MAKALAH HADIS IBADAH " MANDI"
A. PENDAHULUAN
Pembahasan
mengenai mandi tidak dipisahkan dengan pembahasan wudhu, keduanya berada dalam
lingkupan yang sama, yaitu bersuci (thaharah). Mandi yang dimaksud bukan mandi
sebagaiman yang kita lakukan setiap hari, pagi dan sore, tetapi mandi yang dituntun
oleh aturan syari’at Islam. Oleh karena itu, biasanya dikenal dengan “mandi
besar”. Mandi besar ini dilakukan dengan mengikuti aturan-aturan yang telah
ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya atau lebih dikenal dengan rukun mandi
besar.
Banyak
di kalangan masyarakat sekarang yang kurang menegtahui tentang tata cara mandi
besar untuk menghilangkan hadats besar. Mereka kurang mempedulikan rukun-rukun
yang ada. Mandi besar merupakan cara bersuci dari hadats agar dapat melakukan
suatu ibadah lagi, seperti sholat, puasa, dan amalan ibadah yang lain dengan
demikian, di sini akan disampaikan apa definisi dari mandi serta dasar dan
hukumnya, rukun-rukun yang terkandung dalam mandi dan hal-hal yang mewajibkan
untuk mandi.
Semoga
dalam penyampaian materi tentang mandi ini memberikan manfaat pada kita agar
berhati-hati dalam urusan hadats, serta membiasakan hidup bersih. Di sisi lain
kita juga dituntut untuk mengerti dan mampu mempraktekkannya.
1. Rumusan Masalah
a. Apakah pengertian mandi besar / wajib?
b. Apa penyebab mandi besar / waji?
c. Apa saja rukun-rukun mandi besar /besar?
d. Apa saja sunah-sunah mandi besar / wajib?
2. Tujuan
a. Untuk mengetahui pengertian mandi besar / wajib.
b. Untuk mengetahui penyebab-penyebab mandi besar / besar.
c. Untuk mengetahui apa saja rukun-rukun mandi besar / wajib.
d. Untuk mengetahui apa saja sunah-sunah mandi besar / wajib.
B.
PEMBAHASAN
1. PENGERTIAN MANDI WAJIB/ BESAR
Secara bahasa mandi (al-Ghusl)
berarti mengalikan air ke segala sesuatu secara mutlak (Saylan al-Ma’ala al-Syai’Mutlaka).
Sedang secara istilah :
a. Menurut al-Zuhayli: mengalirkan air ke suluruh bagian
tubuh dengan cara tertentu.
b. Syafi’iyah: mengalirkan air ke seluruh tubuh di sertai dengan niat.
b. Syafi’iyah: mengalirkan air ke seluruh tubuh di sertai dengan niat.
2. PENYEBAB MANDI WAJIB/ BESAR
Mandi besar ini dilakukan karena ada
sebab-sebab syar’i yang mengharuskan untuk melakukan mandi. Sebab-sebab
tersebut dalam syari’at Islam disebut sebagai hadats besar, sehingga tujuan
yang ingin dicapai dari mandi ini adalah untuk menghilangkan hadats besar.
Hadats besar ini tidak bisa atau tidak cukup apabila dilakukan dengan wudhu,
karena wudhu hanyalah media bersuci untuk menghilangkan hadts kecil, tetapi
hadats besar hanya dapat dihilangkan dengan mandi besar yang sesuai dengan
ajaran Islam, kecuali kalau tidak ada air atau ada kondisi yang tidak
memungkinkan seseorang untuk menghilangkan air, maka mandi besar dapat
digantikan dengan tayamum.
Berikut alasan
seseorang harus mandi Wajib/ Junub :
1) Mengeluarkan air mani/ sperma baik
disengaja maupun tidak sengaja
Keluar
sperma merupakan salah satu yang mewajibkan mandi, jika sperma itu memang
sperma yang keluar dari dirinya sendiri pada yang pertama kali, baik dari
tempat biasanya seperti kemaluan laki-laki atau wanita ataupun bukan dari
tempat biasanya seperti tulang rusuk atau kaki yang retak atau patah, walupun
sperma itu keluarnya setelah selesai mandi, tetap saja wajib mandi lagi. Hal
ini berdasarkan sebuah hadist :
Hendaklah diketahui, bahwa keluarnya
mani yang disertai rasa nikmat mewajibkannya untuk mandi, baik itu dalam keadaan
tidur maupun tidak. Ini merupakan pendapat para fuqaha secara umum. Hal ini
sebagaimana diriwayatkan dalam sebuah hadist, bahwa Ummu Sulaim pernah
bertanya:
يَارَسُوْلَ
اللهِ إِنَّ اللهَ لاَ يَسْتَحي مِنَ الحَقِّ هَلْ عَلَى المَرْأَةِ مِنْ غُسْلٍ
إِذَا هِيَ اِحْتَلَمَتْ؟ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ: نَعَمْ إِذَا رَأَتْ المَاءَ
“Wahai Rasulullah, sesungguhnya
Allah tidak malu terhadap kebenaran (maka aku pun tidak malu untuk bertanya):
Apakah wanita wajib mandi bila bermimpi? Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam menjawab, “Ya, apabila ia melihat air mani setelah ia bangun.” (Muttafaqun Alaih)
2) Melakukan hubungan seks/ bersetubuh
Yang dimaksud bersetubuh adalah masuknya kemaluan laki-laki
pada yang berlubang (kemaluan atau anus/dubur) seorang wanita.
Dari definisi di atas para ulama menafsirkan
arti persetubuhan itu secara luas dengan tafsiran sebagai berikut :
a. Baik
disengaja ataupun tidak;
b. Berereksi atau tidak;
c. Disukai atau tidak;
d. Memakai pelapis seperti kondom atau tidak;
e. Mengeluarkan sperma/ejakulasi atau tidak;
f. Orang yang disetubuhinya hidup atau mati;
g. Yang disetubuhinya manusia ataupun
binatang.
Hal ini didasarkan pada firman Allah :
وَإِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوا
“ …….Dan jika kalian terbukti dalam keadaan
junub, maka bersucilah (mandilah ). QS Al=Maidah ;6)
sahabat
Abu Hurairah r.a. telah menceritakan , bahwa nabi saw. Pernah bersabda:
Rasulullah
Shallallahu Alaihi Wa sallam bersabda,
إِذَا
تَجَاوَزَ الخِتَانِ فَقَدْ وَجَبَ الغُسْلُ
“Apabila
dua kemaluan saling bersentuhan, maka telah diwajibkan atas keduanya untuk
mandi.” (HR. Muslim)
اِ ذَ ا جَلَسَ
بَيْنَ شعَبِحَا اْلاْ رْ بَعِ ثُمَّ جَهَددَ هَا فَقَدْ وَ جَبَ ا لْغُسْلُ .ز
Apabilah seseorang telah duduk di antara empat
anggota tubuh (isteri) nya , kemudian ia menyetubuhinya maka (bagi keduanya) di
wajibkan mandi( HR. Khamsah kecuali imam turmidzi).
3) Haid dan pasca melahirkan (nifas)
Apabila seorang
wanita telah benar-benar suci dari darah haid dengan cara meletakan kapas atau
menempelkan pembalut lebih dalam pada kemaluannya, sedangkan kapas dan atau
pembalut itu tetap putih, maka wajib baginya untuk bersuci dengan mandi
jinabat. Hal ini didasarkan atas fiman Allah :
عن
عائشة رضى
الله عنها
قَالَتْ : قَالَ
رَسُوْلُ اللهِ
صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
لِفَاطِمَةَ بِنْتِ
أَبِى حُبَيْشٍ:
(( إِذاَ أَقْبَلَتِ
الْحَيْضَةُ فَدَعِى
الصَّلاةَ وَإِذَا
أَدْبَرَتْ فَاغْتَسِلِى
وَصَلِّى )) متفق
عليه
“ Dari Aisyah RA telah
berkata : Rosulallah SAW telah bersabda kepada Fatimah binti Abi Hubaisy “,
Apabila datang haid maka tinggalkanlah sholat. Dan apabila darah haid itu telah
berlalu (suci), maka mandilah dan sholatlah “, HR Bukhori Muslim
Disamping firman Allah dan Hadist di
atas, juga ijma’ ulama “ mewajibkan mandi dengan sebab terputusnya darah haid/
sucinya darah “. Di antara ulama itu Ibnu Munjir, Ibnu Jarir at Thobari.
Adapun
Darah nifas, maka apabila sudah terputus/ suci, maka wajib pula wanita bersuci/
mandi, karena darah nifas adalah kumpulan darah haid yang tidak keluar selama
wanita hamil dan juga diharamkan bagi wanita yang nifas, sholat, berpuasa dan
bersetubuh. Oleh karena itu diwajibkan mandi jika akan melakukan yang di atas.[
Al-Majmu’ 3/110]
4) Meninggal dunia
Kematian adalah tidak adanya kehidupan pada
seseorang yang disebabkan karena terlepasnya ruh dari jasad. Apabila hal ini
sudah berada pada seorang muslim yang bukan karena mati syahid ,maka wajib
dimandikan. Hal ini sebagaimana diriwayatkan dalam sebuah hadist: yang mana
Nabi Muhammad SAW berkata, ketika ada seseorang yang terjatuh dari kendaraannya
(kuda) kemudian dia terjatuh :
عَنْ إِبْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ الله ُعَنْهُ قَالَ: قَالَ النَّبِيّ صَلَّى الله ُعَلَيْهِ وَسَلَّمَ :(( اِغْسِلُوْهُ بِمَاءٍ وَسِدْرٍ وَكَفِّنُوْهُ فِى ثَوْبَيْنِ )) متفق عليه
“ Dari Ibnu Abaas RA
telah berkata : Sesungguhnya Nabi Muhammad SAW telah bersabda : Basuhlah (
mandikanlah ) dia dengan air dan bubuk kayu bidara. Dan kafanilah dia dalam
balutan dua baju “ .HR Bukhori muslim.
Dari hadist di atas jelaslah ada
perintah memandikan yang menunjukan adanya kewajiban untuk memandikan orang
yang sudah meninggal dunia.
مَنْ
غَسَلَ مَيِتَا ؤَلْيَغْتَسِلْ
Barang siapa yang memandikan mayat, maka hendaklah
ia mandi (HR Abu Daud dengan sanad yang
berpredikat dha’if).
3. RUKUN-RUKUN MANDI WAJIB/ BESAR
a. Niat
Jumhur (selain hafiyah) mewajibkan
niat, sama dengan pembahasan niat dalam wudlu, adapun niat yang dianggap sah
adalah:
1) Niat melakukan
kerfadluan mandi.
2) Niat menghilangkan
hasats besar / jinabah.
3) Niat supaya
b. Meratakan
keseluruh anggota tubuh termasuk yang dikenai air adalah:
1) Telinga
2) Pusar
3) Semua
rambut
4) Kulit
kepala
5) Bagian
dalam kelamin yang sebelum dikhitam
6) Kuku
4. SUNAH-SUNAH
MANDI
a. Membasuh kedua tangan sebelum memasukkannya
ke dalam tempat air sebanyak tiga kali
b. Membasuh kemaluan
c. Berwudhu
secara sempurna seperti halnya wudhu untuk shalat. Dan ia boleh menangguhkan
membasuh kedua kaki sampai selesai mandi. Hal ini sesuai dengan hadits yang
diriwatkan oleh A’isyah.
كان رسول الله صل الله عليه وسلّم اذا اغتسل من الجنابة توضّاء وضؤه للصلاة
“Bila
Nabi SAW hendak melaksanakan mandi dari jinabah (mandi besar), Beliau berwudhu
terlebih dahulu sebagaimana Beliau berwudhu ketika akan melaksanakan shalat”.
d. Mengalirkan air ke kepala
sebanyak tiga kali sambil menyelang-nyelangi rambut
agar air membasahi kulit kepala.
e. Mengalirkan air ke seluruh tubuh dengan
mendahulukan yang kanan, sambil menggosok-gosok
anggota tubuh, termasuk bagian-bagian yang tidak mudah dijangkau dan dialiri
air.
f. Menutup aurat, meskipun dalam tempat yang
sepi.
g. Tidak meminta pertolongan kecuali dalam
keadaan terpaksa.
h. Menghadap kiblat.
i. Terus-menerus tanpa diselingi perbuatan yang
lain.
C.
KESIMPULAN
Secara bahasa mandi (al-Ghusl) berarti mengalirkan air ke
segala sesuatu secara mutlak (Saylan al-Ma’ala al-Syai’Mutlaka). Sedang secara
istilah :
a. Menurut
al-Zuhayli: mengalirkan air ke suluruh bagian tubuh dengan cara tertentu.
b. Syafi’iyah:
mengalirkan air ke seluruh tubuh di sertai dengan niat.
Mandi besar ini dilakukan untuk
menghilangkan hadats besar, Hadats besar ini tidak bisa atau tidak cukup
apabila dilakukan dengan wudhu, karena wudhu hanyalah media bersuci untuk
menghilangkan hadts kecil, tetapi hadats besar hanya dapat dihilangkan dengan
mandi besar yang sesuai dengan ajaran Islam, kecuali kalau tidak ada air atau
ada kondisi yang tidak memungkinkan seseorang untuk menghilangkan air, maka mandi
besar dapat digantikan dengan tayamum.
DAFTAR PUSTAKA
- Ayyub, Hasan. Fikih Ibadah. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2004.
- https://djauharul28.wordpress.com/2012/12/07/hadits-pendidikan-tayammum-dan-mandi-janabah/id=452998241454140&story_fbid=454007224686575https://muslim.or.id/3776-mandi-yang-disunnahkan.html
No comments:
Post a Comment