MAKALAH
PENDIDIKAN ANAK DALAM KELUARGA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Setiap
orang tua pasti menginginkan anaknya berhasil.Orang tua selalu berusaha untuk
menjadikan anak-anaknya sukses dalam segala hal.baik dalam hal pendidikan,
ekonomi, dsb. salah satu yang diharapkan orang tua adalah keberhasilan
kepribadian anaknya.
“Jangan
mengkuatirkan bahwa anak-anak tidak mendengarkan Anda, kuatirkanlah bahwa
mereka selalu mengamati Anda” begitulah yang dikatakan Robert Fulghum. Oleh karena itu, pembelajaran
tentang sikap, perilaku dan bahasa yang baik akan membentuk kepribadian anak
yang baik pula. Orang tua merupakan pendidik yang paling utama, guru serta
teman sebaya yang merupakan lingkungan kedua bagi anak.Hal ini sesuai dengan
pendapat Hurlock (1978) yang mengungkapkan bahwa orang yang paling penting bagi
anak adalah orang tua, guru dan teman sebaya.
Pendidikan
dalam keluarga yang baik dan benar, akan berpengaruh pada perkembangan pribadi
dan sosial anak. Kebutuhan yang diberikan melalui pola asuh, akan memberikan
kesempatan pada anak untuk menunjukkan bahwa dirinya adalah sebagian dari
orang-orang yang berada disekitarnya.
B. Rumusan
Masalah
Dari
latar belakang masalah diatas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Apa pengertian
dari pola asuh ?
2. Apa saja
macam-macam pola pengasuhan?
3. Pengertian Anak
Nakal?
4. Apa saja Sebab-Sebab
Anak Menjadi Nakal?
5. Bagaimana Cara
Mengatasi Kenakalan Anak?
6. Bagaimana Cara
Mendidik Anak Dalam Ajaran Islam?
C. Tujuan
Masalah
Tujuan penulisan makalah ini adalah
sebagai berikut:
1. Untuk
mengetahui pengertian dari pola asuh
2. Untuk
mengetahui macam-macam pola pengasuhan
3. Untuk
mengetahui pengertian Anak Nakal
4. Untuk
mengetahui Sebab-Sebab Anak Menjadi Nakal
5. Untuk
mengetahui Cara Mengatasi Kenakalan Anak
6. Untuk
mengetahui Cara Mendidik Anak Dalam Ajaran Islam
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Pola Asuh
Pengertian
pola asuh adalah usaha orang tua dalam membina anak dan membimbing anak baik
jiwa maupun raganya sejak lahir sampai dewasa. Penerapan pola asuh bertujaun
untuk meningkatkan dan menegmbangkan disiplin diri dalam kehidupan sehari-hari,
dimana seorang anak akan berada pada lingkungan fisik, lingkungan sosial
internal dan external, untuk itu diperlukan kualitas pengamatan yang tajam dan
mendalam sehingga melairkan dasar-asar disiplin diri dan mengembngkannya dalam
keluarga dan lingkungannya.
Sugihartono
dkk, (2007) mengatakan bahwa pola asuh adalah pola perilaku yang diterapkan
pada anak dan bersifat konsisten dari waktu kewaktu.Pola asuh yang diterapkan
tiap keluarga berbeda dengan keluarga lainnya.Pola perilaku ini dapat dirasakan
oleh anak, dari segi negatif dan positif.Pola asuh juga dapat memberi
perlindungan, dan mendidik anak dalam kehidupan sehari-hari.[1]
Karakter
masing-masing anak memiliki kekhasan walaupun dilahirkan oleh bapak dan ibu
yang sama. Kekhasan karakter masing-masing anak ini dikarenakan dalam
perkembangannya anak dipengaruhi oleh dua factor yaitu genetic dan
lingkungan.Hal ini sesuai dengan pemdapat William Stern (Tokoh Aliran
Konvergensi ahali pendidikan dari Jerman) bahwa pada dasarnya perkembangan anak
dipengaruhi oleh dua factor yang saling mempengaruhi yaitu pembawan dan
lingkungan (Dirto, 1995). Bakat yang dibawa pada waktu lahir tidak akan
berkembang dengan baik tanpa adanya dukungan lingkungan yang sesuai untuk
perkembangan anak. Lingkungan yang dimaksud sering disebut sebagai tripusat
pendidikan yaitu lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat.
B. Macam-macam
Pola Asuh (Parenting Style)
1. Pola asuh
Demokratis
Pola asuh demokratis adalah pola asuh yang
memprioritaskan kepentingan anak, akan tetapi tidak ragu-ragu mengendalikan
mereka. Orang tua dengan pola asuh ini bersikap rasional, selalu mendasari
tindakannya pada rasio atau pemikiran-pemikiran.Orang tua tipe ini juga
bersikap realistik terhadap kemampuan anak, tidak berharap yang berlebihan yang
melampaui kemampuan anak.Selain itu, orang tua memberikan kebebasan kepada anak
untuk memilih dan melakukan suatu tindakan dan pendekatannya kepada anak
bersifat hangat. Hak dan kewajiban orang tua dan anak adalah sama dalam arti
saling melengkapi. Anak dilatih untuk bertanggung jawab, dan menentukan
perilakunya sendri agar dapat berdisiplin.
2. Pola asuh
Otoriter
Pola asuh ini cenderung menetapkan standar yang
mutlak harus dituruti, biasanya diikuti dengan ancaman-ancaman.Orang tua tipe
ini bersikap tegas, memaksa, memerintah, menghukum dan cenderung mengekang
keinginan anak. Hukuman mental dan fisik akan sering diterima oleh anak-anak
dengan alasan agar anak terus tetap patuh dan disiplin serta menghormati
orang-tua yang telah membesarkannya. Apabila anak tidak mau melakukan apa yang
dikatakan oleh orang tua, maka orang tua tipe ini tidak segan menghukum anak.
Terlebih lagi orang tua tipe ini tidak mengenal kompromi dan dalam komunikasi
biasanya bersifat satu arah.Hal ini dapat menyebabkan anak kurang inisiatif,
cenderung ragu, dan mudah gugup.Oleh karena itu, anak yang sering mendapatkan
hukuman menjadi tidak disiplin dan nakal.[2]
3. Pola asuh
Permisif
Pola asuh permisif adalah jenis pola mengasuh
anak yang cuek terhadap anak.Orang tua memberikan kebebasan sebanyak mungkin
pada anak untuk mengatur dirinya. Biasanya pola pengasuhan anak oleh orang tua
semacam ini diakibatkan oleh orang tua yang terlalu sibuk dengan pekerjaan,
kesibukan atau urusan lain yang akhirnya lupa untuk mendidik dan mengasuh anak
dengan baik. Dengan begitu anak hanya diberi materi atau harta saja. Anak yang
diasuh orang tuanya dengan metode semacam ini nantinya bisa berkembang menjadi
anak yang kurang perhatian, merasa tidak berarti, rendah diri, nakal, memiliki
kemampuan sosialisasi yang buruk, kontrol diri buruk, salah bergaul, kurang
menghargai orang lain, dan lain sebagainya baik ketika kecil maupun sudah
dewasa.
C. Pengertian
Anak Nakal
Anak
nakal adalah anak yang suka berulah, tidak mau diatur, kalau punya keinginan
harus segera dipenuhi, kalau tidak dipenuhi anak akan mengamuk, usil, dan suka mengganggu saudaranya atau
teman-temannya. Anak yang seperti ini memang bikin orangtua serba salah. Kalau
disikapi dengan keras, tingkah laku anak akan semakin menjadi-jadi. Disikapi
dengan lemah lembut, tingkah anak tidak juga berhenti.[3]
Sebenarnya,
untuk mengatasi perilaku luar biasa pada anak ini, orangtua perlu memahami
sebab-sebab timbulnya kenakalan pada anak. Kenakalan anak pada dasarnya
merupakan bentuk protes anak terhadap orangtuanya. Anak nakal pada dasarnya
merupakan akibat dari kekeliruan pola asuh orangtuanya. Jadi kalau anak kita
nakal, salahkan diri sendiri terlebih dahulu, baru kemudian kita mencoba
memahami mengapa anak kita menjadi nakal.
D. Sebab-Sebab
Anak Menjadi Nakal
Kurangnya
perhatian orangtua terhadap anak. Anak yang merasa kurang diperhatikan oleh
orangtuanya biasanya akan mencari kompensasi perilaku untuk mendapatkan
perhatian itu. Salah satunya dengan perilaku nakal.
Orangtua
mengabaikan anak. Kali ini orangtua tidak hanya sekedar kurang perhatian,
tetapi sudah sampai pada taraf mengabaikan anak. Salah satu contoh adalah,
ketika anak memanggil atau mengajak bicara ayah atau ibunya, mereka tidak
segera menjawab atau bahkan membiarkannya saja sehingga anak terpaksa harus
memanggil dua tiga sampai lima kali. Jangankan anak-anak, orang dewasa pun
kalau merasa diabaikan pasti akan menjadi jengkel dan marah.
Orangtua
tidak mau memahami anak. Orangtua yang terlalu banyak menuntut anak tanpa
diimbangi dengan upaya untuk memahami anak, bisa membuat anak frustasi dan
marah. Akibatnya anak akan menjadi nakal.
Setelah
orangtua memahami apa penyebab munculnya perilaku nakal pada anak, tiba
waktunya bagi orangtua untuk mencoba mengatasi dan memperbaiki perilaku anak
tersebut.
E. Cara
Mengatasi Kenakalan Anak
Berikan
perhatian dan kasih sayang lebih kepada anak setiap saat, tidak hanya pada saat
perilaku nakal anak muncul. Perhatian dan aksih sayang ini tidak harus yang
berbentuk sesuatu yang besar, istimewa dan lain dari yang lain. Perhatian dan
kasih sayang ini bisa berujud hal-hal yang kecil-kecil seperti membelai rambut
anak, memeluk, dan memberinya hadiah sesuatu yang kecil dan menyenangkan.
Disarankan untuk memulai perhatian ini pada hal yang sekecil-kecilnya yang
tidak disadari anak, tetapi dirasakannya. Sebab, kalau perhatian dan kasih
sayang ini dirasakan berbeda oleh anak, bisa jadi anak akan menolaknya dan
justru memancing munculnya perilaku nakalnya.[4]
Hargai
anak, tempatkan ia sebagai seseorang yang sangat penting bagi kita, lebih
penting dari rekan bisnis atau bahkan bos kita. Jadi, sekali pun pada suatu
saat kita sedang berbicara dengan teman bisnis atau bos di telepon, kalau anaka
memanggil, sempatkan waktu sedikit untuk menjawab panggilan anak dan memberinya
perhatian.
Pahami
anak. Kadang-kadang orangtua menuntut terlalu tinggi sehingga anak tidak bisa
memenuhi harapan orangtua. Dalam hal ini orangtua tidak boleh kecewa dan
mencela anak. Tetap berikan apreasiasi yang positif dengan senyum penuh
penerimaan, dan kebanggaan.
Setiap
kali perilaku anak muncul, alihkan energy dan perhatiannya pada hal-hal lain
yang lebih positif sehingga perilaku nakalnya tidak berlarut-larut.
D. Cara
Mendidik Anak Dalam Ajaran Islam
1. Mendidik
anak
Mendidik anak merupakan perkara yang mulia tapi
gampang-gampang susah dilakukan, karena di satu sisi, setiap orang tua tentu
menginginkan anaknya tumbuh dengan akhlak dan tingkah laku terpuji, tapi di
sisi lain, mayoritas orang tua terlalu dikuasai rasa tidak tega untuk tidak
menuruti semua keinginan sang anak, sampai pun dalam hal-hal yang akan merusak
pembinaan akhlaknya. Sebagai orang yang beriman kepada Allah Subhanahu wa
Ta’ala, kita meyakini bahwa sebaik-baik nasihat untuk kebaikan hidup kita dan
keluarga adalah petunjuk yang diturunkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam
al-Qur-an dan sabda-sabda nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءَتْكُمْ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ
وَشِفَاءٌ لِمَا فِي الصُّدُورِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ. قُلْ
بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا
يَجْمَعُونَ
“Wahai manusia, sesungguhnya telah datang
kepadamu nasihat dari Rabb-mu (Allah Subhanahu wa Ta’ala), penyembuh bagi
penyakit-penyakit dalam dada (hati manusia) dan petunjuk serta rahmat bagi
orang-orang yang beriman. Katakanlah, ‘Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya,
hendaklah dengan itu mereka bergembira. Karunia dan rahmat-Nya itu adalah lebih
baik dari perhiasan duniawi yang dikumpulkan oleh manusia.’” (QS. Yunus:
57-58).
Dalam hal yang berhubungan dengan
pendidikan anak, secara khusus Allah Subhanahu wa Ta’ala mengingatkan
orang-orang yang beriman akan besarnya fitnah yang ditimbulkan karena kecintaan
yang melampaui batas terhadap mereka.[5]
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ وَأَوْلادِكُمْ عَدُوّاً لَكُمْ
فَاحْذَرُوهُمْ
“Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya
di antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka
berhati-hatilah kamu terhadap mereka…” (QS. at-Taghabun: 14).
Makna “menjadi musuh bagimu” dalam
firman-Nya adalah “melalaikan kamu dari melakuakan amal shalih dan bisa
menjerumuskanmu ke dalam perbuatan maksiat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.”
Syaikh Abdurrahman as-Sa’di
rahimahullah berkata, “…Karena jiwa manusia memiliki fitrah untuk cinta kepada
istri dan anak-anak, maka (dalam ayat ini) Allah Subhanahu wa Ta’ala
memperingatkan hamba-hamba-Nya agar (jangan sampai) kecintaan ini menjadikan
mereka menuruti semua keinginan istri dan anak-anak mereka dalam hal-hal yang
dilarang dalam syariat. Dan Dia memotivasi hamba-hamba-Nya untuk (selalu)
melaksanakan perintah-perintah-Nya dan mendahulukan keridhaan-Nya….”
2. Fenomena
kenakalan anak
Fenomena ini merupakan perkara besar yang cukup
memusingkan dan menjadi beban pikiran para orangtua dan pendidik, karena
fenomena ini cukup merata dan dikeluhkan oleh mayoritas masyarakat, tidak
terkecuali kaum muslimin.
Padahal, syariat Islam yang sempurna telah
mengajarkan segala sesuatu kepada umat Islam, sampai dalam masalah yang
sekecil-kecilnya, apalagi masalah besar dan penting seperti pendidikan anak.
Sahabat yang mulia, Salman Al-Farisi radhiallahu ‘anhu pernah ditanya oleh
seorang musyrik, “Sungguhkah Nabi kalian (Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa
sallam) telah mengajarkan kepada kalian segala sesuatu sampai (masalah) adab
buang air besar?” Salman menjawab, “Benar. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam
melarang kami menghadap ke kiblat ketika buang air besar atau ketika buang air
kecil….”
Bukankah Allah Subhanahu wa Ta’ala yang
mensyariatkan agama ini Dialah yang menciptakan alam semesta beserta isinya dan
Dialah yang maha mengetahui kondisi semua makhluk-Nya serta cara untuk
memperbaiki keadaan mereka?
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
أَلا يَعْلَمُ
مَنْ خَلَقَ وَهُوَ اللَّطِيفُ الْخَبِيرُ
“Bukankah Allah yang menciptakan (alam semesta besrta isinya) Maha
MengetahuiB (keadaan mereka)?, dan Dia Maha Halus lagi Maha Mengetahui (segala
sesuatu dengan terperinci).” (QS. al-Mulk: 14).
Akan tetapi, kenyataan pahit yang terjadi
adalah, untuk mengatasi fenomena buruk tersebut, mayoritas kaum muslimin justru
lebih percaya dan kagum terhadap teori-teori/ metode pendidikan anak yang
diajarkan oleh orang-orang barat, yang notabene kafir dan tidak mengenal
keagungan Allah Subhanahu wa Ta’ala, sehingga mereka rela mencurahkan waktu,
tenaga dan biaya besar untuk mengaplikasikan teori-teori tersebut kepada
anak-anak mereka.Mereka lupa bahwa orang-orang kafir tersebut sendiri tidak
mengetahui dan mengusahakan kebaikan untuk diri mereka sendiri, karena mereka
sangat jauh berpaling dan lalai dari mengenal kebesaran Allah ‘Azza wa Jalla
yang menciptakan mereka, sehingga Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan mereka
lupa kepada segala kebaikan dan kemuliaan untuk diri mereka sendiri.[6]
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
وَلا تَكُونُوا
كَالَّذِينَ نَسُوا اللَّهَ فَأَنْسَاهُمْ أَنْفُسَهُمْ أُولَئِكَ هُمُ
الْفَاسِقُونَ
“Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa (lalai) kepada Allah,
maka Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri, mereka itulah
orang-orang yang fasik.” (QS. al-Hasyr: 19)
Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah rahimahullah
berkata, “Renungkanlah ayat (yang mulia) ini, maka kamu akan menemukan suatu
makna yang agung dan mulia di dalamnya, yaitu barangsiapa yang lupa kepada
Allah, maka Allah akan menjadikan dia lupa kepada dirinya sendiri, sehingga dia
tidak mengetahui hakikat dan kebaikan-kebaikan untuk dirinya sendiri. Bahkan,
dia melupakan jalan untuk kebaikan dan keberuntungan dirinya di dunia dan
akhirat. Dikarena dia telah berpaling dari fitrah yang Allah jadikan bagi
dirinya, lalu dia lupa kepada Allah, maka Allah menjadikannya lupa kepada diri
dan perilakunya sendiri, juga kepada kesempurnaan, kesucian dan kebahagiaan dirinya
di dunia dan akhirat.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَلا تُطِعْ
مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَنْ ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ وَكَانَ أَمْرُهُ
فُرُطاً
“Dan janganlah kamu mengikuti orang yang telah kami lalaikan hatinya
dari mengingat Kami, serta menuruti hawa (nafsu)nya, dan keadaannya itu
melampaui batas.” (QS. al-Kahfi: 28).
Dikarenakan dia lalai dari mengingat Allah,
maka keadaan dan hatinya pun melampaui batas (menjadi rusak), sehingga dia
tidak memperhatikan sedikit pun kebaikan, kesempurnaan serta kesucian jiwa dan
hatinya. Bahkan, (kondisi) hatinya (menjadi) tak menentu dan tidak terarah,
keadaannya melampaui batas, kebingungan serta tidak mendapatkan petunjuk ke
jalan (yang benar).”[7]
Maka orang yang keadaannya seperti ini, apakah
bisa diharapkan memberikan bimbingan kebaikan untuk orang lain, sedangkan untuk
dirinya sendiri saja kebaikan tersebut tidak bisa diusahakannya? Mungkinkah
orang yang seperti ini keadaannya akan merumuskan metode pendidikan anak yang
baik dan benar dengan pikirannya, padahal pikiran mereka jauh dari petunjuk
Allah Subhanahu wa Ta’ala dan memahami kebenaran yang hakiki? Adakah yang mau
mengambil pelajaran dari semua ini?
3. Sebab
kenakalan anak menurut syariat Islam
Termasuk sebab utama yang memicu penyimpangan
akhlak pada anak, bahkan pada semua manusia secara umum, adalah godaan setan
yang telah bersumpah di hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk menyesatkan
manusia dari jalan-Nya yang lurus.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
قَالَ فَبِمَا
أَغْوَيْتَنِي لأقْعُدَنَّ لَهُمْ صِرَاطَكَ الْمُسْتَقِيمَ. ثُمَّ لآتِيَنَّهُمْ
مِنْ بَيْنِ أَيْدِيهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ أَيْمَانِهِمْ وَعَنْ
شَمَائِلِهِمْ وَلا تَجِدُ أَكْثَرَهُمْ شَاكِرِينَ
“Iblis (setan) berkata, ‘Karena Engkau telah menghukumi saya tersesat,
sungguh saya akan menghalangi mereka dari jalan-Mu yang lurus, kemudian saya
akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari
kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat
kepada-Mu).’” (QS. Al-A’raf: 16-17).
Dalam upayanya untuk menyesatkan manusia dari
jalan yang benar, setan berusaha menanamkan benih-benih kesesatan pada diri
manusia sejak pertama kali mereka dilahirkan ke dunia ini, untuk memudahkan
usahanya selanjutnya setelah manusia itu dewasa. Dalam sebuah hadits qudsi,
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, yang artinya, “Sesungguhnya Aku
menciptakan hamba-hamba-Ku semuanya dalam keadaan hanif (suci dan cenderung
kepada kebenaran), kemudian setan mendatangi mereka dan memalingkan mereka dari
agama mereka (Islam).[8]
Dalam hadits shahih lainnya, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tangisan seorang bayi ketika (baru)
dilahirkan adalah tusukan (godaan untuk menyesatkan) yang berasal dari setan.“
Perhatikanlah hadits yang agung ini! Betapa
setan berupaya keras untuk menyesatkan manusia sejak mereka dilahirkan ke
dunia. Padahal, bayi yang baru lahir tentu belum mengenal nafsu, indahnya
dunia, dan godaan-godaan duniawi lainnya, maka bagaimana keadaannya kalau dia
telah dewasa dan mengenal semua godaan tersebut
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pola
asuh orang tua merupakan pola perilaku yang diterapkan orang tua pada
anak-anaknya yang bersifat konsisten dari waktu kewaktu.Pola asuh orang tua
berpengaruh terhadap pembentukan kepribadian anak.Keluarga merupakan tempat
sosialisasi pertama bagi anak. Seorang anak akan meniru perilaku dari orang
tuanya baik itu perilaku baik maupun perilaku yang kurang baik. Hal itulah yang
nanti akan dibawa anak sampai tua.
Pengertian
pola asuh adalah usaha orang tua dalam membina anak dan membimbing anak baik
jiwa maupun raganya sejak lahir sampai dewasa. Penerapan pola asuh bertujaun
untuk meningkatkan dan menegmbangkan disiplin diri dalam kehidupan sehari-hari,
dimana seorang anak akan berada pada lingkungan fisik, lingkungan sosial
internal dan external, untuk itu diperlukan kualitas pengamatan yang tajam dan
mendalam sehingga melairkan dasar-asar disiplin diri dan mengembngkannya dalam
keluarga dan lingkungannya.
Keluarga
berperan sebagai penghubung antara kehidupan anak dengan kehidupan sosial dan
norma-norma sosial, sehingga kehidupan di sekitarnya dapat dimengerti oleh
anak, sehingga pada gilirannya anak berpikir dan berbuat positif di dalam dan
terhadap lingkungannya.
B. Saran
Demikianlah
pembahasan makalah mengenai hasil pengamatan diri tentang dinmamika pengasuhan
dalam keluarga, semoga dapat bermanfaat bagi kita sekalian. Kritik dan saran sangat pemakalah harapkan
demi untuk perbaikan makalah kami selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Sugihartono,dkk. Psikologi Pendidikan. (Yogyakarta: UNY
Press. 2007)
Selvitarani
Nur, Pengertian Anak Nakal, (Sumber: http://paudunmul2012.blogspot.co.id diunggah
pada 03/12/2013 pukul 13.00 Wib, dan diakses pada 17/04/2018 pukul 19.00 Wib
Sarlito
Wirawan. Pola Asuh dalam Islam
(sumber: www.sarlito.net.ms). Diunggah pada tanggal 22 Februari 2012
pukul 13.00 WIB.
Hurlock,
EB. Perkembangan Anak (terjemahan). (Erlangga: Jakarta, 1978)
Puji Lestari,dkk.
(2008). Pelatihan Pola Asuh Anak Dalam Keluarga pada Masyarakat di Kampung
Jlagran.Yogyakarta.
[3] Selvitarani Nur, Pengertian
Anak Nakal, (Sumber: http://paudunmul2012.blogspot.co.id diunggah pada 03/12/2013 pukul 13.00 Wib, dan diakses
pada 17/04/2018 pukul 19.00 Wib
[4] Selvitarani Nur, Pengertian
Anak Nakal, (Sumber: http://paudunmul2012.blogspot.co.id diunggah pada 03/12/2013 pukul 13.00 Wib, dan diakses
pada 17/04/2018 pukul 19.00 Wib
[5] Sarlito Wirawan. Pola
Asuh dalam Islam (sumber:
www.sarlito.net.ms). Diunggah pada tanggal 22 Februari 2012 pukul 13.00 WIB.
[6] Sarlito Wirawan. Pola
Asuh dalam Islam (sumber:
www.sarlito.net.ms). Diunggah pada tanggal 22 Februari 2012 pukul 13.00 WIB.
[8] Sarlito Wirawan. Pola
Asuh dalam Islam (sumber:
www.sarlito.net.ms). Diunggah pada tanggal 22 Februari 2012 pukul 13.00 WIB.
No comments:
Post a Comment