1

loading...

Sunday, November 11, 2018

MAKALAH GEJALA JIWA DALAM PENDIDIKAN

MAKALAH GEJALA JIWA DALAM PENDIDIKAN

Bab I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Perilaku manusia akan lebih mudah dipahami jika memahami proses mental yang mendasari proses tersebut. Mengingat pentingnya pemahaman tentang proses dalam bab ini akan dijelaskan beberapa aktivitas atau proses mental yang pada manusia khususnya yang berkaitan dengan proses belajar mengajar.
Didalam gejala jiwa ada yang namanya pengamatan, tanggapan, pengertian, fantasi, ingatan, berpikir, dan intelegensi. Masing-masing gejala jiwa memiliki pengertian tersendiri yang dapat dipahami oleh setiap orang.
Pengamatan merupakan usaha manusia untuk mengenal dunia nyata, baik mengenai dirinya sendiri maupun dunia sekitar dimana dia berada, dengan cara melihatnya, mendengarkan, membaunya, merabanya atau mengecapnya. Tanggapan ialah gambaran pengamatan yang tinggal dikesadaran kita sesudah mengamati. Daya jiwa atau biasa disebut fantasi yaitu suatu daya jiwa yang dapat membentuk tanggapan baru dengan pertolongan tanggapan-tanggapan lama. Perhatian adalah kegiatan yang dilakukan seseorang dalam hubungannya dengan pemilihan rangsangan yang datang dari lingkungannya. Ingatan adalah penarikan kembali informsi yang pernah diperoleh sebelumnya. Berpikir dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang menghasilkan representasi mental yang beu melalui transformasi informasi yang melibatkan interaksi secara kompleks, antara proses-proses mental seperti penilaian, abstraksi, penalaran, imajinasi dan pemecahan masalah. Intelegensi sering diartikan yaitu kecerdasan. Dilihat dari penjelasan diatas bahwa sangat jelas maksud dari setiap gejala jiwa tersebut.
B.     Rumusan Masalah
a.       Apa itu pengamatan?
b.      Apa itu tanggapan?
c.       Apa itu fantasi?
d.      Apa itu perhatian?
e.       Apa itu ingatan?
f.       Apa itu berpikir?
g.      Apa itu intelegensi?

C.    Tujuan Penelitian
a.       Untuk memahami apa itu pemahaman.
b.      Untuk memahami apa itu tanggapan.
c.       Untuk memahami apa itu perhatian.
d.      Untuk memahami apa itu fantasi.
e.       Untuk memahami apa itu ingatan.
f.       Untuk memahami apa itu berpikir.
g.      Untuk memahami apa itu intelegensi.

D.    Manfaat Penelitian
a.       Makalah ini bermanfaat untuk dosen, sebagai bahan referensi dalam pengajaran gejala jiwa.
b.      Makalah ini bermanfaat untuk peneliti sebagai landasan teori dalam penelitiannya.
c.       Makalah ini untuk mahasiswa sebagai bahan referensi belajar tentang gejala jiwa dalam pendidikan.
d.      Makalah ini untu masyarakat, agar masyarakat mengetahui dan memahami apa itu gejala jiwa.





Bab II
PEMBAHASAN
GEJALA JIWA DALAM PENDIDIKAN (PROSES MENTAL)
Tujuan Mempelajari Pokok Bahasan Ini :
Setelah mempelajari bab ini mahasiswa diharapkan dapat mendiskripsikan dan menjelaskan : gejala-gejala jiwa dan keragaman individu pada manusia, pengaruh faktor heriditer dan lingkungan terhadap belajar dan pembelajaran, pengaruh faktor tipologi terhadap kepribadian manusia.
A.    GEJALA JIWA
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, bahwa psikologi adalah ilmu yang mempelajari proses mental dan perilaku pada  manusia. Perilaku manusia akan lebih mudah dipahami jika kita memahami proses mental yang mendasari proses tersebut. Demikian juga kita akan lebih mudah memahami perilaku siswa jika kita memahami proses mental yang mendasari perilaku tersebut. Mengingat pentingnya pemahaman tentang proses tersebut dalam bab ini akan dijelaskan beberapa aktivitas atau proses mental yang umum terjadi pada manusia khususnya yang berkaitan dengan proses belajar mengajar.Proses mental juga disebut dengan gejala jiwa.
Ada beberapa aktivitas atau proses mental yaitu :
1.      Pengamatan 
 Pengamatan artinya proses menerima, menafsirkan, dan memberi arti rangsangan yang masuk melalui indera-indera seperti mata dan telinga. Berkat pengamatan belajar akan mampu mencapai pengamatan yang benar objektif sebelum mencapai pengertian. Pengamatan yang salah akan mengakibatkan timbulnya pengertian yang salah pula (Muhabbin Syah, 1997, hal 119).
Pengamatan merupakan usaha manusia untuk mengenal dunia nyata, baik mengenai dirinya sendiri maupun dunia sekitar dimana dia berada, dengan cara melihatnya, mendengarkan, membaunya, merabanya atau mengecapnya. Cara-cara mengenal objek tersebut disebut dengan mengamati, sedangkan melihat mendengar dan seterusnya merupakan modalitas pengamatan. Dengan kata lain, modalitas pengamatan dibedakan oleh panca indra yang kita gunakan untuk mengamati.
Dunia pengamatan biasanya dilukiskan aspek peraturan tertentu, agar subjek agar dapat melakukan orientasi secara baik. Aspek peraturan tersebut adalah :
a)      Peraturan menurut sudut pandang ruang. Menurut sudut pandang ini, dunia pengamatan dilukiskan dalam pengertian-pengertian: atas-bawah, kanan-kiri, jauh-dekat, tinggi rendah, dan sebagainya.
Misalnya Nela belajar, dimana?
b)      Peraturan menurut sudut pandang waktu. Menurut sudut pandang ini, dunia pengamatan dilukiskan dalam pengertian-pengertian: masa lampau, masa kini dan masa yang akan datang serta berbagai variasi waktu. Misalnya ada pengumuman akan ada ujian, kapan?
c)      Peraturan menurut sudut pandang Gestalt. Menurut sudut pandang ini, dunia pengamatan atau objek yang kita amati memiliki arti jika dipandang sebagai kesatuan yang utuh. Misalnya nelihat sekolah, harus dilihat sebagai sebuah bangunan yang utuh bukan sekedar kumpulan dari batubara, semen, genteng dan sebagainya.
d)     Peraturan meurut sudut pandang arti. Menurut sudut pandang ini, objek yang kita amati dilukiskan berdasarkan artinya bagi kita. Jika dilihat secara fisik, bangunan sekolah dengan kantor kecamatan atau rumah sakit mungkin relatif sama, tapi memiliki arti yang sangat berbeda.

2.      Tanggapan
Tanggapan ialah gambaran pengamatan yang tinggal dikesadaran kita sesudah mengamati. Menurut Bigot (dalam Suryabrata, 1990), tanggapan didefinisikan sebagai bayangan yang tinggal dalam ingatan setelah kita melakukan pengamatan terhadap suatu objek. Karena tanggapan juga sering disebut juga bayangan. Dalam proses pengamatan terjadilah gambaran dalam jiwa seseorang.
Ternyata gambaran sebagai hasil proses pengamatan tidak langsung hilang setelah pengalaman selesai. Manusia mempunyai kemampuan-kemampuan lain di samping kemampuan untuk mengadakan persepsi, yaitu kemampuan membayangkan atau menanggap kembali hal-hal yang telah diamatinya itu.
Kemampuan tersebut juga menunjukkan bahwa yang terjadi pada saat pengamatan tidak hilang begitu saja, tetapi dapat disimpan dalam jiwa individu tersebut.
Proses menangkap atau representasi, yaitu membayangkan kembali atau menimbulkan kembali gambaran yang ada pada saat pengamatan. Baik pada pengamatan maupun dalam tanggapan, keduanya dapat membentuk gambaran, tetapi pada umumnya gambaran yang ada pada saat pengamatan lebih jelas dan lebih lengkap dibandingkan gambaran pada saat tanggapan.

3.      Fantasi
Daya jiwa itu ialah fantasi. Yaitu suatu daya jiwa yang dapat membentuk tanggapan baru dengan pertolongan tanggapan-tanggapan lama. Ilmu jiwa modern memberi batasan sebagai berikut:
Fantasi ialah suatu daya jiwa untuk menciptakan sesuatu yang baru.
Jadi dengan fantasi ini manusia dapat membentuk sesuatu yang sebelum ini belum ada, sehingga sesuatu yang baru itu merupakan suatu kreasi, meski dengan jalan sebagaimanapun juga.

Yang lama berpendapat bahwa fantasi itu pasif.
1)      Sesuatu yang baru hanya terjadi karena kombinasi tanggapan-tanggapan yang sudah ada.
2)      Yang baru, fantasi itu aktif. Menghubung-hubungkan sehingga tercipta sesuatu yang sungguh-sungguh baru.       
Menurut terjadinya, fantasi ada 2 macam yaitu:
a)      Fantasi yang tidak disadari ialah fantasi yang terjadi tanpa kita ketahui bahwa kita berfantasi.
Misalnya: pada waktu kita melihat sepak bola, kaki-kaki kita ikut seakan menyepak, dan sebagainya.
b)      Fantasi yang disadari ada dibedakan dua macam:
1)      Fantasi disadari yang pasif, ialah fantasi disadari yang tidak dipimpin oleh akal maupun kemauan kita.
Misalnya: bila kita sedang melamun.
2)      Fantasi disadari yang aktif, ialah fantasi disadari yang dipimpin oleh kemauan dan akal kita.
Menurut jenis-jenisnya fantasi dibedakan:
a.       Fantasi mencipta,
b.      Fantasi terpimpin, dan
c.       Fantasi melaksanakan.
Fantasi mencipta, ialah fantasi yang dapat menghasilkan sesuatu yang sungguh-sungguh baru.
Fantasi terpimpin ialah fantasi yang timbul karena sesuatu perangsang dari luar, dan fantasi ini hanya menikmatinya.
Fantasi melaksanakan ialah fantasi yang berada diantara fantasi mencipta dan fantasi terpimpin.       
a)      Fantasi yang disadari ada yang pasif dan aktif
Meskipun kedua fantasi itu berlainan sifatnya, yaitu pasif dan aktif, namun keduannya mempunyai fungsi yang sama. Kedua fantasi dapat mengambil bentuk:
1.      Mengabstraksi (abstraherend)
2.      Menentukan (determinerend), dan
3.      Menghubungkan (combinerend).

4.      Perhatian
Perhatian didefinisikan sebagai pemusatan atau konsentrasi dari seluruh aktifitas individu yang ditujukan kepada sesuatu atau sekumpulan objek (Walgito, 1997). Jika individu sedang memperhatikan pelajaran yang diterangkan guru, berarti seluruh aktifitas individu dicurahkan atau dikonsentrasikan pada pelajaran tersebut. Dengan demikian, apa yang diperhatikan oleh individu akan disadari dan betul-betul jelas bagi individu tersebut. Perhatian dan kesadaran memiliki korelasi yang positif, sehingga perhatian juga mengandung pengertian banyak sedikitnya kesadaran yang menyertai suatu aktifitasnya yang dilakukan (Suryabrata, 1990).
Perhatian adalah kegiatan yang dilakukan sesorang dalam hubunganya dengan pemilihan rangsangan yang datang dari lingkunganya. Salah satu masalah yang harus dihadapi oleh guru adalah menarik perhatian siswa dan kemudian menjaga agar perhatian itu tetap ada. Berikut ini beberapa prinsip penting yang berkaitan dengan perhatian.
a.       Perhatian seseorang tertuju atau diarahkan pada hal-hal yang baru, hal-hal yang berlawanan dengan pengalaman yang baru saja diperoleh atau dengan pengalaman yang dapat selama hidupnya.
b.      Perhatian seseorang tertuju dan tetap berada serta diarahkan atau tertuju pada hal-hal yang dianggap rumit, selama kerumitan tersebut tidak melampaui batas kemampuan orang tersebut.
c.       Orang mengarahkan perhatiannya pada hal-hal yang dikehendakinya, yaitu hal-hal yang sesuai dengan minat, pengalaman dan kebutuhannya (Slameto, 2003).
Perhatian terdapat bermacam-macam penggolongan yaitu:
1.      Atas dasar intensitasnya, yaitu banyak sedikitnya yang menyertai suatu aktifitas, maka perhatian dibedakan menjadi:
a.       Perhatian intensif, yaitu perhatian yang menyertakan banyak aspek kesadaran.
b.      Perhatian tidak intensif, yaitu perhatian yang tidak menyertakan banyak aspek kesadaran.
Dengan demikian semakin banyak kesadaran yang menyertai aktifitas maka makin intensiflah perhatiannya.
2.      Atas dasar luasnya objek yang dikenai perhatian:
a.       Perhatian terpusat, yaitu perhatian yang tertuju pada lingkup objek yang terbatas.
b.      Perhatian terpencar yaitu perhatian yang tertuju pada lingkup luas atau banyak objek sekaligus.
3.      Atas dasar cara timbulnya, perhatian dibedakan menjadi:
a.       Perhatian spontan, yaitu perhatian yang timbul dengan sendirinya, atau timbul secara spontan. Perhatian ini timbul secara tanpa sengaja atau tanpa usaha.
b.      Perhatian refleksif atau tidak spontan, yaitu perhatian yang dimunculkan dengan sengaja, karena itu harus ada kemauan untuk menimbulkannya.
Secara praktis, yang perlu diperhatikan mengetahui hal-hal yang menarik perhatian. Hal-hal yang menarik perhatian dapat dipandang dari dua segi, yaitu:
1.      Dari segi objek
Dipandang dari segi objek, hal-hal yang menarik perhatian adalah hal-hal yang keluar dari konteksnya atau lain dari pada yang lain.
2.      Dari segi subjek
Dari sudut pandang ini, hal-hal yang menarik perhatian adalah hal-hal yang berkaitan denga  subjek itu sendiri, misalnya yang berkaitan dengan kebutuhan, kegemaran, pekerjaan, atau sejarah hidup subjek.

5.      Ingatan
(dalam Slameto, 2003, hal 111-113) Ingatan adalah penarikan kembali informasi yang pernah diperoleh sebelumnya. Informasi yang diterima dapat disimpan untuk:
1.      Beberapa saat saja,
2.      Beberapa waktu,
3.      Jangka waktu yang terbatas.
Berikut ini beberapa prinsip ingatan yang penting untuk diketahui.
1.      Belajar yang berarti lebih mudah terjadi dan lebih lama diingat dibanding dengan belajar yang tampaknya tidak ada artinya. Menghafal deretan huruf-huruf yang tidak ada hubungan arti adalah sangat sulit dan lama. Untuk memudahkannya guru perlu membubuhkan suatu arti sehingga mudah dihafal.
2.      Belajar membubuhkan atau merangkaikan dua obyek atau peristiwa menjadi lebih mudah apabila kedua objek atau peristiwa itu terjadi atau dijumpai dalam urutan berdekatan, baik ditinjau dari segi waktu maupun ruang.
3.      Belajar dipengaruhi oleh frekuensi perjumpaan dengan rangsangan dan tanggapan yang sama atau serupa yang dibuat. Untuk hal-ahal yang perlu diingat lama, proses yang lebih aktif sangat diperlukan seperti elaborasi, dan transformasi.
4.      Belajar tergantung pada akibat yang ditimbulkannya. Ini berarti bahwa pelajaran yang memberi kesan menyenangkan, menarik, mengurangu ketegangan, bermanfaat, atau memperkaya pengetahuan lebih efisien dan tersimpan atau memberi kesan yang lebih lama.
5.      Belajar sebagai suatu keutuhan yang dapat diukur tidak hanya tergantung pada proses bagaimana belajar itu terjadi, tetapi juga pada cara penilaiannya atau penggunaannya.

Segala macam belajar melibatkan ingatan. Jika individu tidak mengingat apapun mengenai pengalamannya, dia tidak akan dapat apa-apa. Pada umumnya para ahli memandang bahwa ingatan sebagai hubungan dengan masa lampau (Walgito, 1997). Dengan adanya kemampuan mengingat, manusia mampu untuk menyimpan dan menimbulkan kembali apa yang telah pernah dialaminya. Walaupun begitu, tidak semua yang pernah dialami oleh manusia akan dapat ditimbulkan kembali. Dengan kata lain, kadang-kadang terdapat hal-hal yang tidak dapat diingat kembali.
Para ahli membedakan tiga tahap dalam ingatan, yaitu memasukkan pesan dalam ingatan (encoding), penyimpanan (storage), mengingat kembali (retrieval) (Atkinson, dkk, 1997). Karena itu, maka biasanya ingatan didefinisikan sebagai kemampuan untuk memasukkan, menyimpan dan mengingatkan kembali pesan-pesan.

6.      Berpikir
Keberhasilan terbesar dari spesies manusia adalah kemampuannya untuk mempunyai pemikiran yang kompleks. Berpikir meliputi sejumlah besar kegiatan mental, individu berpikir ketika sedang merencanakan liburan, menulis surat, memutuskan bahan makanan yang dibutuhkan, atau ketika sedang cemas memikirkan teman yang sakit. Berpikir membutuhkan kemampuan untuk membayangkan atau menggambarkan benda dan peristiwa yang secara fisik tidak ada.
Berpikir dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang menghasilkan representasi mental yang baru melalui transformasi informasi yang melibatkan interaksi secara kompleks, antara proses-proses mental seperti penilaian, abstraksi, penalaran, imajinasi dan pemecahan masalah. Misalnya pada waktu seseorang membaca buku, informasi diterima melalui berbagai tahapan mulai dari proses sesori sampai dengan memori. Informasi ini kemudian ditransformasikan sehingga menghasilkan apa yang disebut inti sari sebagai informasi baru yang berarti pula sebagai pengetahuan baru bagi seseorang.
Proses berpikir secara normal menurut Mayer meliputi tiga komponen pokok sebagai berikut:
a.       Berpikir adalah aktivitas kognitif yang terjadi dalam mental atau pikiran seseorang tidak tampak, tetapi dapat disimpulkan berdasarkan perilaku yang nampak. Misalnya pemain catur memperlihatkan proses berpikirnya melalui gerakan-gerakan atau langkah-langkah yang dilakukan.
b.      Berpikir merupakan suatu proses yang melibatkan beberapa manipulasi pengetahuan di dalam sistem kognitif. Pengetahuan yang pernah dimiliki (tersimpan dalam ingatan) digabungkan dengan informasi sekarang mengubah pengetahuan seseorang mengenai situasi yang sedang dihadapi.
c.       Berpikir diarahkan dan menghasilkan perbuatan pemecahan masalah atau diarahkan menuju pada pemecahan masalah. Seperti seorang pemain catur setiap langkah yang dilakukan diarahkan untuk memenangkan permainan. Meski tidak semua langkah yang dilakukan berhasil, namun secara umum dalam pikirannya semua langkah diarahkan pada suatu perpecahan.

Terdapat dua pandangan yang berbeda dalam kaitan antara proses berpikir dan pemecahan masalah. Pertama, sebagian orang menganggap bahwa berpikir merupakan aktivitas mental yang rutin dalam diri seseorang seperti halnya bernafas dan peredaran darah. Jadi berpikir dianggap merupakan aktivitas syaraf otak yang tidak harus berhubungan dengan masalah. Berfikir tidak hanya terjadi pada saat orang menghadapi persoalan. Misalnya orang bisa makan sambil berpikir. Ini dapat terjadi baik disadari maupun tidak disadari. Kedua, sebagian berpendapat bahwa berpikir itu selalu berhubungan dengan suatu persoalan yang akan dicari jalan keluarnya. Kecenderungan terakhir ini adalah pandangan kedua sebab berpikir itu muncul karena ada sesuatu yang dipikirkan, ada keinginan terhadap kondisi tertentu, ketidakpuasan, semuanya terjadi dalam kehidupan.
Kemungkinan letak perbedaannya adalah pada pengertian masalah. Jika masalah dianggap sebagai sesuatu yang datang dari lingkungan yang tidak terelakkan dan perlu dicari pemecahan, maka pandangan pertama bisa dibenarkan karena pada saat itu orang akan berfikir. Sebaliknya, jika masalah dipahami sebagai fenomena yang bisa muncul dari dalam diri seseorang yang berarti mempermasalahkan sesuatu kemudian berusaha mencari jalan keluar, maka pandangan kedua bisa dibenarkan karena pada saat ini orang melakukan aktivitas berpikir juga.
7.      Intelegensi
Intelegensi merupakan masalah yang banyak dibahas orang sejak lama. Walaupun ada pergeseran pandangan dalam masalah ini, tetapi pada umumnya orang berpendapat bahwa intelegensi merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan belajar seseorang.
Intelegensi juga sering disebut dengan kecerdasan. Istilah intelegensi berasal dari kata latin “intelligere” yang berarti menghubungkan atau menyatukan satu sama lain. Definisi intelegensi sendiri cukup beragam. Salah satu definisi dinyatakan oleh Stern yang menyebutkan intelegensi adalah daya menyesuaikan diri dengan keadaan baru dengan menggunakan alat-alat berpikir menurut tujuannya (Walgito, 1997). Sementara itu GD Stoddard (dalam Crow & Croe, 1984) menyatakan bahwa intelegensi adalah kemampuan yang mengendalikan aktifitas-aktifitas dengan ciri-ciri sukar, komplek, abstrak, tepat, bertujuan, bernilai sosial dan menampakkan adanya keaslian, serta kemampuan untuk mempertahankan kegiatan-kegiatan seperti itu dalam kondisi yang memerlukan energi dan berlawanan dengan kekuatan-kekuatan emosional. Sedangkan Terman (dalam Walgito, 1997) mendefinisikan intelegensi sebagai kemampuan berpikir abstrak.

Adapun tes intelegensi yang standar antara lain:
1.      Tes Binet-Simon
Ciri tes Binet-Simon ini pertama kali diumumkan antara 1908-1911 yang diberi nama “chelle matrique del intelegence” atau skala pengukuran kecerdasan. Tes Binet-Simon ini kemudian terkenal ke mana-mana.
Tes Binet-Simon itu memperhitungkan dua hal, yaitu:
a)      Umur kronologis (chronological age – disingkat CA) yaitu umur sesorang sebagaimana yang ditunjukan dengan hari kelahirannya atau lamanya ia hidup sejak tanggal lahirnya.
b)      Umur mental (mental age – disingkat MA), yaitu umur kecerdasan sebagaimana yang dutunjukan oleh tes kemampuan akademik.
2.      Tes Weschsler
Ini adalah tes inteligensi yang dibuat oleh Wechsler Bellevue tahun 1939. Tes ini ada dua macam pertama untuk umur 16 tahun ke atas, yaitu Wechsler Adult Inteligence Scale (WAIS) dan kedua untuk anak-anak yaitu Wechsler Inteligence Scale for Childen (WISC). Tes Wechslar meliputi dua subverbal dan perfomance (tes lisan dan perbuatan dan keterampilan). Tes lisan meliputi pengetahuan umum, pemahaman, ingatan, mencari kesamaan, hitungan, bahasa. Sedangkan tes keterampilan meliputi menyusun gambar, dan sandi (kode angka-angka).
3.      Tes Army Alfa dan Betha
Tes ini digunakan untuk mengetes calon-calon tentara di Amerika Serikat. Tes Army Alfa khusus untuk calon tentara yang pandai membaca, sedangkan Army Betha untuk calon tentara yang tidak pandai membaca. Kelebihan tes ini dibandingkan dengan tes Binet-Simon dan tes Weschsler yaitu tes ini dilakukas secara rombongan (kelompok) sehingga menghemat waktu.


4.      Tes Progressive Matrices
Tes inteligensi ini diciptakan oleh L.S Penrose dan J.C. Laven di Inggris tahun 1938. Tes ini diberikan secara rombongan dan peroragan. Berbeda dengan Binet dan Weschsler, tes ini tidak menggunakan IQ tetapi menggunakan Percentile.
5.      Arti IQ
IQ adalah petunjuk dalam bentuk angka-angka yang menggambarkan secara relatif hasil pelaksanaan satu tes. IQ membandingkan prestasi seseorang dengan orang lainnya yang umurnya sama. IQ juga dapat diukur dengan berbagai cara, Terman menggunakan istilah IQ untuk menggambarkan hubungan antara tingkat mental dengan tingkat kronologis. Umur mental ini kemudian dibagi dengan umur kronologis (CA) dan hasilnya dikalikan 100. Dengan kata lain umur IQ adalah MA per CA dikali 100.
  
Bab III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Pengamatan merupakan usaha manusia untuk mengenal dunia nyata, baik mengenai dirinya sendiri maupun dunia sekitar dimana dia berada, dengan cara melihatnya, mendengarkan, membaunya, merabanya atau mengecapnya. Cara-cara mengenal objek tersebut disebut dengan mengamati, sedangkan melihat mendengar dan seterusnya merupakan modalitas pengamatan.
Tanggapan didefinisikan sebagai bayangan yang tinggal dalam ingatan setelah kita melakukan pengamatan terhadap suatu objek. Karena tanggapan juga sering disebut juga bayangan. Dalam proses pengamatan terjadilah gambaran dalam jiwa seseorang.
Daya jiwa itu ialah fantasi. Yaitu suatu daya jiwa yang dapat membentuk tanggapan baru dengan pertolongan tanggapan-tanggapan lama.
Perhatian adalah kegiatan yang dilakukan sesorang dalam hubunganya dengan pemilihan rangsangan yang datang dari lingkunganya. Salah satu masalah yang harus dihadapi oleh guru adalah menarik perhatian siswa dan kemudian menjaga agar perhatian itu tetap ada.
Ingatan adalah penarikan kembali informasi yang pernah diperoleh sebelumnya.
Berpikir dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang menghasilkan representasi mental yang baru melalui transformasi informasi yang melibatkan interaksi secara kompleks, antara proses-proses mental seperti penilaian, abstraksi, penalaran, imajinasi dan pemecahan masalah.
Intelegensi merupakan masalah yang banyak dibahas orang sejak lama. Walaupun ada pergeseran pandangan dalam masalah ini, tetapi pada umumnya orang berpendapat bahwa intelegensi merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan belajar seseorang.

B.     Kritik dan Saran
1.      Masyarakat pada umumnya memiliki pengamatan yang masih minim untuk mengamati sebuah gejala jiwa yang ada di sekitarnya. Jadi, fungsi kecanggihan teknologi pada zaman sekarang sangat membantu masyarakat untuk lebih mengetahui gejala jiwa pada dunia nyata ini.
2.      Sebagian besar mahasiswa kurang memiliki tanggapan untuk melakukan sebuah pemahaman tentang gejala jiwa atau proses mental tersebut. Oleh karena itu, pihak kampus hendaknya memberikan pelatihan seperti seminar atau sejenisnya untuk mahasiswa.
3.      Bagi sebagian mahasiswa, gejala jiwa adalah suatu hal yang biasa sehingga mereka menganggap itu masalah yang remeh namun hasilnya bisa fatal. Oleh karena itu, hendaknya pihak kampus memberikan wadah bagi mahasiswa yang kurang memahami gejala jiwa itu, agar mahasiswa tidak menganggap remeh lagi gejala jiwa yang selama ini mereka anggap remeh.


DAFTAR PUSTAKA
Abdul, Rahman Shaleh. 2009. Psikologi. Jakarta: Kencana.
Chauhan S.S (1978). Advanced Education Psychology. New Delhi. Vikas Publishing Horse PUT.
Elliot dkk. 1999. Effective Teaching Education. Singapure: Mc Graw Hill Internation Editions.
Ltd. Dakir. 1993. Dasar-Dasar Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Mahmud, D. 1974. Psikologi: terjemahan dari Spercing. Yogyakarta institut Press IMP Yogyakarta.
Muhibbinsyah. 2001. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Slameno. 2003. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Suryabrata, S. 1984. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rajawall
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1991. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kedua. Jakarta: Balai Pustaka.
Witherington, H.C. 1978. Education Psychology, terjemahan M. Buchori. Jakarta: Aksara Baru.

No comments:

Post a Comment