MAKALAH PEMIKIRAN MUHAMMAD ALI PASYA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kata yang lebih dikenal untuk pembaharuan adalah
modernisasi. Kata modernisasi lahir dari dunia barat, adanya sejak terkait
dengan masalah agama. Dalam masyarakat barat kata modernisasi mengandung
pengertian pemikiran, aliran, gerakan, dan usaha untuk mengubah paham-paham,
adat istiadat, institusi-institusi lama dan sebagainya. Agar semua itu dapat
disesuaikan dengan pendapat-pendapat dan keadaan baru yang ditimbulkan oleh
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Namun bukan berarti pembaharuan
disini mengubah isi
Al-Qur’an dan Hadist. Mulai abad Pertengahan merupakan abad gemilang bagi umat
islam.
Pada abad kedelapanbelas terjadi
persaingan keras antara Perancis dan Inggris untuk berebut pengaruh di dunia
Timur. Oleh karena itu Napoleon Bonaparte (1769-1821) dari Perancis melihat
kedudukan Mesir, secara geografis, sangat strategis sebagai batu loncatan untuk
menguasai India, meskipun nantinya usahanya gagal di Palestina.
Napoleon Bonaparte bersama
tentara Perancis mendarat di Alexandria, Mesir, pada tanggal 2 Juli 1798. Saat
itu pertahanan kerajaan Turki Usmani dan Mamluk berada dalam keadaan lemah.
Dari literatur yang ada disebutkan kota-kota penting seperti Alexandria, Rasyid
dan Kairo telah jatuh ketangan Napoleon Bonaparte. Tanggal 22 Juli
Napoleon sudah dapat menguasai seluruh negeri Mesir.
Muhammad ‘Ali Pasya menyadari
akan kemunduran orang-orang Mesir setelah pendudukan Napoleon Bonaparte,
semenjak itulah ‘Ali mengadakan pembaharuan dalam masyarakat Mesir dalam bidang
ekonomi, militer, pendidikan dan publikasi. Dalam hal pendidikan ‘Ali
mendirikan Sekolah Modern (tingkat dasar, menengah dan tinggi). ‘Ali juga
melakukan inovasi pendidikan dalam lini kurikulum meliputi (Ilmu Pengetahuan
Bahasa, Ilmu Pengetahuan Sosial, Ilmu Pengetahuan Alam, Matematika, dan
Pengetahuan Keterampilan). Pembaharuan inilah menurutnya dapat membangun negeri
Mesir dari ketertinggalan.
B.
Rumusan masalah
1.
Bagaimana Pemikiran dari Muhammad Ali
Pasya?
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Latar Belakang Kehidupan Muhammad Ali Pasya
Muhammad Ali atau lebih dikenal
dengan Muhammad Ali Pasya dilahirkan pada bulan Januari 1765 M, di Kawalla,
sebuah kota yang terletak dibagaian utara Yunani dan meninggal di Mesir
pada tahun 1849. Negeri inti telah menjadi bagaian Negara Turki Utsmani sejak ditaklukkannya
oleh Sultan Muhammad II Al-fatih pada tahun 857/1453 dan baru dapat melepaskan
diri dari kekuasaan Istanbul pada tahun 1245/1829. Ayah
Muhammad Ali Pasyah bernama Ibrahim Agha, seorang imigran Turki,
kelahiran Yunani. Ia mempunyai 17 orang putera dan salah seorang diantaranya
bernama Muhammad Ali Pasya. Pekerjaan ayahnya disamping sebagai penjual
rokok juga sebagai kepala petugas juga (watchman) pada sebuah kota didaerahnya.
Pada
awal kehadiran Muhammad Ali pasya di Mesir, hubungannya berjalan dengan mudah
menyesuaikan diri dengan masyarakatnya. Hampir setiap masalah yang muncul dapat diselesaikan, karena ia dikenal sebagai
perwira yang luwes dan mempunyai wawasan masa depan. Tetapi ketika ia mulai
menerapkan ide-idenya, maka mulailah muncul tantangan dari penduduk Mesir
terutama dari kaum ulama.
Namun karena kearifannya, Muhammad Ali Pasya dapat meredam setiap reaksi yang
muncul sehingga dalam waktu singkat ia dapat mewujudkan program pembaharuannya
dalam berbagai bidang antara lain bidang militer, ekonomi, pendidikan dan ilmu
pengetahuan.[1])
Pertama
bidang militer, seperti halnya dengan raja-raja lainnya, Muhammad Ali Pasya
pertama-tama melakukan rekontruksi terhadap kekuatan militernya, karena ia
yakin bahwa kekuasaan hanya dapat dipertahankan dan diperbesar dengan kekutan
militer. Tetapi berlainan dengan raja-raja lain, ia mengerti bahwa
dibelakang kekuatan militer itu mesti ada kekuatan ekonomi yang sanggup
membelanjai pembaharuan dalam bidang militer dan bidang-bidang lain yang
berhubungan dengan urusan militer.
Pendudukan
Mesir oleh Napoleon dengan kemenangan perang yang amat cepat telah membuka mata
Muahmmad Ali Pasya tentang kelemahan umat Islam. Untuk melawan Napoleon
Bonaparte yang telah menguasai Mesir, sultan Hamid III (1789-1807) mengumpulkan
tentara. Salah seorang perwiranya ialah Muhammad Ali Pasya.
Setelah
ia dewasa ia bekerja sebagai pemungut pajak, namun karena kecakapannya dalam
pekerjaan ini, ia menjadi kesayangan Gubernur Utsamani setempat. Akhirnya ia
diangkat sebagai orang yang membantu Gubernur tersebut dan mulai dari waktu itu
bintangnya terus menaik. Selanjutnya ia masuk dunia militer dan dalam lapangan
ini juga menujukkan kecakapan dan kesanggupannya, sehingga pangkatnya cepat naik
menjadi perwira. Ketika pergi ke-Mesir ia mempunyai kedudukan wakil perwira
yang mengepalai pasukan yang dikirim dari daerahnya.[2])
Dalam
pertempuran dengan tentara Perancis, Ali menujukkan keberanian yang luar biasa.
Karena itu, ia diangkat menjadi colonel. Ketika tentara Perancis meninggalkan
Mesir pada tahun 1801. Muhammad Ali betul-betul menjadi penguasa penuh Mesir.
Ia menjadi wakil resmi sultan (Kerajaan Utsmani) di Mesir. Ia menjalankan
kekuasaan sebagai dictator. Pada tahun 1805, ia memberinya gelar Pasya pada
dirinya sendiri.
Muhammad
Ali Pasya mengetahui bahwa kekuasaannya hanya dapat dipertahankan dengan
kekuasaan militer. Di belakang kekuatan militer itu harus harus ada kekuatan
ekonomi. Inilah dua pemikiran pokok Muhammad Ali Pasya. Muahmmad Ali Pasya
turut memainkan peranan penting dalam kekosongan kekuasaan politik yang timbul
sebagai akibat dari kepergian tentara waktu itu. Kaum Mamluk yang dahulu lari dikejar Napoleon kembali ke Kairo untuk memegang
kekuasaan mereka yang lama. Dari Istanbul datang pula Pasya dengan tentara
Utsmani. Kedua golongan ini berusaha keras untuk merbut kekuasaan bagi
pihaknya. Simpati rakyat Mesir menaruh rasa benci kepada kaum Mamluk dapat
diperolehnya. Pasukan dipimpinnya bukan terdiri dari orang-orang turki, tetapi
dari orang-orang Albania. Kedua unsur ini memperkuat kedudukannya untuk
memasuki pertarungan merebut kekuasaan.
Setelah
memasuki puncak kekuasaan di Mesir Muahmmad Ali Pasya pun mulai memusnahkan
pihak-pihak yang mungkin akan menentang kekuasaannya, terutama kaum Mamluk.
Kesempatan timbul ketika yang tersebut belakangan ini berusaha untuk membunuh
Muhammad Ali, tetapi konspirasi mereka ketahuan, pimpinan-pimpinannya ditangkap
dan dibunuh. Muhammad Ali Pasya bersikap seolah-olah mengampuni yang lain,
dan suatu ketika mengundang mereka berpesta di Istananya di bukit Mukattam.
Setelah
mereka semua masuk, pintu-pintu yang membawa ke daerah Istana dikunci dan
sebelum pesta selesai ia diberi tanda untuk menyembelih mereka semuanya.
Menurut cerita dari 470 kaum Mamluk, hanya seorang yang dapat melepaskan diri
dengan melompat dari pagar istana kejurang yang ada di bukit Makattam itu,
kaum Mamluk yang ada diluar Kairo kemudian diburu, mana yang dapat dibunuh dan
sebahagian kecil dapat melarikan diri ke Sudan. Pada akhir tahun 1811, kekuatan
kaum Mamluk di Mesir telah habis.
Aspek
lain yang menarik dari kebijakan Muhammad Ali Pasya adalah pengiriman
mahasiswa-mahasiswa Mesir ke Italia, Perancis, Inggris dan Austria untuk
mempelajari berbagai bidang kajian modern. Setelah kembali mereka diminta untuk
menterjemahkan karya-karya teknis diberbagai bidang. Muhammad Ali Pasya
mendirikan penerbitan untuk menyebarluaskan ilmu-ilmu baru ini. Meski pada
mulanya ia bermaksud membatasi skop kegiatan para mahasiswa ini hanya pada
skil-skil yang akan mendukung kekuasaannya, dalam kenyataannya tidaklah
demikian. Para mahasiswa yang dikirim ke Eropa ini pada gilirannya membawa
kembali ide-ide baru, kemungkinan besar, lebih banyak dari yang semula ia
kehendaki.
B.
Gerakan
Pembaharuan Muhammad Ali Pasya
Muhammad Ali Pasya (1765-1849)
perlu deberi sedikit catatan. Meskipun sebenarnya lebih tepat disebut sebagai
tokoh sejarah politik, akan tetapi beberapa kebijakkan yang diambilnya untuk
tujuan politik pribadinya ternyata berkaitan dengan timbulnya pembaharuan
pemikiran di Timur Tengah khususnya di Mesir. Kepiawaiannya memanfaatkan
situasi membuat Muhammad Ali naik ke tampuk kekuasaan. Pada tahun 1805 ia
berhasil memantapkan kedudukannya sebagai penguasa, diakui oleh sultan di
Istanbul dan diterima oleh rakyat Mesir.[3])
Sebagai
kepala pemerintahan karir Muhammad ali pasya, sangat menonjol pada permulaan
dasawarsa kedua dari abad ke-19 ia sebagai negarawan dan politikus cukup berpengaruh
di afrika Utara dan dunia arab. Pada tahun 1228/1813 ia mengirimkan dari Mesir
satu ekspedisi atas permintaan Sultan Utsmani ketika itu, dan ekspedisi ini
dapat membebaskan kota Mekkah dan Madinah dalam tahun itu juga.
Muhammad Ali Pasya mengetahui
bahwa kekuasaanya hanya dapat dipertahankan dengan kekuatan militer. Dibelakang
militer itu harus ada kekuatan ekonomi. Inilah dua pemikiran pokok Muhammad Ali
Pasya. Untuk memperkuat perekonomian ia memperbaiki irigasi lama, membuat
irigasi baru, penanaman kapas, mendatangkan ahli dari eropa dan membuka sekolah
pertanian pada tahun 1863. Tanah kaum Mamluk dirampas pemerintah, begitu pula
dengan tanah orang-orang kaya di Mesir. Muhammad Ali Pasya menganggap bila
tanah rakyat sudah dikuasi, akan terjadi pengelolaan tunggal pertanian yang
merupakan tulang punggung pertanian Mesir saat itu. Muhammad Ali Pasya ingin memonopoli perdagangan di negerinya.
Untuk memperkuat militer, ia
tidak segan-segan mendatangkan tenaga-tenaga dari Perancis. Tak lama kemudian
terbentuklah Nizam-ijedid yang merupakan model baru angkatan bersenjata
Muhammad Ali Pasya. Hal yang menghebohkan
diantaranya merampas kejayaan para penguasa Mesir dan memanfaatkan harta kaum
Mamluk yang sudah dilakukannya. Kejayaan inilah yang dijadikannya model
untuk membiayaai sector pertanian, sistem irigasipun diterapkannya, dengan
begitu suplai bibit kapas dari India, dan Sudan yang didatangkannya
besar-besaran. Tenaga ahli pertanian dari luar negeri juga didatangkan untuk memperlicin industri-industri modern di Mesir.[4])
Kendati buta huruf,
perhatiannya terhadap dunia pendidikan sungguh sangat besar, ini terbukti
dengan didirikannya kementrian pendidikan pada tahun 1815, yang sebelumnya
tidak dikenal. Beberapa sekolah modern seperti sekolah militer tahun 1815,
sekolah teknik 1816, sekolah kedokteran 1827, sekolah apoteker 1829, sekolah
pertambangan 1834, sekolah pertama 1836, sekolah penerjemahan 1836.
Kurikulum-kurikulum pendidikan
dirombak dan beberapa mata pelajaran menyesuaikan diri sesuai kebutuhan saat
itu. Beberapa tambahan mata pelajaran umum tadinya tidak dirumuskan termasuk
mempelajari secara insentif bahasa Eropa menjadi kewajiban disekolah-sekolah
menengah dimaksud. Begitu juga spesialisasi keahlian dibidang-bidang terapan
mengalami penekanan yang makin penting.
Langkah-langkah Muhammad Ali
Pasya tesebut sangat baru bagi rakyat Mesir tentu saja mereka menyambut dengan
gembira. Apalagi banyak pemuda cerdik dan pandai banyak yang dikirim ke barat
dalam usaha mempelajari bahasa eropa dan metode penerjemahan. Muhammad Ali
Pasya melakukan perbaikan dan pembaharuan di bidang militer dan ekonomi. Yang
menarik adalah kesadarannya akan superioritas
Eropa dibidang teknologi militer dan yang lainnya serta kesiapannya untuk
mengambil manfaat dari Eropa.[5]) Setelah menghancurkan militer Mamluk ia membangun kembali militer modern,
mencakup angkatan darat dan laut. Dalam hal ini ia memanfaatkan tenaga-tanga militer Perancis sebagai pelatih.
Pada tahun 1812 tanah wakaf
dijadikan milik Negara, orang-orang yang dahulunya deberi hak untuk menguasai
tanah, kini berstatus penyewa tanah-tanah Negara. Perdagangan luar negeri
dimonopoli oleh Negara. Kemudian tahun 1815 semua hasil kapas dan bahan-bahan
pakaian dikuasai oleh Negara., selanjutanya hasil biji-bijian dan hasil tambang
juga berada dibawah penguasaan Negara.
Muhmamad Ali Pasya tampaknya
berusaha untuk merebut seluruh hasil perekonomian Negara, meskipun harus
mengorbankan sistem kendali modal dari para pemilik tanah dan kaum modalis
berstatus penduduk pribumi. Kebijaksanaan yang dijalankan Muhammad Ali Pasya
dalam rangka meningkatkan perekonomian di Mesir pada tahun-tahun pertama
memang mendapat protes dari kaum pribumi, akan tetapi Muhammad Ali juga
menyadari bahwa konsekuensi logis dari kemajuan suatu bangsa adalah adanya
kesedihan rakyatnya untuk menyerahkan sebagaian hasil miliknya kepada Negara.
Para pelajar dan sarjana yang
selesai tugas belajarnya disuruh kembalai untuk mengabdikan ilmunya. Disnilah
titik awal sejarah modern secara nyata bagi rakyat Mesir. Ilmu pengetahuan modern pun telah mempengaruhi pola intelektual dan sikap ilmiah generasi muda
Mesir, mereka selain bekerja sebagai birokrat, pendidik ada yang secara
langsung menjadi arsitek bagi modernisasi Mesir dibawah pemerintahan Muhammad Ali Pasya.
Usaha-usaha
pembaharuan perekonomian yang diterapkan oleh Muhammad Ali di Mesir meskipun
mendapat kecaman pada awalnya, bahkan sebagaian usaha perekonomian
dianggap tidak berhasil, namun secara umum sistem perekonomiannya memberikan
kontribusi yang besar bagi kemajuan bangsa Mesir terutama dalam masa-masa
selanjutnya.
Pembaharuan
yang dilkukan oleh Muhammad Ali dibidang pendidikan yang mana, sebelumnya telah
diuraikan, banyak didirikannya sekolah-sekolah bagi rakyatnya, boleh dikatakan
serupa inilah barulah kali ini didirikan didunia Islam, sekolah-sekolah yang
jauh berlainan dengan sekolah-sekolah tradisional hanya mengajarkan agama. Ada tiga hal yang terpenting yang dihadapi saat itu, yakni soalguru, soal mahasiswa dan soal buku.[6])
Untuk mengatasi persoalan
guru, Ali mengirimkan mahasiswa-mahasiswa keluar Mesir, murid-murid dibujuk
dengan pemberian gaji yang menarik. Mereka diberi program pelajaran yang
intensif yang jauh berlainan dari program di sekolah-sekolah tradisional
(madrasah). Buku-buku yang dipakai disekolah Eropa diterjemahkan kedalam bahasa
Arab, oleh penerjemah yang pandai dalam bahasa Asing, dan yang bekerja di Dewan
Muhammad Ali, oleh pegawai dan departemen-departemen dan oleh mahasiswa yang
sedang belajar di Eropa.
Tentunya
cara yang dipakai ini membawa hasil yang kurang memuaskan karena
penerjemah-penerjemah bukanlah ahli dalam ilmu-ilmu yang terkandung dalam
buku-buku yang perlu diterjemahkan itu hasil penerjemahan tidak sempurna
dankarena penerjemahan terkadang adalah pekerjaan sambilan, penerjemahan
berjalan dengan lambat. Dalam hubungan ini ada diceritakan bahwa sekumpulan
mahasiswa yang baru selesai dari studinya dan kembali dari Eropa, semuanya
dikunci dalam suatu benteng didekat Istana Muhammad Ali, dan diberikan
buku-buku untuk diterjemahkan dalam bahasa Perancis ke dalam bahasa Arab.
Selain itu di Paris didirikan
satu rumah Mesir untuk menampung para pelajar yang datang untuk belajar, dan para pelajar yang dikirim tersebut diarahkan untuk
menekuni ilmu-ilmu kemiliteran darat dan laut, arsitek, kedokteran, dan obat-obatan.
Pada fase-fase inilah Muhammad Ali Pasya semakin dikenal sebagai pembaharu di Mesir, orang yang tadinya
menyangsikan keberadaannya di Mesir kembali dari Eropa dan sebaliknya
orang-orang Eropa yang sengaja datang ke Mesir berangsur-angsur kembali ke Negara mereka, kemudian diganti
dengan tenaga baru sesuai dengan kebutuhan pembangunan yang semakin pesat.
Ide-ide modernisme Muhammad Ali Pasya pun
mengalir deras yang diwujudkannya dalam program-program fisik yang sangat
berarti bagi Mesir. Cakrawala Negara-negara maju Eropa juga dikenal, padahal
selam ini masih asing bagi mereka. Walaupun Ali telah meletakkan dasar-dasar
pembaharuan di Mesir, namun apa yang dilakukannya tersebut masih bersifat fisik
dan belum banyak menyentuh secara vital terhadap sumber-sumber penting dalam
Islam.
Sebagai tokoh pembaharuan
Muahmmad Ali pasya mengadakan pembaharuan dalam masyarakat Mesir dengan
memodernisasikan dibidang pertanian, perdagangan, perindustrian, militer,
pendidikan, dan publikasi. Dalam bidang publikasi, Muhammad Ali menertibkan
sebuah surat kabar yang bernama al-waqa’I al-mishriyat ditahun 1244/1828. Surat
kabar ini baru memuat pengetahuan-pengetahuan tentang kemajuan-kemajuan barat
setelah berada dibawah pimpinan al-thahtawi.
Dari kegiatan yang dimulai
Muhammad Ali inilah lahir generasi pertama inteligensi Mesir modern. Dan pada
dekade 1830-an generasi awal ini telah mulai berperan dalam sejarah Mesir.
Berbagai disiplin ilmu dikembangkan untuk mendukung pembangunan dan kemajuan
Mesir, seperti peningkatan mutu dalam bidang kedokteran, ilmu pasti, ilmu
fisika, dan ilmu sastra. Asimilasi dalam bidang pendidikan dan ilmu pengetahuan
semakin meluas sehingga Muhammad Ali Pasyasemakin tersohor, bukan hanya di belahan dunia juga sampai melintasi
benua-benua lainnya.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pembaharuan
dalam Islam dapat didefenisikan sebagai pemikiran, gagasan, gerakan, dan usaha
untuk merubah ajaran-ajaran Islam dalam bentuk faham-faham, tradisi-tradisi.
Institusi-institusi lama, untuk disesuaikan dengan suasana baru yang
ditimbulkan oleh ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam
melakukan pembaharauan Muhammad Ali Pasya, banyak melakukan pembaharuan,
diantaranya dibidang pendidikan, militer, ekonomi, pertanian, perdagangan, dan
publikasi hamper disegala aspek pemerintahan.
Muhammad
Ali Pasya adalah seorang pemimpin yang mampu melakukan perbaikan-perbaikan dan
pembaharuan diberbagai bidang. Hal inilah yang membuat masyarakat Mesir
mengagumi dan menyenanginya. Muhammad Ali Pasya sebagai tokoh pembaharuan
memiliki pola piker yang maju, sehingga membawa Mesir pada tingkat perkembangan
yang begitu pesat, gagasan-gagasan modernisasinya tersebut megalir deras dan
dapat diterima oleh kalangan masyarakat Mesir. Namun, apa yang dilakukannya tersebut masih
belum sepenuhnya yang selanjutnya akan dilanjutkan oleh keturunan-keturunan
Mesir lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Harun Nasution, Islam
Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jilid II. Cet. Keenam, Jakarta:
Universitas Indonesia Press, 1986.
Hasan, Asari, Modernisasi
Islam, Bandung: Citapustaka Media, 2002
Wahyudin, Nur Perkembangan
Pemikiran Modern di Dunia Islam,Medan: IAIN SU, 2000.
[1]Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam Sejarah Pemikiran dan
Gerakan, Cet. Ketujuh, (Jakarta: Indonesia Bulan Bintang, 1990), h. 29.
[2]Harun
Nasution, Pembaharuan Dalam Islam Sejarah Pemikiran Dan Gerakan (Jakarta :
Bulan Bintang, 1975), h.35
[6]Harun
Nasution, Pembaharuan dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan, Cet.
Ketujuh, (Jakarta: Indonesia Bulan Bintang, 1990), h. 29.
No comments:
Post a Comment