1

loading...

Saturday, November 3, 2018

SEJARAH OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK)

SEJARAH OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK)
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Sejarah Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
Berkaitan dengan tugas awal dari Bank Indonesia yang meliputi pengawasan dan pengaturan perbankan, ternyata menurut belum dilakukan secara maksimal. Selain karena banyaknya tugas yang harus dilakukan oleh Bank Indonesia, ada faktor-faktor lain yang menyebabkan tugas bank Indonesia belum sesuai harapan.[1]
Oleh karena itu, dibentuklah suatu lembaga keuangan lain yang bernama Otoritas Jasa Keuangan (OJK). OJK adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihan lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan peyidikan lembaga keuangan. Lembaga jasa keuangan adalah lembaga yang melaksankan kegiatan di sektor perbankan, pasar modal, perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dana lembaga jasa keuangan lainnya. Lembaga jasa keuangan lainnya adalah pergadaian, lembaga penjaminan, lembaga pembiayaan ekspor Indonesia perusahaan pembiayaan sekunder perumahan, dan lembaga yang menyelenggarakan pengelola program jaminan sosial, pensiun, dan kesejahteraan, sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan mengenai pergadaian, penjaminan, lembaga pembiayaan ekspor Indonesia, perusahaan pembiayaan sekunder perumahan, dan pengelolaan dana masyarakat yang bersifat wajib, serta lembaga jasa keuanga lain yang dinyatakan diawasi oleh OJK berdasarkan peraturan perundang-undangan.[2]
Untuk diketahui, keberadaan OJK tersebut bukan berarti tidak ada lagi Bank Indonesia. Namun, yang ada adalah pembagian tugas antara Bank Indonesia dengan OJK. Pembagain tugas trseut salah satunya terdapat pada fungsi pengawasan perbankan. Tugas yang dulunya khusus dipegang oleh Bank Indonesia, dengan adanya OJK, tugas tesebut akan berpindah ke OJK. Alasan lain yang melatar belakangi pembagian tugas tersebut adalah diharapkan agar OJK benar-benar menjadi sebuah lembaga keuangan yang independen dan jauh dari campur tangan pihak lain, sehingga OJK mampu bekerja secara profesional.[3]
Pembentukan OJK dilatarbelakangi oleh adanya kebutuhan untuk melakukan penataan kembali lembaga-lembaga yang melaksanakan fungsi pengaturan dan pengawasan di sektor jasa keuangan. Hal tersebut dilandasi oleh berbagaihal, yaitu:[4]
1.      Amanat Undang-Undang
                 Undang-Undang nomor 23 tahun 1999 tentang bank Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang nomor 6 tahun 2009 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti undang-undang nomor 2 tahun 2008 tentang perubahan kedua atas undang-undang nomro 23 tahun 1999 tentang bank Indonesia menjadi undang-undang yang mengamanatkan pembentukan lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang mencakup perbankan, asuransi, dana pensiun, sekuritas, modal ventura dan perusahaan pembiayaan, serta badan-badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan dana masyarakat.[5]
2.      Perkembangan Industri Keuangan
                 Proses globalisasi dalam sistem keuangan dan pesatnya kemajuan di bidang teknologi informasi serta inovasi keuangan yang sangat kompleks, dinamis dan saling terkait[6]
3.      Konglomerasi Lembaga Jasa Keuangan
                 Saat ini terdapat kecenderungan lembaga jasa keuangan besar memiliki beberapa anak perusahaan di bidang keuangan yang berbeda-beda kegiatan usahanya (konglomerasi). Misalnya bank memiliki anak perusahaan dalam bentuk asuransi, perusahaan sekuritas, perusahaan pembiayaan, dan dana pensiun. Konglomerasi lembaga keuangan tersebut mendorong terciptanya kompleksitas kegiatan usaha lembaga jasa keuangan.[7]
4.      Perlindungan konsumen
                 Permasalahan di industri jasa keuanganyang semakin beragam, antara lain menigkatnya pelanggaran di bidang jasa keuangan dan belum optimalnya perlindungan konsumen, dan perlindungan hukum.[8]
                 Fungsi edukasi dan perlindungan konsumen merupakan pilar penting dalam sektor jasa keuangan. Dalam pelaksanaannya, konsep edukasi dan perlindungan konsumen sektor jasa keuangan di OJK dikelompokan menjadi dua, yaitu:[9]
a.       Bersifat preventif
Preventif action dilakukan dalam bentuk pengaturan dan pelaksanaan di bidang edukasi dan perlindungan konsumen. Edukasi dilakukan dengan berbagai cara dan berbagai media. Edukasi bersifat preventif diperlukan sebagai langkah awal untuk memberikan pemahaman yang baik kepada konsumen (peserta masyarakat umum, komunitas tertentu). Edukasi diberikan oleh OJK juga merupakan salah satu bentuk pelayanan konsumen.[10]
b.      Bersifat represif
Represif actions dilakukan dalam bentuk penyelesaian pengaduan, fasilitasi penyelesaian sengketa, pengfhentian kegiatan atau kegiatan lain, dan pembelaan hukum untuk melindungi konsumen. OJK melakukan tindakan preventif dan represif yang mengarah pada financial inclusion dan stabilitas keuangan. Pelaksanaan fungsi OJK di bidang edukasi dan perlindungan konsumen diharapkan dapat menumbuhkembangkan rasa percaya diri masyarakat untuk mengunakan produk dan jasa keuangan serta menciptakan pasar yang wajar kepercayaan dan keyakinan konsumen pada suatu pasar keuangan yang berfungsi secara baik merupakan prasyarat dalam menjaga stabilitas, pertumbuhan, efisiensi, dan inovasi keuangan dalam jangka panjang.[11]
Dari hal tersebut perlu dibentuk suatu lembaga yang dapat mengatur dan mengawasi semua lembaga jasa keuangan secara terintegrasi, yaitu OJK.[12]  
B.     Tujuan Dibentuknya OJK
Pada masa sebelum OJK dibentuk, pengawasan jasa keuangan di industri pasar modal dan industri keuangan non bank dilakukan oleh pengawas pasar modal dan lembaga keuangan (Bapepam-LK), dan industri perbankan diawasi oleh Bank Indonesia (BI). Pengalihan pengawasan lembaga jasa keuangan dari kedua lembaga dimaksud ke OJK dilakukan secara bertahap. Untuk industri pasar modal dan industri keuangan non bank pengalihan dimaksud dilakukan pada tanggal 31 Desember 2012, sedangkan untuk industri perbankan pada tanggal 31 Desember 2013. Disamping itu, pada tahun 2015, berdasarkan uandang-undang nomor 1 tahun 2013 tentang lembaga keuangan mikro, OJK memiliki tugas untuk melakukan pembinaan, pengaturan dan pengawasan lembaga keuangan mikro.[13]
Salah satu karakteristik khusus yang dimiliki OJK serta yang menjadi nilai tambah keberadaan OJK sebagaimana yang telah diamanatkan dalam UU OJK adalah kewenangannya di bidang edukasi dan perlindungan konsumen. Kewenangan ini tercermin dalam amanat pasal 4 UU OJK, yang menyebutkan bahwa pembentukan OJK dilakukan dengan tujuan agar :[14]
1.      Keseluruhan kegiatan dalam sistem jasa keuangan terselenggara, secara teratur, transparan, dan akuntabel.
2.      Mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil.
3.      Mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat.
C.    Wewenang OJK
1.      Wewenang pengaturan OJK adalah Menetapkan :[15]
a.       Peraturan pelaksaan UU OJK
b.      Peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan
c.       Peraturan mengenai pengawasan
d.      Peraturan mengenai tata cara penetapan perintah tertulis.
2.      Wewenang pengawasan OJK:[16]
a.       Melakukan pengawasan dan perlindungan konsumen sektor perbankan, pasar modal, dan industri keuangan non bank (IKNB)
b.      Memberikan dan atau mencabut izin usaha; pengesahan, persetujuanatau penetapan pembubaran
c.       Memberikan perintah tertulis kepada lembaga jasa keuangan dan menunjuk pengelola statuter
d.      Menetapkan sanksi administratif.
3.      Terkait edukasi dan perlindungan konsumen OJK memiliki kewenangan untuk melakukan:[17]
a.       Edukasi kepada masyarakat dalam rangka pencegahan kerugian konsumen dan masyarakat
b.      Pelayanan pengaduan konsumen
c.       Pembelaan hukum untuk kepentingan perlindungan konsumen dan masyarakat.
D.    Fungsi Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
Adalah menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan dalam sektor jasa keuangan. OJK adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain. OJK melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap :[18]
1.    Kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan[19]
OJK bertugas untuk mengatur dan mengawasi semua kegiatan yang berhubungan dengan jasa keuangan di sektor perbankan. Diharapkan dengan adanya pengawasan yang serius dari OJK tersebut, tidak ada lagi penyelewengan pada jasa keuangan di sektor perbankan.[20]
2.    Kegiatan jasa keuangan di sektor pasar modal[21]
Selain bertugas untuk mengawasi jasa keuangan di sektor perbankan, tugas lain yang tidak kalah penting yang harus di emban oleh oleh OJK adalah melakukan pengawasan pada kegiatan jasa keuangan di sektor pasar modal.[22]
3.    Kegiatan jasa keuangan di sektor perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya.[23]
Pengawasan lain yang juga merupakan tanggung jawab dari OJK adalah pengawasan pada lembaga peransuransian, lembaga pembiayaan, lembaga dana pensiun, dan jasa keuangan lain. Dalam rangka melaksanakan tugas-tugas tersebut, Otoritas Jasa Keuangan memiliki beberapa kewenangan, antara lain sebagai berikut:[24]
a.       OJK memiliki wewenang untuk menetapkan sebuah kebijakan operasioal pengawasan terhadap setiap kegiatan jasa keuangan. Harapannya dengan adanya penetapan tersebut, kegiatan jasa keuangan bisa berjalan dengan lancar.[25]
b.      OJK berwenag untuk melakukan pemeriksaan, pengawasan, penyidikan, perlindungan terhadap konsumen serta tindakan lain terhadap lembaga keuangan sesuai dengan undang-undang.[26]
c.       Memiliki wewenang untuk memberlakukan sanksi administratif terhadap pihak-pihak yang melakukan sebuah pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan pada sektor jasa keuangan. Dengan pemberlakuan sanksi administratif tersebut diharapkan akan meningkatkan kehati-hatian pada sektor jasa keuangan sehingga sektor jasa keuangan bisa semakin profesional.[27]
d.      Melakukan pengawasan terhadap setiap tugas yang dilakukan oleh kepala eksekutif. Pengawasan tersebut penting untuk dilakukan agar terjadi sebuah profesionalitas kerja, sehingga dapat berjalan sesuai dengan tujuan awal.[28]
e.       Berwenang untuk memberikan perintah tertulis yang berhubugan dengan lembaga jasa keuangan maupun pihak-pihak lain. Dengan adanya wewenang tersebut diharapkan OJK akan berkembang secara independen tanpa dicampuri oleh berbagai macam pihak.[29]
E.     Struktur Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
Struktur organisasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah sebagai berikut :[30]
1.      OJK dipimpin oleh Dewan Komisioner
2.      Dewan Komisioner bersifat kolektif dan kolegial
3.      Dewan Komisioner beranggotakan 9 orang anggota yang ditetapkan dengan keputusan Presiden
4.      Susunan Dewan Komisioner sebagaimana dimaksud di atas terdiri atas :[31]
a.       Seorang Ketua merangkap anggota
b.      Seorang Wakil Ketua sebgai Ketua Etik merangkap anggota
c.       Seorang Kepala Eksekutif Pengawasan perbankan merangkap anggota
d.      Seorang kepala Eksekutif Pengawasan pasar Modal merangkap anggota.
e.       Seorang kepala Eksekutif pengawasan perasuransian, Dana Pesiun, Lembaga pembiayaan, dan Lembaga Jasa keuangan lainnya merangkap anggota.
f.       Seorang Ketua Dewan audit merangkap anggota.
g.      Seorang anggota yang membindangi edukasi dan perlindungan konsumen.
h.      Seorang anggota Ex-officio dai Bank Indonesia yang merupakan anggota dewan Gubernur Bank Indonesia, dan
i.        Seorang anggota Ex-officio dari kementerian keuangan yang merupakan pejabat setingkat eselon 1 kementerian keuangan.
                                                         
F.     Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Bidang Pasar Modal
Berikut adalah salah satu peraturan otoritas jasa keuangan yang ada di bidang pasar modal, yaitu:[32]
1.      Nomor 7/PJOK.04/2015 Tentang PERUBAHAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 4/POJK.04/2014 TENTANG TATA CARA PENAGIHAN SANKSI ADMINISTRATIF BERUPA DENDA DI SEKTOR JASA KEUANGAN.[33]
a.       Umum
Peraturan OJK Nomor 4/POJK.04/2014 tentang cara penagihan sanksi administratif berupa denda di sektor jasa keuangan merupakan dasar hukum bagi OJK untuk melakukan penagihan atas sanksi administratif berupa denda yang dikenakan kepada seluruh pihak yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan. Namun demikian, sejak diundangkan pada tanggal 1 April 2014, terdapat beberapa ketentuan yang belum dapat di implementasikan khususnya terkait dengan tata cara pembayaran atas sanksi administratif berupa denda terhadap bank umum yaitu melalui pendebetan rekening bank umum di Bank Indonesia untuk untung OJK. Oleh karena itu dalam peraturan OJK ini di atur bahwa pembayaran sanksi administratif oleh bank umum wajib dilakukan melalui penyetoran ke rekening OJK atau cara pembayaran lain yang ditetapkan OJK.[34]
Selain itu, dalam rangka memberikan kepastian hukum dalam pengkategorian piutang macet OJK yang berasal dari sanksi administratif berupa denda dan/atau bunga dan mengingat setiap orang yang dikenakan sanksi administratif berupa denda oleh OJK berhak untuk mengajukan permohonan keberatan atas sanksi tersebut, maka dalam peraturan OJK ini juga diatur bahwa pengkategorian sanksi administratif berupa denda dan/atau bunga sebagai piutang macet OJK terhitung 1 (satu)tahun setelah berakhirnya jangka waktu pembayaran yang ditetapkan dalam surat sanksi administratif berupa denda atau surat tanggapan OJK atas permohonan keberatan. Perubahan ketentuan tersebut juga dilakukan dalam rangka harmonisasi dengan pasal 13 ayat (1) peraturan OJK Nomor 3/POJK.02/2014 tentang cara pelaksanaan pungutan oleh Otoritas Jasa Keuangan, yang mengatur bahwa pengkategorian piutang macet atas pungutan dimulai 1 (satu) tahun sejak tanggal berakhirnya jangka waktu pembayaran pungutan.[35]
b.      Pasal demi pasal
Pasal I
Cukup jelas
       Pasal II
                   Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5695[36]
G.    Kesimpulan
OJK merupakan sebuah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, dan pemeriksaaan serta penyidikan sektor jasa keuangan di Indonesia. OJK dibentuk berdasarkan undang-undang nomor 21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.
Fungsi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan dalam sektor jasa keuangan.
Tujuan OJK adalah keseluruhan kegiatan dalam sistem jasa keuangan terselenggara, secara teratur, transparan, dan akuntabel. Mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil. Mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat.


DAFTAR PUSTAKA

Sutarno, Sunarto, Sudarno. 2014. Ekonomi. Solo: PT Wangsa Jatra  Lestari
Otoritas Jasa Keuangan. 2014. Mengenal Otoritas Jasa Keuangan Dan Industri Jasa Keuangan. Jakarta: Otoritas Jasa Keuangan
Direktorat Pengaturan Pasar Modal Otoritas Jasa Keuangan. 2015. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Bidang Pasar Modal Tahun 2015. Jakarta: Otoritas Jasa Keuangan




[1] Sutarno, Sunarto, Sudarno. 2014. Ekonomi. Solo: PT Wangsa Jatra Lestari, h. 156
[2] Ibid, Ekonomi.... h. 157
[3] Sutarno, Sunarto, Sudarno. 2014. Ekonomi. Solo: PT Wangsa Jatra Lestari, h. 157
[4] Otoritas Jasa Keuangan. 2014. Mengenal Otoritas Jasa Keuangan Dan Industri Jasa Keuangan. Jakarta: Otoritas Jasa Keuangan, h. 12
[5]  Ibid, Mengenal... h. 13
[6] Ibid
[7]Otoritas Jasa Keuangan. 2014. Mengenal Otoritas Jasa Keuangan Dan Industri Jasa Keuangan. Jakarta: Otoritas Jasa Keuangan, h. 13
[8] Ibid
[9] Ibid, h. 19
[10] Ibid
[11] Otoritas Jasa Keuangan. 2014. Mengenal Otoritas Jasa Keuangan Dan Industri Jasa Keuangan. Jakarta: Otoritas Jasa Keuangan, h. 19
[12] Ibid, h. 13
[13] Ibid, h. 11
[14] Otoritas Jasa Keuangan. 2014. Mengenal Otoritas Jasa Keuangan Dan Industri Jasa Keuangan. Jakarta: Otoritas Jasa Keuangan, hlm. 14
[15] Ibid, h. 15
[16] Ibid, h. 16
[17] Ibid
[18]Otoritas Jasa Keuangan. 2014. Mengenal Otoritas Jasa Keuangan Dan Industri Jasa Keuangan. Jakarta: Otoritas Jasa Keuangan, h. 14
[19] Ibid
[20] Sutarno, Sunarto, Sudarno. 2014. Ekonomi. Solo: PT Wangsa Jatra Lestari, h. 158
[21] Ibid, Mengenal... h. 16
[22] Ibid, Ekonomi... h. 158
[23] Ibid, Mengenal... h. 16
[24] Ibid, Ekonomi.... h. 159
[25] Sutarno, Sunarto, Sudarno. 2014. Ekonomi. Solo: PT Wangsa Jatra Lestari, h. 159
[26] Ibid
[27] Ibid
[28] Ibid
[29] Ibid
[30] Ibid, Ekonomi... h. 157
[31] Sutarno, Sunarto, Sudarno. 2014. Ekonomi. Solo: PT Wangsa Jatra Lestari, h. 157
[32] Direktorat Pengaturan Pasar Modal Otoritas Jasa Keuangan. 2015. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Bidang Pasar Modal Tahun 2015. Jakarta: Otoritas Jasa Keuangan
[33] Direktorat Pengaturan Pasar Modal Otoritas Jasa Keuangan. 2015. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Bidang Pasar Modal Tahun 2015. Jakarta: Otoritas Jasa Keuangan
[34] Ibid
[35] Direktorat Pengaturan Pasar Modal Otoritas Jasa Keuangan. 2015. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Bidang Pasar Modal Tahun 2015. Jakarta: Otoritas Jasa Keuangan
[36] Ibid

No comments:

Post a Comment