1

loading...

Thursday, November 8, 2018

MAKALAH SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM (SKI) "ISLAM DI INDONESIA PASCA KEMERDEKAAN"

MAKALAH SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM (SKI)  "ISLAM DI INDONESIA PASCA KEMERDEKAAN"
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Islam datang di Indonesia dengan membawa peradaban baru yang memiliki corak keIslaman secara khusus. Beberapa bentuk peradaban Islam mewarnai kehidupan dan pemikiran masyarakat Islam di Indonesia. Peradaban Islam yang dibawa oleh para mubaligh Islam dari Arab dikulturasikan dengan tradisi dan budaya setempat.[1]
Dengan diproklamasikanya kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945, menyusul kekalahan Jepang dalam perang Dunia II, terjadilah perkembangan penting menyangkut hubungan politik antara Islam dan Negara bekas wilayah Hindia-Belanda . Takluknya Jepang mendorong sebagian besar pemimpin pergerakan Indonesia untuk mengumumkan berdirinya negara nasional yang merdeka. Sejak saat itu perdebatan politik yang berkaitan dengan bentuk pemerintahan dan dasar negara Indonesia, bukan lagi merupakan masalah wacana ideologi tetapi telah menyangkut masalah kekuasaan. Para pendiri republik ini tidak menemui banyak kesulitan untuk membentuk negara kesatuan Republik Indonesia , tetapi tidak dapat menghindari perbedaan pandangan mengenai dasar negara bagi Indonesia yang baru merdeka.
Perdebatan begitu pelik dan terus berlanjut hingga dua dasawarsa setelah kemerdekaan. Bahkan boleh dikatakan, hal tersebuat telah mendominasi wacana politik Indonesia. Kenyataan bahwa perdebatan ideologis seperti itu memancing terjadinya konflik yang sebagian besar tidak disebabkan oleh tingkat ketaatan religious yang berbeda dikalangan elit Muslim, melainkan sebuah pandangan yang melandasi konsep nasionalis mengenai santri abangan dan Islam sekuler. Hal ini terutama disebabkan ketidakmampuan elit politik nasional dalam menegosiasikan dan mendamaikan perbedaan pandangan tersebut, seakan-akan Islam dan nasionalisme merupakan dua identitas yang menafikan satu sama lain. Perdebatan mengenai Islam dan negara pasca kemerdekaan dapat ditelusuri dari proses pertumbuhan bangkitnya paham kebangsaan Indonesia pada abad XX M, ketika bermunculan konflik ideologis anatar gerakan masyarakat pribumi melawan kolonialisme dan tuntutan kemajuan bagi masyarakat.[2]

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana Islam di Indonesia dalam masa revolusi ?
2.      Bagaiamana peran Islam dalam kemerdekaan ?
3.      Bagaimana peradaban Islam dan negara pancasila ?

C.    Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui Islam di Indonesia dalam masa revolusi
2.      Untuk mengetahui peran Islam dalam kemerdekaan
3.      Untuk mengetahui peradaban Islam dan negara pancasila

 
 
 














BAB II
PEMBAHASAN
A.    Islam Indonesia dalam Masa Revolusi
Pada masa awal Jepang datang ke Indonesia, mereka anti Barat. Oleh karena itu, mereka berusaha untuk merangkul Islam, terutama pemimpin-pemimpinya . Oleh Karena itu, kelompok Islam, baik yang berasal Muhammadiyah maupun persantren, dipersatukan, diikutsertakan dalam birokasi, dilatih dalam bidang politik. Pemuda-pemuda Islam, dan kiai-kiai dilibatkan dalam latihan militer, didirikan laskar Hisbullah, Sabilillah. Sejumlah pemimpin tentara ketika perjuangan revolusi antara lain jenderal sudirman dan Kasman Singodimejo adalah tokoh Islam yang dilatih Jepang.  
Pada akhir masa pendudukan Jepang , perhatian penguasa militer Jepang beralih dari golongan Islam kegolongan nasionalis sekular. Sewaktu Jepang menjanjikan kemerdekaan kepada bangsa Indonesia dan membentuk BPUPKI wakil golongan Islam yang didudukkan dalam badan itu ternyata tidak proporsional. Dari 68 anggota badan itu hanya 15 orang mewakili golongan Islam . Dalam panitia kecil yang terdiri dari 9 orang , 4 orang mewakili aspirasi Islam, satu orang (A.A Maramis) adalah non-muslim, 4 orang lagi golongan nasionalis sekular . Pada tanggal 22 juni 1945 berhasil menyetujui Piagam Jakarta yang mencantumkan keharusan menjalankan syariat agama Islam bagi pemeluknya dalam negara Indonesia yang merdeka nanti.
Tema penting dalam perdebatan BPUPKI adalah mengenai landasan ideologi Indonesia merdeka , apakah negara Islam atau pemisahan antara agama dan negara (sekular)? Wakil-wakil Islam yang menonjol seperti Ki Bagus Hadikusuma, K.H. Ahmad Sanusi, Wahid Hasyim, Abd. Kahar Muzakkir berpendapat bahwa Islam adalah agama yang berkepentingan dengan masalah politik duniawi. Islam adalah din wa daulah. Islam tidak membedakan masalah agama dari keduniaan , tidak memisahkan urusan akhirat dan dunia. Oleh karena itu, negara Indonesia haruslah negara Islam. Namun tidak jelas apa dan bagaimana rumusan negara Islam itu. Dalam Khazanah pemikiran Islam Indonesia pada awal abad ke-20 pernah lahir gagasan Tjkroaminoto mengenai sosialisme Islam, juga ada gagasan mengenai nasionalisme Islam, atau dasar-dasar demokrasi Islam dari pemikir-pemikir Islam seperti A. Hassan, Nasir dan Agus Salim, tetapi pemikiran – pemikiran itu kemudian tenggelam dalam kebisingan pertempuran revolusi. Bahkan, para pemikir Islam menyatakan bahwa memanggul senjata melawan penjajah untuk membela negara merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari agama. Sikap mereka itu menentukan perjuangan masa revolusi. Baru nanti pada masa demokrasi parlementer gagasan mengenai Islam sebagai ideologi dan dasar negara menghangat kembali.[3]

B.     Peran Islam dalam Kemerdekaan
            Islam merupakan agama yang meletakkan prinsip-prinsip kebenaran dan keadilan bagi setiap pemeluknya. Islam mencakup berbagai aspek kehidupan manusia serta upaya menghidupkan pemahaman dan pemikiran terhadap kejadian alam semesta beserta seluruh isinya. Dengan demikian jika bimbingan wahyu datang kepada Nabi Muhammmad dipahami dengan pemahaman yang benar dan dikembangkan melalui pemikiran –pemikiran yang rasional, sudah tentulah akan tercipta keseimbangan antara jasmani dan ruhani. Islam telah memberikan kemerdekaan kepada seluruh manusia dalam arti setiap manusia mempunyai nilai yang sama dihadapan-Nya. Allah juga meletakkan prinsip persaudaraan diantara sesama manusia dalam arti bahwa manusia satu dengan manusia yang lain mempunyai derajat, hak, dan kewajiban yang sama.
1.            Kemerdekaan dalam Ajaran Islam
         Tugas utama yang diletakkan oleh Nabi Muhammad SAW pada setiap pengikut adalah meretas belenggu yang menghantui pikiran manusia dan menghantarkanya kepada keadaan sesuai dengan fitrahnya: yaitu menghapuskan penyakit syirik yang menyebabkan manusia berpaling untuk memuja sesuatu yang tidak sebenarnya . Tugas ini sebenarnya tiada lain membebaskan pikiran manusia itu dan belenggu yang membatasi ruang gerak pikiran karena apabila pikiran seseorang telah terdapat kepada sesuatu yang menyesatkan maka pikiran itu tiada lain terkecuali diperbudak oleh pengikutnya.
Kemerdekaan menurut Islam bukan hanya kemerdekaan individual, bukan hanya kehidupan kolektif, dan bukan kemerdekaan dalam bidang pemerintahan, tetapi kemerdekaan yang sangat tinggi harganya yaitu kemerdekaan universal dalam kaitanya antara dirinya dengan alam semesta.
Inilah prinsip-prinsip yang memberikan gelora dan semangat juang yang tinggi bagi Nabi Muhammad SAW dan para pengikutnya , sehingga mampu mengubah kehidupan padang pasir yang liar,buas, dan kejam menjadi masyarakat yang tentram, damai, dan merdeka. Inilah modal perjuangan yang mengilhami serta memperkuat kaum muslim Indonesia berjuang untuk meretas soverenitas yang dipaksakan oleh konolialisme dan imperialisme yang dilakukan oleh Belanda yang berkedok atas dasar prinsip mission scare.
Jiwa semangat yang berharga ini baru meledak pada saat menjelang kemerdekaan. Karena saat itulah merupakan eksistensial momentum kemerdekaan yang kelahirannya disamping kematangan pikiran dan pembentukan penyatuan untuk satu nusa, sebangsa dan setanah air. Juga diperlukan kondisi yang mendukung kelahiranya serta situasi yang memberikan kemungkinan. Kemerdekaan yang dicapai oleh bangsa Indonesia bukan semata-mata perjuangan seluruh rakyat, tetapi juga merupakan limpahan rahmat Allah SWT seperti dalam mukaddimah UUD 1945. Dalam hubungan aneka ragam agama dan seluruh kekuatan politik, umat Islam telah merasa puas dengan dicantumkanya “Ketuhanan yang Maha Esa“ dalam UUD 1945. Meskipun umat Islam dengan penuh toleransi rela penghapusan “tujuh kata “ pada sila pertama seperti yang termuat dalam piagam Jakarta. Hal ini berarti umat Islam telah memahami akan arti pentingnya persatuan sebagai syarat mutlak bagi terbinanya kemaslahatan seperti halnya “ Piagam Madinah “ yang dibuat oleh Rasulluah karena adanya suatu pertimbangan bahwa “sesuatu yang tidak dapat dicapai seluruhnya, tidak boleh ditinggalkanya” dan juga atas pertimbangan bahwa kemaslahatan yang general didahulukan dari pada kemaslahatan special.
Kemaslahatan umum disini ialah menegakkan berdirinya negara Republik Indonesia yang berdaulat berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab , Persatuan Indonesia, Permusyawaratan yang dibimbing oleh hikmat kebijaksanaan dan keadilan sosial yang merata bagi seluruh rakyat Indonesia, adalah prinsip-prinsip yang terdapat dalam Alqur’an dan Sunnah yang memberikan landasan yang kuat bagi terlaksananya ajaran Islam. Kemaslahatan khusus ialah cita-cita kaum muslim untuk mendirikan masyarakat yang seutuhnya diatur oleh Alqur’an dan Sunnah.
Pemikiran yang serupa ini merupakan refleksi pemikiran yang berinteraksi dengan bimbingan Alqur’an dan Sunnah, sehingga terlihatlah faktor-faktor yang sangat penting dari kilasan pemikiran kaum muslim guna mencapai kemerdekaan RI. Dengan demikian terbentuklah negara Republik yang berdaulat yang mempunyai wawasan dan strategi yang sangat penting bagi percaturan politik Internasional.[4]
2.            Faktor-Faktor yang Mendorong Umat Islam Mencapai Kemerdekaan
a.       Faktor Ideologi
Ajaran Iman yang tertuang dalam hati kaum muslim Indonesia merupakan akidah yang kokoh, kuat dan berakar jiwa dalam jiwa mereka. Didalamnya terkandung ajaran yang meletakkan kekuatan pada Maha Pencipta manusia serta alam dan isinya, terpancarlah keyakinan bulat akan kekuatan yang ada pada manusia merupakan amanah yang harus dilakukan sesuai dengan kehendakNya. Sikap serupa itu membuahkan gerak , tingkah laku dan perbuatan yang rela berkorban untuk menjunjung tinggi kebenaran ini merupakan faktor bagi tercapainya perjuangan kemerdekaan.
b.      Faktor Politik
Ajaran Montesquieu, Voltaire, dan Jean Jacques Rousseau membuahkan Revolusi    perancis dan menyebabkan rasa cinta tanah air Les enfants de la Patri . Ajaran itu banyak dibaca oleh pemuda bangsa Indonesia yang sedang belajar, sehingga menimbulkan pergerakan-pergerakan dikalangan kaum muslim, hanya saja niat ini belum dapat dicetuskan menunggu saat-saat yang baik sebagai peluang ditambah dengan semangat patriotris pahlawan-pahlawan kemerdekaan seperti Imam Bonjol, Diponegoro, dan sebagainya yang ikut mendobrak kekuasaan Belanda untuk mencapai kemerdekaan.
c.       Faktor Ekonomi
Indonesia berada diantara dua benua Asia dan Australia, dan dua samudera samudera India dan samudera pasifik, sehingga dalam strategi ekonomi merupakan lintas perdagangan yang sangat menguntungkan. Tanahnya yang subur dibelah oleh sungai-sungai dan gunung-gunung merupakan sumber kekuatan ekonomi. Juga barang-barang tambang yang tersebar di nusantara, merupakan kekuatan yang mendukung bagi tercapainya kemerdekaan.
d.      Faktor Sosial
Indonesia terdiri dari aneka ragam suku yang didukung oleh aneka ragam susunan kemasyarakatan yang beraneka ragam nilai yang ikut memberikan alternatif yang sangat banyak bagi pembentukan nilai-nilai kemasyarakatan.
e.       Faktor Budaya
Hampir seluruh hasil budaya yang berada di Indonesia dapat dipertahankan pada budaya yang terpancar dan kebudayaan yang pernah dipersatukan oleh Majapahit, dan inilah yang diyakini oleh bangsa Indonesia sebagai budaya asli. Islam membawa kebudayaan yang konkrit dalam amalan-amalan sehari-hari, seperti Akhlaqul karimah dikembangkan dan diamalkan untuk mewujudkan tata kehidupan yang harmonis sehingga dapat menempatkan pihak-pihak yang patut dihormati dan meletakkan nila-nilai yang sebenarnya dijunjung tinggi untuk dihormati. Akidahnya berpijak pada kesatuan bulat yang meletakkan pada prinsip unity. Ajaran-ajaranya menjunjung nilai dan martabat manusia sehingga manusia mengerti akan fungsi dan tugasnya.[5]

C.    Peradaban Islam dan Negara Pancasila
Suasana sosial politik Indonesia pada tahun-tahun pertama kemerdekaan memperlihatkan tidak adanya hambatan penting yang menghalangi hubungan politik antara arus utama intelektual-aktivis Islam dan kelompok nasionalis. Perdebatan diantara mereka mengenai corak hubungan antara Islam dan negara seperti terhenti. Paling tidak untuk sementara kedua kelompok ini merupakan perbedaan teologis antara mereka karena muncul kesadaran bahwa pada masa itu para pendiri republik harus menumpahkan seluruh energi kemampuan untuk mempertahankan Republik Indonesia yang baru berdiri dan mencegah Belanda masuk kembali (Abdullah, 1974 : 98). Hanya saja saat itu benturan- benturan tidak dapat dihindarkan antar kelompok Islam dan nasionalis. Tetapi tetap dilihat harmonis dengan cara para kelompok nasionalis tetap memegang kemudi kepemimpinan, menyusul kemudian diserahkanya kekuasaan oleh pihak Belanda kepada Republik Indonesia pada Desember 1949 M, dimana kelompok Islam mulai menunjukkan potensi yang besar dalam percaturan politik nasional.
Melalui Masyumi, sebuah federasi organisasi Islam yang kemudian diubah menjadi partai politik umat Islam pada 7 November 1945 M kelompok Islam berhasil memobilisasi kekuatan politik cukup besar. Karena perkembangan demikian, pada awal 1946 M, Sultan Sjahrir ketua umum Partai Sosialis Indonesia (PSI) yang tiga kali menjabat sebagai perdana menteri semasa revolusi memprediksi bahwa jika pemilihan umum diselenggarakan pada sekitar tahun-tahun itu, kemungkinan besar Masyumi yang pada saat itu merupakan gabungan kalangan Muslim modernis seperti (Muhammadiyah, dengan jumlah anggotanya yang terbesar diwilayah perkotaan) dan kalangan muslim tradisionalis (seperti NU dengan jumlah anggotanya yang terbesar diwilayah pedesaan) akan memperoleh kemenangan dengan meraih 80% suara.
Tidak ada perdebatan politik ideologis terbuka pada saat itu, hubungan politik yang relatif harmonis antara kelompok Islam dan kelompok nasionalis harus benar-benar tercipta. Perkembangan demikian terus berlangsung selama hampir 5 tahun politik Indonesia pasca revolusi (antara 1950-1953 M). Ungkapan yang mencoba persoalkan pancasila secara terang-terangan dari para pemimpin politik Islam juga jarang terjadi. Bahkan Mohammad Natsir, ketua umum Partai Masyumi yang di masa-masa sebelumnya kiat mengkampanyekan gagasan negara Islam , pada sekitar 1951 M menyatakan bahwa karena dimasukkanya prinsip “Percaya kepada Tuhan” kedalam pancasila, Indonesia tidak menyingkirkan agama dari masalah negara. Kenyataan ini menunjukkan perkembangan hubungan politik antara Islam dan Negara pada dasarnya relatif baik. Penerimaan pancasila sebagai ideologi negara tidak dianggap sebagai perwujudan keinginan untuk memisahkan agama (Islam) dari negara. Bahkan dengan dimasukkanya pernyataan monoteistik  “Ketuhanan Yang Maha Esa“ ke dalam dasar negara, Indonesia sudah dipandang seolah-olah sebuah “Negara Islam“ . Hal ini merupakan sebuah ilustrasi yang dapat menggambarkan sikap para pemimpin Muslim tentang penerimaan mereka terhadap pancasila. (Effendi, tt :438).
Hubungan politik yang Harmonis antara Islam dan Negara seolah-olah berakhir dengan memanasnya situasi politik tanah air karena persiapan pemilu yang direcanakan pada 1955 M. Perkembangan ini mengakibatkan kesepakatan ideologis yang dicapai sehari setelah proklamasi pudar. Para tokoh politik kelompok Islam dan nasionalis tampat menyadari bahwa langkah mereka mulai rentan. Karena alasan ini, para elit politik negara terlibat dalam perdebatan ideologis-politik mengenai bentuk negara dan kerangka konstitusionalnya. Dengan mengangkat kembali isu ideologi negara kedua kelompok politik berlomba memperebutkan jumlah kursi di Majelis Konstituante, dan dengan sendirinya mempertegas posisi politik masing-masing.[6]
Di bawah ini adalah hasil peradaban Islam di Indonesia Pasca Kemerdekaan:


1.      Bidang Pendidikan
Bagi semua umat manusia, pendidikan merupakan persolan penting dalam hidup dan kehidupan. Pendidikan selalu selalu menjadi tumpuan harapan untuk mengembangkan individu dan masyarakat. Pendidikan merupakan wahana, sarana dan proses, serta alat untuk mentransfer warisan umat dari nenek moyang kepada anak cucu dan dari orang tua kepada anak. Pendidikan tidak berada dalam ruang hampa, artinya, pendidikan selalu berada dalam konteks. Tetapi penerapan secara mentah-mentah sistem pendidikan impor seperti layaknya peralatan, perlengkapan, sayur mayur, dan buah-buahan merupakan awal kebinasaan umat. Sistem pendidikan seperti ini hanya akan melahirkan generasi muda yang tidak mempunyai jati diri dan kepribadian (Aly, 2003: 4-5). Pada sisi lain, persoalan pendidikan merupakan faktor penentu bagi perkembangan umat. Ia menjadi prioritas utama untuk dilakasanakan, sebab sampai saat ini masyarakat Muslim sangat terbelakang dibidang pendidikan.
Dengan demikian salah satu target yang harus diusahakan semaksimal mungkin adalah revitalisasi pelaksanaan pendidikan bagi umat Islam melalui cara-cara yang sesuai dengan nilai-nilai dan motif ajaran Islam sehingga tidak salah arah dengan pelaksanaan pendidikan dengan ala Barat. Sistem pendidikan Islam di Indonesia merupakan bagian dari sistem pendidikan nasional di Indonesia. Sebagaimana disebutkan dalam pasal 15 Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No.20 Tahun 2003, mendeklarasikan bahwa pendidikan formal termasuk pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan khusus, pendidikan magang, pendidikan keagamaan, pendidikan akademik, dan pendidikan profesi (Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pelaksanaanya, 1996).
Pendidikan Islam di Indonesia di berikan pada tiga sektor, yaitu non-formal, informal, dan formal. Yang bersifat non-formal biasanya diberikan di masjid-masjid, surau dan langgar.  Penekanan utama yang diberikan pada sektor ini adalah pendidikan Al-Qur’an, tajwid dan ibadah seperti wudlu dan sholat. Pendidikan informal, diberikan dirumah dengan menekankan kepada pengajaran individu, khususnya dalam  belajar al-Qur’an sesuai dengan tingkatan pelajar. Sedangkan sistem pendidikan formal diberikan di sekolah, madrasah dan pesantren. Bagi lembaga-lembaga organisasi Islam yang mengelola lembaga pendidikan Islam yang mengelola lembaga pendidikan Islam, kecuali pesantren, mempergunakan kurikulum pemerintah dalam lembaga pendidikan mereka, dengan memberi penekanan sedikit pada pengajaran agama Islam. Jadi, dapat dikatakan bahwa madrasah dikategorikan kedalam dua bentuk kurikulum, yaitu: madrasah yang menyediakan ilmu-ilmu umum dan ilmu ilmu keIslaman (Suprayetno, 2002: 281).
Setelah Indonesia merdeka, penyelesaian pendidikan agama mendapat perhatian serius dari pemerintah, baik di sekolah negeri maupun swasta. Usaha untuk itu dimulai dengan memberikan bantuan terhadap lembaga tersebut sebagaimana yang dianjurkan oleh Badan Pekerja Komite Nasional Pusat (BPKNP) tanggal 27 Desember 1945 M, yang menyebutkan bahwa madrasah dan pesantrren pada hakikatnya adalah satu alat dan sumber pendidikan dan pencerdasan rakyat, kenyataan ini timbul karena kesadaran umat Islam yang lama terpuruk dibawah kekuasaan penjajah. Sebab pada zaman penjajahan Belanda, pintu masuk pendidikan modern bagi umat Islam yang sangat sempit. Dalam hal ini minimal ada dua hal yang menjadi penyebabnya, yaitu :
a.       Sikap dan kebijaksanaan pemerintah kolonial yang diskriminatif terhadap kaum Muslimin.
b.      Politik non-koperatif para ulama terhadap Belanda yang memfatwakan bahwa ikut serta dalam budaya Belanda, termasuk pendidikan modernnya, adalah bentuk penyelewengan agama.
Hal tersebut diatas adalah beberapa faktor  yang menyebabkan kaum Muslim Indonesia lemah dalam bidang intelektualitas. Membicarakan pendidikan di Indonesia tentu tidak bisa terlepas dari membicarakan bentuk, sistem dan cita-cita bangsa Indonesia merupakan hasil perjuangan yang sekian lama, terutama terwujud melalui berbagai organisasi pergerakan, baik sosial, agama, maupun politik yang senantiasa mendapat dukungan dari pemerintah. Seirama dengan perjalanan sejarah bangsa dan negara Indonesia sejak Proklamasi Kemerdekaan Indonesia hingga sekarang, pemerintah menyesuaikan pendidikan dengan tuntunan dan aspirasi rakyat sebagaimana tercantum dalam UUD 1945 pasal 31 yang berbunyi:
a.       Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan.
b.      Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang. Oleh sebab itu, pembatasan pemberian pendidikan disebabkan perbedaan agama, sosial, ekonomi dan golongan yang ada dimasyarakat tidak dikenal lagi. Dengan demikian, setiap anak Indonesia dapat memilih di mana dia akan belajar, sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya.
            Dalam pasal 4 Tap MPRS No.XXVI/MPRS/1996 selanjutnya disebutkan tentang isi pendidikan, dimana untuk mencapai dasar dan tujuan pendidikan, maka isi pendidikan adalah:
a.      Mempertinggi mental, moral, budi pekerti dan memperkuat keyakinan beragama.
b.      Mempertinggi kecerdasan dan keterampilan.
c.      Membina dan mengembangkan fisik yang kuat dan sehat.
Pendidikan pada hakikatnya adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan didalam dan diluar sekolah yang berlangsung seumur hidup. Oleh karenanya, agar pendidikan dapat dimiliki oleh semua rakyat sesuai dengan kemampuan masing-masing individu, ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan berdasarkan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, antara lain:
1)      Membentuk manusia pancasila sebagai manusia pembangunan yang tinggi kualitasnya yang mampu mandiri.
2)      Pemberian dukungan bagi perkembangan masyarakat, bangsa dan negara Indonesia yang terwujud dalam ketahanan nasional yang tangguh, yang mewujudkan kemampuan bangsa menangkal setiap ajaran, paham dan ideologi yang bertentangan dengan Pancasila.
Dengan landasan demikian, sistem pendidikan nasional dilaksanakan secara semesta, menyeluruh dan terpadu. Semesta dalam arti terbuka bagi seluruh rakyat, dan berlaku diseluruh wilayah negara, menyeluruh dalam arti mencakup semua jalur, jenjang dan jenis pendidikan, dan terpadu dalam arti adanya saling keterkaitan antara pendidikan nasional dengan seluruh usaha pembangunan nasional.
Di Indonesia, Islam mempunyai peranan penting di bidang pendidikan. Sejak Islamisasi di negeri ini telah berdiri lembaga-lembaga pendidikan, khususnya pesantren dan surau yang telah menjadi benteng Islam yang demikian kuat berpengaruh. Pesantrren merupakan lembaga pendidikan tertua di Indonesia yang bersifat “indigenous” (Maunah, 2009:2). Kemudian muncul sistem madrasah yang merupakan usaha dalam pembaharuan dalam sistem pendidikan Islam tanpa menghilangkan sistem pesantrennya. Pemerintah telah mendirikan madrasah (sekolah-sekolah agama Islam) dari tingkat dasar, menengah dan tinggi. Di samping itu pendidikan agama juga telah menjadi salah satu mata pelajaran penting di sekolah-sekolah umum baik negeri maupun swasta.
Lembaga pendidikan tinggi Islam Indonesia telah berdiri sejak 1940 M. kemudian berdiri lembaga pendidikan Islam yang di kelola oleh Negara dan swasta di seluruh Indonesia, seperti Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN), Institut Agama Islam Negeri (IAIN), Universitas Islam Indonesia (UII).
2.      Bidang Politik
Sejak di tumpasnya peristiwa “G30 S/PKI” pada tanggal 30 Oktober 1965 M, bangsa Indonesia telah memasuki fase baru yang di namakan Orde Baru. Orde Baru bukan merupakan golongan tertentu, sebab Orde Baru bukan berupa penyelewengan fisik. Perubahan Orde Lama (sebelum 30 September 1965) ke Orde Baru berlangsung melalui kerja sama erat antara pihak ABRI atau tentara dan gerakan-gerakan pemuda yang di sebut Angkatan 1966. Pada tahun 1966 M, mahasiswa mulai melakukan demonstrasi memprotes segala macam penyalahgunaan kekuasaan, harga yang meningkat dan korupsi yang merajalela. Protes itu berkembang dan berhulu protes terhadap Soekarno. Akhirnya pada tahun itu Soekarno didesak untuk menandatangani surat yang memerintahkan Soeharto untuk mengambil alih kekuasaan guna keselamatan dan stabilitas negara serta pemerintahan. Dekrit 5 Juli 1959, di samping mengukuhkan kembali UUD 1945 dan pembubaran Majelis Konstituante, juga menandai datangnya suatu sistem politik yang disebut Demokrasi Terpimpin (Thohir, 2004: 314). Dekrit ini lahir atas dasar kekecewaan terhadap perkembangan demokrasi di Indonesia.
Selain proses tersebut, beberapa mahasiswa dikirim ke barat untuk mempelajari Islam juga untuk ikut mewarnai kehidupan Islam di Indonesia. Hampir semua pemikir Islam di Indonesia pernah belajar Islam di Barat dan disaat yang sama juga pernah mengecap pendidikan islam di pesantren seperti di tegaskan rumadi bahwa akhir tahun 80an, mulai ramai anak-anak NU yang belajar ke barat seiring berbagai kebijakan pemerintah. Para pemuda muslim banyak yang belajar keluar negeri.[7]
3.      Bidang Budaya
Produk kesenian Islam di indonesia sebenarnya sangat minim apabila di bandingkan dengan produk kesenian di negara Islam yang lain. Hal itu karena semangat yang mendorong muslim di negara lain untuk menciptakan pekerjaan besar tidak muncul di Indonesia. Kalaupun ada, biasanya hanya berasal dari pengaruh luar atau hanya berupa peniruan yang tidak begitu sempurna. Diantara penyebab kesenian Islam tidak berkembang ialah :
a.       Islam datang ke Indonesia akibat dampak kehancuran Baghdad, sehingga para pedagang ataupun ulama yang datang pada saat itu lebih memikirkan keselamatan mereka.
b.      Di Indonesia, terutama di pulau Jawa pada saat Islam datang sudah memiliki peradaban asli yang di pengaruhi oleh budaya Hindu dan Budha, yang sudah mengakar kuat terutama di pusat pemerintahan. Hal itu yang menyebabkan seni Islam harus menyesuaikan diri.
c.       Mayoritas umat Islam pendatang adalah pedagang yang berorientasi mencari untung. Kalaupun ada ulama yang tidak berorientasi pada hal itu, mereka berdakwah dan tidak menetap pada tempat tertentu, sehingga mereka tidak bepikir untuk membuat sesuatu yang abadi.
d.      Ketika ada usaha kaum pribumi untuk membangun masjid, usaha itu dihancurkan oleh bangsa Barat yang sejak semula memang sudah bersikap memusuhi terhadap umat Islam.
e.       Islam yang datang ke Indonesia bercorak Islam tasawuf, sehingga lebih mementingkan rohani dari pada masalah duniawi.
f.       Nusantara adalah negeri yang merupakan jalur perdagangan internasional, sehingga penduduknya lebih mementingkan masalah perdagangan dari pada kesenian.
g.       Islam datang dengan jalan damai. Asalkan tidak tidak melanggar aturan agama, maka kesenian tidak di larang. Karena itulah aspek seni dan budaya yang ada di Indonesia tidak sehebat di negara Islam lain.
Walaupun terdapat faktor-faktor yang menghambat perkembangan seni  budaya Indonesia, akan tetapi ada beberapa produk budaya yang sangat penting. Islam datang ke Indonesia lengkap dengan seni dan kebudayaanya, maka Islam Indonesia tidak lepas dari budaya Arab. Permulaan berkembangnya Islam di Indonesia, dirasakan demikian sulit untuk mengantisipasi adanya perbedaan antara ajaran Islam dengan kebudayaan Arab. Tumbuh kembangnya Islam di Indonesia diolah sedemikian rupa oleh para juru dakwah melalui berbagai macam cara, baik melalui bahasa maupun budaya seperti halanya dilakukan oleh para walisongo di Pulau Jawa. Para walisongo tersebut dengan segala kehebatannya dapat menerapkan ajaran dengan melalui bahasa dan budaya daerah setempat, sehingga masyarakat secara tidak sengaja dapat memperoleh nilai-nilai Islam yang pada akhirnya dapat mengemas dan berubah menjadi adat-istiadat di dalam  kehidupan sehari-hari, dan secara langsung hal ini juga menjadi bagian tidak terpisahkan dari kebudayaan bangsa Indonesia misalnya : setiap diadakan upacara-upacara adat banyak menggunakan bahasa Arab (Al-Quran), yang sudah secara langsung masuk kedalam bahasa daerah dan Indonesia, hal itu tidak di sadari bahwa sebenarnya yang dilakukan tidak lain adalah ajaran-ajaran Islam (Diskusi Kelompok Lokakarya MPK UGM, 2003: 39).
Selain itu dari segi arsitektur bangunan juga terdapat pada batu nisan Fatima binti Maymun, yang ditemukan di Leran (Jawa) dan bertanggal 475 H, adalah prasasti arab yang umumnya dianggap sebagai yang tertua yang pernah ditemukan di Indonesia. Meskipun kini tempat nisan itu ditemukan telah menjadi satu tujuan ziarah. Benda itulah sebuah cat-jimat yang ditemukan di Barus (Sumatra) oleh satu tim arkeologi Indonesia-Prancis pada tahun 1997, waktu diadakan penggalian di tempat tersebut. Cat-jimat itu ditemukan di situs Labu Tua, di luar kerangka stratigrafi. Situs itu sendiri diketahui berasal dari periode pertengagan kedua abad ke-9 sampai akhiar abad-11, tetapi sukar diketahui bagaimana benda kecil di atas dapat ditentukan masanya. Patut dicatat lebih dahuli, bahwainilah cap jimat islam kuno yang pertama ditemukan di Indonesia. Deskripsinya sederhana saja. Cap jimat itu terbuat dari kaca tembus lihat berwarna hijau tua, berbentuk lonjong, dengan pinggir bawahnya berlekuk. Ukurannya 15mm panjang, 13m lebar, 3mm tebal. Disisi bawah terdapat sebuah inskripsi dua baris dalam bahasa arab yang berupa relief timbul.[8]
Berkaitan dengan nilai-nilai Islam dalam kebudayaan Indonesia yang lain, juga dapat terlihat  dari ciri dan corak bangunan masjid di Indonesia yang lain, juga dapat terlihat dari ciri dan corak bangunan masjid di Indonesia yang juga mengalami tumbuh kembang, baik terdiri dari masjid-masjid tua maupun yang baru, misalnya masjid yang di bangun oleh Yayasan Amal Bakti Muslim Pancasila, pada umumnya  hampir mirip dengan joglo yang berseni budaya Jawa. Perkembangan budaya Islam yang terdapat pada masjid secara nyata dapat di tunjukkan yaitu adanya masjid-masjid tua yang kemudian diperbaiki dengan ditambah konstruksi baru atau mengganti tiang-tiang kayu dengan tiang batu dan atau beton, lantai batu dengan ubin dan dinding sekat dengan tembok kayu. Misalnya, Masjid Agung Banten (bangunan menara dan madrasah), masjid Menara Kudus  (bangunan bagian depan berwujud pintu gerbang dan kubah dengan gaya arsitektur kayu Indonesia), Masjid Sumatera Barat (pembangunan puncak tumbang dengan mahkota kubah) dan sebagainya (Tim Penulis Ensiklopedi Islam, 1997: 172-173). Setelah bangsa Indonesia meraih kemerdekaan juga banyak berdiri masjid-masjid model baru yaitu masjid Raya Makassar (Ujung Pandang), masjid Syuhada (Yogyakarta), masjid Agung al-Azhar (Jakarta), masjid Istiqlal (Jakarta), masjid Salman ITB (Bandung).
Peran pemerintah dalam perkembangan Islam pasca kemerdekaan:
a.       Hari-hari besar sebagai hari nasional, seperti 1 Muharrom, Maulid Nabi, nuzulul Quran, Isra’ Mi’raj, Idul Fitri dan Idul Adha.
b.       Mendirikan departemen Agama RI pada 3 Januari 1945 M.[9]
Dalam struktur pemerintahan Republik Indonesia dibentuk Departemen Agama (dulu namanya Kementrian Agama). Yang pertama kalinya didirikan pada masa kabinet Syahrir untuk memberikan sebuah konsepsi kepada kaum Muslimin.Dapat dikatakan bahwa berdirinya Departemen Agama merupakan penyesuaian pihak pemerintah kala itu dengan keinginan mayoritas Muslim. Menteri agama pertama adalah Muhammad Rasyidi yang diangkat pada tanggal 12 Maret 1946.[10]
c.       Membentuk Majelis Ulama Indonesia (MUI). MUI didirikan pada masa pemerintahan Soekarno, berdiri pertama kali didaerah-daerah karena untuk menjamin keamanan. Di Jawa Barat berdiri pada tanggal 12 Juli 1985. Pada tanggal 8 September 1969, di Jakarta didirikan Pusat Dakwah Islam Indonesia (PDII). Dan pada tanggal 26-29 November 1974 menyelenggarakan Loka Karya Mubaligh se-Indonesia. Dalam tahun 1975 usaha-usaha dimulai untuk mendirikan Majelis-majelis ulama di tiap ibu kota propinsi dibentuk, atau bagi yang masih aktif diteruskan dalam rangka pembentukan majelis ulama yang baru. Sementara itu, di Jakarta dibentuk panitia Musyawarah Nasional I Majelis Ulama seluruh Indonesia. Musyawarah itu sendiri dilangsungkan pada tanggal 21-27 Juni 1975, dihadiri oleh wakil-wakil Majelis Ulama propinsi. Dalam periode pertama (1975-1980) jabatan umum ketua Majelis Ulama Indonesia adalah Prof. Dr. Hamka yang terpilih kembali untuk masa jabatan 1980-1985. Namun beliau mengundurkan diri dari jabatannya pada bulan Mei 1981 karena persoalan fatwa ‘’natal bersama”.[11]
1)      Menyelenggarakan pengurusan ibadah haji dari tanah air.
2)      Menetapakam UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan.
3)      Melembagakan Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) secara nasional dari tingkat pusat sampai ketingkat desa, mendirikan dan meresmikan masjid, serta Badan Amil Zakat (BAZ).
4)      Ikut serta dalam membangun kerukunan hidup umat beragama baik intern umat beragama serta antar umat beragama dan pemerintah.
5)      Memberlakukan secara yuridis-formal sebagian hukum Islam, yaitu penyelenggaraan Peradilan Islam Indonesia, dengan Undang-Undang pada tahun1989 M. (Amin, 2004: 389-397).
4.      Bidang Ekonomi
Indonesia sedikit tertinggal jika di bandingkan dengan negara Muslim lain dalam pendirian Negeri Syariah sebagai bentuk awal pertumbuhan ekonomi Islam di berbagai belahan dunia Islam, bahkan dengan negara serumpun sekalipun yaitu Malaysia. Malaysia mendirikan Bank Islam pertamanya pada tahun 1983 M. Yang diberi nama Bank Islam Malaysia Behard (BIMB). Sedangkan Indonesia baru mendirikan Bank Syariah pada tahun 1991 dengan pendirian Bank Muamalat Indonesia (BMI) (Rahardjo, 2004: xix). Namun baru bisa beroperasi pada tahun 1992 M.
Dalam kurun waktu tahun 1991-1998 M., perkembangan Bank Syariah di Indonesia dapat dikatakan lambat (Harahap, 2004: 39). Hal itu karena aspek perundangan, yaitu pada UU No.7 1992 mengenai Perbankan dan Pengaturan Pemerintah No. 72 tahun 1992 M. Yang merupakan salah satu peraturan pelaksanaan UU tersebut, dalam pasal 6 menentukan bahwa bank umum dan Bank Pekreditan Rakyat (BPR) yang kegiatannya berasaskan prinsip bagi hasil. Selain itu, masih harus menganut pada aturan konvensional sehingga manajemen BMI cenderung meniru produk dan jasa perbankan konvensional yang kemudian “di Islamkan”. Sehingga penawaran produk yang di lakukan oleh BMI terbatas. Pada saat itu juga BMI berhasil berdiri dengan menganut prinsip Syariah, sehingga sejak itu didirikan lembaga keuangan syariah mikro yaitu Bank Pengkreditan Rakyat Syariah (BPRS, kini singkatannya menjadi Bank Pembiayaan rakyat Syariah) dan Baitul Mal Wattamwil (BMT) (Karim, 2004: 25).[12]
Dari waktu ke waktu kondisi Bank Syariah Indonesia mengalami banyak perubahan. Dan pada akhirnya memunculkan lembaga bisnis Syariah, yang perkembangannya di Idonesia  sangat pesat. Dalam bidang akademik, beberapa universitas terkemuka di Indonesia juga giat mengembangkan kajian akademik tentang ekonomi syariah. Hal itu ditandai dengan banyaknya lembaga-lembaga pendidikan yang menawarkan program pendidikan formal maupun pelatihan dalam bidang Ekonomi Islam, Keuangan Islam dan Perbankan Syariah baik pada tingkat S1, S2, maupun S3.[13] Melihat kondisi di atas maka pertumbuhan dan perkembangan Ekonomi Islam di Indonesia semakin lebih baik, terutama pada era reformasi memberikan harapan dan menumbuhkan rasa optimisme  serta semangat untuk mengembangkan Ekonomi  Islam di Indonesia.

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
1.      Islam Indonesia dalam Masa Revolusi
Pada masa awal Jepang datang ke Indonesia, mereka anti Barat. Oleh karena itu, mereka berusaha untuk merangkul Islam, terutama pemimpin-pemimpinya. Sejumlah pemimpin tentara ketika perjuangan revolusi antara lain jenderal sudirman dan Kasman Singodimejo adalah tokoh Islam yang dilatih Jepang. Sewaktu Jepang menjanjikan kemerdekaan kepada bangsa Indonesia dan membentuk BPUPKI wakil golongan Islam yang didudukkan dalam badan itu ternyata tidak proporsional. Dari 68 anggota badan itu hanya 15 orang mewakili golongan Islam . Dalam panitia kecil yang terdiri dari 9 orang, 4 orang mewakili aspirasi Islam. Ki Bagus Hadikusuma, K.H. Ahmad Sanusi, Wahid Hasyim, Abd. Kahar Muzakkir berpendapat bahwa Islam adalah agama yang berkepentingan dengan masalah politik duniawi. Islam adalah din wa daulah. Islam tidak membedakan masalah agama dari keduniaan , tidak memisahkan urusan akhirat dan dunia. Oleh karena itu, negara Indonesia haruslah negara Islam. Namun tidak jelas apa dan bagaimana rumusan negara Islam itu. Para pemikir Islam menyatakan bahwa memanggul senjata melawan penjajah untuk membela negara merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari agama. Sikap mereka itu menentukan perjuangan masa revolusi  
2.      Peran Islam dalam Kemerdekaan
Islam mempunyai peran yang sangat penting dalam kemerdekaan. Islam merupakan agama yang meletakkan prinsip-prinsip kebenaran dan keadilan bagi setiap pemeluknya. Ia mencakup berbagai aspek kehidupan manusia serta upaya menghidupkan pemahaman dan pemikiran terhadap kejadian alam semesta beserta seluruh isinya. Kemerdekaan yang dicapai oleh bangsa Indonesia bukan semata-mata perjuangan seluruh rakyat, tetapi juga merupakan limpahan rahmat Allah SWT. Seperti dalam mukaddimah UUD 1945.
3.      Peradaban Islam dan negara Pancasila
Suasana sosial politik Indonesia pada tahun-tahun pertama kemerdekaan memperlihatkan tidak adanya hambatan penting yang menghalangi hubungan politik antara arus utama intelektual-aktivis Islam dan kelompok nasionalis. Hubungan politik yang Harmonis antara Islam dan Negara seolah-olah berakhir dengan memanasnya situasi politik tanah air karena persiapan pemilu yang direcanakan pada 1955 M. Peradaban Islam Indonesia Pasca Kemerdekaan menghasilkan kemajuan diberbagai bidang yaitu : bidang pendidikan, bidang ekonomi, bidang budaya dan bidang politik.

B.     Kritik dan Saran
Demikian pemaparan makalah tentang Peradaban Islam Indonesia Pasca Kemerdekaan. Kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran selalu kami harapkan demi perbaikan makalah selanjutnya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
DAFTAR  PUSTAKA
Amin, Samsul Munir. 2010. Sejarah peradaban Islam, Jakarta : Amzah.
Karim, M Abdul. 2005. Islam dan Kemerdekaan Indonesia, Yogyakarta : Sumbangsih PressYogyakarta.
Sunanto, Musyarifah. 2005. Sejarah Peradaban Islam Indonesia, Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.
Syaefudin, Machfud dkk. 2013. Dinamika Peradaban Islam Perspektif Historis. Yogyakarta :   Pustaka Ilmu.
Yatim, Badri. 2003. Sejarah Peradaban Islam : Dirasah Islamiyyah II. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.
Kamaruzzam, Bustamam Ahmad. 2004. Wajah Baru Islam di Indonesia, Cet 1. Yogyakarta: UII Press.
Kals, Claude Guillot dan Ludvik. 2008.  Inskripsi Islam Tertua di Indonesia, Cet. 1. Jakarta: Pepustakaan Populer Gramedia.




[1] Samsul Munir Amin, Sejarah peradaban Islam, Jakarta : Amzah, 2010 hlm. 408
[2] Machfud Syaefudin dkk, Dinamika Peradaban Islam Perspektif Historis, Yogyakarta : Pustaka Ilmu, 2013, hlm. 300-301
[3] Musyrifah Sunanto, Sejarah Peradaban Islam Indonesia, Jakarta : PT  Raja Grafindo persada, 2005 hlm  46-53
[4] M. Abdul Karim, Islam dan Kemerdekaan Indonesia, Yogyakarta : Sumbangsih Press Yogyakarta, 2005 hlm 59-63
[5] M. Abdul Karim, Islam dan Kemerdekaan Indonesia, Yogyakarta : Sumbangsih Press Yogyakarta, 2005 hlm 67-69
[6] Machfud Syaefudin dkk, Dinamika Peradaban Islam Perspektif Historis, Yogyakarta : Pustaka Ilmu, 2013, hlm. 301-303
[7] Bustamam Ahmad Kamaruzzam, Wajah Baru Islam di Indonesia, (Yogyakarta: UII Press, 2004), Cet. 1, hlm. 139-142
[8] Claude Guillot dan Ludvik Kals, Inskripsi Islam Tertua di Indonesia, (Jakarta: Pepustakaan Populer Gramedia, 2008), Cet. 1,  hlm. 33-34
[9] Machfud Syaefudin dkk, Dinamika Peradaban Islam Perspektif Historis, Yogyakarta : Pustaka Ilmu, 2013, hlm. 303-310
[10] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam : Dirasah Islamiyyah II, Jakarta: PT Rajagrafindo   Persada, 2003, hlm. 306
[11] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam : Dirasah Islamiyyah II, Jakarta: PT  Raja Grafindo   Persada, 2003, hlm. 320
[12] Machfud Syaefudin dkk, Dinamika Peradaban Islam Perspektif Historis, Yogyakarta : Pustaka Ilmu, 2013, hlm. 310-312
[13] Machfud Syaefudin dkk, Dinamika Peradaban Islam Perspektif Historis, Yogyakarta : Pustaka  Ilmu, 2013 hlm. 315

No comments:

Post a Comment