SEJARAH OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK)
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
Berkaitan
dengan tugas awal dari Bank Indonesia yang meliputi pengawasan dan pengaturan perbankan,
ternyata menurut belum dilakukan secara maksimal. Selain karena banyaknya tugas
yang harus dilakukan oleh Bank Indonesia, ada faktor-faktor lain yang
menyebabkan tugas bank Indonesia belum sesuai harapan.[1]
Oleh karena itu, dibentuklah suatu
lembaga keuangan lain yang bernama Otoritas Jasa Keuangan (OJK). OJK adalah
lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihan lain, yang mempunyai
fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan peyidikan
lembaga keuangan. Lembaga jasa keuangan adalah lembaga yang melaksankan
kegiatan di sektor perbankan, pasar modal, perasuransian, dana pensiun, lembaga
pembiayaan, dana lembaga jasa keuangan lainnya. Lembaga jasa keuangan lainnya
adalah pergadaian, lembaga penjaminan, lembaga pembiayaan ekspor Indonesia
perusahaan pembiayaan sekunder perumahan, dan lembaga yang menyelenggarakan
pengelola program jaminan sosial, pensiun, dan kesejahteraan, sebagaimana
dimaksud dalam peraturan perundang-undangan mengenai pergadaian, penjaminan,
lembaga pembiayaan ekspor Indonesia, perusahaan pembiayaan sekunder perumahan,
dan pengelolaan dana masyarakat yang bersifat wajib, serta lembaga jasa keuanga
lain yang dinyatakan diawasi oleh OJK berdasarkan peraturan perundang-undangan.[2]
Untuk diketahui, keberadaan OJK tersebut
bukan berarti tidak ada lagi Bank Indonesia. Namun, yang ada adalah pembagian
tugas antara Bank Indonesia dengan OJK. Pembagain tugas trseut salah satunya
terdapat pada fungsi pengawasan perbankan. Tugas yang dulunya khusus dipegang
oleh Bank Indonesia, dengan adanya OJK, tugas tesebut akan berpindah ke OJK.
Alasan lain yang melatar belakangi pembagian tugas tersebut adalah diharapkan
agar OJK benar-benar menjadi sebuah lembaga keuangan yang independen dan jauh
dari campur tangan pihak lain, sehingga OJK mampu bekerja secara profesional.[3]
Pembentukan OJK dilatarbelakangi oleh
adanya kebutuhan untuk melakukan penataan kembali lembaga-lembaga yang
melaksanakan fungsi pengaturan dan pengawasan di sektor jasa keuangan. Hal
tersebut dilandasi oleh berbagaihal, yaitu:[4]
1.
Amanat
Undang-Undang
Undang-Undang nomor 23 tahun
1999 tentang bank Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir
dengan Undang-Undang nomor 6 tahun 2009 tentang penetapan peraturan pemerintah
pengganti undang-undang nomor 2 tahun 2008 tentang perubahan kedua atas
undang-undang nomro 23 tahun 1999 tentang bank Indonesia menjadi undang-undang
yang mengamanatkan pembentukan lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang
mencakup perbankan, asuransi, dana pensiun, sekuritas, modal ventura dan
perusahaan pembiayaan, serta badan-badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan
dana masyarakat.[5]
2.
Perkembangan
Industri Keuangan
Proses globalisasi dalam sistem
keuangan dan pesatnya kemajuan di bidang teknologi informasi serta inovasi
keuangan yang sangat kompleks, dinamis dan saling terkait[6]
3.
Konglomerasi
Lembaga Jasa Keuangan
Saat ini terdapat kecenderungan
lembaga jasa keuangan besar memiliki beberapa anak perusahaan di bidang
keuangan yang berbeda-beda kegiatan usahanya (konglomerasi). Misalnya bank
memiliki anak perusahaan dalam bentuk asuransi, perusahaan sekuritas,
perusahaan pembiayaan, dan dana pensiun. Konglomerasi lembaga keuangan tersebut
mendorong terciptanya kompleksitas kegiatan usaha lembaga jasa keuangan.[7]
4.
Perlindungan
konsumen
Permasalahan di industri jasa
keuanganyang semakin beragam, antara lain menigkatnya pelanggaran di bidang
jasa keuangan dan belum optimalnya perlindungan konsumen, dan perlindungan
hukum.[8]
Fungsi edukasi dan perlindungan
konsumen merupakan pilar penting dalam sektor jasa keuangan. Dalam
pelaksanaannya, konsep edukasi dan perlindungan konsumen sektor jasa keuangan
di OJK dikelompokan menjadi dua, yaitu:[9]
a.
Bersifat
preventif
Preventif
action dilakukan dalam bentuk pengaturan dan pelaksanaan di bidang edukasi dan
perlindungan konsumen. Edukasi dilakukan dengan berbagai cara dan berbagai
media. Edukasi bersifat preventif diperlukan sebagai langkah awal untuk memberikan
pemahaman yang baik kepada konsumen (peserta masyarakat umum, komunitas
tertentu). Edukasi diberikan oleh OJK juga merupakan salah satu bentuk
pelayanan konsumen.[10]
b.
Bersifat
represif
Represif
actions dilakukan dalam bentuk penyelesaian pengaduan, fasilitasi penyelesaian
sengketa, pengfhentian kegiatan atau kegiatan lain, dan pembelaan hukum untuk
melindungi konsumen. OJK melakukan tindakan preventif dan represif yang
mengarah pada financial inclusion dan stabilitas keuangan. Pelaksanaan fungsi
OJK di bidang edukasi dan perlindungan konsumen diharapkan dapat
menumbuhkembangkan rasa percaya diri masyarakat untuk mengunakan produk dan
jasa keuangan serta menciptakan pasar yang wajar kepercayaan dan keyakinan
konsumen pada suatu pasar keuangan yang berfungsi secara baik merupakan
prasyarat dalam menjaga stabilitas, pertumbuhan, efisiensi, dan inovasi
keuangan dalam jangka panjang.[11]
Dari
hal tersebut perlu dibentuk suatu lembaga yang dapat mengatur dan mengawasi
semua lembaga jasa keuangan secara terintegrasi, yaitu OJK.[12]
B. Tujuan Dibentuknya OJK
Pada masa sebelum OJK dibentuk,
pengawasan jasa keuangan di industri pasar modal dan industri keuangan non bank
dilakukan oleh pengawas pasar modal dan lembaga keuangan (Bapepam-LK), dan
industri perbankan diawasi oleh Bank Indonesia (BI). Pengalihan pengawasan
lembaga jasa keuangan dari kedua lembaga dimaksud ke OJK dilakukan secara
bertahap. Untuk industri pasar modal dan industri keuangan non bank pengalihan
dimaksud dilakukan pada tanggal 31 Desember 2012, sedangkan untuk industri
perbankan pada tanggal 31 Desember 2013. Disamping itu, pada tahun 2015,
berdasarkan uandang-undang nomor 1 tahun 2013 tentang lembaga keuangan mikro,
OJK memiliki tugas untuk melakukan pembinaan, pengaturan dan pengawasan lembaga
keuangan mikro.[13]
Salah satu karakteristik khusus yang dimiliki
OJK serta yang menjadi nilai tambah keberadaan OJK sebagaimana yang telah
diamanatkan dalam UU OJK adalah kewenangannya di bidang edukasi dan
perlindungan konsumen. Kewenangan ini tercermin dalam amanat pasal 4 UU OJK,
yang menyebutkan bahwa pembentukan OJK dilakukan dengan tujuan agar :[14]
1.
Keseluruhan
kegiatan dalam sistem jasa keuangan terselenggara, secara teratur, transparan,
dan akuntabel.
2.
Mampu
mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil.
3.
Mampu
melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat.
C. Wewenang OJK
1.
Wewenang
pengaturan OJK adalah Menetapkan :[15]
a.
Peraturan
pelaksaan UU OJK
b.
Peraturan
perundang-undangan di sektor jasa keuangan
c.
Peraturan
mengenai pengawasan
d.
Peraturan
mengenai tata cara penetapan perintah tertulis.
2.
Wewenang
pengawasan OJK:[16]
a.
Melakukan
pengawasan dan perlindungan konsumen sektor perbankan, pasar modal, dan
industri keuangan non bank (IKNB)
b.
Memberikan
dan atau mencabut izin usaha; pengesahan, persetujuanatau penetapan pembubaran
c.
Memberikan
perintah tertulis kepada lembaga jasa keuangan dan menunjuk pengelola statuter
d.
Menetapkan
sanksi administratif.
3.
Terkait
edukasi dan perlindungan konsumen OJK memiliki kewenangan untuk melakukan:[17]
a.
Edukasi
kepada masyarakat dalam rangka pencegahan kerugian konsumen dan masyarakat
b.
Pelayanan
pengaduan konsumen
c.
Pembelaan
hukum untuk kepentingan perlindungan konsumen dan masyarakat.
D. Fungsi Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
Adalah
menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap
keseluruhan kegiatan dalam sektor jasa keuangan. OJK adalah lembaga yang
independen dan bebas dari campur tangan pihak lain. OJK melaksanakan tugas
pengaturan dan pengawasan terhadap :[18]
1.
Kegiatan
jasa keuangan di sektor perbankan[19]
OJK
bertugas untuk mengatur dan mengawasi semua kegiatan yang berhubungan dengan
jasa keuangan di sektor perbankan. Diharapkan dengan adanya pengawasan yang
serius dari OJK tersebut, tidak ada lagi penyelewengan pada jasa keuangan di sektor
perbankan.[20]
2.
Kegiatan
jasa keuangan di sektor pasar modal[21]
Selain
bertugas untuk mengawasi jasa keuangan di sektor perbankan, tugas lain yang
tidak kalah penting yang harus di emban oleh oleh OJK adalah melakukan
pengawasan pada kegiatan jasa keuangan di sektor pasar modal.[22]
3.
Kegiatan
jasa keuangan di sektor perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan
lembaga jasa keuangan lainnya.[23]
Pengawasan
lain yang juga merupakan tanggung jawab dari OJK adalah pengawasan pada lembaga
peransuransian, lembaga pembiayaan, lembaga dana pensiun, dan jasa keuangan
lain. Dalam rangka melaksanakan tugas-tugas tersebut, Otoritas Jasa Keuangan
memiliki beberapa kewenangan, antara lain sebagai berikut:[24]
a.
OJK
memiliki wewenang untuk menetapkan sebuah kebijakan operasioal pengawasan
terhadap setiap kegiatan jasa keuangan. Harapannya dengan adanya penetapan
tersebut, kegiatan jasa keuangan bisa berjalan dengan lancar.[25]
b.
OJK
berwenag untuk melakukan pemeriksaan, pengawasan, penyidikan, perlindungan
terhadap konsumen serta tindakan lain terhadap lembaga keuangan sesuai dengan
undang-undang.[26]
c.
Memiliki
wewenang untuk memberlakukan sanksi administratif terhadap pihak-pihak yang
melakukan sebuah pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan pada sektor
jasa keuangan. Dengan pemberlakuan sanksi administratif tersebut diharapkan
akan meningkatkan kehati-hatian pada sektor jasa keuangan sehingga sektor jasa
keuangan bisa semakin profesional.[27]
d.
Melakukan
pengawasan terhadap setiap tugas yang dilakukan oleh kepala eksekutif.
Pengawasan tersebut penting untuk dilakukan agar terjadi sebuah profesionalitas
kerja, sehingga dapat berjalan sesuai dengan tujuan awal.[28]
e.
Berwenang
untuk memberikan perintah tertulis yang berhubugan dengan lembaga jasa keuangan
maupun pihak-pihak lain. Dengan adanya wewenang tersebut diharapkan OJK akan
berkembang secara independen tanpa dicampuri oleh berbagai macam pihak.[29]
E. Struktur Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
Struktur
organisasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah sebagai berikut :[30]
1.
OJK
dipimpin oleh Dewan Komisioner
2.
Dewan
Komisioner bersifat kolektif dan kolegial
3.
Dewan
Komisioner beranggotakan 9 orang anggota yang ditetapkan dengan keputusan
Presiden
4.
Susunan
Dewan Komisioner sebagaimana dimaksud di atas terdiri atas :[31]
a.
Seorang
Ketua merangkap anggota
b.
Seorang
Wakil Ketua sebgai Ketua Etik merangkap anggota
c.
Seorang
Kepala Eksekutif Pengawasan perbankan merangkap anggota
d.
Seorang
kepala Eksekutif Pengawasan pasar Modal merangkap anggota.
e.
Seorang
kepala Eksekutif pengawasan perasuransian, Dana Pesiun, Lembaga pembiayaan, dan
Lembaga Jasa keuangan lainnya merangkap anggota.
f.
Seorang
Ketua Dewan audit merangkap anggota.
g.
Seorang
anggota yang membindangi edukasi dan perlindungan konsumen.
h.
Seorang
anggota Ex-officio dai Bank Indonesia yang merupakan anggota dewan Gubernur
Bank Indonesia, dan
i.
Seorang
anggota Ex-officio dari kementerian keuangan yang merupakan pejabat setingkat
eselon 1 kementerian keuangan.
F. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Bidang
Pasar Modal
Berikut adalah salah
satu peraturan otoritas jasa keuangan yang ada di bidang pasar modal, yaitu:[32]
1.
Nomor
7/PJOK.04/2015 Tentang PERUBAHAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR
4/POJK.04/2014 TENTANG TATA CARA PENAGIHAN SANKSI ADMINISTRATIF BERUPA DENDA DI
SEKTOR JASA KEUANGAN.[33]
a.
Umum
Peraturan OJK Nomor 4/POJK.04/2014
tentang cara penagihan sanksi administratif berupa denda di sektor jasa
keuangan merupakan dasar hukum bagi OJK untuk melakukan penagihan atas sanksi
administratif berupa denda yang dikenakan kepada seluruh pihak yang melakukan
pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.
Namun demikian, sejak diundangkan pada tanggal 1 April 2014, terdapat beberapa
ketentuan yang belum dapat di implementasikan khususnya terkait dengan tata
cara pembayaran atas sanksi administratif berupa denda terhadap bank umum yaitu
melalui pendebetan rekening bank umum di Bank Indonesia untuk untung OJK. Oleh
karena itu dalam peraturan OJK ini di atur bahwa pembayaran sanksi
administratif oleh bank umum wajib dilakukan melalui penyetoran ke rekening OJK
atau cara pembayaran lain yang ditetapkan OJK.[34]
Selain itu, dalam rangka memberikan
kepastian hukum dalam pengkategorian piutang macet OJK yang berasal dari sanksi
administratif berupa denda dan/atau bunga dan mengingat setiap orang yang
dikenakan sanksi administratif berupa denda oleh OJK berhak untuk mengajukan
permohonan keberatan atas sanksi tersebut, maka dalam peraturan OJK ini juga
diatur bahwa pengkategorian sanksi administratif berupa denda dan/atau bunga
sebagai piutang macet OJK terhitung 1 (satu)tahun setelah berakhirnya jangka
waktu pembayaran yang ditetapkan dalam surat sanksi administratif berupa denda
atau surat tanggapan OJK atas permohonan keberatan. Perubahan ketentuan
tersebut juga dilakukan dalam rangka harmonisasi dengan pasal 13 ayat (1)
peraturan OJK Nomor 3/POJK.02/2014 tentang cara pelaksanaan pungutan oleh
Otoritas Jasa Keuangan, yang mengatur bahwa pengkategorian piutang macet atas
pungutan dimulai 1 (satu) tahun sejak tanggal berakhirnya jangka waktu
pembayaran pungutan.[35]
b.
Pasal
demi pasal
Pasal
I
Cukup
jelas
Pasal II
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN
NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5695[36]
G. Kesimpulan
OJK merupakan sebuah
lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai
fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, dan pemeriksaaan serta
penyidikan sektor jasa keuangan di Indonesia. OJK dibentuk berdasarkan undang-undang
nomor 21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.
Fungsi Otoritas Jasa
Keuangan (OJK) adalah menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang
terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan dalam sektor jasa keuangan.
Tujuan OJK adalah
keseluruhan kegiatan dalam sistem jasa keuangan terselenggara, secara teratur,
transparan, dan akuntabel. Mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara
berkelanjutan dan stabil. Mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat.
DAFTAR
PUSTAKA
Sutarno,
Sunarto, Sudarno. 2014. Ekonomi.
Solo: PT Wangsa Jatra Lestari
Otoritas Jasa Keuangan. 2014. Mengenal Otoritas Jasa Keuangan Dan Industri
Jasa Keuangan. Jakarta: Otoritas Jasa Keuangan
Direktorat Pengaturan Pasar Modal
Otoritas Jasa Keuangan. 2015. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Bidang Pasar
Modal Tahun 2015. Jakarta: Otoritas Jasa Keuangan
[4] Otoritas
Jasa Keuangan. 2014. Mengenal Otoritas
Jasa Keuangan Dan Industri Jasa Keuangan. Jakarta: Otoritas Jasa Keuangan,
h. 12
[7]Otoritas
Jasa Keuangan. 2014. Mengenal Otoritas
Jasa Keuangan Dan Industri Jasa Keuangan. Jakarta: Otoritas Jasa Keuangan,
h. 13
[11] Otoritas
Jasa Keuangan. 2014. Mengenal Otoritas
Jasa Keuangan Dan Industri Jasa Keuangan. Jakarta: Otoritas Jasa Keuangan,
h. 19
[14] Otoritas
Jasa Keuangan. 2014. Mengenal Otoritas
Jasa Keuangan Dan Industri Jasa Keuangan. Jakarta: Otoritas Jasa Keuangan,
hlm. 14
[18]Otoritas
Jasa Keuangan. 2014. Mengenal Otoritas
Jasa Keuangan Dan Industri Jasa Keuangan. Jakarta: Otoritas Jasa Keuangan,
h. 14
[32] Direktorat
Pengaturan Pasar Modal Otoritas Jasa Keuangan. 2015. Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan Bidang Pasar Modal Tahun 2015. Jakarta: Otoritas Jasa Keuangan
[33] Direktorat
Pengaturan Pasar Modal Otoritas Jasa Keuangan. 2015. Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan Bidang Pasar Modal Tahun 2015. Jakarta: Otoritas Jasa Keuangan
[35] Direktorat
Pengaturan Pasar Modal Otoritas Jasa Keuangan. 2015. Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan Bidang Pasar Modal Tahun 2015. Jakarta: Otoritas Jasa Keuangan
No comments:
Post a Comment