1

loading...

Thursday, November 8, 2018

MAKALAH PENDIDIKAN ANAK DALAM KELUARGA


MAKALAH 
PENDIDIKAN ANAK DALAM KELUARGA 

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Setiap orang tua pasti menginginkan anaknya berhasil.Orang tua selalu berusaha untuk menjadikan anak-anaknya sukses dalam segala hal.baik dalam hal pendidikan, ekonomi, dsb. salah satu yang diharapkan orang tua adalah keberhasilan kepribadian anaknya.
“Jangan mengkuatirkan bahwa anak-anak tidak mendengarkan Anda, kuatirkanlah bahwa mereka selalu mengamati Anda” begitulah yang dikatakan  Robert Fulghum. Oleh karena itu, pembelajaran tentang sikap, perilaku dan bahasa yang baik akan membentuk kepribadian anak yang baik pula. Orang tua merupakan pendidik yang paling utama, guru serta teman sebaya yang merupakan lingkungan kedua bagi anak.Hal ini sesuai dengan pendapat Hurlock (1978) yang mengungkapkan bahwa orang yang paling penting bagi anak adalah orang tua, guru dan teman sebaya.
Pendidikan dalam keluarga yang baik dan benar, akan berpengaruh pada perkembangan pribadi dan sosial anak. Kebutuhan yang diberikan melalui pola asuh, akan memberikan kesempatan pada anak untuk menunjukkan bahwa dirinya adalah sebagian dari orang-orang yang berada disekitarnya.

B.    Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah diatas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1.     Apa pengertian dari pola asuh ?
2.     Apa saja macam-macam pola pengasuhan?
3.     Pengertian Anak Nakal?
4.     Apa saja Sebab-Sebab Anak Menjadi Nakal?
5.     Bagaimana Cara Mengatasi Kenakalan Anak?
6.     Bagaimana Cara Mendidik Anak Dalam Ajaran Islam?
C.    Tujuan Masalah
Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.     Untuk mengetahui pengertian dari pola asuh
2.     Untuk mengetahui macam-macam pola pengasuhan
3.     Untuk mengetahui pengertian Anak Nakal
4.     Untuk mengetahui Sebab-Sebab Anak Menjadi Nakal
5.     Untuk mengetahui Cara Mengatasi Kenakalan Anak
6.     Untuk mengetahui Cara Mendidik Anak Dalam Ajaran Islam
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Pola Asuh
Pengertian pola asuh adalah usaha orang tua dalam membina anak dan membimbing anak baik jiwa maupun raganya sejak lahir sampai dewasa. Penerapan pola asuh bertujaun untuk meningkatkan dan menegmbangkan disiplin diri dalam kehidupan sehari-hari, dimana seorang anak akan berada pada lingkungan fisik, lingkungan sosial internal dan external, untuk itu diperlukan kualitas pengamatan yang tajam dan mendalam sehingga melairkan dasar-asar disiplin diri dan mengembngkannya dalam keluarga dan lingkungannya.
Sugihartono dkk, (2007) mengatakan bahwa pola asuh adalah pola perilaku yang diterapkan pada anak dan bersifat konsisten dari waktu kewaktu.Pola asuh yang diterapkan tiap keluarga berbeda dengan keluarga lainnya.Pola perilaku ini dapat dirasakan oleh anak, dari segi negatif dan positif.Pola asuh juga dapat memberi perlindungan, dan mendidik anak dalam kehidupan sehari-hari.[1]
Karakter masing-masing anak memiliki kekhasan walaupun dilahirkan oleh bapak dan ibu yang sama. Kekhasan karakter masing-masing anak ini dikarenakan dalam perkembangannya anak dipengaruhi oleh dua factor yaitu genetic dan lingkungan.Hal ini sesuai dengan pemdapat William Stern (Tokoh Aliran Konvergensi ahali pendidikan dari Jerman) bahwa pada dasarnya perkembangan anak dipengaruhi oleh dua factor yang saling mempengaruhi yaitu pembawan dan lingkungan (Dirto, 1995). Bakat yang dibawa pada waktu lahir tidak akan berkembang dengan baik tanpa adanya dukungan lingkungan yang sesuai untuk perkembangan anak. Lingkungan yang dimaksud sering disebut sebagai tripusat pendidikan yaitu lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat.
B.    Macam-macam Pola Asuh (Parenting Style)
1.     Pola asuh Demokratis
Pola asuh demokratis adalah pola asuh yang memprioritaskan kepentingan anak, akan tetapi tidak ragu-ragu mengendalikan mereka. Orang tua dengan pola asuh ini bersikap rasional, selalu mendasari tindakannya pada rasio atau pemikiran-pemikiran.Orang tua tipe ini juga bersikap realistik terhadap kemampuan anak, tidak berharap yang berlebihan yang melampaui kemampuan anak.Selain itu, orang tua memberikan kebebasan kepada anak untuk memilih dan melakukan suatu tindakan dan pendekatannya kepada anak bersifat hangat. Hak dan kewajiban orang tua dan anak adalah sama dalam arti saling melengkapi. Anak dilatih untuk bertanggung jawab, dan menentukan perilakunya sendri agar dapat berdisiplin.
2.     Pola asuh Otoriter
Pola asuh ini cenderung menetapkan standar yang mutlak harus dituruti, biasanya diikuti dengan ancaman-ancaman.Orang tua tipe ini bersikap tegas, memaksa, memerintah, menghukum dan cenderung mengekang keinginan anak. Hukuman mental dan fisik akan sering diterima oleh anak-anak dengan alasan agar anak terus tetap patuh dan disiplin serta menghormati orang-tua yang telah membesarkannya. Apabila anak tidak mau melakukan apa yang dikatakan oleh orang tua, maka orang tua tipe ini tidak segan menghukum anak. Terlebih lagi orang tua tipe ini tidak mengenal kompromi dan dalam komunikasi biasanya bersifat satu arah.Hal ini dapat menyebabkan anak kurang inisiatif, cenderung ragu, dan mudah gugup.Oleh karena itu, anak yang sering mendapatkan hukuman menjadi tidak disiplin dan nakal.[2]
3.     Pola asuh Permisif
Pola asuh permisif adalah jenis pola mengasuh anak yang cuek terhadap anak.Orang tua memberikan kebebasan sebanyak mungkin pada anak untuk mengatur dirinya. Biasanya pola pengasuhan anak oleh orang tua semacam ini diakibatkan oleh orang tua yang terlalu sibuk dengan pekerjaan, kesibukan atau urusan lain yang akhirnya lupa untuk mendidik dan mengasuh anak dengan baik. Dengan begitu anak hanya diberi materi atau harta saja. Anak yang diasuh orang tuanya dengan metode semacam ini nantinya bisa berkembang menjadi anak yang kurang perhatian, merasa tidak berarti, rendah diri, nakal, memiliki kemampuan sosialisasi yang buruk, kontrol diri buruk, salah bergaul, kurang menghargai orang lain, dan lain sebagainya baik ketika kecil maupun sudah dewasa.

C.    Pengertian Anak Nakal
Anak nakal adalah anak yang suka berulah, tidak mau diatur, kalau punya keinginan harus segera dipenuhi, kalau tidak dipenuhi anak akan mengamuk,  usil, dan suka mengganggu saudaranya atau teman-temannya. Anak yang seperti ini memang bikin orangtua serba salah. Kalau disikapi dengan keras, tingkah laku anak akan semakin menjadi-jadi. Disikapi dengan lemah lembut, tingkah anak tidak juga berhenti.[3]
Sebenarnya, untuk mengatasi perilaku luar biasa pada anak ini, orangtua perlu memahami sebab-sebab timbulnya kenakalan pada anak. Kenakalan anak pada dasarnya merupakan bentuk protes anak terhadap orangtuanya. Anak nakal pada dasarnya merupakan akibat dari kekeliruan pola asuh orangtuanya. Jadi kalau anak kita nakal, salahkan diri sendiri terlebih dahulu, baru kemudian kita mencoba memahami mengapa anak kita menjadi nakal.

D.    Sebab-Sebab Anak Menjadi Nakal
Kurangnya perhatian orangtua terhadap anak. Anak yang merasa kurang diperhatikan oleh orangtuanya biasanya akan mencari kompensasi perilaku untuk mendapatkan perhatian itu. Salah satunya dengan perilaku nakal.
Orangtua mengabaikan anak. Kali ini orangtua tidak hanya sekedar kurang perhatian, tetapi sudah sampai pada taraf mengabaikan anak. Salah satu contoh adalah, ketika anak memanggil atau mengajak bicara ayah atau ibunya, mereka tidak segera menjawab atau bahkan membiarkannya saja sehingga anak terpaksa harus memanggil dua tiga sampai lima kali. Jangankan anak-anak, orang dewasa pun kalau merasa diabaikan pasti akan menjadi jengkel dan marah.
Orangtua tidak mau memahami anak. Orangtua yang terlalu banyak menuntut anak tanpa diimbangi dengan upaya untuk memahami anak, bisa membuat anak frustasi dan marah. Akibatnya anak akan menjadi nakal.
Setelah orangtua memahami apa penyebab munculnya perilaku nakal pada anak, tiba waktunya bagi orangtua untuk mencoba mengatasi dan memperbaiki perilaku anak tersebut.

E.    Cara Mengatasi Kenakalan Anak
Berikan perhatian dan kasih sayang lebih kepada anak setiap saat, tidak hanya pada saat perilaku nakal anak muncul. Perhatian dan aksih sayang ini tidak harus yang berbentuk sesuatu yang besar, istimewa dan lain dari yang lain. Perhatian dan kasih sayang ini bisa berujud hal-hal yang kecil-kecil seperti membelai rambut anak, memeluk, dan memberinya hadiah sesuatu yang kecil dan menyenangkan. Disarankan untuk memulai perhatian ini pada hal yang sekecil-kecilnya yang tidak disadari anak, tetapi dirasakannya. Sebab, kalau perhatian dan kasih sayang ini dirasakan berbeda oleh anak, bisa jadi anak akan menolaknya dan justru memancing munculnya perilaku nakalnya.[4]
Hargai anak, tempatkan ia sebagai seseorang yang sangat penting bagi kita, lebih penting dari rekan bisnis atau bahkan bos kita. Jadi, sekali pun pada suatu saat kita sedang berbicara dengan teman bisnis atau bos di telepon, kalau anaka memanggil, sempatkan waktu sedikit untuk menjawab panggilan anak dan memberinya perhatian.
Pahami anak. Kadang-kadang orangtua menuntut terlalu tinggi sehingga anak tidak bisa memenuhi harapan orangtua. Dalam hal ini orangtua tidak boleh kecewa dan mencela anak. Tetap berikan apreasiasi yang positif dengan senyum penuh penerimaan, dan kebanggaan.
Setiap kali perilaku anak muncul, alihkan energy dan perhatiannya pada hal-hal lain yang lebih positif sehingga perilaku nakalnya tidak berlarut-larut.

D.    Cara Mendidik Anak Dalam Ajaran Islam
1.     Mendidik anak
Mendidik anak merupakan perkara yang mulia tapi gampang-gampang susah dilakukan, karena di satu sisi, setiap orang tua tentu menginginkan anaknya tumbuh dengan akhlak dan tingkah laku terpuji, tapi di sisi lain, mayoritas orang tua terlalu dikuasai rasa tidak tega untuk tidak menuruti semua keinginan sang anak, sampai pun dalam hal-hal yang akan merusak pembinaan akhlaknya. Sebagai orang yang beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, kita meyakini bahwa sebaik-baik nasihat untuk kebaikan hidup kita dan keluarga adalah petunjuk yang diturunkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam al-Qur-an dan sabda-sabda nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءَتْكُمْ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَشِفَاءٌ لِمَا فِي الصُّدُورِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ. قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ
“Wahai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu nasihat dari Rabb-mu (Allah Subhanahu wa Ta’ala), penyembuh bagi penyakit-penyakit dalam dada (hati manusia) dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman. Katakanlah, ‘Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Karunia dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari perhiasan duniawi yang dikumpulkan oleh manusia.’” (QS. Yunus: 57-58).
Dalam hal yang berhubungan dengan pendidikan anak, secara khusus Allah Subhanahu wa Ta’ala mengingatkan orang-orang yang beriman akan besarnya fitnah yang ditimbulkan karena kecintaan yang melampaui batas terhadap mereka.[5]
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ وَأَوْلادِكُمْ عَدُوّاً لَكُمْ فَاحْذَرُوهُمْ
“Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka…” (QS. at-Taghabun: 14).
Makna “menjadi musuh bagimu” dalam firman-Nya adalah “melalaikan kamu dari melakuakan amal shalih dan bisa menjerumuskanmu ke dalam perbuatan maksiat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.”
Syaikh Abdurrahman as-Sa’di rahimahullah berkata, “…Karena jiwa manusia memiliki fitrah untuk cinta kepada istri dan anak-anak, maka (dalam ayat ini) Allah Subhanahu wa Ta’ala memperingatkan hamba-hamba-Nya agar (jangan sampai) kecintaan ini menjadikan mereka menuruti semua keinginan istri dan anak-anak mereka dalam hal-hal yang dilarang dalam syariat. Dan Dia memotivasi hamba-hamba-Nya untuk (selalu) melaksanakan perintah-perintah-Nya dan mendahulukan keridhaan-Nya….”
2.     Fenomena kenakalan anak
Fenomena ini merupakan perkara besar yang cukup memusingkan dan menjadi beban pikiran para orangtua dan pendidik, karena fenomena ini cukup merata dan dikeluhkan oleh mayoritas masyarakat, tidak terkecuali kaum muslimin.
Padahal, syariat Islam yang sempurna telah mengajarkan segala sesuatu kepada umat Islam, sampai dalam masalah yang sekecil-kecilnya, apalagi masalah besar dan penting seperti pendidikan anak. Sahabat yang mulia, Salman Al-Farisi radhiallahu ‘anhu pernah ditanya oleh seorang musyrik, “Sungguhkah Nabi kalian (Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam) telah mengajarkan kepada kalian segala sesuatu sampai (masalah) adab buang air besar?” Salman menjawab, “Benar. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang kami menghadap ke kiblat ketika buang air besar atau ketika buang air kecil….”
Bukankah Allah Subhanahu wa Ta’ala yang mensyariatkan agama ini Dialah yang menciptakan alam semesta beserta isinya dan Dialah yang maha mengetahui kondisi semua makhluk-Nya serta cara untuk memperbaiki keadaan mereka?
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
أَلا يَعْلَمُ مَنْ خَلَقَ وَهُوَ اللَّطِيفُ الْخَبِيرُ
“Bukankah Allah yang menciptakan (alam semesta besrta isinya) Maha MengetahuiB (keadaan mereka)?, dan Dia Maha Halus lagi Maha Mengetahui (segala sesuatu dengan terperinci).” (QS. al-Mulk: 14).
Akan tetapi, kenyataan pahit yang terjadi adalah, untuk mengatasi fenomena buruk tersebut, mayoritas kaum muslimin justru lebih percaya dan kagum terhadap teori-teori/ metode pendidikan anak yang diajarkan oleh orang-orang barat, yang notabene kafir dan tidak mengenal keagungan Allah Subhanahu wa Ta’ala, sehingga mereka rela mencurahkan waktu, tenaga dan biaya besar untuk mengaplikasikan teori-teori tersebut kepada anak-anak mereka.Mereka lupa bahwa orang-orang kafir tersebut sendiri tidak mengetahui dan mengusahakan kebaikan untuk diri mereka sendiri, karena mereka sangat jauh berpaling dan lalai dari mengenal kebesaran Allah ‘Azza wa Jalla yang menciptakan mereka, sehingga Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan mereka lupa kepada segala kebaikan dan kemuliaan untuk diri mereka sendiri.[6]
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
وَلا تَكُونُوا كَالَّذِينَ نَسُوا اللَّهَ فَأَنْسَاهُمْ أَنْفُسَهُمْ أُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
“Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa (lalai) kepada Allah, maka Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri, mereka itulah orang-orang yang fasik.” (QS. al-Hasyr: 19)
Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah rahimahullah berkata, “Renungkanlah ayat (yang mulia) ini, maka kamu akan menemukan suatu makna yang agung dan mulia di dalamnya, yaitu barangsiapa yang lupa kepada Allah, maka Allah akan menjadikan dia lupa kepada dirinya sendiri, sehingga dia tidak mengetahui hakikat dan kebaikan-kebaikan untuk dirinya sendiri. Bahkan, dia melupakan jalan untuk kebaikan dan keberuntungan dirinya di dunia dan akhirat. Dikarena dia telah berpaling dari fitrah yang Allah jadikan bagi dirinya, lalu dia lupa kepada Allah, maka Allah menjadikannya lupa kepada diri dan perilakunya sendiri, juga kepada kesempurnaan, kesucian dan kebahagiaan dirinya di dunia dan akhirat.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَلا تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَنْ ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ وَكَانَ أَمْرُهُ فُرُطاً
“Dan janganlah kamu mengikuti orang yang telah kami lalaikan hatinya dari mengingat Kami, serta menuruti hawa (nafsu)nya, dan keadaannya itu melampaui batas.” (QS. al-Kahfi: 28).
Dikarenakan dia lalai dari mengingat Allah, maka keadaan dan hatinya pun melampaui batas (menjadi rusak), sehingga dia tidak memperhatikan sedikit pun kebaikan, kesempurnaan serta kesucian jiwa dan hatinya. Bahkan, (kondisi) hatinya (menjadi) tak menentu dan tidak terarah, keadaannya melampaui batas, kebingungan serta tidak mendapatkan petunjuk ke jalan (yang benar).”[7]
Maka orang yang keadaannya seperti ini, apakah bisa diharapkan memberikan bimbingan kebaikan untuk orang lain, sedangkan untuk dirinya sendiri saja kebaikan tersebut tidak bisa diusahakannya? Mungkinkah orang yang seperti ini keadaannya akan merumuskan metode pendidikan anak yang baik dan benar dengan pikirannya, padahal pikiran mereka jauh dari petunjuk Allah Subhanahu wa Ta’ala dan memahami kebenaran yang hakiki? Adakah yang mau mengambil pelajaran dari semua ini?
3.     Sebab kenakalan anak menurut syariat Islam
Termasuk sebab utama yang memicu penyimpangan akhlak pada anak, bahkan pada semua manusia secara umum, adalah godaan setan yang telah bersumpah di hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk menyesatkan manusia dari jalan-Nya yang lurus.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
قَالَ فَبِمَا أَغْوَيْتَنِي لأقْعُدَنَّ لَهُمْ صِرَاطَكَ الْمُسْتَقِيمَ. ثُمَّ لآتِيَنَّهُمْ مِنْ بَيْنِ أَيْدِيهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ أَيْمَانِهِمْ وَعَنْ شَمَائِلِهِمْ وَلا تَجِدُ أَكْثَرَهُمْ شَاكِرِينَ
“Iblis (setan) berkata, ‘Karena Engkau telah menghukumi saya tersesat, sungguh saya akan menghalangi mereka dari jalan-Mu yang lurus, kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat kepada-Mu).’”  (QS. Al-A’raf: 16-17).
Dalam upayanya untuk menyesatkan manusia dari jalan yang benar, setan berusaha menanamkan benih-benih kesesatan pada diri manusia sejak pertama kali mereka dilahirkan ke dunia ini, untuk memudahkan usahanya selanjutnya setelah manusia itu dewasa. Dalam sebuah hadits qudsi, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, yang artinya, “Sesungguhnya Aku menciptakan hamba-hamba-Ku semuanya dalam keadaan hanif (suci dan cenderung kepada kebenaran), kemudian setan mendatangi mereka dan memalingkan mereka dari agama mereka (Islam).[8]
Dalam hadits shahih lainnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tangisan seorang bayi ketika (baru) dilahirkan adalah tusukan (godaan untuk menyesatkan) yang berasal dari setan.“
Perhatikanlah hadits yang agung ini! Betapa setan berupaya keras untuk menyesatkan manusia sejak mereka dilahirkan ke dunia. Padahal, bayi yang baru lahir tentu belum mengenal nafsu, indahnya dunia, dan godaan-godaan duniawi lainnya, maka bagaimana keadaannya kalau dia telah dewasa dan mengenal semua godaan tersebut
BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Pola asuh orang tua merupakan pola perilaku yang diterapkan orang tua pada anak-anaknya yang bersifat konsisten dari waktu kewaktu.Pola asuh orang tua berpengaruh terhadap pembentukan kepribadian anak.Keluarga merupakan tempat sosialisasi pertama bagi anak. Seorang anak akan meniru perilaku dari orang tuanya baik itu perilaku baik maupun perilaku yang kurang baik. Hal itulah yang nanti akan dibawa anak sampai tua.
Pengertian pola asuh adalah usaha orang tua dalam membina anak dan membimbing anak baik jiwa maupun raganya sejak lahir sampai dewasa. Penerapan pola asuh bertujaun untuk meningkatkan dan menegmbangkan disiplin diri dalam kehidupan sehari-hari, dimana seorang anak akan berada pada lingkungan fisik, lingkungan sosial internal dan external, untuk itu diperlukan kualitas pengamatan yang tajam dan mendalam sehingga melairkan dasar-asar disiplin diri dan mengembngkannya dalam keluarga dan lingkungannya.
Keluarga berperan sebagai penghubung antara kehidupan anak dengan kehidupan sosial dan norma-norma sosial, sehingga kehidupan di sekitarnya dapat dimengerti oleh anak, sehingga pada gilirannya anak berpikir dan berbuat positif di dalam dan terhadap lingkungannya.

B.    Saran
Demikianlah pembahasan makalah mengenai hasil pengamatan diri tentang dinmamika pengasuhan dalam keluarga, semoga dapat bermanfaat bagi kita sekalian.  Kritik dan saran sangat pemakalah harapkan demi untuk perbaikan makalah kami selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Sugihartono,dkk.  Psikologi Pendidikan. (Yogyakarta: UNY Press. 2007)

Selvitarani Nur, Pengertian Anak Nakal, (Sumber: http://paudunmul2012.blogspot.co.id diunggah pada 03/12/2013 pukul 13.00 Wib, dan diakses pada 17/04/2018 pukul 19.00 Wib

Sarlito Wirawan. Pola Asuh dalam Islam  (sumber: www.sarlito.net.ms). Diunggah pada tanggal 22 Februari 2012 pukul 13.00 WIB.

Hurlock, EB. Perkembangan Anak (terjemahan). (Erlangga: Jakarta, 1978)

Puji Lestari,dkk. (2008). Pelatihan Pola Asuh Anak Dalam Keluarga pada Masyarakat di Kampung Jlagran.Yogyakarta. 




[1] Sugihartono,dkk.  Psikologi Pendidikan. (Yogyakarta: UNY Press. 2007) h. 79
[2] Sugihartono,dkk.  Psikologi Pendidikan. (Yogyakarta: UNY Press. 2007) h. 81
[3] Selvitarani Nur, Pengertian Anak Nakal, (Sumber: http://paudunmul2012.blogspot.co.id diunggah pada 03/12/2013 pukul 13.00 Wib, dan diakses pada 17/04/2018 pukul 19.00 Wib
[4] Selvitarani Nur, Pengertian Anak Nakal, (Sumber: http://paudunmul2012.blogspot.co.id diunggah pada 03/12/2013 pukul 13.00 Wib, dan diakses pada 17/04/2018 pukul 19.00 Wib
[5] Sarlito Wirawan. Pola Asuh dalam Islam  (sumber: www.sarlito.net.ms). Diunggah pada tanggal 22 Februari 2012 pukul 13.00 WIB.
[6] Sarlito Wirawan. Pola Asuh dalam Islam  (sumber: www.sarlito.net.ms). Diunggah pada tanggal 22 Februari 2012 pukul 13.00 WIB.
[7] Hurlock, EB. Perkembangan Anak (terjemahan). (Erlangga: Jakarta, 1978) h. 56
[8] Sarlito Wirawan. Pola Asuh dalam Islam  (sumber: www.sarlito.net.ms). Diunggah pada tanggal 22 Februari 2012 pukul 13.00 WIB.

No comments:

Post a Comment