MAKALAH TAUHID
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebagai salah satu study pemikiran keislaman, ilmu tauhid memiliki posisi terhormat dalam tradisi keislaman. Hal itu karena ilmu
tauhid adalah tumpuan pemahaman tentang sendi-sendi paling pokok dalam ajaran
islam, yaitu simpul-simpul keimanan, ke-mahaesaan Tuhan, dan pokok-pokok ajaran
agama Di Indonesia, terutama dalam sistem pengajaran di
madrasah dan pesantren, kajian tentang ilmu tauhid merupakan suatu hal yang
tidak mungkin datinggalkan.
1.2 Rumusan Masalah
1.
Faktor apa saja yang mempengaruhi lahirnya ilmu tauhid?
2. Bagaimanakah perkembangan ilmu
tauhid dari masa ke masa?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui faktor yang
mempengaruhii ilmu tauhid
2.
Untuk
mengetahui perkembangan ilmu tauhid
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Ilmu Tauhid
Tauhid secara etimologis yaitu
keesaan, maksudnya bahwa allah swt.
Adalah esa, tunggal, satu. Ilmu tauhid adalah ilmu yang membahas pengokohan
keyakinan-keyakinan agama Islam dengan dalil-dalil naqli maupun aqli yang pasti
kebenarannya sehingga dapat menghilangkan semua keraguan, ilmu yang menyingkap
kebatilan orang-orang kafir, kerancuan dan kedustaan mereka. Dengan ilmu tauhid
ini, jiwa kita akan kokoh, dan hatipun akan tenang dengan iman.
2.2 Faktor Yang
Mendorong Pertumbuhan Tauhid
a. Faktor Intern
Adalah faktor yang berasal dari islam itu sendiri. Adapun diantara faktor
tersebut adalah adanya dalil al-Qur’an yang menjelaskan masalah ketauhidan,
kenabian serta polemik terhadap agama-agama pada masa itu.Adapun dalil
al-Qur’an tentang tauhid diantaranya:
Artinya: Dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada Tuhan melainkan
Dia. Yang Maha Pemurah kagi Maha Penyayang. (QS. Al-Baqoroh:163)
Adapun faktor lain, diantaranya setelah wafatnya nabi, umat Islam
bersentuhan dengan kebudayaan dan peradapan asing, mereka mulai mengenal
filsafat, merekapun memfilsafati al-Qur’an, terutama ayat-ayat yang secara
lahir nampak satu sama lain tidak sejalan.
b.Faktor Ekstern
Adalah faktor
yang berasal dari luar islam. Diantaranya pola pikir ajaran agama lain yang
tidak sejalan dengan islam, atau bahkan penganut islam itu sendiri yang awalnya
non islam yang masih terbawa dengan adat-adat not islam.
2.3 Kedudukan Tauhid dalam Islam
Seorang muslim
meyakini bahwa tauhid adalah dasar Islam yang paling agung dan hakikat Islam
yang paling besar. Selain itu, tauhid merupakan salah satu syarat diterimanya
amal perbuatan disamping harus sesuai denga tuntutan Rosulullah.
2.4
Perkembangan tauhid dari Masa ke Masa
1. Perkembangan
Tauhid pada Masa Rasulullah SAW
Masa Rasulullah
merupakan periode pembinaan aqidah dan peraturan-peraturan dengan prinsip
kesatuan umat dan kedaulatan Islam. Segala masalah yang kabur dikembalikan
langsung kepada Rasulullah, sehingga beliau berhasil menghilangkan perpecahan
diantara uamatnya. Masing-masaing pihak tentu mempertahankan kebenaran
pendapatnya dengan dalil-dalil, sebagaimana telah terjadi pada masa sebelum
islam. Rasulullah mengajak kaum muslimin untuk mentaati Allah dan Rasul-Nya,
serta menghindari perpecahan yang menyebabkan timbulnya kelemahan dari segala
bidang sehingga menimbulkan kekacauan. Firman Allah dalam surat Al-Anfal:46,
Artinya: Dan taatlah kepada
Allah dan Rasul-Nya, dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan
kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar. (QS. Al-Anfal:46)
Perbedaan
pendapat merupakan hal yang wajar dan sulit untuk dipungkiri, tetapi menjaga
persatuan merupakan hal yang sangat diperlukan sebagai benteng dari perpecahbelahan.
Demikian juga dalam menghadapi agama lain, kaum muslimin harus bersikap tidak
membenarkan apa yang mereka sampaikan dan tidak pula mendustainya.
2. Perkembangan Tauhid pada Masa Khulafaurrasyidin
Masa permulaan kholifah islam khususnya kholifah pertama dan kedua, ilmu
tauhid masih tetap seperti masa rasulullah saw. Hal ini disebabkan kaum
muslimin tidak sempat membahas dasar-dasatr aqidah. Waktu mereka tersita untuk menghadapi musuh, mempererat persatuan dan
kesatuan umat. Kaum muslimin tidak mempersoalkan bidang aqidah, mereka membaca
dan memahami al-Qur’an tanpa takwil, mengimani dan mengamalkannya apa
adanya. Kekacauan dalam bidang politik, mulai timbul pada masa kholifah
ketiga, Usman bin Affan. Umat Islam
mulai terjadi perpecahbelahan dengan mempertahankan pendapat mereka
masing-masing. Pada masa ini pula mulai adanya
penciptaan hadits-hadits palsu.
3. Perkembangan Tauhid pada Masa Daulah Umayyah
Pada masa daulah Umayyah kedaulatan islam bertambah kuat sehingga kaum
muslimin tidak perlu lagi berusaha untuk mempertahankan Islam seperti masa
sebelumnya. Kesempatan ini digunakan kaum muslimin untuk mengembangkan
pengetahuan dan pengertian tentang ajaran Islam. Terutama dengan
berduyun-duyunnya pemeluk agama lain memeluk Islam, yang jiwanya belum bisa
sepenuhnya meninggalkan unsur agamanya yang dulu, sehingga menyusupkan beberapa
ajarannya. Masa inilah mulai timbul keinginan bebas berfikir dan berbicara yang
selama ini didiamkan oleh golongan salaf.
Munculnya sekelompok umat Islam yang membicarakan masalah Qodar (Qodariyah)
yang menetapkan bahwa manusia itu bebas berbuat, tidak ditentukan Tuhan.
Sekelompok berpendapat sebaliknya, manusia ditentukan tuhan, tidak bebas
berbuat (Jabariyah). Kelompok Qodariyah ini tidak berkembang dan melebur dalam
madzhab mu’tazilah yang menganggap bahwa manusia itu bebas berbuat, sehingga
mereka menamakan dirinya dengan ”ahlu al-adil” dan meniadakan semua sifat Tuhan
karena dzat Tuhan tidak tersusun dari dzat dan sifat, Ia Esa, dari ini mereka
menamai dirinya dengan ”ahlu at-tauhid”. Penghujung abad pertama hijriyah
muncul pula kaum khowarij yang mengkafirkan orang muslim yang berbuat dosa
besar, walaupun pada mulanya mereka adalah pengikut Ali bin Abi Tholib,
akhirnya mereka memisahkan diri karena alasan politik. Sedangkan kelompok yang
tetap mengikuti Ali disebut dengan golongan Syi’ah.
4. Perkembangan Tauhid pada Masa Daulah Abbasyyah
Masa daulah Abbasyyah merupakan zaman keemasan dan kecemerlangan Islam,
ketika terjadi hubungan pergaulan dengan suku-suku diluar arab yang mempercepat
berkembangnya ilmu pengetahuan. Usaha terkenal pada masa itu adalah
penterjemahan besar-besaran segala buku filsafat.
Para kholifah menggunakan keahlian orang Yahudi, Persia dan Kristen sebagai
juru terjemah, walaupun masih ada diantara mereka menggunakan kesempatan ini
untuk mengembangkan pikiran mereka sendiri yang diwarnai baju Islam tetapi
dengan maksud buruk. Inilah yang melatarbelakangi timbulnya aliran-aliran yang
tidak dikehendaki Islam. Pada masa ini juga muncul polemik-polemik menyerang
paham yang dianggap bertentangan. Misalnya, Amar bin Ubaid al- Mu’tazil dengan
bukunya ”Ar-ro’du ’ala al-Alqodariyah” untuk menolak paham qodariyah, dan
masih banyak contoh yang lainnya. Pengambilan dalil dalam aqidah Islam pada
masa ini banyak menggunakan dalil filsafat.
5. Perkembangan Tauhid Paska Abbasyyah
Setelah kemunduran Daulah Abbasyyah, golongan asy’ariyah yang sudah terlalu
jauh menggunakan filsafat dalam alirannya tidak banyak mendapat tantangan
lagi.Hanya sedikit mendapat reaksi dari golongan Hambaliyah yang tetap
berpegang teguh pada pandangan salaf. Pada abad ke-8 hijriah muncul golongan
Taimiyah yang menentang aliran Asy’ariyah. Sesudah itu pembahasan tauhid
berhenti. Kefakuman ini cukup lama, barulah berakhir dengan munculnya Said
Jamaluddin al-Afghani, Muhammad Abduh dan Said Rhasid Ridha di Mesir, yang
kemudian disebut gerakan Salafiiyah.
2.5
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ilmu Tauhid
1. Faktor Intern (faktor yang datang dari Islam itu sendiri)
a. Al-Qur’an
menyinggung golongan-golongan dan kepercayaan yang tidak benar
1. Golongan yang
mengingkari agama dan adanya Tuhan, mereka mengatakan bahwa yang menyebabkan
kebinasaan hanyalah waktu saja.Firman Allah dalam surat Al-jatsiah:24
Artinya: Dan mereka berkata berkata, ”Kehidupan ini tidak lain
hanyalah kehidupan di dunia saja, kita hidup dan tidak ada yang membinasakan
kita selain masa”, dan mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan tentang
itu, mereka tidak lain hanyalah menduga-duga saja. (QS.Al-Jatsiah:24)
2. Golongan stirik yang menyembah
bintang bulan dan matahari.
Firman Allah dalam surat
Al-An’am:76,
Artinya: Ketika malam telah
menjadi gelap, dia melihat sebuah bintang lalu dia berkata ”Inilah
Tuhanku”. Tetapi tatkala bintang itu
tenggelam dia berkata ”Saya tidak suka pada yang tenggelam. (QS. Al-An’am”76)
3. Golongan yang menuhankan nabi Isa
dan ibunya.
4. Golongan yang mempertuhankan
berhala
5. Golongan yang tidak percaya akan
terutusnya nabi-nabi
6. Golongan yang mengatakan bahwa semua yang terjadi di dunia ini adalah dari
perbuatan Tuhan dengan tidak ada campur tangan manusia
b. Ketika
kaum muslimin selesai membuka negeri-negeri baru untuk masuk Islam, mereka
mulai tentram dan tenang . Disinilah mulai mengemukakan persoalan-persoalan
agama dan berusaha mempertemukan nash-nash agama yang kelihatannya saling
bertentangan.
c. Masalah
politik, misalnya masalah kekholifahan. Ketika nabi wafat, beliau tidak
mengangkat seorang pengganti, juga tidak menentukan cara pemilihan
penggantinya. Karena itulah antara golongan anshor dan muhajirin terdapat
perselisihan, masing-masing memghendaki supaya pengganti nabi dari golongannya.
2. Faktok ekstern
a. Banyak
diantara pemeluk Islam yang mula-mula beragama yahudi, nasrani dan yang
lainnya, bahkan diantara mereka ada yang sebagai pembesarnya. Sehingga setelah
mereka memegang Islam, mereka mengingat-ingat kembali ajaran agamanya dan
memasukkannya dalam ajaran Islam.
b. Golongan
Islam yang dulu, terutama golongan mu’tazilah memusatkan perhatiannya untuk
penyiaran Islam dan membantah mereka yang memusuhi Islam.
c. Para
mutakallimin hendak mengimbangi lawan-lawannya dengan filsafat, maka mereka
terpaksa mempelajari logika dan filsafat, sedangkan mu’tazilah mempelajari
buku-buku Aritortales dan membantah pandapatnya.[3]
2.6
Sistem Mutakallim dalam Membahas
Permasalahan-Permasalahan Kalam
Ulama’ ahli
kalam (mutakallimin) berbeda pendapat dalam menentukan hukum mempelajari
hal-hal seputar aqidah. Sebagian ulama’ berpendapat, bahwa mempelajari Ilmu
Kalam tidak menjadi syarat bagi keimanan seseorang dan hal itu bukan merupakan
sebuah keharusan. Namun ia adalah penyempurna keimanan. Sementara mayoritas
teolog mengatakan bahwa berfikir dan memahami aqidah melalui penalaran akal
termasuk syarat dalam sahnya keimanan seseoramg. Dalam arti, keimanan yang
benar harus muncul dari buah pikiran seseorang. Dengan adanya perbedaan
pendapat tersebut berakibat munculnya golongan-golongan dalam Islam
diantaranya,
1. Khawarij
Khawarij adalah
golongan yang memisahkan diri dari golongan yang mengikuti Ali bin Abi Tholib.
Golongan ini berpendapat bahwa orang Islam yang berbuat dosa besar dan belum
sempat taubat ketika masih hidup maka dianggap kafir.
2. Syi’ah
Adalah golongan yang setia
terhadap Ali bin Abi Tholib. Mereka berpendapat bahwa yang berhak menggantikan
nabi adalah Ahlul Bait. Diantara tokohnya adalah Zaid bin Ali dan Ja’far bin
Shodik.
3. Murji’ah
Selain khowarij dan syi’ah, pada
masa ini juga muncul aliran lain yang memilih bersikap diam dan tidak mau
memvonis siapakah yang salah antara golongan khawarij, syi’ah dan mu’awiyah. Mereka berpendapat bahwa orang yang berdosa besar tetap mu’min selama masih
beriman pada Allah Swt. Dan Rasul-Nya. Adapun pertanggungjawaban dosa orang
tersebut ditunda penyelesaiannya di akhirat kelak, Allah sendiri yang akan
menentukannya.
Dalam masalah hakikat iman,
kaum murji’ah meyakini bahwa seseorang yang dalam hatinya percaya kepada Allah
Swt. Tetapi secara lahir menyembah berhala atau memeluk agama Yahudi, Nasrani
atau yang lainnya, ia akan tetap akan diperlakukan sebagai orang mu’min oleh
Allah Swt. Dia akan mendapat ampunan atas
perbuatan lahirnya dan akan dimasukkan ke dalam surga.
4. Jabariyah
Golongan ini
menyatakan bahwa, perbuatan manusia pada hakikatnya serba dipaksa (majbur).
Manusia tidak mempunyai kebebasan memilih dan berbuat, karena perbuatan manusia
sepenuhnya diatur oleh Allah.Orang yang pertama kali mengenal faham ini adalah
Ja’ad bin Dirham.
5. Qodariyah
Aliran ini
merupakan kebalikan dari paham jabariyah. Aliran qodariyah berpendapat bahwa,
manusia mempunyai kekuasaan penuh atas perbuatannya. Pendiri aliran ini adalah
Ma’bahah al-Junahi.Mereka berkeyakinan bahwa segala perbuatan manusia
diciptakan oleh manusia itu sendiri. Allah tidak mempunyai hubungan dengan apa
yang dilakukan oleh manusia sebelum perbuatan itu dikerjakan. Tapi nilai yang
telah dikerjakan, maka pekerjaan tersebut baru diketahui dan mendapat penilaian
dari Allah.
6. Asy’ariyah
Golongan ini disebut juga
dengan sebutan ahli sunah wal jama’ah. Aliran ini mempunyai tujuh prinsip pokok:
a. Allah swt. Mempunyai sifat diluar
zat-Nya dan bukan dzat Tuhan itu sendiri.
b. Al-Qur’an adalah kalam
Allah dan bukan makhluk, maka Al-Qur’an bersifat qodim.
c.
Allah swt. Dapat dilihat di akhirat kelak dengan mata kepala manusia secara
langsung, bagi mereka yang diizinkan.
d. Perbuatan manusia telah
diciptakan oleh Allah, meskipun dalam diri manusia juga terdapat potensi yang
bisa digunakan manusia untuk menggerakkan hati dan badan dalam berbuat dan
berusaha.Namun potensi tersebut bersifat terbatas dan tidak efektif.
e.
Manusia hanya wajib meyakini adanya Allah dan tidak wajib mengetahui
hakikat Allah.
f.
Dosa seseorang tidak dianggap bisa mengkufurkan seseorang, selama muslim
tersebut masih iman, hanya saja dikategorikan sebagai mu’min yang durhaka,
mengenai keputusan ada di tangan Allah.
g.
Allah adalah pencipta seluruh alam raya ini, karena itu Allah mempunyai
kehendak mutlak untuk melakukan apa saja terhadap ciptaannya
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
2.1 Kesimpulan
Ilmu tauhid
mengalami perubahan dari masa ke masa yaitu, pada masa nabi belum terjadi
konflik karena setiap ada masalah selalu langsung disandarkan kepada nabi, pada
masa khulafa’urrasidin, awal terjadinya kekacauan pada masa khalifah ke-3,
yaitu pada masa pemerintahan Usman bin Affan, tauhid pada masa daulah Umayyah
adanya ajaran non Islam yang msuk ke ajaran Islam yang dibawa oleh muallaf yang
belum kuat imannya. Pada masa Abbasyyah, muncul polemik-polemik menyerang paham
yang dianggap bertentangan, sehingga muilai muncul aliran-aliran, dan yang
terakhir masa paska Abbasiyah, muncul golongan asy’ariyah yang sedikit mendapat
tantangan.
2.2 Saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna,
kedepanya penulis akan lebih fokus dan detail dalam menjelaskan tentang makalah
ini dengan sumber-sumber yang lebih banyak dan dapat dipertanggung jawabkan.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad,
Muhammad. Tauhid Ilmu Kalam.Bandung : CV Pustaka Setia, 2009.
Asmuni,
Yusran, Ilmu Tauhid,
Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 1996
Mahmud,
Latief. Buku Ajar Ilmu Kalam. STAIN Pamekasan, 2006.
Rozak,
Abdul dan Anwar Rosihon. Ilmu Kalam. Pustaka Setia Bandung: 2006.
Nasir,
Sahilun A. Pengantar Ilmu Kalam. Raja grafindo Persada. Jakarta: 1996:
Nasution,
Harun. Teologi
Islam Aliran-aliran Sejarah Analisis Pebandi
No comments:
Post a Comment