1

loading...

Thursday, November 1, 2018

MAKALAH PEMBAHASAN ALIRAN JABARIYAH

MAKALAH PEMBAHASAN ALIRAN JABARIYAH

BAB II
        PEMBAHASAN ALIRAN JABARIYAH

A.    Pengertian  dan Latar Belakang Lahirnya Aliran Jabariyah
Secara bahasa Jabariyah berasal dari kata jabara yang mengandung pengertian memaksa. Dan yang dimaksud adalah suatu golongan atau aliran atau kelompok yang berfaham bahwa semua perbuatan manusia bukan atas kehendak sendiri, namun ditentukan oleh Allah SWT. Dalam arti bahwa setiap perbuatan yang dilakukan oleh manusia baik perbuatan buruk, jahat dan baik semuanya telah ditentukan oleh Allah SWT dan bukan atas kehendak atau adanya campur tangan manusia. 
Di dalam kamus Munjid dijelaskan bahwa nama Jabariyah berasal dari kata jabara yang mengandung arti memaksa dan mengharuskannya melakukan sesuatu.[1]
 Salah satu sifat dari Allah adalah al-Jabbar yang berarti Allah Maha Memaksa. Sedangkan secara istilah Jabariyah adalah menolak adanya perbuatan dari manusia dan menyandarkan semua perbuatan kepada Allah. Dengan kata lain adalah manusia mengerjakan perbuatan dalam keadaan terpaksa (majbur). Jabariah adalah pendapat yang tumbuh dalam masyarakat Islam yang melepaskan diri dari seluruh tanggungjawab. Maka Manusia itu disamakan dengan makluk lain yang sepi dan bebas dari tindakan yang dapat dipertanggungjawabkan. Dengan kata lain, manusia itu diibaratkan benda mati yang hanya bergerak dan digerakkan oleh Allah Pencipta, sesuai dengan apa yang diinginkan-Nya. Dalam soal ini manusia itu dianggap tidak lain melainkan bulu di udara dibawa angin menurut arah yang diinginkan-Nya. Maka manusia itu sunyi dan luput dari ikhtiar untuk memilih apa yang diinginkannya sendiri. Ini dapat diartikan pula bahwa manusia itu akhirnya tidak bersalah dan tidak berdosa, sebab ia hanya digerakkan oleh kekuatan atasan dimana ia tidak lain laksana robot yang mati, tidak berarti. [2]
Beberapa peristiwa sejarah:
a)      Suatu ketika Nabi menjumpai sabahatnya yang sedang bertengkar dalam masalah Takdir Tuhan, Nabi melarang mereka untuk memperdebatkan persoalan tersebut, agar terhindar dari kekeliruan penafsiran tentang ayat-ayat Tuhan mengenai takdir.[3]
b)      Khalifah Umar bin al-Khaththab pernah menangkap seorang pencuri. Ketika ditntrogasi, pencuri itu berkata "Tuhan telah menentukan aku mencuri". Mendengar itu Umar kemudian marah sekali dan menganggap orang itu telah berdusta. Oleh karena itu Umar memberikan dua jenis hukuman kepada orang itu, yaitu: hukuman potongan tangan karena mencuri dan hukuman dera karena menggunakan dalil takdir Tuhan.
c)       Ketika Khalifah Ali bin Abu Thalib ditanya tentang qadar Tuhan dalam kaitannya dengan siksa dan pahala. Orang tua itu bertanya,"apabila perjalanan (menuju perang siffin) itu terjadi dengan qadha dan qadar Tuhan, tidak ada pahala sebagai balasannya. Kemudian Ali menjelaskannya bahwa Qadha dan Qadha Tuhan bukanlah sebuah paksaan. Pahala dan siksa akan didapat berdasarkan atas amal perbuatan manusia. Kalau itu sebuah paksaan, maka tidak ada pahala dan siksa, gugur pula janji dan ancaman Allah, dan tidak pujian bagi orang yang baik dan tidak ada celaan bagi orang berbuat dosa.[4]
d)      Adanya paham Jabar telah mengemuka kepermukaan pada masa Bani Umayyah yang tumbuh berkembang di Syiria. Di samping adanya bibit pengaruh faham jabar yang telah muncul dari pemahaman terhadap ajaran Islam itu sendiri. Ada sebuah pandangan mengatakan bahwa aliran Jabar muncul karena adanya pengaruh dari dari pemikriran asing, yaitu pengaruh agama Yahudi bermazhab Qurra dan agama Kristen bermazhab Yacobit.
Dengan demikian, latar belakang lahirnya aliran Jabariyah dapat dibedakan kedalam dua faktor, yaitu faktor yang berasal dari pemahaman ajaran-ajaran Islam yang bersumber dari Alquran dan Sunnah, yang mempunyai paham yang mengarah kepada Jabariyah. Lebih dari itu adalah adanya pengaruh dari luar Islam yang ikut andil dalam melahirkan aliran ini.
Adapun yang menjadi dasar munculnya paham ini adalah sebagai reaksi dari tiga perkara: pertama, adanya paham Qadariyah, keduanya, telalu tekstualnya pamahaman agama tanpa adanya keberanian menakwilkan dan ketiga adalah adanya aliran salaf yang ditokohi Muqatil bin Sulaiman yang berlebihan dalam menetapkan sifat-sifat Tuhan sehingga membawa kepada Tasybih. [5]
B.     Sejarah Jabariyah
Pendapat jabariah diterapkan di masa kerajaan Ummayyade (660-750 M). Yakni di masa keadaan keamanan sudah pulih dengan tercapainya perjanjian antara Muawiyah dengan Hasan bin Ali bin Abu Thalib, yang tidak mampu lagi menghadapi kekuatan Muawiyah. Maka Muawiyah mencari jalan untuk memperkuat kedudukannya. Di sini ia bermain politik yang licik. Ia ingin memasukkan di dalam pikiran rakyat jelata bahwa pengangkatannya sebagai kepala negara dan memimpin ummat Islam adalah berdasarkan "Qadha dan Qadar/ketentuan dan keputusan Allah semata" dan tidak ada unsur manusia yang terlibat di dalamnya.[6]
C.    Awal Kemunculan Jabariyah
Secara sosiologis, Masyarakat Arab sebelum Islam kelihatannya dipengaruhi oleh faham Jabariyah. Bangsa Arab yang pada waktu itu bersifat serba sederhana dan jauh dari pengetahuan, terpaksa menyesuaikan hidup mereka dengan suasana padang pasir, dengan panasnya yang terik serta tanahnya yang gundul. Dalam dunia yang demikian mereka tidak banyak melihat jalan untuk merubah keadaan sekeliling mereka sesuai dengan keinginan mereka sendiri. Mereka merasa dirinya lemah dan tak berkuasa menghadapi kesukaran-kesukaran hidup yang ditimbulkan suasana padang padang pasir. Dalam kehidupan sehari-hari mereka banyak tergantung pada kehendak natur. Hal ini membawa mereka pada faham fatalism . Disamping itu, dalam bukunya Ilmu Kalam,Thaib Thahir mengungkapkan bahwa faham ini disebabkan karena disebabkan kuatnya iman terhadap qudrat (kuasa) dan iradat (berkehendak) Allah ditambah pula dengan sifat wahdaniyat (Esa)-nya itulah yang mendorongnya kepada faham jabariyah. [7]
Aliran ini muncul ketika masa Bani Umayyah. Pemimpin pertama dari aliran jabariyah ini adalah jaham bin sofwan. Karena itu faham ini kadang-kadang disebut Al-jahamiyah. Meskipun jaham yang banyak berperan dalam menyebarkan faham ini, tetapi Aliran ini untuk pertama kali dalam sejarah teologi Islam ditonjolkan oleh al-Jad bin Dirham. Aliran Jabariyah timbul bersamaan dengan timbulnya aliran Qadariyah, dan tampaknya merupakan reaksi dari padanya. Daerah tempat timbulnya pun tidak berjauhan. Aliran jabariyah timbul di Khurasan Persia sedangkan Qadariyah timbul di Iraq. Jaham lah yang pertama kali mengatakan bahwa manusia dalam keadaan terpaksa, tidak bebas dan tidak mempunyai kekuasaan sedikit juapun untuk bertindak dalam mengerjakan sesuatu. Allah lah yang menentukan sesuatu itu kepada seseorang, apa yang akan dikerjakannya, baik dikehendaki oleh manusia itu sendiri maupun tidak.[8]
Karena, kaum Mu'tazilah menjadi pewaris kedua pemahaman tersebut dan mengadopsi pokok-pokok ajaran kedua kaum tersebut. Selanjutnya ditangan Mu'tazilah paham-paham tersebut segar kembali. Sehingga Imam As-Syafi'i menyebutnya Wasil, Umar, Ghallan al-Dimasyq sebagai tiga serangkai yang seide itulah sebabnya kaum Mu'tazilah dinamakan juga kaum Qadariyah dan Jahmiyah.
Disebut Qadariyah karena mereka mewarisi isi paham mereka tentang penolakan terhadap adanya takdir, dan menyandarkan semua perbuatan manusia kepada diri sendiri tanpa adanya intervensi Allah. Disebut Jahmiyah karena mereka mewarisi dari paham penolakan mereka yang meniadakan sifat-sifat Allah, Al-quran itu Makhluk, dan pengingkatan mereka mengenai kemungkinan melihat Allah dengan mata kepala di hari kiamat. Berkaitan dengan hal ini, Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa sebagai pengikut Mu'tazilah adalah Jahmiyah tetapi tidak semua Jahmiyah adalah Mu'tazilah, karena kaum Mu'tazilah berbeda pendapat dengan kaum Jahmiyah dalam masalah Jabr (hamba berbuat karena terpaksa). [9]
D.    Kelompok dan Faham Jabariyah
Tampaknya setiap aliran memilki faham yang mereka anut dan mereka jalankan sesuai dengan keyakinan mereka. Meskipun sebuah aliran sudah tidak ada, namun faham-faham aliran tersebut masih terus bergulir saling mempengaruhi dari generasi ke generasi. Meskipun secara jelas aliran jabariyah ini sudah hampir tidak dijumpai lagi, namun faham-fahamnya masih ada. Sejalan dengan faham jabariyah ini adalah faham Fatalism. Disamping itu juga ada beberapa golongan yang memilki pemahaman yang serupa dengan jabariyah, dan dalam jabariyah itu sendiri terbagi menjadi kelompok.[10]
1.      Kelompok moderat
Faham moderat ini dipelopori dan di bawa oleh al-Husain Ibn Muhammad al- Najjar. Kata al-Najar, Tuhanlah yang menciptakan perbuatan-perbuatan manusia baik perbuatan baik maupun perbuataan jahat. Meski demikian manusia memilki andil dalam perbuatan-perbuatannya. Tenaga yang diciptakan-Nya memilki efek untuk mewujudkan perbuatan-perbuatannya. Dan inilah yang disebut usaha, kasb atau acquition. Senada dengan faham ini adalah fahamnya Dirar Ibn ‘Amr ia mengatakan bahwa perbuatan-perbuatan manusia pada hakekatnya diciptakan Tuhan, dan diperoleh (acquired, iktasaba) pada hakekatnya oleh manusia.[11]
Tokoh yang berpaham seperti ini adalah Husain bin Muhammad an-Najjar yang mengatakan bahwa Tuhan menciptakan segala perbuatan manusia, tetapi manusia mengambil bagian atau peran dalam mewujudkan perbuatan-perbuatan itu dan Tuhan tidak dapat dilihat di akherat. Sedangkan adh-Dhirar (tokoh jabariayah moderat lainnya) pendapat bahwa Tuhan dapat saja dilihat dengan indera keenam dan perbuatan dapat ditimbulkan oleh dua pihak. [12]
2.      Kelompok ekstrem
Faham ekstrem ini lah yang dibawa oleh jahm bin shafwan.  Kaum jabariyah ekstrem ini berpendapat bahwa manusia tidak memilki kemerdekaan dalam menentukan kehendak dan perbuatannya. Manusia dalam faham ini terikat pada kehendak mutlak Tuhan. Nama Jabariyah sendiripun diambil dari kata Jabara yang mengandung arti memaksa. Memang dalam aliran ini terdapat faham yang memandang bahwa manusia dalam mengerjakan perbuatanya terpaksa (majbur) dalam istilah Inggris faham ini disebut faham fatalism atau predenstination. Perbuatan-perbuatan manusia telah ditentukan dari semula oleh kada dan kadar Allah.
Menurut Jahm manusia tidak memilki kekuasaan untuk berbuat apa-apa; manusia tidak mempunyai daya, tidak memilki kehendak sendiri dan tidak mempunyai kekuasaan serta tidak memilki pilihan.
Manusia dalam perbuatan-perbuatannya adalah dipaksa dengan dengan tidak ada kekuasaan, kemauan dan pilihan baginya
.هو مجبور في أفعاله لا قدرة له ولااردة ولا اختيار
Perbuatan-perbuatan diciptakan tuhan dalam diri manusia, tak obahnya dengan gerak yang diciptakan Tuhan dalam benda-benda mati.
Oleh karena itu manusia berbua bukan dalam arti sebenarnya, tetapi dalam arti majazi atau kiasantak obahnya sebagaimana disebut air mengalir, batu bergerak, maahari terbit dan sebaginya. [13]
Segala perbuatan manusia merupakan perbuatan yang dipaksakan atas dirinya termasuk didalamnya perbuatan-perbuatan seperti menegrjakan kewajiban, menerima pahala dan menerima siksaan. [14]
Menurut faham ekstrem ini, segala perbuatan manusia tidak merupakan perbuatan yang timbul dari kemauannya sendiri, tetapi perbuatan yang dipaksakan atas dirinya. Kalau seorang mencuri, umpamanya, maka perbuatan mencuri itu bukanlah terjadi atas kehendaknya sendiri, tetapi timbul karena kada dan kadar Tuhan menghendaki yang demikian. Dengan kata kasarnya, ia mencuri bukanlah kehendaknya sendiri, tetapi Tuhan lah yang memaksa ia mencuri. Manusia, dalam faham ini hanya merupakan wayang yang digerkan oleh sang dalang. Sebagaimana manusia digerakan oleh Tuhannya. Tanpa gerak dari Tuhan manusia tidak bisa berbuat apa-apa.[15]
Di antara tokoh adalah Jahm bin Shofwan dengan pendapatnya adalah bahwa manusia tidak mempu untuk berbuat apa-apa. Ia tidak mempunyai daya, tidak mempunyai kehendak sendiri, dan tidak mempunyai pilihan. Pendapat Jahm tentang keterpaksaan ini lebih dikenal dibandingkan dengan pendapatnya tentang surga dan neraka, konsep iman, kalam Tuhan, meniadakan sifat Tuhan, dan melihat Tuhan di akherat. Surga dan nerka tidak kekal, dan yang kekal hanya Allah. Sedangkan iman dalam pengertianya adalah ma'rifat atau membenarkan dengan hati, dan hal ini sama dengan konsep yang dikemukakan oleh kaum Murjiah. Kalam Tuhan adalah makhluk. Allah tidak mempunyai keserupaan dengan manusia seperti berbicara, mendengar, dan melihat, dan Tuhan juga tidak dapat dilihat dengan indera mata di akherat kelak.  Aliran ini dikenal juga dengan nama al-Jahmiyyah atau Jabariyah Khalisah. Ja'ad bin Dirham, menjelaskan tentang ajaran pokok dari Jabariyah adalah Alquran adalah makhluk dan sesuatu yang baru dan tidak dapat disifatkan kepada Allah. Allah tidak mempunyai sifat yang serupa dengan makhluk, seperti berbicara,[16] melihat dan mendengar. Manusia terpaksa oleh Allah dalam segala hal. Dengan demikian ajaran Jabariyah yang ekstrim mengatakan bahwa manusia lemah, tidak berdaya, terikat dengan kekuasaan dan kehendak Tuhan, tidak mempunyai kehendak dan kemauan bebas sebagaimana dimilki oleh paham Qadariyah. Seluruh tindakan dan perbuatan manusia tidak boleh lepas dari scenario dan kehendak Allah. Segala akibat, baik dan buruk yang diterima oleh manusia dalam perjalanan hidupnya adalah merupakan ketentuan Allah.[17]
E.     Pemimpin Penganut Jabariyah
Ø  Ja'd Bin Dirham
Ia adalah seorang hamba dari bani Hakam dan tinggal di Damsyik. Ia dibunuh pancung oleh Gubernur Kufah yaitu khalid bin Abdullah El-Qasri.[18]
F.     Penolakan Terhadap Paham Jabariyah
Kelompok jabariyah adalah orang-orang yang melampaui batas dalam menetapkan takdir hingga mereka mengesampingkan sama sekali kekuasaan manusia dan mengingkari bahwa manusia bisa berbuat sesuatu dan melakukan suatu sebab (usaha). Apa yang ditakdirkan kepada mereka pasti akan terjadi. Mereka berpendapat bahwa manusia terpaksa melakukan segala perbuatan mereka dan manusia tidak mempunyai kekuasaan yang berpengaruh kepada perbuatan, bahkan manusia seperti bulu yang ditiup angin. Maka dari itu,  mereka tidak berbuat apa-apa karena berhujjah kepada takdir. [19]
Jika mereka mengerjakan suatu amalan yang bertentangan dengan syariat, mereka merasa tidak bertanggung jawab atasnya dan mereka berhujjah bahwa takdir telah terjadi. Aqidah yang rusak semacam ini membawa dampak pada penolakan terhadap kemampuan manusia untuk mengadakan perbaikan. Dan penyerahan total [20]kepada syahwat dan hawa nafsunya serta terjerumus ke dalam dosa dan kemaksiatan karena menganggap bahwa semua itu telah ditakdirkan oleh Allah atas mereka. Maka mereka menyenanginya dan rela terhadapnya. Karena yakin bahwa segala yang telah ditakdirkan pada manusia akan menimpanya, maka tidak perlu seseorang untuk melakukan usaha karena hal itu tidak mengubah takdir. Keyakinan semacam ini telah menyebabkan mereka meninggalkan amal shalih dan melakukan usaha yang dapat menyelamatkannya dari azab Allah, seperti shalat, puasa dan berdoa. Semua itu menurut keyakinan mereka tidak ada gunanya karena segala apa yang ditakdirkan Allah akan terjadi sehingga doa dan usaha tidak berguna baginya. Lalu mereka meninggalkan amar ma'ruf dan tidak memperhatikan penegakan hukum.
Kejahatan merupakan takdir yang pasti akan terjadi. Sehingga mereka menerima begitu saja kedzaliman orang-orang dzalim dan kerusakan yang dilakukan oleh perusak, karena apa yang dilakukan mereka telah ditakdirkan dan dikehendaki oleh Allah. Para ulama Ahlu Sunnah wal jamaah telah menyangkal anggapan orang-orang sesat itu dengan pembatalan dan penolakan terhadap pendapat mereka. Menjelaskan bahwa keimanan kepada takdir tidak bertentangan dengan keyakinan bahwa manusia mempunyai keinginan dan pilihan dalam perbuatannya serta kemampuannya untuk melaksanakannya.[21]
G.    Ciri-Ciri Ajaran Jabariyah 
Diantara ciri-ciri ajaran Jabariyah adalah :
1.      Bahwa manusia tidak mempunyai kebebasan dan ikhtiar apapun, setiap perbuatannya baik yang jahat, buruk atau baik semata Allah semata yang menentukannya.
2.      Bahwa Allah tidak mengetahui sesuatu apapun sebelum terjadi.
3.      Ilmu Allah bersifat Huduts (baru)
4.      Iman cukup dalam hati saja tanpa harus dilafadhkan.
5.      Bahwa Allah tidak mempunyai sifat yang sama dengan makhluk ciptaanNya.
6.       Bahwa surga dan neraka tidak kekal, dan akan hancur dan musnah bersama penghuninya, karena yang kekal dan abadi hanyalah Allah semata.
7.      Bahwa Allah tidak dapat dilihat di surga oleh penduduk surga.
8.      Bahwa Alqur'an adalah makhluk dan bukan kalamullah.[22]
H.    Qadha dan Qadar Serta Makna Takdir Allah Menurut Jabariyah
Aliran Jabariyah berpendapat mengatakan segala sesuatu yang terjadi pada manusia atau jagad raya ini meupakan kehendak Allah semata tanpa peran serta sesuatu pun termasuk di dalamnya adalah perbuatan-perbuatan maksiat yang dilakukan oleh manusia. Aliran Jabariyah mengibaratkan bahwa perbuatan manusia tak ubah seperti dedanunan yang bergerak diterpa angin atau dalam ilustrasi yang sangat sederhana bisa dicontohkan bahwa aliran Jabariyah menggambarkan manusia bagaikan robot yang disetir oleh remote kontrol.  [23]
I.       Refleksi Faham Jabariyah
Sebuah Perbandingan tentang Musibah Dalam paham Jabariyah, berkaitan dengan perbuatannya, manusia digambarkan bagai kapas yang melayang di udara yang tidak memiliki sedikit pun daya untuk menentukan gerakannya yang ditentukan dan digerakkan oleh arus angin. Pada perkembangan selanjutnya, paham Jabariyah disebut juga sebagai paham tradisional dan konservatif dalam Islam dan. Paham teologi Islam tersebut melandaskan diri di atas dalil-dalil naqli (agama) - sesuai pemahaman masing-masing atas nash-nash agama (Alquran dan hadits-hadits Nabi Muhammad) - dan aqli (argumen pikiran). Di negeri-negeri kaum Muslimin, seperti di Indonesia, yang dominan adalah paham Jabariyah. [24]
Paham ini dapat dicermati pada suatu peristiwa yang menimpa dan berkaitan dengan perbuatan manusia, misalnya, kecelakaan pesawat terbang. Bagi yang berpaham Jabariyah biasanya dengan enteng mengatakan bahwa kecelakaan itu sudah kehendak dan perbuatan Allah. Paham teologi Islam tersebut membawa efek masing-masing. Pada paham Jabariyah semangat melakukan investigasi sangat kecil, karena semua peristiwa dipandang sudah kehendak dan dilakukan oleh Allah.
Dalam paham Qadariyah, selain manusia dinyatakan sebagai makhluk yang merdeka, juga adalah makhluk yang harus bertanggung jawab atas perbuatannya. Posisi manusia demikian tidak terdapat di dalam paham Jabariyah.
Dalam hal musibah gempa dan tsunami baru-baru ini, karena menyikapinya sebagai kehendak dan perbuatan Allah, bagi yang berpaham Jabariyah, sudah cukup bila tindakan membantu korban dan memetik "hikmat" sudah dilakukan. Sedang hikmat yang dimaksud hanya berupa pengakuan dosa-dosa dan hidup selanjutnya tanpa mengulangi dosa-dosa.[25]
firman Allah dalam surat Thaha ayat 50 (اعطى كلا شيئ خاقه ثم هدى)
J.      SAKTE-SAKTE DALAM ALJABARIYAH
Menurut Syahrastani, terdapat tiga golongan dalam Jabariyah, yaitu :
1. Jahmiyah
Jahmiyah adalah sekte para pengikut Jahm bin Sofwan, salah seotrang yang paling berjasa besar dalam mengembangkan aliran Jabariyah. Ajaran Jahmiyah yang terpenting adalah al Bari Ta’ala (Allah SWT Tuhan Maha Pencipta lagi Maha Tinggi) Allah SWT tidak boleh disifatkan dengan sifat yang dimiliki makhluk-Nya, seperti sifat hidup (hay) dan mengetahui (‘alim), karena penyifatan seperti itu mengandung pengertian penyerupaan Tuhan dengan makhluk-Nya.
2. Najjariyah
Sekte ini dipimpin oleh Al Husain bin Muhammad an Najjar (w. 230 H / 845 M). Ajaran yang dikemukakan bahwa Allah memiliki kehendak terhadap diri-Nya sendiri, sebagaimana Allah mengetahui diri-Nya. [26]



[1] Anwar, rosihan, ilmu kalam (bandung: Pustaka Setia 2016) cet ke-2, hlm 23-27
[2] Asmuni, yusran. Pengantar kebudayaan islam dan pemikiran(Jakarta: Raja grasindo persada, 1996). Hlm 19-36
[3] Nasution harun, teologi islam: Aliran-aliran sejarah analisis perbandingan(jakarta: III-press, 1986) cet ke-5. Hlm 32-35
[4] Nasution harun, teologi islam: Aliran-aliran sejarah analisis perbandingan(jakarta: III-press, 1986) cet ke-5. Hlm 35-38

[5] Nasution harun, teologi islam: Aliran-aliran sejarah analisis perbandingan(jakarta: III-press, 1986) cet ke-5. Hlm 38-40
[6] Daudy, ahmad, kuliah ilmu kalam (jakarta: bulan bintang, 19967), Hlm 12-14
[7] Nasution harun, teologi islam: Aliran-aliran sejarah analisis perbandingan(jakarta: III-press, 1986) cet ke-5. Hlm 45-50
[8] Hardiansyah, AB, pemikiran teologi dalam islam (banjarmasin: Antasari press, 2008). Hlm 25-28
[9]  Hardiansyah, AB, pemikiran teologi dalam islam (banjarmasin: Antasari press, 2008). Hlm 50-53
[10] Nata, abudin, ilmu kalam filsafat dan tasawuf (jakarta: raja grapindo persada, 1998). Hlm 48-53
[11] Nata, abudin, ilmu kalam filsafat dan tasawuf (jakarta: raja grapindo persada, 1998). Hlm 53
[12] Nata, abudin, ilmu kalam filsafat dan tasawuf (jakarta: raja grapindo persada, 1998). Hlm 55
[13] Nata, abudin, ilmu kalam filsafat dan tasawuf (jakarta: raja grapindo persada, 1998). Hlm 57

[14] Hardiansyah, AB, pemikiran teologi dalam islam (banjarmasin: Antasari press, 2008). Hlm 40
[15] Hardiansyah, AB, pemikiran teologi dalam islam (banjarmasin: Antasari press, 2008). Hlm 45

[16] Anwar, rosihan ilmu kalam (bandung: pustaka setia, 2016),cet ke-2. Hlm 67-80
[17] Anwar, rosihan ilmu kalam (bandung: pustaka setia, 2016),cet ke-2. Hlm 81
[18] Asmuni, yusran pengantar studi islam dan sejarah kebudayaan islam dan pemikiran, (jakarta: raja grasindo persada, 19960). Hlm 70
[19] Hardiansyah, AB, pemikiran teologi dalam islam (banjarmasin: antasari press, 2008). Hlm 3-5
[20] Hardiansyah, AB, pemikiran teologi dalam islam (banjarmasin: antasari press, 2008). Hlm 5-8
[21] Hardiansyah, AB, pemikiran teologi dalam islam (banjarmasin: antasari press, 2008). Hlm 10-15

[22] Anwar, rosihan. Ilmu kalam (bandung: pustaka setia, 2016).hlm 89-92
[23] Anwar, rosihan. Ilmu kalam (bandung: pustaka setia, 2016).hlm 102
[24] Nasution, harun. Teologi islam: aliran-aliran sejarah analisis perbandingan (jakarta: III-press,1996). Hlm 100
[25] Nasution, harun. Teologi islam: aliran-aliran sejarah analisis perbandingan (jakarta: III-press,1996). Hlm 105
[26] Nasution, harun. Teologi islam: aliran-aliran sejarah analisis perbandingan (jakarta: III-press,1996). Hlm 108

No comments:

Post a Comment