1

loading...

Sunday, April 7, 2019

INTERVENSI NEGARA SEBAGAI INSTITUSI YANG BERTANGGUNG JAWAB TERHADAP KELANCARAN BISNIS


INTERVENSI NEGARA SEBAGAI INSTITUSI YANG BERTANGGUNG JAWAB TERHADAP KELANCARAN BISNIS



A.    Pengertian Intervensi

Intervensi adalah sebuah istilah dalam dunia politik dimana ada negara yang mencampuri urusan negara lainnya yang jelas bukan urusannya. Adapula definisi intervensi adalah campur tangan yang berlebihan dalam urusan politik,ekonomi,sosial danbudaya.Sehingga negara yang melakukan intervensi sering dibenci oleh negara-negara lainnya.
Intervensi pemerintah Republik Indonesia dalam menangani masalah ekonomi saat ini salah satunya adalah melalui Undang-Undang No 39 Tahun 2007 tentang bea cukai. Barang-barang ekspor dan impor yang illegal dapat merusak sistem perekonomian karena mengganggu keseimbangan pasar. Jadi pengertian intervensi pasar adalah ikut campur tangan pemerintah dalam mengatur ekonomi pasar, yang bertujuan menjaga kestabilan harga

B.      Tanggung jawab negara terhadap bisnis

1.      Peran Pemerintah Dalam Pengembangan Ekonomi Rakyat
Pemerintah memegang peranan penting di dalam ekonomi Islam, karena kemajuan suatu negara dapat dilihat dari kesejahteraan ekon[1]omi rakyatnya. Beberapa peran yang harus dimiliki oleh pemerintah terkait dengan pengembagan ekonomi kerakyatan.
2.      Fungsi Negara
 Secara garis besar fungsi Negara yang diungkapkan oleh Yusuf Qordhowi terbagi menjadi dua yaitu:
a.  Fungsi pertama ini bermakna bahwa Negara harus menyediakan atau menjaga       tingkat kecukupan kebutuhan minimum dari masyarakat.
b. Negara berfungsi mendidik dan membina masyarakat.
Dalam fungsi ini yang menjadi ruang lingkup kerja Negara adalah menyediakan fasilitas infrastuktur, regulasi, institusi sumber daya manusia, pengetahuan sekaligus kualitasnya. Sehingga keilmuan yang luas dan mendalam serta menyeluruh (syamil mutakalimin) tersebut berkorelasi positif pada pelestarian dan peningkatan keimanan yang telah dimunculkan oleh poin pertama dari fungsi Negara ini.
3.      Tanggung Jawab Pemerintah Menyejahterakan Rakyat
Islam menentukan fungsi pokok negara dan pemerintah dalam bidang ekonomi, yaitu menghapuskan kesulitan ekonomi yang dialami rakyat, memberi kemudahan pada akses pengembangan ekonomi kepada seluruh lapisan rakyat dan menciptakan kemakmuran.  
Dalam kaitan ini, Imam Al-Ghazali menguraikan tanggungjawab sosial ekonomi negara :
”Tanggungjawab penguasa adalah membantu rakyat ketika mereka mengahadapi kelangkaan pangan, kelaparan dan penderitaan, khususnya ketika terjadi kekeringan atau ketika harga tinggi sampai rakyat mendapat penghasilan kembali, karena dalam keadaan tersebut sulit bagi mereka memenuhi dua tujuan tersebut. [2]
 Dalam kondisi tersebut negara harus memberi makanan kepada rakyat dan memberikan bantuan keuangan kepada mereka dari kekayaan negara supaya mereka dapat meningkatkan pendapatan mereka”.
Al-mawardi dalam kitabnya al-ahkam, al-sulthaniyah menyebut beberapa tanggung jawab pemerintah dalam bidang ekonomi.
a. terciptanya lingkungan yang kondusif bagi kegiatan ekonomi.
b. pemungutan pendapatan dari sumber-sumber yang tersedia  dan menaikkan pendapatan dengan menetapkan pajak baru bila situasi menuntut demikian.
c. penggunaan keuangan negara untuk tujuan-tujuan ya ng menjadi kewajiban negara.
       C.  Intervensi negara terhadap bisnis
1. Intervensi Pemerintah
Menurut Islam negara memiliki hak untuk ikut campur (intervensi) dalam kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh individu-individu, baik untuk mengawasi kegiatan ini maupun untuk mengatur atau melaksanakan beberapa macam kegiatan ekonomi yang tidak mampu dilaksanakan oleh individu-individu.
Keterlibatan negara dalam kegiatan ekonomi pada permulaan Islam sangat kurang, karena masih sederhananya kegiatan ekonomi yang ketika itu, selain itu disebabkan pula oleh daya kontrol spiritual dan kemantapan jiwa kaum muslimin pada masa-masa permulaan yang membuat mereka mematuhi secara langsung perintah-perintah syariat dan sangat berhati-hati menjaga keselamatan mereka dari penipuan dan kesalahan. Semua ini mengurangi kesempatan negara untuk ikut campur (intervensi) dalam kegiatan ekonomi.[3]
Seiring dengan kemajuan zaman, kegiatan ekonomi pun mengalami perkembangan yang cukup signifikan. Namun perkembangan yang ada cenderung menampakkan komleksitas dan penyimpangan-penyimpangan etika dalam kegiatan ekonomi. Atas dasar itulah, maka Ibnu Taimiyah, memandang perlu keterlibatan (intervensi) negara dalam aktifitas ekonomi dalam rangka melindungi  hak-hka rakyat/masyarakat luas dari ancaman kezaliman para pelaku bisnis yang ada, dan untuk kepentingn manfaat yang lebih besar. Dalam kaitan ini, maka intervensi negara dalam kegiatan ekonomi bertujuan:
Menghilangkan kemiskinan. Menurut Ibnu Taimiyah, menghapuskan kemiskinan merupakan kewajiban negara. Beliau tidak memuji adanya kemiskinan. Dalam pandangannnya, seseorang harsu hidup sejahtera dan tidak tergantung pada orang lain, sehingga mereka bisa memenuhi sejumlah kewajibannya dan keharusan agamanya. Menjadi kewajiban sebuah negara untuk membantu penduduk agar mampu mencapai kondisi finansial yang lebih baik. 
2. Regulasi harga dan pasar
Sebagaimana yang telah dibahas di awal, bahwa masalah pengawasan atas harga muncul pada masa Rasulullah SAW sendiri sebagaimana yang telah diceritakan dalam hadits bahwa Rasulullah menolak menetapkan harga. Beliau menolak dan berkata: “Allah mengakui adanya kelebihan dan kekurangan. Dialah yang membuat harga berubah dan membuat harga yang sebenarnya (musa’ir). Saya berdoa agar Allah tak membiarkan ketidakadilan menimpa atas seseorang dalam darah atau hak miliknya”.
Ibnu Qudamah al-Maqdisi, salah seorang pemikir terkenal dari mazhab Hambali mengatakan: “Imam (pemimpin pemerintahan) tidak memiliki wewenang untuk mengatur harga bagi penduduk. Penduduk boleh menjual barang-barang mereka dengan harga berapa pun yang mereka sukai”. [4]
Ibnu Qudamah mengutip hadits tersebut di atas dan memberikan dua alasan tidak diperkenalkan mengatur/menetapkan harga. Pertama: Rasulullah SAW tidak pernah menetapkan harga, meskipun penduduk menginginkannya. Bila itu dibolehkan, pastilah Rasulullah akan melaksanakannya. Kedua: menetapkan harga adalah suatu ketidakadilan (kezaliman) yang dilarang. Negara memiliki kekuasaan untuk mengontrol harga dan menetapkan besarnya upah pekerja, demi kepentingan publik
Penetapan harga yang tidak adil akan mengakibatkan timbulnya kondisi yang bertentangan dengan yang diharapkan, membuat situasi pasar memburuk yang akan merugikan konsumen. Tetapi harga pasar yang terlalu tinggi karena unsur kezaliman, akan berakibat ketidaksempurnaan dalam mekanisme pasar. Usaha memproteksi konsumen tak mungkin dilakukan tanpa melalui penetapan harga, dan negaralah yang berkompeten untuk melakukannya. Namun, penetapan harga tak boleh dilakukan sewenang-wenang, harus ditetapkan melalui musyawarah. Harga ditetapkan dengan pertimbangan akan lebih bisa diterima oleh semua pihak dan akibat buruk dari penetapan harga itu harus dihindari.
Kontrol atas harga dan upah buruh, keduanya ditujukan untuk memelihara keadilan dan stabilitas pasar. negara bertanggungjawab untuk mengontrol ekspansi mata uang dan untuk mengawasi penurunan nilai uang, yang kedua masalah pokok ini bisa mengakibatkan ketidakstabilan ekonomi. Negara harus sejauh mungkin menghindari anggaran keuangan yang defisit dan ekspansi mata uang yang tidak terbatas, sebab akan mengakibatkan terjadinya inflasi dan menciptakan ketidakpercayaan publik atas mata uang yang bersangkutan.
3.Peranan Lembaga Hisbah
Lembaga yang bertugas dalam melakukan kontrol harga disebut dengan hisbah. Rasulullah, sebagaimana dijelaskan diawal, memandang penting arti dan peran lembaga hisbah (pengawasan pasar). [5]
Tujuan utamanya untuk mengontrol situasi harga yang sedang berkembang, apakah normal atau terjadi lonjakan harga, apakah terjadi karena kelangkaan barang atau faktor lain yang tidak wajar. Setelah Rasulullah Saw wafat, peranan lembaga hisbah diteruskan oleh Khulafaur Rasyidin. Bahkan ketika khalifah Umar, lembaga hisbah lebih agersif lagi.
 Hal ini didasarkan oleh perkembangan populasi yang memaksa pusat-pusat perbelanjaan juga meningkat jumlahnya. Apabila kondisi ini tidak diantisipasi dengan sistem kontrol yang ketat dan bijak, akan menjadi potensi  ketidak seimbangan harga yang tentu merugikan masyarakat konsumen.
Menyadari potensi resiko ini, para khalifah yang empat memandang penting peran lembaga hisbah. Sejarah mencatat bahwa pada masa khalifah yang empat, masalah harga dapat dikontrol dan pada barang tertentu dapat dipatok dengan angka minimum-maksimum yang wajar. Maknanya, di satu sisi, kepentingan konsumen tetap dilindungi, dan di sisi lain, kepentingan kaum pedagang tetap diberi kesempatan mencari untung, tetapi dirancang untuk menjauhi sikap eksploitaasi dan kecurangan.
Yang perlu dicatat, adalah keberhasilan lembaga hisbah dalam kontrol harga dan pematokan harga wajar (normal). Keberhasilan ini disebabkan efektifitas kerja tim lembaga hisbah yang commited terhadap missi dan tugas pengawasan di lapangan. Komitmen ini menjauhkan seluruh anggota tim untuk melakukan kolusi dan menerima risywah (suap).[6]
D.    kasus intervensi negara terhadap bisnis dengan menggunakan tinjauan etika
1.      Etika Islam Tentang Bisnis
 Dalam kaitannya dengan paradigma Islam tentang etika bisnis, maka landasan filosofis yang harus dibangun dalam pribadi Muslim adalah adanya konsepsi hubungan Manajemen Laba dalam Tinjauan Etika Bisnis Islam Ahmad Yusuf Marzuqi 17 Achmad Badarudin Latif manusia dengan manusia dan lingkungannya, serta hubungan manusia dengan Tuhannya, yang dalam bahasa agama dikenal dengan istilah (hablum minallah wa hablumminannas).
 Dengan berpegang pada landasan ini maka setiap muslim yang berbisnis atau beraktifitas apapun akan merasa ada kehadiran "pihak ketiga" (Tuhan) di setiap aspek hidupnya. Keyakinan ini harus menjadi bagian integral dari setiap muslim dalam berbisnis. Hal ini karena Bisnis dalam Islam tidak semata mata orientasi dunia tetapi harus punya visi akhirat yang jelas.
 Dengan kerangka pemikiran seperti itulah maka persoalan etika dalam bisnis menjadi sorotan penting dalam ekonomi Islam. Dalam ekonomi Islam, bisnis dan etika tidak harus dipandang sebagai dua hal yang bertentangan, sebab bisnis yang merupakan simbol dari urusan duniawi juga dianggap sebagai bagian integral dari hal-hal yang bersifat investasi akhirat.
Artinya, jika orientasi bisnis dan upaya investasi akhirat (diniatkan sebagai ibadah dan merupakan totalitas kepatuhan kepada Tuhan), maka bisnis dengan sendirinya harus sejalan dengan kaidah-kaidah moral yang berlandaskan keimanan kepada akhirat.
2.      Ancaman kepada Pelaku Bisnis yang Tidak Jujur
Dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah SAW pernah melalui satu timbunan dari (biji-biji) makanan, lalu beliau memasukkan padanya tangannya lalu tangannya kena basah, beliau bersabda “Apakah ini, hai penjual makanan? Ia menjawab ,”kena hujan ya Rasulullah”. Sabdanya “Mengapa engkau tidak taruh dia disebelah atas supaya orang-orang lihat dia? Barang siapa menipu bukanlah dari (golongan) ku (HR. Muslim) Dari Hurairah ra, ia berkata, telah bersabda Rasulullah SAW.[7]
 “janganlah kamu papak (pergi berjumpa kafilah sebelum sampai di kota dan sebelum mereka dapat tahu harga pasar) barang yang dibawa (dari luar kota). Barang siapa dipapak lalu dibeli dari padanya (sesuatu), maka apabila yang empunya (barang) itu datang ke pasar , ia berhak khiar (hak memiliki buat menjadikan atau membatalkan penjualan sebelum datang ke pasar)”(HR. Muslim) Dari Umar ra. ia berkata: “Saya telah beli minyak di pasar. Tatkala sudah menjadi hak saya, seorang laki-laki bertemu saya dan ia berikan kepada saya untung yang baik buat minyak itu. Ketika saya hendak pukul tangannya (tanda jadi jual beli), seseorang dari belakang memegang siku saya, lalu saya berpaling ternyata Zaid bin Tsabit.””(HR. Ahmad) Ibnu Umar meriwayatkan, “Masyarakat arab biasa membeli bahan pangan langsung dari pemilik unta, tetapi Nabi melarang mereka membelinya sampai bahan itu dijual di pasar.”(HR. Bukhari)
3.      Tinjauan Bisnis Islam terhadap Manajemen Laba
Djakman (2003: 145) menyatakan bahwa manajemen laba yang dilakukan melalui manajemen akrual tidak sama dengan manipulasi laba. Manajemen laba dilakukan dengan memanfaatkan kelemahan inheren dari kebijakan akuntansi akrual dan masih berada dalam koridor prinsip akuntansi berterima umum. Sedangkan manipulasi laba merupakan tindak pelanggaran terhadap prinsip akuntansi berterima umum untuk menghasilkan kinerja keuangan perusahaan sesuai kepentingan manajer atau perusahaan.
Akuntan pendidik, akuntan manajemen dan akuntan publik sependapat dengan padangan Djakman (2003) serta Schroeder dan Clark (1998) ini. Berikut ini adalah komentar mereka: Sepanjang dilakukan tanpa melanggar standar akuntansi keuangan, praktik manajemen laba adalah sah. Manajer dan akuntan tidak dapat disalahkan, karena manajemen laba dengan cara seperti itu bukan perbuatan curang.[8]
 Tetapi, manajemen laba akan berubah menjadi perbuatan curang jika ada kesengajaan manajer atau akuntan melanggar standar akuntansi, misalnya dalam bentuk manipulasi data, perhitungan dan pelaporan. Pandangan para akuntan di atas menunjukkan bahwa dalam perspektif akuntan, praktik manajemen laba bukanlah tindak kecurangan (perilaku koruptif) sepanjang dilakukan dalam koridor standar akuntansi, karena standar akuntansi dipandang sebagai norma-norma yang diyakini tidak akan menghasilkan informasi yang menyesatkan bagi pengguna laporan keuangan.


PENUTUP
A.    Kesimpulan
1.      Pengertian intervensi
Intervensi adalah sebuah istilah dalam dunia politik dimana ada negara yang mencampuri urusan negara lainnya yang jelas bukan urusannya. Adapula definisi intervensi adalah campur tangan yang berlebihan dalam urusan politik,ekonomi,sosial danbudaya.Sehingga negara yang melakukan intervensi sering dibenci oleh negara-negara lainnya.
2.      Tanggung jawab negara terhadap  bisnis
Pemerintah memegang peranan penting didalam ekonomi islam, karena kemajuan suatu negara dapat dilihat dari kesejahteraaan ekonomi rakyatnya. Beberapa peran yang harus dimiliki oleh pemerintah terkait dengan pengembangan ekonomi kerakyatan.
Tanggungjawab penguasa adalah membantu rakyat ketika mereka mengahadapi kelangkaan pangan, kelaparan dan penderitaan, khususnya ketika terjadi kekeringan atau ketika harga tinggi sampai rakyat mendapat penghasilan kembali, karena dalam keadaan tersebut sulit bagi mereka memenuhi dua tujuan tersebut.
3.      Intervensi negara terhadap bisnis
Menurut islam negara memiliki hak untuk ikut campur ( intervensi ) dalam kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh individu-individu, baik untuk mengawasi kegiatan  ini maupun untuk mengatur atau melaksanakan beberapa macam kegiatan ekonomi yang tidak mampu dilaksanakan oleh individu-individu.
B.     Saran
Mohon maaf apabila penyusunan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan dalam penyusunan makalah-makalah selanjutnya. Menyadari bahwa kami masih jauh dari kata sempurna, kedepannya kami penulis akan lebih fokus dan details dalam menjelaskan tentang makalah di atas.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, johan.2014.intervensi negara, http. Google.co./id/citations/2014/11. Diakses pada 30 maret 2019, pukul 20:45.

Pandawa, putra fandela.2013.etika bisnis islam,blogspot.com/2013/01.diakses pada 30 maret 2019,pukul 20:45.

Meliasari, deka.2019.intervensi negara dalam bisnis islam,blogspot/2019/01. Diakses pada 03 april 2019, pukul 10:14.










[1] Arifin johan”.Intervensi negara”,https.//scholar.google.co./id/citations/2014/11.(diakses pada 30 maret 2019, pukul 20:45).
[2] Arifin johan.”Intervensi negara”,https.//scholar.google.co./id/citations/2014/11.(diakses pada 30 maret 2019, pukul 20:45).
[3]Pandawa Putra fandela.”etika bisnis islam”,blogspot.com/2013/01.(diakses pada 30 maret 2019,pukul 20:45).
[4] pandawa Putra fandela.”etika bisnis islam”,blogspot.com/2013/01.(diakses pada 30 maret 2019,pukul 20:45).

[5] pandawa Putra fandela.”etika bisnis islam”,blogspot.com/2013/01.(diakses pada 30 maret 2019,pukul 20:45).


[6] pandawa Putra fandela.”etika bisnis islam”,blogspot.com/2013/01.(diakses pada 30 maret 2019,pukul 20:45).


[7] Meliasari deka,”intervensi negara dalam bisnis islam”.blogspot/2017/01.(diakses pada 03 april 2019,pukul 10:14).
[8] Meliasari deka,”intervensi negara dalam bisnis islam”.blogspot/2017/01.(diakses pada 03 april 2019,pukul 10:14).
Disusun oleh: Pepi (1711140186), Royan Adtya (1711140173).

No comments:

Post a Comment