ETIKA BISNIS ISLAMETIKA DALAM PRODUKSI DISTRIBUSI DAN KONSUMSI
A.
ETIKA PRODUKSI
Produksi adalah
menambah kegunaan (nilai guna) suatu barang. etika adalah suatu keinginan
produksi yang murni dalam membantu orang lain, kejujuran dan tidak melakukan
kecurangan. Etika produksi adalah aturan normatif yang mengandung sistem nilai
dan prinsip moral yang merupakan pedoman bagi karyawan dalam melaksanakan tugas
pekerjaannya dalam perusahaan.
Kegunaan suatu
barang akan bertambah bila memberikan manfaat baru atau lebih dari bentuk
semula. Dalam memproduksi membutuhkan faktorfaktor produksi, yaitu alat atau
sarana untuk melakukan proses produksi. Kegiatan produksi merupakan mata rantai
dari konsumsi dan distribusi. Dalam teori produksi memberikan penjelasan
tentang perilaku produsen tentang perilaku produsen dalam memaksimalkan
keuntungannya maupun mengoptimalkan efisiensi produksinya.
Produksi dalam ekonomi
Islam bertujuan untuk kemaslahatan individu dan kemaslahatan masyarakat secara
berimbang. Manfaat produksi dalam ekonomi Islam yaitu tidak mengandung unsur
mudharat bagi orang lain, dan melakukan ekonomi yang memiliki manfaat di dunia
dan akhirat.[1]
Allah melarang
cara mendapatkan kekayaan dengan cara yang tidak adil dan memperingatkan akan
akibat buruk yang di timbulkan oleh perbuatan perbuatan yang tidak adil.
Dalilnya : وَاَقِيْمُوا الْوَزْنَ بِالْقِسْطِ وَلَا تُخْسِرُوا
الْمِيْزَانَ
Artinya : “Dan
Tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca
itu.”
Setiap tindakan, sebagaimana timbangan yang tepat ketika berjualan
dan dalam semua kegiatan yang berkenaan dengan orang lain. Orang Islam tidak
boleh tertipu daya karena contoh kualitas yang baik, lalu menjual barang-barang
yang rendah mutunya atau mengurangi timbangan.7 Karena pada dasarnya perbuatan
tidak adil dan salah akan merusak sistem ekonomi dan akhirnya akan
menghancurkan keseluruhan system sosial. Dengan demikian, Al Quran menyetujui
nilai-nilai yang mulia dalam persamaan hak, keadilan, kooperasi, dan
pengorbanan dalam rangka mereorganisasikan lingkungan sosio-ekonomi masyarakat
Islam.
Islam sangat
mendukung pertukaran barang dan menganggapnya produktif dan mendukung para
pedangang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian dari karunia Allah Swt,
dan membolehkan orang memiliki modal untuk berdagang, tapi ia tetap berusaha
agar pertukaran barang itu berjalan atas prinsip-prinsip sebagai berikut :[2]
1.
Tetap
mengumpulkan antara kepentingan individu dan kepentingan masyarakat. Antara dua
penyelenggara muamalat tetap ada keadilan dan harus tetap ada kebebasan ijab
kabul dalam akad-akad.
2.
Tetap
berpengaruhnya rasa cinta dan lemah lembut.
3.
Jelas dan jauh
dari perselisihan. (H. Muh. Said, 2008: 91).
Tujuan
produksi sebagai berikut :
1.
Pemenuhan
kebutuhan-kebutuhan individu secara wajar.
2.
Pemenuhan
kebutuhan keluarga.
3.
Bekal untuk
generasi mendatang.
4.
Bantuan kepada
masyarakat dalam rangka beribadah kepada Allah
Faktor-faktor Produksi Produksi merupakan kombinasi dari
faktor-faktor produksi untuk menghasilkan barang atau jasa dalam rangka
memenuhi kebutuhan. Pemilihan faktor-faktor produksi merupakan hal yang penting
bagi produsen karena kombinasi faktor produksi yang terbaik akan menghasilkan
produk yang terbaik.
1.
Faktor Tanah
Istilah tanah diberi arti khusus di dalam ilmu ekonomi. Ia tidak
hanya bermakna tanah saja seperti yang terpakai dalam pembicaraan sehari-hari,
melainkan bermakna segala sumber daya alam, seperti air dan udara, pohon dan
binatang, dan segala sesuatu yang diatas dan dibawah permukaan tanah, yang
menghasilkan pendapatan atau menghasilkan produk. Menurut Marshall, tanah
berarti “material dan kekuatan yang diberikan oleh alam secara Cuma-Cuma untuk
membantu manusia, termasuk tanah dan air, udara dan cahaya, dan panas.[3]
2.
Tenaga Kerja
Tenaga kerja sinonim dengan manusia dan merupakan faktor produksi
yang sangat penting. Bahkan kekayaan alam suatu negara tidak akan berguna jika
tidak dimanfaatkan oleh manusiannya.
Jalan menuju kemajuan dan kesuksesan di dunia ini adalah melalui
perjuangan dan usaha. Semakin keras orang bekerja, semakin tinggi pula imbalan
yang akan mereka terima.
3.
Modal
Modal merupakan salah satu faktor produksi. Ia adalah kekayaan yang
dipakai untuk menghasilkan kekayaan lagi.[4]
modal adalah kekayaan yang didapatkan oleh manusia melalui tenaganya sendiri
dan kemudian menggunakannya untuk menghasilkan kekayaan lebih lanjut. Modal
memainkan peranan penting dalam produksi, karena produksi tanpa modal akan
menjadi sulit dikerjakan. Modal menempati posisi penting dalam proses
pembangunan ekonomi maupun dalam penciptaan lapangan kerja.
4.
Organisasi (Enterprise)
Enterprise memainkan peran utama dalam produksi. Pemasok faktor produksi ini
disebut entrepreneur atau organisator.[5]
fungsi utama yang dilakukan oleh entrepreneur adalah mengorganisasi dan
mengoordinasi faktor-faktor produksi lalu memanfaatkanya bersama.Proses
produksi adalah suatu kegiatan yang di lalui melaluitahapan tahapan tertentu untuk
meghasilkan atau menambah manfaat barang atau jasa. Setiap barang atau jasa
memiliki proses produksi yang berbeda beda. Biasanya meliputi tahap ide,
pencarian materi, pembuatan barang dan saja yang di inginkan, pengecekan,
proses uji coba, evaluasi awal, pemasaran.
Pentingnya dalam proses
produksi, sebuah produsen pada hakikatnya tentu akan selalu berusaha
untuk menekan biaya produsi dan berusaha untuk mendapatkan laba sebanyak
banyaknya. Tanpa konsumen, produsen tidak akan berdaya. Seharusnya produsen
lebih memperhatikan konsumen dan berterima kasih karena telah embeli produk
yang telah diproduksikan.
B.
ETIKA DISTRIBUSI
Distribusi menurut KBBI adalah penyaluran (pembagian, pengiriman)
kepada beberapa orang atau ke beberapa tempat. Anas Zarqa mengartikan
distribusi sebagai transfer pendapatan atau kekayaan antara individu dengan
cara pertukaran melalui pasar atau dengan cara lain seperti warisan, sedekah,
wakaf dan zakat.[6] melalui mekanisme
traksaksional perdangan, melainkan melalui transaksi sosial. Pendapat Anas
Zarqa dilengkapi oleh M. Abdul Mannan dengan membagi distribusi menjadi
distribusi kekayaan dan distribusi pendapatan.
Distribusi juga merupakan salah satu aktivitas perekonomian
manusia, di samping produksi dan konsumsi. Dalam sistem ekonomi konvensional,
salah satu indikator pertumbuhan dan meratanya distribusi pendapatan adalah
Pertambahan Produk Domestik Bruto (PDB) bagi suatu negara atau Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB) bagi suatu wilayah daerah. Karena dalam sistem ekonomi pasar
persaingan dalam memperebutkan sumber daya tidak dipengaruhi oleh nilai-nilai
diluarnya termasuk nilai agama dan spiritualitas.
Dari sinilah ”pertumbuhan Ekonomi” yang seharusnya memberi makna
sosial, budaya dan agama malah akan memperlebar jurang antara yang kaya dan
yang miskin, dan menggerogoti nilai-nilai dalam hubungan keluarga dan
masyarakat.[7]
Sistem distribusi ekonomi di Indonesia masih mengandung beberapa
kelemahan. Hal ini disebabkan dominasi sistem ekonomi pasar (kapitalis) yang
cenderung memiliki kelemahan, diantaranya ketidakmerataan dan ketimpangan
sosial, timbul ketidakselarasan, maksimasi profit, materialistis, krisis moral
dan mengesampingkan kesejahteraan.
Berkaitan dengan masalah distribusi, sistem ekonomi pasar
(kapitalis) menggunakan asas bahwa penyelesaian kemiskinan dalam suatu negara
dengan cara meningkatkan produksi dalam negeri dan memberikan
kebebasan bagi penduduk untuk mengambil hasil produksi.
Dalam hal distribusi
Kekayaan, Islam juga telah menggariskan mengenai bagaimana proses dan
mekanismedistribusi kekayaan di antara seluruh lapisan masyarakat agar tercipta
keadilan dan kesejahteraan. Instrumendistribusi kekayaan dalam Islam melalui
beberapa aturan yaitu :
1. Wajibnya muzakki (orang yang berzakat)
membayar zakatnya dan diberikan kepada kepada mustahiq (orangyang berhak
menerima zakat) khususnya kalangan fakir-miskin.
2.
Hak setiap warga negara untuk memanfaatkan kepemilikan umum. Negara berhak mengelola secara optimaldan efisien serta mendistribusikannya kepada
masyarakat secara adil dan proporsional.
3.
Pembagian harta negara seperti tanah, barang dan uang sebagai modal bagi yang memerlukannya.
4.
Pemberian harta waris kepada ahli warisnya.
5.
Larangan menimbun emas dan perak sekalipun telah dikeluarkan zakatnya.[8]
Mekanisme syari‟ah Islam yang mengatur
persoalan distribusi kekayaan di antara umat manusia tidak terlepas dari
pandangan ideologis bahwa semua kekayaan yang ada di alam semesta ini pada hakikatnya
adalah milikAllah SWT sehingga harus diatur sesuai dengan prinsip- prinsip
syari‟ah.
Islam sangat mendukung pertukaran barang dan
menganggapnya produktif dan mendukung para pedangang yang berjalan di muka bumi
mencari sebagian dari karunia Allah Swt, dan membolehkan orang memiliki modal
untuk berdagang, tapi ia tetap berusaha agar pertukaran barang itu berjalan
atas prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Tetap mengumpulkan antara kepentingan individu dan
kepentingan masyarakat. Antara dua penyelenggara muamalat tetap ada keadilan
dan harus tetap ada kebebasan ijab kabul dalam akad-akad.
2. Tetap berpengaruhnya rasa cinta dan lemah lembut. c.
Jelas dan jauh dari perselisihan. H. Muh. Said, 2008: 91 Tujuan Distribusi
dalam Ekonomi Islam.
3. Tujuan Dakwah, yakni dakwah kepada Islam dan menyatukan
hati kepadanya.
4. Tujuan Pendidikan, tujuan pendidikan dalam distribusi
adalah seperti dalam QS At-Taubah, 9: 103 yang bermaksud menjadikan insan yang
berakhlak karimah
QS At-Taubah
09:103
خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ
بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ ۖ إِنَّ صَلَاتَكَ
سَكَنٌ لَهُمْ ۗ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
Artinya : Ambillah zakat dari sebagian harta
mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah
untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi
mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
Secara garis besar, redistribusi kekayaan dan pendapatan dalam
Islam dikenal melalui tujuh cara: (1) Zakat; (2) Sedekah; (3) Belanja wajib;
(4) Kafarat (5) Nadzar; (6) Sembelihan; dan (7) Insentif Negara.
Adapun target redistribusinya setidaknya meliputi tiga pihak; (1)
mereka yang memerlukan materi yaitu orang-orang fakir, miskin dan yang
berhutang; (2) otoritas syariah Islam, melalui para pejuang di jalan Allah;3)
Pegawai pada lembaga zakat.[9]
Ekonomi Islam datang dengan system distribusi yang merealisasikan
beragam tujuan yang mencakup berbagai bidang kehidupan, dan mengikuti politik
terbaik dalam merealisasikan tujuan – tujuan tersebut. Secara umum dapat kami
katakana bahwa system distribusi ekonomi dalam ekonomi islam mempunyai andil
bersama system dan politik syariah lainnya-dalam merealisasikan beberapa tujuan
umum syariat islam. Dimana tujuan distribusi dalam ekonomi islam di kelompokkan
kepada tujuan dakwah, pendidikan, sosial dan ekonomi. Berikut ini hal yang
terpenting kedalam tujuan tersebut adalah :
1.
Tujuan dakwah : Yang dimaksud dakwah disini adalah dakwah kepada
islam dan menyatukan hati kepadanya. Diantaranaya contoh yang paling jelas
adalah bagian muallaf di dalam zakat, dimana muallaf itu adakalnya orang kafir
yang diharapkan keislamannya atau dicegah keburukannya, atau orang islam yang
di harapkan kuat keislamannya.
2.
Tujuan Pendidikan : Secara umum, bahwa distribusi dalam perspektif
ekonomi islam dapat mewujudkan beberapa tujuan pendidikan, dimana yang terpenting
adalah sebagai berikut :
a.
Pendidikan terhadap akhlak terpuji, seperti suka memberi, berderma dan
mengutamakan orang lain.
b.
Mensucikan dari akhlak tercela, seperti kikir, loba dan
mementingkan diri sendiri (egois).[10]
3.
Tujuan Sosial
a.
Memenuhi kebutuhan kelompok yang membutuhkan, dan menghidupkan
prinsip solidaritas di dalam masyarakat muslim
b.
Menguatkan ikatan cinta dan kasih sayang diantara individu dan kelompok
di dalam masyarakat
c.
. Mengikis sebab – sebab kebencian dalam masyarakat, dimana akan
berdampak pada terealisasinya keamanan dan ketentraman masyarakat, sebagai
contoh bahwa distribusi yang tidak adil dalam pemasukan dan kekayaan akan
berdampak adanya kelompok dan daerah miskin, dan bertambahnya tingkat
kriminalitas yang berdampak pada ketidak tentraman.
d.
Keadilan dalam distribusi[11]
4.
Tujuan Ekonomi : Distribusi dalam ekonomi islam mempunyai tujuan –
tujuan ekonomi yang penting, dimana yang terpenting diantaranya dapat kami
sebutkan seperti berikut ini:
a.
Pengembangan harta dan pembersihannya
b.
Memberdayakan sumber daya manusia yang menganggur dengan terpenuhi
kebutuhannya tentang harta
c.
Andil dalam merealisasikan kesejahteraan ekonomi
Adapun larangan
penimbunansebagai berikut :
Di dalam Islam melarang penimbunan atau hal-hal yang menghambat
pendistribusian barang sampai ke konsumen. Menimbun adalah membeli barang dalam
jumlah yang banyak kemudian menyimpannya dengan maksud untuk menjualnya dengan
harga tinggi. Penimbunan dilarang dalam Islam hal ini dikarenakan agar supaya
harta tidak hanya beredar di kalangan orang-orang tertentu
Menurut al-syafi”iyah dan Hanabilah,barang yang dilarang ditimbun
adalah kebutuhan primer. Abu Yusuf berpendapat bahwa barang yang dilarang
ditimbun adalah semua barang yang dapat menyebabkan kemadaratan orang
lain,termasuk emas dan perak. Para ulama fiqh berpendapat bahwa penimbunan
diharamkan apabila:
1.
Barang yang ditimbun melebihi kebutuhannya
2.
Barang yang ditimbun dalam usaha menunggu saat naiknya
harga,misalnya emas dan perak
3.
Penimbunan dilakukan disaat masyarakat membutuhkan,misalnya bahan
bakar minyak dll.[12]
Pada dasarnya nabi melarang menimbun barang pangan selama 40
hari,biasanya pasar akan mengalami fluktuasi jika sampai 40 hari barang tidak
ada dipasar karena ditimbun,padahal masyarakat sangat membutuhkannya. Bila
penimbunan dilakukan beberapa hari saja sebagai proses pendistribusian barang
dari produsen ke konsumen,maka belum di anggap sebagai sesuatu yang
membahayakan. Namun bila bertujuan menungu saatnya naik harga sekalipun hanya
satu hari maka termasuk penimbunan yang membahayakan dan tentu saja diharamkan.
Para ‘ulama
fiqih berpendapat bahwa penimbunan diharamkan apabila :
1.
Barang yang di timbun melebihi kebutuhannya.
2.
Barang yang di timbun dalam usaha menunggu saat naiknya harga,
misalnya emas dan perak.
3.
Penimbunan dilakukan disaat masyarakat membutuhkan, misalnya bahan
bakar minyak dll.
Tetapi apabila kegatan menimbun dilakukan untuk beberapa hari saja
sebagai proses pendistribusian barang dari produsen kepada konsumen maka
diperbolehkan.[13]
C.
ETIKA KONSUMSI
Menurut Samuelson konsumsi adalah
kegiatan menghabiskan utility(nilai guna) barang dan jasa. Barang meliputi
barang tahan lama dan barang tidak tahan lama. Barang konsumsi menurut
kebutuhannya yaitu : kebutuhan primer, kebutuhan sekunder, dan kebutuhan
tertier. Sifat barang konsumsi menurut Al Ghazali dan Al Shatibi dalam Islam
adalah At-Tayyibat. Prinsip konsumsi dalam Islam adalah prinsip keadilan,
kebersihan, kesederhanaan, kemurahan hati, dan moralitas. [14]
Terdapat empat prinsip utama dalam
sistem ekonomi Islam yang diisyaratkan dalam al Qur’an :
1. Hidup
hemat dan tidak bermewah-mewah, yang bermakna bahwa, tindakan
2. ekonomi diperuntukan hanya sekedar pemenuhan kebutuhan hidup(needs)
bukan pemuasan keinginan (wants).
3. Implementasi zakat dan mekanismenya pada tataran negara. Selain
zakat terdapat pula instrumen sejenis yang bersifat sukarela (voluntary)
yaitu infak, shadaqah, wakaf, dan hadiah.
4. Penghapusan Riba; menjadikan system bagi hasil (profit-loss
sharing) dengan instrumen mudharabah dan musyarakah sebagai pengganti
sistem kredit (credit system) termasuk bunga (interest rate).
5. Menjalankan usaha-usaha yang halal, jauh dari maisir dan gharar;
meliputi bahan baku, proses produksi, manajemen, out put produksi hingga proses
distribusi dan konsumsi harus dalam kerangka halal.
Namun pada
tingkatan praktis, prilaku ekonomi (economic behavior) sangat ditentukan
oleh tingkat keyakinan atau keimanan seseorang atau sekelompok orang yang
kemudian membentuk kecenderungan prilaku konsumsi dan produksi di pasar.
Dengan demikian
dapat disimpulkan tiga karakteristik perilaku ekonomi dengan menggunakan
tingkat keimanan sebagai asumsi.
1.
Ketika keimanan
ada pada tingkat yang cukup baik, maka motif berkonsumsi atau berproduksi akan
didominasi oleh tiga motif utama tadi; mashlahah, kebutuhan dan kewajiban.
2.
Ketika keimanan
ada pada tingkat yang kurang baik, maka motifnya tidak didominasi hanya oleh
tiga hal tadi tapi juga kemudian akan dipengaruhi secara signifikan oleh ego,
rasionalisme (materialisme) dan keinginan-keinganan yang bersifat
individualistis.
3.
Ketika keimanan
ada pada tingkat yang buruk, maka motif berekonomi tentu saja akan didominasi
oleh nilai-nilai individualistis (selfishness); ego, keinginan dan rasionalisme.[15]
Seperti dalam surah al mulk 67:15
هُوَ
الَّذِىۡ جَعَلَ لَـكُمُ الۡاَرۡضَ ذَلُوۡلًا فَامۡشُوۡا فِىۡ مَنَاكِبِهَا
وَكُلُوۡا مِنۡ رِّزۡقِه وَاِلَيۡهِ النُّشُوۡرُ
Artinya :
Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, Maka berjalanlah di segala penjurunya
dan makanlah sebahagian dari rezki-Nya. dan Hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali
setelah) dibangkitkan.
perilaku
konsumen sebagai interaksi yang dinamis yaitu antara afeksi & kongnisi,
perilaku dan lingkungannya di mana manusia melakukan kegiatan pertukaran dalam
hidup mereka. Perilaku (behavior) merupakan suatu tindakan nyata konsumen yang
dapat diobservasi secara langsung. ahli yaitu, menurut Engel et al (1995) yang
dikutip oleh Bilson Simamora dalam bukunya “panduan riset perilaku konsumen”
dikatakan bahwa perilaku konsumen adalah tindakan yang langsung terlibat untuk
mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses
keputusan yang mendahului dan mengikuti tindakan ini.
Dengan
demikian, pengertian perilaku konsumen secara umum adalah suatu tindakan
ataupun proses yang dilakukan oleh seseorang untuk mencari, membeli,
menggunakan, mengevaluasi, dan menghabiskan produk dan jasa yang mereka
harapkan akan memuaskan kebutuhan mereka .
Ada 3 dimensi
perilaku konsumen dalam proses pengambilan keputusan dalam pembelian, yaitu:
1.
perbedaan
individu
2.
Pengaruh
lingkungan
3.
Proses
psikologis[16]
Pandangan
ekonomi konvensional atau kapitalisme tentang kebutuhan atau keinginan
merupakan segala sesuatu yang diperlukan manusia dalam rangka menyejahterakan
hidupnya. Kebutuhan mencerminkan adanya perasaan ketidakpuasan atau kekurangan
dalam diri manusia yang ingin dipuaskan. Orang membutuhkan sesuatu karena tanpa
sesuatu itu ia merasa ada yang kurang dalam dirinya.
Menurut Islam,
yaitu senantiasa mengaitkannya dengan tujuan utama manusia diciptakan yaitu
ibadah. Untuk memenuhi kebutuhan ini, maka Allah menghiasi manusia dengan hawa
nafsu (syahwat), dengan adanya hawa nafsu ini maka muncullah keinginan dalam
diri manusia.
Kebutuhan
berkaitan dengan segala sesuatu yang harus dipenuhi agarsuatu barang berfungsi
secara sempurna atau kebutuhan utama. Contohnya : makana, pakaian, dan tempat
tinggal. Sedangkan keinginan ialah berkaitan dengan hasrat atau harapan
seseorang yang jika dipenuhi belum tentu
akan meningkatkan kesempurnaan fungsi manusia ataupun suatu barang tetapi hanya
dapat memuaskan. Contohnya perhiasan, alat elektronik dan lain sebagainya.[17]
Perbedaan Kebutuhan dan Keinginan
Perbedaan
|
Kebutuhan
|
Keinginan
|
Sifat
|
Objektif/ perlu/
mengikat
|
Subjektif/ tidak
harus
|
Dampak yang
diinginkan
|
Manfaat
|
Kepuasan
|
Yang dijadikan tolok
ukur
|
Fungsi
|
Selera
|
Perbedaan kebutuhan dan
keinginan dalam dunia ekonomi maupun bisnis juga memiliki peran yang sangat
penting. Misalnya, seorang pengusaha yang ingin memperluas bisnisnya. Jika di
lihat dari segi keinginan, hal ini tentunya bersifat sangat positif bagi kemajuan
bisnis maupun kesejahteraan karyawan. Namun keinginan positif ini harus
didukung oleh pemenuhan kebutuhan yang harus terpenuhi sebelumnya, misalnya
efektifitas kinerja, tambahan karyawan maupun peningkatan mutu produksi.
D. KESIMPULAN
Dalam tulisan ini, sekiranya dapat diambil
pelajaran bahwa setelah kita sebagai pelaku ekonomi mengoptimalkan seluruh
sumber daya yang ada di sekitar kita (dalam ayat-ayat yang diterangkan dalam
isi tulisan; binatang ternak, pegunungan; tanah perkebunan, lautan dengan
kekayaannya, ingat lagi pandangan al-Qur’an tentang harta benda yang disebut
sebagai Fadlum minallah)sebagai media untuk kehidupan di dunia ini, lalu
kita diarahkan untuk melakukan kebaikan-kebaikan kepada saudara kita, kaum
miskin, kaum kerabat dengan cara yang baik tanpa kikir dan boros.
Dalam konteks produksi, tentu saja produsen
muslim sama sekali sebaiknya tidak tergoda oleh kebiasaan dan perilaku
ekonom-ekonom yang bersifat menjalankan dosa, memakan harta terlarang,
menyebarkan permusuhan, berlawanan dengan sunnatullah, dan menimbulkan
kerusakan di muka bumi. Walau bagaimanapun, secanggih alat untuk menghitung
nikmat Allah pasti tidak akan menghitungnya. Di lain pihak, dalam faktor
lainnya yaitu konsumsi, tentunya ini berkaitan dengan penggunaan harta. Hal ini
dikarenakan, bahwasanya harta merupakan pokok kehidupan (an-Nisa(4) :5) yang
merupakan karunia Allah (an-Nisa(4) :32. Islam memandang segala yang ada di di
atas bumi dan seisinya adalah milik Allah SWT, sehingga apa yang dimiliki
manusia hanyalah amanah.
Dalam konseptual konsumsi yang tercermin dari
ayat-ayat yang ditampilkan dalam isi tulisan ini, ada beberapa prinsip yang
harus dipatuhi oleh konsumen muslim. Dengan prinsip-prinsip demikian, maka pola
konsumsi seseorang dan juga masyarakat, diarahkan kepada kebutuhan dan
kewajiban yang sepadan dengan pola kehidupan yang sesederhana mungkin. Sebenarnya,
dalam ekonomi Islam paremeter kepuasan bukan hanya terbatas pada benda-benda
konkrit (materi), tapi juga tergantung pada sesuatu yang bersifat abstrak, seperti
amal shaleh yang manusia perbuat. Kepuasan dapat timbul dan dirasakan oleh
seorang manusia muslim ketika harapan mendapat kredit poin dari Allah
SWT melalui amal shalehnya semakin besar
E.
DAFTAR PUSTAKA
Afzalur Rahman,
Doktrin Ekonomi Islam, Jld 1. Yogyakarta: Dana Bhakti
Wakaf.1995.
A. Islahi, Konsep
Ekonomi Ibnu Taymiyah, Surabaya: Bina Ilmu, 2002.
Hendrie Anto, Pengantar
Ekonomika Mikro Islami, (Yogyakarta : Jalasutra),
2003
Rahardja, P.
& Manurung, M., 2008. Teori Ekonomi Makro:Suatu Pengantar.
Jakarta: FEUI.
Rahman, A.,
2009. Muhammad Sebagai Pedagang. Bandung: Pelangi Mizan.
Rosyidi, S.,
2012. Sistem Ekonomi Islam: Prinsip Dasar. Jakarta: Kencana.
F.
DUSUSUN OLEH KELOMPOK 5
FEBI/PBS 4F.
1.
ARMELIYA
2.
ROTIPA AULIA
3.
RUDI JULIANTO
4.
DONI SUSANTO
DOSEN
PEMBIMBING
NONI
AFRIANTI,ME.
[1]
Prathama R & Mandala M ., Teory Ekonomi Makro. (Jakarta : FEUI,
2008), Hlm.12.
[2]
Prathama R & Mandala M ., Teory Ekonomi Makro. (Jakarta : FEUI,
2008), Hlm.12.
[3]
Suherman R., Sistem Ekonomi Islam: Prinsip Dasar. Jakarta.
Kencana. 2012. Hlm. 161.
[4]
Afzalur Rahman. Muhammad Sebagai Pedagang. Bandung: Pelangi
Mizan, 2009.
[5]
Suherman R., Sistem Ekonomi Islam: Prinsip Dasar. Jakarta.
Kencana. 2012. Hlm. 161.
[6]
Admin, “Distribusi”, dalam https://kbbi.web.id/distribusi, diakses 30/03/2019.
[7] Heri
Sudarsono. Konsep Ekonomi Islam, Suatu Pengantar.(Yogyakarta: Ekonisia, 2002).
Hal. 216
[8]
Admin, “Distribusi”, dalam https://kbbi.web.id/distribusi, diakses
30/03/2019.
[9] Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam, Jld 1. Yogyakarta:
Dana Bhakti Wakaf. 1995. hlm. 215-217.
[10]
Mustafa Husin al-Siba’i, Kehidupan Sosial menurut Islam Tuntutan
Hidup Bermasyaraka,. Bandung: Diponegoro.1996. hlm 160
[11]A. A. Islahi, Konsep Ekonomi Ibnu Taymiyah, Surabaya: Bina
Ilmu. 2002. Hlm. 145.
[12]
Mustafa Husin al-Siba’i, Kehidupan Sosial menurut Islam Tuntutan
Hidup Bermasyaraka,. Bandung:
Diponegoro.1996. hlm 160
[13]
Mustafa Husin al-Siba’i, Kehidupan Sosial menurut Islam Tuntutan
Hidup Bermasyaraka,. Bandung:
Diponegoro.1996. hlm 160
[14]Hendrie Anto, Pengantar Ekonomika Mikro Islami, (Yogyakarta
: Jalasutra), 2003, hal. 156
[15]
A. Rahman I. Doi, Penjelasan Lengkap Hukum-Hukum Allah (Syariah)
Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada,
2002, hlm. 188-189.
[16]
Mustafa Husin al-Siba’i, Kehidupan Sosial menurut Islam Tuntutan
Hidup Bermasyaraka,. Bandung:
Diponegoro.1996. hlm 160
No comments:
Post a Comment