CERPEN AKHIR YANG MEMBINGUNGKAN
Akhir yang Membingungkan
By
: Widya Anggraini
Ku lihat jarum jam menunjukan pukul
01:00 malam, “mengantuk
katamu?”.
Itu tidak pernah melintas dalam pikiran ku, karena aku tidak sabar dengan
kejutan yang akan terjadi esok pagi, besok adalah hari keberangkatan kami melaksanakan tugas
penelitian. Seketika mataku terpejam, tidak lama ku dengar kokokan ayam
membangunkanku dalam mimpi indah ku. Aku langsung bergegas mandi dan bersiap-siap memakai almamater hijau
kesayanggan ku menuju kampus.
Kelompok ku mendapatkan penelitian
di desa Siabun kec. Sukaraja kab. Seluma, burung tidak memberi kabar seperti
apa desa itu, semoga sesuai dengan harapan kami. Sampainya kami di desa itu,
kepala desa, perangkat desa, dan masyarakat menyambut kami dengan penuh kehangatan
dan keramahan, ini awal yang cukup baik menurut ku.
Aku dan teman-teman kelompok ku akan
tinggal disebuah rumah yang ada di ujung desa, rumah yang curam tampak dari
luar, tapi mungkin hanya perasaan ku saja karena belum terbiasa di desa orang, kami
masuk keruang tengah rumah itu, hawa panas dan bau wewangian melintas di bawa
angin, seketika bulu kuduk ku berdiri, yang melintas dipikiranku semoga rumah
ini bisa membuat hati kami nyaman selama tinggal disini.
Masyarakat disini ramah-ramah, satu
dengan yang lain saling tegur sapa, saling menghormati dan saling peduli. Hari
ini kelompok kami diajak bapak kepala desa untuk berkeliling desa, kami
menemukan surga dunia di desa ini pemandangan gunung, sawah, perkebunan buah
yang melimpah serta sungai yang mengalir deras benar-benar seperti surga Sang Maha
Pencipta, aku yakin kami akan betah melakukan tugas penelitian kami di desa
Siabun yang sangat menakjubkan ini.
Perjalan kami hari ini cukup
melelahkan tapi itu bisa terbayarkan dengan ketenangan suasana di desa ini,
kini senja mulai menyapa, Agung adalah nama ketua kelompok ku, dia memberikan
arahan agar kami kembali ke tampat tinggal kami selama disini untuk beristirhat
dan melanjutkan kegiatan esok pagi.
Di malam yang sunyi ini kami berada
dalam kegelapan, karena di desa ini listrik belum tersalurkan, padahal hidup di
zaman yang penuh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi ini, masih juga ada
desa yang berada dalam ketinggalan, setiap malam di desa hanya obor dan
kunang-kunang sebagai sumber penerangan, entah sampai kapan penderitaan warga
desa akan berakhir, yang jelas warga desa sudah terbiasa menjalani kehidupan
yang jauh dari kemoderenan ini.
Hari ketiga kami disini Rehan
sebagai ketua karang taruna desa Siabun mengajak kami untuk berkumpul dengan
bujang gadis desa. Setiap malam minggu bujang gadis desa berkumpul di suatu
tempat untuk mengadakan tradisi yang biasa mereka lakukan secara turun temurun,
tradisi itu disebut dengan gegerit, gegerit ini terdiri dari tarian yang
dikenal dengan nama tarian tengah laman
bujang gadis, merejang dan merejung. Karena terbuai dengan lantunan kami tidak
sadar bahwa jam telah menunjukkan tengah malam, dengan langkah berat kami
memutuskan untuk mengakhiri acara kami dan kembali kerumah masing-masing.
Besok kami akan melakukan penelitian
di sebuah bukit yang tidak terlalu jauh dari permukiman warga. Pasti kami akan
mengalami banyak kesulitan untuk menuju bukit itu, maklum saja alat
transportasi desa ini belum memadai, serta alat yang akan kami gunakan untuk mempermudah
melakukan penelitian juga tidak bisa digunakan karena jaringan yang tidak
tersalurkan.
Tepat dihari ini kami berangkat
menuju bukit dengan berjalan kaki, dalam perjalanan mata ku terpusat kesuatu
titik, bola mata ku berlari kearah kerumunan banyak orang, setelah kami dekati,
ternyata orang-orang itu membeli kebutuhan di sebuah kalangan, kalangan adalah
pasar yang biasanya terjadi hanya 1 kali dalam seminggu.
Aku mengajak Agung, Tegar, Rika, dan
Nita singgah di pasar itu terlebih dahulu sebelum melanjutkan perjalanan menuju
bukit, didalam pasar itu kami membeli bekal untuk di perjalanan, aku membeli
kue gegelang, onde-onde, kecepul dan masih banyak kue lainnya. Setelah selesai
berbelanja kami melanjutkan perjalan menuju bukit.
Saat perjalanan pulang kami bertemu
dengan pak Rustam selaku kepala desa, dia mengajak kami ikut nanti malam ke
rumah wak Laham, karena nanti malam dirumah wak Laham akan di adakan bedikir, masyarakat
sekitar sering menyebutnya bedikir dengan sebutan sarapal anam.
“Nanti malam kalian ada acara atau
kesibukan gak?” Pak
Rustam bertanya kepada kami.
“Tidak ada Pak. Rika menjawab pertanyaan yang
di lontarkan bapak kepala desa itu dengan spontan.
“Jika kalian tidak ada acara, nanti
malam kerumah wak Laham saja, karena dirumah nya akan diadakan sarapal anam.”
Pak Rustam mengajak kami.
“Ia Pak, nanti malam kami akan datang
kerumah wak Laham.” Agung selaku ketua kelompok menyetujui ajakan Pak Rustam.
Kami mengikuti kegiatan sarapal anam
yang dilangsungkan di rumah wak Laham sampai dengan selesai. Hitung-hitung kami
menambah pengetahuan dan pengalaman yang tidak mudah kami temukan ketika kami berada dikota.
Setelah acara selesai kami pulang kerumah dan harus bersiap-biar, besok kami
akan kembali kekota, karena tugas penelitian kami didesa ini sudah selesai.
Sebanarnya berat kaki ini untuk
melangkah tapi mau bagaimana lagi ini lah kehidupan jika ada pertemuan pasti
akan ada perpisahan, pengalaman yang kami dapatkan didesa ini tidak akan pernah
kami lupakan.
Hari ini kami akan pulang kekota,
untuk melanjutkan perkuliahan, kepala desa dan perangkat desa mengantarkan kami
menuju perbatasan desa.
Kami melalui jalan yang panjang
untuk kembali ke kota, sampai kekota kami harus membuat laporan penelitian yang
akan kami kumpulkan 1 minggu yang akan datang, untuk itu kami membagi tugas
agar laporan yang kami buat cepat selesai dan bisa kami kumpulkan.
Dalam pembagian tugas, Tegar
bertugas mengumpulkan berkas, Tegar merasakan ada sesuatu yang kami lupakan
selama berada didesa.
“Sepertinya ada sesuatu yang kita
lupakan?” seketika bibir tipis itu berbicara.
“Maksud mu?” Agung menjawab
terkejut.
“Ya, kita melupakan tanda tangan pak
Rustam.” Tegar menemukan kesalahan yang kami lakukan.
Untuk itu mau tidak mau kami harus
kembali kedesa Siabun, kec. Sukaraja, kab. Seluma untuk meminta tanda tangan
pak Rustam, tanda tangan itu adalah syarat penting untuk bukti laporan
penelitian bahwa kami memang pernah melakukan penelitian didesa Siabun, jika
tanpa tanda tangan itu tentu saja laporan penelitian kami tidak akan diterima
dan kami akan disuruh melakukan penelitian ulang.
Sampai didesa Siabun kami menemukan
banyak perubahan, kami bingung dengan keadaan yang ada di desa dalam waktu
sekejab dapat berubah begitu drastis dari zaman old menuju zaman new, desa ini
berubah 360 derajat, entah apa yang sebenarnya terjadi semua keadaan yang ada
didesa sudah berubah dari pemandangan desa, suasana desa, bahkan warga desa.
Kami menuju rumah Pak Rustam,
setelah kami mengetuk pintu rumahnya, sangat mengejutkan yang keluar dari rumah
itu bukanlah pak Rustam yang kami cari.
“Maaf, ada perlu apa ya nak?” bapak
tua itu bertanya dengan nada yang terpatah-patah.
“Maaf ya pak sebelumnya, kami mau
bertemu dengan pak Rustam, kepala desa ini?” Aku menjelaskan maksud kedatangan
kami kedesa ini.
“Pak Rustam yang mana ya nak,
soalnya kepala desa, desa ini saya dan nama saya bukan Rustam.”
“ini desa Siabun kan Pak? Kemarin kami melakukan
penelitian didesa ini, setelah kami sampai di kota, kami lupa meminta tanda
tangan bapak kepala desa, dan nama bapak kepala desa nya ini atas nama pak
Rustam.” Aku membantah perkataan bapak tua itu.
“Maaf ya nak, saya berbicara apa
adanya dengan kalian, jika kalian tidak percaya bahwa saya adalah kepala desa, kalian bisa bertanya dengan warga desa ini.”
Bapak tua itu berusa meyakinkan kami.
Yang lebih mengejutkannya bapak itu
bercerita bahwa, dulu memang desa Siabun itu bukan berada didesa ini, tapi desa
Siabun yang kami maksud itu sudah puluhan tahun yang lalu hilang, dan nama
Siabun di pakai desa ini, sebelum desa Siabun itu hilang desa ini disebut
dengan desa Riak, dan setelah desa Siabun itu hilang desa Riak di ubah namnya
menjadi desa Siabun.
Seketika bibir kami membeku,
mendengar cerita yang bapak tua itu sampaikan, kami tidak tahu apa yang akan
kami lakukan dengan semua kejadian yang sangan membingungkan ini, padahal hasil
laporan itu harus dikumpulkan 3 hari lagi.
No comments:
Post a Comment