MAKALAH ILMU PENDIDIKAN ISLAM
“PESERTA DIDIK DALAM PANDANGAN ISLAM”
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan bimbingan dan pertolongan secara sadar yang diberikan
oleh pendidik kepada peserta didik sesuai dengan perkembangan jasmaniah dan
rohaniah ke arah kedewasaan. Peserta didik di dalam mencari nilai-nilai hidup,
harus dapat bimbingan sepenuhnya dari pendidik, karena menurut ajaran Islam,
saat anak dilahirkan dalam keadaan lemah dan suci/fitrah sedangkan alam
sekitarnya akan memberi corak warna terhadap nilai hidup atas pendidikan agama
peserta didik.
Hal ini sebagaimana firman Allah SWT :
Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas)
fitrah Allah yang Telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada
peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan
manusia tidak mengetahui.” (Q.S Ar-Rum :
30)
Dilihat dari segi kedudukannya, peserta didik adalah makhluk yang sedang
berada dalam proses pekembangan dan pertumbuhan menurut fitrahnya
masing-masing. Mereka memerlukan bimbingan dan pengarahan yang konsisiten
menuju ke arah titik optimal kemampuan fitrahnya.[2] Dengan demikian, maka agar
pendidikan Islam dapat berhasil dengan sebaik-baiknya haruslah menempuh jalan
pendidikan yang sesuai dengan perkembangan fitrah anak didik.
Berkaitan dengan hal di atas, maka peseta didik dalam pendidikan Islam
memiliki aspek-aspek penting yang perlu kita kaji dan kembangkan dalam kajian
pendidikan. Oleh karena itu, pada pembahasan kali ini kami akan menjelaskan
tentang pengertian peserta didik dalam pendidikan Islam, kebutuhan-kebutuhan
peserta didik, karakteristik peserta didik, dan sifat-sifat serta kode etik
peserta didik dalam pendidikan Islam.
B. Rumusan Masalah
1.
Pengertian Peserta Didik Dalam
Pandangan Islam?
2.
Karakteristik Peserta Didik Dalam
Pandangan Islam?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Peserta Didik Dalam Pandangan Islam
Secara etimologi peserta didik adalah anak didik yang mendapat pengajaran
ilmu. Secara terminologi peserta didik adalah anak didik atau individu yang
mengalami perubahan, perkembangan sehingga masih memerlukan bimbingan dan
arahan dalam membentuk kepribadian serta sebagai bagian dari struktural
proses pendidikan. Dengan kata lain peserta didik adalah seorang individu yang
tengah mengalami fase perkembangan atau pertumbuhan baik dari segi fisik dan
mental maupun fikiran.
Sebagai individu yang tengah mengalami fase perkembangan, tentu peserta
didik tersebut masih banyak memerlukan bantuan, bimbingan dan arahan untuk
menuju kesempurnaan. Hal ini dapat dicontohkan ketika seorang peserta didik
berada pada usia balita seorang selalu banyak mendapat bantuan dari orang tua
ataupun saudara yang lebih tua. Dengan demikina dapat di simpulkan bahwa
peserta didik merupakan barang mentah (raw material) yang harus diolah dan
bentuk sehingga menjadi suatu produk pendidikan.
Berdasarkan hal tersebut secara singkat dapat dikatakan bahwa setiap
peserta didik memiliki eksistensi atau kehadiran dalam sebuah lingkungan,
seperti halnya sekolah, keluarga, pesantren bahkan dalam lingkungan masyarakat.
Dalam proses ini peserta didik akan banyak sekali menerima bantuan yang mungkin
tidak disadarinya, sebagai contoh seorang peserta didik mendapatkan buku
pelajaran tertentu yang ia beli dari sebuah toko buku. Dapat anda bayangkan
betapa banyak hal yang telah dilakukan orang lain dalam proses pembuatan dan
pendistribusian buku tersebut, mulai dari pengetikan, penyetakan, hingga
penjualan.
Dengan diakuinya keberadaan seorang peserta didik dalam konteks kehadiran
dan keindividuannya, maka tugas dari seorang pendidik adalah memberikan
bantuan, arahan dan bimbingan kepada peserta didik menuju kesempurnaan atau
kedewasaannya sesuai dengan kedewasaannya. Dalam konteks ini seorang pendidik
harus mengetahuai ciri-ciri dari peserta didik tersebut.
a.
Ciri-ciri peserta didik :
1.
kelemahan dan ketak berdayaannya
2.
berkemauan keras untuk berkembang
3.
ingin menjadi diri sendiri
(memperoleh kemampuan)
4.
kriteria peserta didik :
Syamsul nizar mendeskripsikan enam kriteria peserta didik, yaitu :
b.
peserta didik bukanlah miniatur
orang dewasa tetapi memiliki dunianya sendiri
c.
peserta didik memiliki periodasi
perkembangan dan pertumbuhan
d.
peserta didik adalah makhluk
Allah yang memiliki perbedaan individu baik disebabkan oleh faktor bawaan
maupun lingkungan dimana ia berada.
e.
peserta didik merupakan dua unsur
utama jasmani dan rohani, unsur jasmani memiliki daya fisik, dan unsur rohani
memiliki daya akal hati nurani dan nafsu
f.
peserta didik adalah manusia yang
memiliki potensi atau fitrah yang dapat dikembangkan dan berkembang secara
dinamis.
Didalam proses pendidikan seorang peserta didik yang berpotensi adalah objek
atau tujuan dari sebuah sistem pendidikan yang secara langsung berperan sebagai
subjek atau individu yang perlu mendapat pengakuan dari lingkungan sesuai
dengan keberadaan individu itu sendiri. Sehingga dengan pengakuan tersebut
seorang peserta didik akan mengenal lingkungan dan mampu berkembang dan
membentuk kepribadian sesuai dengan lingkungan yang dipilihnya dan mampu
mempertanggung jawabkan perbuatannya pada lingkungan tersebut.
Sehingga agar seorang pendidik mampu membentuk peserta didik yang berkepribadian
dan dapat mempertanggungjawabkan sikapnya, maka seorang pendidik harus mampu
memahami peserta didik beserta segala karakteristiknya. Adapun hal-hal yang
harus dipahami adalah :
1.
kebutuhannya
2.
dimensi-dimensinya
3.
intelegensinya
4.
kepribadiannya.
Allah SWT
berfirman :
salah seorang
dari kedua wanita itu berkata: “Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang
bekerja (pada kita), karena Sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil
untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya” (Q.S. Al
– Qashas 28:26).
Tiap-tiap dari
kalian adalah penggembala, dan tiap-tiap orang diantara kalian akan bertanggung
jawab tentang gembalanya. (al-hadits).
B.
Karakter Peserta Didik
Dalam Pendidikan Islam
Setiap aktivitas pendidikan,
umum maupun Islam tentu
memiliki sumber- sumber norma. Pendidikan sebagai aktivitas yang normatif
dibatasi oleh peraturan-peraturan tertentu yang digunakan
sebagai landasan
berpijak. Dengan demi kian, pendidikan
Islam memiliki landasan utama yang bersumber
pada ajaran-ajaran Islam. Al-Qur’an menurut Abdurrahman
Shalih (1994:152), sebagaimana yang dikutip dari Thabram dan S.
Arifin, memiliki spesifikasi pandangan kependidikan.
Beberapa idiom yang banyak dijumpai
dalam al-Qur ’an seperti perkataan “rabb” sebagai akar kata tarbiyah
merupakan konsep pendidikan yang secara
konvensionai masih digunakan hingga sekarang. Di samping itu pula al-Qur’an memiliki beberapa keistimewaan
dalam usaha pendidikan manusia di antaranya adalah:
1.
Menghormati akal manusia;
2.
Bimbingan ilmiah;
3.
Tidak menentang fitrah manusia;
4.
Penggunaan kisah-kisah
untuk tujuan pendidikan; dan
5.
Memelihara keperluan-keperluan sosial (Hasan Langgulung, 1995:36- 37).
Sumber pendidikan Islam
yang paling utama adalah al-Qur ’an
yang juga merupakan sumber pertama
dalam ajaran Islam. Hal ini
sesuai dengan pendapat Langgulung
(1995: 196) menyatakan bahwa tidaklah berlebihan
kita menjadikan al-Qur’an sebagai sumber pertama yang patut menjadi tempat peng-ambilan
pendidikan Islam kita.
Demikian juga Zakiyah
Darajat (1996:21) berpendapat bahwa
pendidikan Islam harus menggunakan al-Qur’an
sebagai sumber utama yang merumuskan berbagai teori
pendidikan Islam. Salamet Jurnal Pelopor Pendidikan 40 Oleh karena
itu, bertolak dari
pe- mahaman terhadap al-Qur’an
khususnya surat al-Kahfi ayat 66-67, peserta didik agar sukses dalam
belajarnya, ia harus:
1.
Menunjukkan minat yang tinggi,
2.
Tawadhu’
3.
Tha’at,
4.
Berambisi untuk memperoleh ilmu,
5.
Sopan santun,
6.
Sabar,
7.
Optimis, dan
8.
Ikhlas.
Karakteristik-karakteristik tersebut yang dapat dipahami
dari surat al-Kahfi ayat 66-67
tentu memiliki implikasi
logis terhadap diri peserta didik yang sedang melaksanakan proses belajar
mengajar. Dengan demikian, implikasi pendidikan
dari karakter peserta didik dalam
ayat al-Qur’an tersebut, yaitu:
1.
Peserta didik
dalam melaksanakan proses belajar mengajar
harus memiliki niat yang lurus. Niat yang
lurus, merupakan langkah awal untuk
membangun unsur psikologi manusia yang kokoh,
tangguh, tidak mudah patah semangat,
sehingga suatu aktivitas dilalui dengan
penuh keyakinan. Dalam pendidikan
Islam, niat yang lurus itu terpusat pada Allah
SWT sebagai sumber
ilmu dan kebahagiaan. Oleh karena
itu, niat dalam belajar terkonsentrasi pada
upaya untuk memperoleh ilmu yang
bermanfaat yang dianugerahkan oleh Allah Swt.
2.
Peserta didik
dalam melaksanakan proses belajar mengajar
harus memiliki kesucian hati. Sifat-sifat yang dituntut dalam
mencari ilmu tersebut dalam
pendidikan Islam mengarah pada konsekuensi untuk mensucikan
hatinya dari sifat kotor, hasud, dan akidah yang
lemah agar ia mampu menangkap ilmu dan menghapalnya serta menyingkap berbagai
rahasianya. Dalam pendidikan
Islam, ilmu itu
datang dari Allah, sehingga untuk
mendapatkannya perlu mendekatkan diri kepada Allah. Untuk dapat dekat dengan
Allah, tiada lain yaitu dengan cara membersihkan hati dari
sifat-sifat yang hina dan kotor. Hal ini
didasarkan pula bahwa ilmu adalah ibadahnya hati dan
taqarubnya Jiwa kepada Allah. Sebagaimana shalat tidak sah kecuali
suci dari najis,
maka ilmu pun tidak sah
kecuali bersi hnya hati
dari kejelekan karakter. Hal
inilah yang menyebabkan
seseorang akan mendapatkan ilmu yang
bermanfaat sehingga menggapai derajat yang tinggi. Sebagai pribadi, peserta
didik harus bersih hatinya dari
kotoran dan dosa
agar dapat dengan mudah
dan benar dalam menangkap pelajaran,
menghapal dan meng-amalkannya.
3.
Peserta didik dalam proses
belajar mengajar harus memiliki
akhlak yang mulia. Peserta didik yang sedang belajar
harus bersikap tawaddu’ rendah hati pada ilmu dan guru. Di
samping ia juga
harus menjaga keridhaan gurunya. Ia jangan menggunjing di sisi
gurunya, juga jangan
menunjukkan perbuatan yang buruk, mencegah
orang lain yang menggunjing gurunya. Dalam pada itu, ia berupaya
untuk lebih dekat dengan guru agar mendapatkan
pemahaman yang sempurna dan tidak
sulit, bersikap sopan santun ketika
mengadakan proses belajar mengajar,
karena yang demikian itu berarti menghormati
guru dan memuliakan majelis ilmu, jangan
mengajukan pertanyaan atau permasalahan
kecuali setelah mendapatkan izin dari guru. Bersamaan dengan
itu jangan bertanya, tentang sesuatu
di luar masalah yang dibahas,
kecuali masalah itu diketahuinya, karena hal itu akan kurang menyenangkan hati
guru. Selanjutnya, peserta didik
bersikap sabar, dan
menjauhkan diri dari
perlakuan yang kurang
baik dari gurunya
dan jangan menutup diri dan
terus berupaya menyertainya dengan menduga tetap ada nilai.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Secara etimologi peserta didik adalah anak didik yang mendapat pengajaran
ilmu. Secara terminologi peserta didik adalah anak didik atau individu yang
mengalami perubahan, perkembangan sehingga masih memerlukan bimbingan dan
arahan dalam membentuk kepribadian serta sebagai bagian dari struktural
proses pendidikan. Dengan kata lain peserta didik adalah seorang individu yang
tengah mengalami fase perkembangan atau pertumbuhan baik dari segi fisik dan
mental maupun fikiran.
Setiap aktivitas pendidikan,
umum maupun
Islam tentu memiliki
sumber- sumber norma. Pendidikan sebagai
aktivitas yang
normatif dibatasi oleh
peraturan-peraturan tertentu yang digunakan sebagai landasan berpijak. Dengan
demi kian, pendidikan Islam memiliki
landasan utama yang bersumber pada ajaran-ajaran
Islam. Al-Qur’an menurut Abdurrahman Shalih (1994:152), sebagaimana yang dikutip dari Thabram dan
S. Arifin, memiliki
spesifikasi pandangan kependidikan.
DAFTAR PUSTAKA
No comments:
Post a Comment