakan bahwa intelegensi adalah kemampuan yang mengendalikan
aktifitas-aktifitas dengan ciri-ciri sukar, komplek, abstrak, tepat, bertujuan,
bernilai sosial dan menampakkan adanya keaslian, serta kemampuan untuk
mempertahankan kegiatan-kegiatan seperti itu dalam kondisi yang memerlukan
energi dan berlawanan dengan kekuatan-kekuatan emosional. Sedangkan Terman
(dalam Walgito, 1997) mendefinisikan intelegensi sebagai kemampuan berpikir
abstrak.
Adapun tes
intelegensi yang standar antara lain:
1. Tes Binet-Simon
Ciri tes Binet-Simon ini
pertama kali diumumkan antara 1908-1911 yang diberi nama “chelle matrique del
intelegence” atau skala pengukuran kecerdasan. Tes Binet-Simon ini kemudian
terkenal ke mana-mana.
Tes Binet-Simon itu memperhitungkan dua hal, yaitu:
a) Umur kronologis
(chronological age – disingkat CA) yaitu umur sesorang sebagaimana yang
ditunjukan dengan hari kelahirannya atau lamanya ia hidup sejak tanggal
lahirnya.
b) Umur mental (mental age –
disingkat MA), yaitu umur kecerdasan sebagaimana yang dutunjukan oleh tes
kemampuan akademik.
2. Tes Weschsler
Ini adalah tes
inteligensi yang dibuat oleh Wechsler Bellevue tahun 1939. Tes ini ada dua
macam pertama untuk umur 16 tahun ke atas, yaitu Wechsler Adult Inteligence
Scale (WAIS) dan kedua untuk anak-anak yaitu Wechsler Inteligence Scale for
Childen (WISC). Tes Wechslar meliputi dua subverbal dan perfomance (tes
lisan dan perbuatan dan keterampilan). Tes lisan meliputi pengetahuan umum,
pemahaman, ingatan, mencari kesamaan, hitungan, bahasa. Sedangkan tes
keterampilan meliputi menyusun gambar, dan sandi (kode angka-angka).
3. Tes Army Alfa dan Betha
Tes ini digunakan untuk
mengetes calon-calon tentara di Amerika Serikat. Tes Army Alfa khusus untuk
calon tentara yang pandai membaca, sedangkan Army Betha untuk calon tentara
yang tidak pandai membaca. Kelebihan tes ini dibandingkan dengan tes
Binet-Simon dan tes Weschsler yaitu tes ini dilakukas secara rombongan
(kelompok) sehingga menghemat waktu.
4. Tes Progressive Matrices
Tes inteligensi ini
diciptakan oleh L.S Penrose dan J.C. Laven di Inggris tahun 1938. Tes ini
diberikan secara rombongan dan peroragan. Berbeda dengan Binet dan Weschsler,
tes ini tidak menggunakan IQ tetapi menggunakan Percentile.
5. Arti IQ
IQ adalah petunjuk dalam
bentuk angka-angka yang menggambarkan secara relatif hasil pelaksanaan satu
tes. IQ membandingkan prestasi seseorang dengan orang lainnya yang umurnya
sama. IQ juga dapat diukur dengan berbagai cara, Terman menggunakan istilah IQ
untuk menggambarkan hubungan antara tingkat mental dengan tingkat kronologis.
Umur mental ini kemudian dibagi dengan umur kronologis (CA) dan hasilnya
dikalikan 100. Dengan kata lain umur IQ adalah MA per CA dikali 100.
Bab III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pengamatan
merupakan usaha manusia untuk mengenal dunia nyata, baik mengenai dirinya
sendiri maupun dunia sekitar dimana dia berada, dengan cara melihatnya,
mendengarkan, membaunya, merabanya atau mengecapnya. Cara-cara mengenal objek
tersebut disebut dengan mengamati, sedangkan melihat mendengar dan seterusnya
merupakan modalitas pengamatan.
Tanggapan
didefinisikan sebagai bayangan yang tinggal dalam ingatan setelah kita
melakukan pengamatan terhadap suatu objek. Karena tanggapan juga sering disebut
juga bayangan. Dalam proses pengamatan terjadilah gambaran dalam jiwa
seseorang.
Daya jiwa itu ialah
fantasi. Yaitu suatu daya jiwa yang dapat membentuk tanggapan baru dengan
pertolongan tanggapan-tanggapan lama.
Perhatian adalah kegiatan
yang dilakukan sesorang dalam hubunganya dengan pemilihan rangsangan yang
datang dari lingkunganya. Salah satu masalah yang harus dihadapi oleh guru
adalah menarik perhatian siswa dan kemudian menjaga agar perhatian itu tetap
ada.
Ingatan adalah penarikan
kembali informasi yang pernah diperoleh sebelumnya.
Berpikir dapat
didefinisikan sebagai suatu proses yang menghasilkan representasi mental yang
baru melalui transformasi informasi yang melibatkan interaksi secara kompleks,
antara proses-proses mental seperti penilaian, abstraksi, penalaran, imajinasi
dan pemecahan masalah.
Intelegensi
merupakan masalah yang banyak dibahas orang sejak lama. Walaupun ada pergeseran
pandangan dalam masalah ini, tetapi pada umumnya orang berpendapat bahwa
intelegensi merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan belajar
seseorang.
B. Kritik dan Saran
1. Masyarakat pada umumnya
memiliki pengamatan yang masih minim untuk mengamati sebuah gejala jiwa yang
ada di sekitarnya. Jadi, fungsi kecanggihan teknologi pada zaman sekarang
sangat membantu masyarakat untuk lebih mengetahui gejala jiwa pada dunia nyata
ini.
2. Sebagian besar mahasiswa kurang
memiliki tanggapan untuk melakukan sebuah pemahaman tentang gejala jiwa atau
proses mental tersebut. Oleh karena itu, pihak kampus hendaknya memberikan
pelatihan seperti seminar atau sejenisnya untuk mahasiswa.
3. Bagi sebagian mahasiswa,
gejala jiwa adalah suatu hal yang biasa sehingga mereka menganggap itu masalah
yang remeh namun hasilnya bisa fatal. Oleh karena itu, hendaknya pihak kampus
memberikan wadah bagi mahasiswa yang kurang memahami gejala jiwa itu, agar
mahasiswa tidak menganggap remeh lagi gejala jiwa yang selama ini mereka anggap
remeh.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul, Rahman Shaleh. 2009. Psikologi. Jakarta: Kencana.
Chauhan S.S (1978). Advanced
Education Psychology. New Delhi. Vikas Publishing Horse PUT.
Elliot dkk. 1999. Effective
Teaching Education. Singapure: Mc Graw Hill Internation Editions.
Ltd. Dakir. 1993. Dasar-Dasar Psikologi. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Mahmud, D. 1974. Psikologi:
terjemahan dari Spercing. Yogyakarta institut Press IMP Yogyakarta.
Muhibbinsyah. 2001. Psikologi
Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Slameno. 2003. Belajar
dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Suryabrata, S. 1984. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rajawall
Tim Penyusun Kamus Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1991. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi
Kedua. Jakarta: Balai Pustaka.
Witherington, H.C. 1978. Education
Psychology, terjemahan M. Buchori. Jakarta: Aksara Baru.
No comments:
Post a Comment