ETIKA BISNIS ISLAM Landasan Filosofis dan Normatif Etika Bisnis Islam
A.
Ayat-ayat dan Hadits tentang Etika
B.
Landasan Wahyu dan Ilmu
C.
Filosofi Etika dalam Islam
D.
Landasan Tauhid Keadilan
E.
Kehendak Bebas
F.
Pertanggungjawaban
G.
Ihsan
H. Kesimpulan[1]
BAB I
Landasan Filosofis dan Normatif Etika Bisnis Islam
A. Ayat-ayat
dan Hadits tentang Etika
Berdagang bukan hanya sekedar mencari untung saja namun bagaimana
kita mampu menjalin komunikasi yang baik kepada konsumen melalui etika-etika bisnis.
Seperti yang telah difirrmankan oleh Allah dalam Q.S. Al-Jumu’ah [62] ayat 10 :
فَإِذَا
قُضِيَتِ الصَّلَاةُ فَانْتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ اللَّهِ
وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
10. Apabila
shalat telah dilaksanakan, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; carilah karunia Allah dan ingatlah Allah
banyak-banyak agar kamu beruntung.
Menurut Ibnu Katsir dalam tafsir Ibnu
Katsir juz 28 di halaman 10 penafsiran ayat di atas adalah setelah Allah
melarang kaum muslimin berdagang saat shalat jum’at ditunaikan, Allah
mengizinkan kita untuk mencari karunia Allah yang berupa rizki
yang diberikan Allah (berdagang) lagi setelah shalat jum’at selesai ditunaikan.
Firman Allah selanjutnya, “Dan
berdzikirlah kamu kepada Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.” Yakni
ketika kalian sedang melakukan jual beli, dan ada saat kalian mengambil dan
memberi hendaklah selalu ingat pada Allah dan janganlah kesibukan dunia
melupakan kalian dari hal-hal yang bermanfaat untuk kehidupan akhirat. Oleh
karena itu di dalam hadits disebut :
مّنْ دَخَلَ سُوْقًا
مِنَ اْلآَسْوَاقِ فقال: لاَإِلَهَ إِلاَّاللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ, لَهُ اْلمُلْكُ
وَلَهُ اْلحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ, كُتِبَ لَهُ أَلْفَ أَلْفِ حَسَنَةٍ
وَمَحَا عَنْهُ أَلْفَ أَلْفِ سَيِّئَةٍ
Artinya :
“Barangsiapa masuk ke salah satu
pasar, kemudian dia mengucapkan:
“ Tidak ada
Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah yang Maha Esa, tidak ada sekutu
bagi-Nya, kerajaan bagi-Nya, dan Dia maha Kuasa atas segala sesuatu” maka Allah
akan mencatat baginya sejuta kebaikan dan akan menghapuskan darinya sejuta
keburukan.”
Bila kita hubungkan dengan aspek
ekonomi, ayat ini menerangkan tentang etika berdagang yang baik, bagaimana
seharusnya berdagang menurut dalam konteks keislaman yaitu dimulai dengan
membaca do’a, kemudian tidak boleh berbuat curang ketika berdagang dengan selalu
mengingat Allah SWT, selalu merasa bahwa kita selalu diawasi oleh Allah, tidak
ada tempat bagi kita untuk berbuat maksiat dihadapan Allah SWT karena Allah
maha melihat dan Maha Mengetahui apa yang kita perbuat.
B. Landasan
Wahyu dan Ilmu
Di
dalam Q.S. An-Nisa [4] ayat 29 diterangkan bahwa :
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا
أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ ۚ وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ ۚ
إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا
29. Wahai
orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling makan harta sesamamu dengan
jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas
dasar suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu.
Sungguh, Allah Maha Penyayang kepadamu.
Q.S. An-Nur
[24] ayat 37
رِجَالٌ لَا تُلْهِيهِمْ تِجَارَةٌ وَلَا بَيْعٌ عَنْ
ذِكْرِ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ ۙ يَخَافُونَ يَوْمًا
تَتَقَلَّبُ فِيهِ الْقُلُوبُ وَالْأَبْصَارُ
37. Orang
yang tidak dilalaikan oleh perdagangan dan jual beli dari mengingat Allah,
melaksanakan shalat, dan menunaikan zakat. Mereka takut kepada hari ketika hati
dan penglihatan meraka guncang (Hari Kiamat).
C. Filosofi
Etika dalam Islam
Dalam syariat Islam Etika Bisnis adalah akhlak dalam menjalankan
bisnis sesuai dengan nilai-nilai bisnis Islam, sehingga dalam pelaksaan bisnis
itu tidak terjadi kekhawatiran karena sudah diyakini sebagai sesuatu yang baik
dan benar.
Dalam kaitannya dengan paradigma Islam tentang etika bisnis, maka
landasan filosofis yang harus dibangun dalam pribadi Muslim adalah adanya
konsepsi hubungan manusia dengan manusia dan lingkungannya, serta hubungan
manusia dengan Tuhannya (hablum minallah dan hablum minannas), dengan
berpegang pada landasan ini maka setiap muslim yang berbisnis pun akan merasa
ada kehadiran “pihak ketiga” (Tuhan) disetiap aspek hidupnya.
Ada beberapa
hal yang perlu diperhatikan dalam berbisnis sehingga dapat membawa pada pola
transaksi yang sehat dan menyenangkan. Oleh karena itu, tidaklah cukup mengetahui
hukum berbisnis tanpa adanya pengetahuan tentang filosofi konsep bisnis
tersebut. Sebenarnya, konsep tersebut tidaklah sulit melainkan konsep yang
sering ditemui di kalangan masyarakat. Hanya saja, dalam hal ini, konsep
tersebut lebih mengacu pada Fiqh Islam. Hal ini dimaksudkan agar transaksi
tersebut jauh dari perbuatan keji, kotor dan bahkan merugikan.
Banyak para
penjual dan pembeli tidak menghiraukan konsep tersebut padahal konsep tersebut
merupakan awal untuk bangkit dan menguntungkan. Di samping itu, konsep tersebut
juga merupakan komponen dalam konsep jual beli dalam fiqh Islam. Jika
diperhatikan secara global, memang perilaku tersebut kelihatan remeh, tetapi
sebaliknya, jika benar-benar diperhatikan, maka akan dapat membuat pola transaksi
jual beli yang sehat, menyenangkan dan bahkan menguntungkan. Konsep tersebut
adalah sebagai berikut
1. Jujur.
Sifat jujur
merupakan sifat Rasulullah saw. yang patut ditiru. Rasulullah s.a.w. dalam
berbisnis selalu mengedepankan sifat jujur. Beliau selalu menjelaskan kualitas
sebenarnya dari barang yang dijual serta tidak pernah berbuat curang bahkan
mempermainkan timbangan. Maka, latihlah kejujuran dalam pola transaksi jual
beli karena kejujuran dapat membawa keberuntungan.
Sebagaimana penjelasan dalam
Hadits yang artinya :
“Dari Abdullah bin Harits. Ia mengadu kepada
Hakim bin Hazim ra. Dan beliau berkata bahwa Rasulullah Saw bersabda: “Penjual dan pembeli dapat melakukan khiyar (memilih) selagi
belum berpisah atau sampai keduanya berpisah. Apabila keduanya telah setuju dan
jelas maka jual belinya mendapatkan berkah. Dan apabila keduanya saling menekan
dan berdusta maka dihapus keberkahan yang ada pada jual belinya (tidak
mendapatkan keberkahan).”
(HR. Bukhari)
2. Amanah.
Amanah dalam
Bahasa Indonesia adalah dapat dipercaya. Dalam transaksi jual beli, sifat
amanah sangatlah diperlukan karena dengan amanah maka semua akan berjalan
dengan lancar. Dengan sifat amanah, para penjual dan pembeli akan memiliki
sifat tidak saling mencurigai bahkan tidak khawatir walaupun barangnya di tangan orang. Memulai bisnis biasanya atas dasar kepercayaan.
Oleh karena itu, amanah adalah komponen penting dalam transaksi jual beli.
Sebagaimana dalam Q.S. A-Anfal [8] ayat 27
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَخُونُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ
وَتَخُونُوا أَمَانَاتِكُمْ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ (٢٧)
27. Wahai orang-orang yang beriman! janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul
dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat yang dipercayakan kepadamu,
sedang kamu mengetahui.”
3. Ramah.
Banyak orang
yang susah untuk berperilaku ramah antar sesama. Sering kali bermuka masam
ketika bertemu dengan orang atau bahkan memilah milih untuk berperilaku ramah.
Padahal, ramah merupakan sifat terpuji yang dianjurkan oleh agama Islam untuk
siapa saja dan kepada siapa saja. Dengan ramah, maka banyak orang yang suka,
dengan ramah banyak pula orang yang senang. Karena sifat ramah merupakan bentuk
aplikasi dari kerendahan hati seseorang. Murah hati, tidak merasa sombong, mau
menghormati dan menyayangi merupakan inti dari sifat ramah. Oleh karena itu,
bersikap ramahlah dalam transaksi jual beli karena dapat membuat konsumen
senang sehingga betah atau bahkan merasa tentram jika bertransaksi.
Sebagaimana
keterangan dalam Hadits yang artinya “Dari
Jabir Bin Abdullah ra. Sesungguhnya Rasulullah Saw. bersabda:
Allah Swt. akan
mengasihi seseorang yang murah hati ketika menjual, membeli dan meminta.”
(HR.
Bukhari).
4. Adil.
Adil
merupakan sifat Allah Swt. dan
Rasulullah Saw. merupakan contoh sosok manusia yang berlaku adil. Dengan
adil, tidak ada yang dirugikan. Bersikap tidak membeda-bedakan kepada semua
konsumen merupakan salah satu bentuk aplikasi dari sifat adil. Oleh karena itu,
bagi para penjual semestinya bersikap adil dalam transaksi jual beli karena
akan berdampak kepada hasil jualannya. Para konsumen akan merasakan kenyamanan
karena merasa tidak ada yang dilebihkan dan dikurangkan.
Sebagaimana diterangkan dalam Q.S. An-Nisa [4] ayat 58
إِنَّ اللَّهَ
يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الأمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ
بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ إِنَّ اللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ
بِهِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ سَمِيعًا بَصِيرًا
58. Sungguh,
Allah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan
apabila kamu menetapkan hukum diantara manusia hendaknya kamu menetapkan dengan
adil. Sungguh, Allah sebaik-baik yang memberi pengajaran kepadamu. Sungguh,
Allah Maha Mendengar, Maha Melihat.
5. Sabar.
Sabar merupakan sikap terakhir ketika sudah berusaha dan bertawakal.Dalam
jual beli, sifat sabar sangatlah diperlukan karena dapat membawa keberuntungan.
Bagi penjual hendaklah bersabar atas semua sikap pembeli yang selalu menawar
dan komplain. Hal ini dilakukan agar si pembeli merasa puas dan senang jika
bertransaksi. Begitu pula dengan pembeli, sifat sabar harus ditanamkan jika
ingin mendapatkan produk yang memiliki kualitas bagus plus harga murah dan
tidak kena tipu.
Sebagaimana diterangkan dalam Q.S.
Ali-Imran [3] ayat 120
إِنْ تَمْسَسْكُمْ حَسَنَةٌ تَسُؤْهُمْ
وَإِنْ تُصِبْكُمْ سَيِّئَةٌ يَفْرَحُوا بِهَا وَإِنْ تَصْبِرُوا وَتَتَّقُوا لَا
يَضُرُّكُمْ كَيْدُهُمْ شَيْئًا إِنَّ اللَّهَ بِمَا يَعْمَلُونَ مُحِيطٌ
120. Jika kamu memperoleh kebaikan, (niscaya)
mereka bersedih hati, tetapi jika kamu tertimpa bencana, mereka bergembira
karenanya. Jika kamu bersabar dan bertakwa, ttipu daya mereka tidak akan
menyusahkan kamu sedikitpun. Sungguh, Allah Maha Melihat segala apa yang mereka
kerjakan.
Landasan Normatif Prinsip-Prinsip Etika Bisnis Islam mengandung 4
landasan di dalam sistem etika yaitu sebagai berikut :
1. Landasan
Tauhid Keadilan
Merupakan landasan yang dijadikan fondasi utama setiap langkah
seorang umat Muslim yang beriman dalam menjalankan fungsi kehidupannya.
Di dalam Q.S.
Al-Baqarah [2] ayat 195
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ
الرَّحِيْمِ
Dengan
nama Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang.
وَأَنْفِقُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ
وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ ۛ وَأَحْسِنُوا ۛ إِنَّ اللَّهَ
يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
195.Dan
infakkanlah (hartamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu jatuhkan (diri
sendiri) ke dalam kebinasaan dengan tangan sendiri, dan berbuat baiklah.
Sungguh, Allah menyukai orang-orang yang baik.”
Q.S. Al-Isra
[17] ayat 35
وَاَوۡفُوا الۡـكَيۡلَ
اِذَا كِلۡتُمۡ وَزِنُوۡا بِالۡقِسۡطَاسِ الۡمُسۡتَقِيۡمِؕ
ذٰ لِكَ خَيۡرٌ وَّاَحۡسَنُ تَاۡوِيۡلًا
35. Dan
sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan timbangan
yang benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”
Q.S. Al-Furqan
[25] ayat 67-68
وَالَّذِينَ إِذَا أَنْفَقُوا لَمْ يُسْرِفُوا وَلَمْ
يَقْتُرُوا وَكَانَ بَيْنَ ذَٰلِكَ قَوَامًا
وَالَّذِينَ
لَا يَدْعُونَ مَعَ اللَّهِ إِلَٰهًا آخَرَ وَلَا يَقْتُلُونَ النَّفْسَ الَّتِي
حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَلَا يَزْنُونَ ۚ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَٰلِكَ
يَلْقَ أَثَامًا
67.Dan
(termasuk hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih) orang-orang yang apabila
menginfakkan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, di
antara keduanya secara wajar.
68. Dan
orang-orang yang tidak mempersekutukan Allah dengan sembahan lain dan tidak
membunuh orang yang diharamkan Allah kecuali dengan (alasan) yang benar, dan
tidak berzina; dan barang siapa melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat
hukuman yang berat.”
Dalam surat Al-Baqarah [2] ayat 195,
dijelaskan bahwa pembelanjaan harta
benda (pendayagunaan harta benda) harus dilakukan dalam kebaikan dan tidak pada
sesuatu yang dapat membinasakan diri. Kemudian harus menyempurnakan takaran dan timbangan dengan neraca yang benar (Q.S.
Al-Isra [17] ayat 35). Dijelaskan pula bahwa ciri-ciri orang yang mendapat
kemuliaan dalam pandangan Allah adalah mereka yang membelanjakan harta bendanya
tidak secara berlebihan dan tidak pula kikir, tidaak melakukan kemusyrikan, tidak
membunuh jiwa yang diharamkan, tidak berzina, tidak memberikan persaksian
palsu, tidak tuli dan tidak buta terhadap ayat-ayat Allah (Q.S. Al-Furqan [25]
ayat 67-68, 72-73)
2. Kehendak
Bebas (free will)
Berdasarkan prinsip ini, para pelaku
bisnis mempunyai kebebasan untuk membuat perjanjian, termasuk menepati atau
mengingkarinya.
Q.S. Al-Kahfi
[18] ayat 29
وَقُلِ الْحَقُّ مِنْ رَبِّكُمْ ۖ
فَمَنْ شَاءَ فَلْيُؤْمِنْ وَمَنْ شَاءَ فَلْيَكْفُرْ ۚ إِنَّا أَعْتَدْنَا
لِلظَّالِمِينَ نَارًا أَحَاطَ بِهِمْ سُرَادِقُهَا ۚ وَإِنْ يَسْتَغِيثُوا
يُغَاثُوا بِمَاءٍ كَالْمُهْلِ يَشْوِي الْوُجُوهَ ۚ بِئْسَ الشَّرَابُ وَسَاءَتْ
مُرْتَفَقًا
29. Dan
katakanlah (Muhammad), “Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; barang siapa
menghendaki (beriman) hendaklah dia beriman, dan barang siapa menghendaki
(kafir) biarlah dia kafir.” Sesungguhnya kami telah menyediakan neraka bagi
orang zalim, yang gejolaknya mengepung mereka. Jika mereka meminta pertolongan
(minum), mereka akan diberi air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan
wajah. (itulah) minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling
jelek.”
Dalam
masalah perjanjian, baik perjanjian kepada Allah maupun perjanjian dalam
pergaulan sesama, manusia harus dapat memenuhi janji-janji tersebut, seperti
tersebut dalam Q.S. Al-Maidah [5] ayat 1 :
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا أَوْفُوا بِالْعُقُودِ ۚ أُحِلَّتْ لَكُمْ بَهِيمَةُ
الْأَنْعَامِ إِلَّا مَا يُتْلَىٰ عَلَيْكُمْ غَيْرَ مُحِلِّي الصَّيْدِ
وَأَنْتُمْ حُرُمٌ ۗ إِنَّ اللَّهَ يَحْكُمُ مَا يُرِيدُ
1. Wahai orang-orang
yang beriman! Penuhilah janji-janji. 252 Hewan ternak dihalalkan
bagimu, kecuali yang akan disebutkan kepadamu, dengan tidak menghalalkan
berburu ketika kamu sedang berihram (haji atau umrah). Sesungguhnya Allah
menetapkan hukum sesuai dengan yang Dia kehendaki.”
3. Pertanggungjawaban
(Responsibility)
Kebebasan tanpa batas adalah suatu hal yang mustahil dilakukan oleh
manusia karena tidak menuntut adanya pertanggungjawaban. Secara logis prinsip
ini berkaitan dengan prinsip kehendak bebas. Ia menetapkan batasan mengenai apa
yang dilakukan bebas oleh manusia dengan bertanggung jawab atas semua yang
dilakukannya. Al-Qur’an menegaskan :
Q.S.
An-Nisa [4] ayat 85
مَنْ يَشْفَعْ شَفَاعَةً حَسَنَةً
يَكُنْ لَهُ نَصِيبٌ مِنْهَا ۖ وَمَنْ يَشْفَعْ شَفَاعَةً سَيِّئَةً يَكُنْ لَهُ
كِفْلٌ مِنْهَا ۗ وَكَانَ اللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ مُقِيتًا
85.Barang siapa memberi pertolongan dengan pertolongan yang baik,
niscaya dia akan memperoleh bagian
(pahalanya). Dan barang siapa memberi pertolongan dengan pertolongan yang
buruk, niscaya dia akan memikul bagian dari (dosa)nya. Allah Maha Kuasa atas
segala sesuatu.”
D. Ihsan
Dalam konteks ini
selain mengandung makna kebenaran, mengandung pula dua unsur yaitu kebajikan
dan kejujuran. Dalam konteks bisnis kebenaran dimaksudkan sebagai niat, sikap
dan perilaku benar yang meliputi proses akad (transaksi), proses mencari atau
memperoleh komoditas, proses pengembangan, maupun dalam proses upaya meraih dan
menetapkan keuntungan.
Adapun kebajikan adalah sikap ihsan, beneviolence yang
merupakan tindakan yang memberi keuntungan terhadap orang lain (Beekun, 1997:
28)
Termasuk ke dalam kebajikan dalam bisnis adalah sikap kesukarelaan
dan keramahtamahan. Kesukarelaan dalam pengertian, sikap suka rela antara kedua
belah pihak yang melakukan transaksi, kerja sama atau perjanjian bisnis. Hal
ini ditekankan untuk menciptakan dan menjaga keharmonisan hubungan serta cinta
mencintai antar mitra bisnis. Sedangkan keramahtamahan merupakan sikap ramah,
toleran baik dalam menjual, membeli maupun menagih.
Al-Qur’an
menggunakan terma aufu, dalam dua konteks; pertama dalam konteks
perjanjian dan kedua dalam konteks ukuran dan timbangan. Dalam konteks
perjanjian, Al-Qur’an menegaskan perjanjian manusia kepada Allah maupun
perjanjian antar sesama manusia. Pemenuhan perjanjian kepada Allah misalanya
digambarkan dalam :
Q.S. Al-Baqarah [2] ayat 40
يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ اذْكُرُوا
نِعْمَتِيَ الَّتِي أَنْعَمْتُ عَلَيْكُمْ وَأَوْفُوا بِعَهْدِي أُوفِ
بِعَهْدِكُمْ وَإِيَّايَ فَارْهَبُونِ
40. Wahai Bani Israil!21 Ingatlah nikmat-Ku yang telah
Aku berikan kepadamu. Dan penuhilah janjimu kepada-Ku,22 niscaya Aku
penuhi janji-Ku kepadamu, dan takutlah kepada-Ku saja.”
Q.S. Al-An’am [6] ayat 152
وَلَا تَقْرَبُوا مَالَ الْيَتِيمِ
إِلَّا بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ حَتَّىٰ يَبْلُغَ أَشُدَّهُ ۖ وَأَوْفُوا
الْكَيْلَ وَالْمِيزَانَ بِالْقِسْطِ ۖ لَا نُكَلِّفُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا ۖ
وَإِذَا قُلْتُمْ فَاعْدِلُوا وَلَوْ كَانَ ذَا قُرْبَىٰ ۖ وَبِعَهْدِ اللَّهِ
أَوْفُوا ۚ ذَٰلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
152. Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim, kecuali dengan
cara yang lebih bermanfaat, sampai dia mencapai (usia) dewasa. Dan
sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak membebani
seseorang melainkan menurut kesanggupannya. Apabila kamu berbicara, bicaralah
sejujurnya sekalipun dia kerabat (mu) dan penuhilah janji Allah. Demikian Dia
memerintahkan kepadamu agar kamu ingat.”
Q.S. An-Nahl [16] ayat 91
وَ اَوۡفُوۡا
بِعَهۡدِ اللّٰهِ اِذَا عَاهَدتُّمۡ وَلَا تَنۡقُضُوا الۡاَيۡمَانَ بَعۡدَ
تَوۡكِيۡدِهَا وَقَدۡ جَعَلۡتُمُ اللّٰهَ عَلَيۡكُمۡ كَفِيۡلًا
ؕ
اِنَّ اللّٰهَ يَعۡلَمُ مَا تَفۡعَلُوۡنَ
91. Dan tepatilah janji dengan Allah apabila kamu berjanji dan
janganlah kamu melanggar sumpah setelah diikrarkan, sedang kamu telah menjadikan
Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah itu). Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui
apa yang kamu perbuat.”
Adapun pemenuhan perjanjian antar sesama digambarkan dalam Al-Qur’an
dalam:
Q.S. Al-A’raf [7] ayat 85
وَإِلَىٰ مَدْيَنَ أَخَاهُمْ
شُعَيْبًا ۗ قَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَٰهٍ غَيْرُهُ
ۖ قَدْ جَاءَتْكُمْ بَيِّنَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ ۖ فَأَوْفُوا الْكَيْلَ
وَالْمِيزَانَ وَلَا تَبْخَسُوا النَّاسَ أَشْيَاءَهُمْ وَلَا تُفْسِدُوا فِي
الْأَرْضِ بَعْدَ إِصْلَاحِهَا ۚ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ
مُؤْمِنِينَ
85. Dan kepada penduduk Madyan, Kami (utus) Syu’aib, saudara mereka
sendiri. Dia berkata, “Wahai kaumku! Sembahlah Allah. Tidak ada tuhan
sembahanTidak ada tuhan (sembahan) bagimu selain Dia. Sesungguhnya telah datang
kepadamu bukti yang nyata dari Tuhanmu. Sempurnakanlah takaran dan timbangan,
dan jangan kamu merugikan orang sedikit pun. Janganlah kamu berbuat kerusakan
di bumi setelah (diciptakan) dengan baik.itulah yang lebih baik bagimu jika
kamu orang yang beriman.”
Q.S. Hud [11] ayat 85
وَيٰقَوۡمِ
اَوۡفُوا الۡمِكۡيَالَ وَالۡمِيۡزَانَ بِالۡقِسۡطِ
وَلَا تَبۡخَسُوا النَّاسَ اَشۡيَآءَهُمۡ وَلَا تَعۡثَوۡا فِى الۡاَرۡضِ
مُفۡسِدِيۡنَ
85. Dan wahai kaum-Ku! Penuhilah takaran dan timbangan dengan adil,
dan janganlah kamu merugikan manusia terhadap hak-hak mereka dan jangan kamu
membuat kejahatan di bumi dengan berbuat kerusakan.”
Q.S. Asy-Syu’ara’ [26] ayat 181-183
أَوْفُوا
الْكَيْلَ وَلَا تَكُونُوا مِنَ الْمُخْسِرِينَ
وَزِنُوا
بِالْقِسْطَاسِ الْمُسْتَقِيمِ
وَلَا تَبْخَسُوا النَّاسَ أَشْيَاءَهُمْ وَلَا تَعْثَوْا فِي الْأَرْضِ مُفْسِدِينَ
181. Sempurnakanlah takaran dan janganlah kamu merugikan orang
lain;
182. Dan timbanglah dengan timbangan yang benar;
183. Dan janganlah kamu merugikan manusia dengan mengurangi
hak-haknya dan janganlah membuat kerusakan di bumi.
Dari sikap
kebenaran, kebajikan (kesukarelaan) dan kejujuran demikian maka suatu bisnis
secara otomatis akan melahirkan persaudaraan, dan kemitraan yang saling
menguntungkan, tanpa adanya kerugian dan penyesalan.[2]
KESIMPULAN
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Etika Bisnis Islam
adalah Landasan Filosofis dan Normatif yang bersumber dari Al-Qur’an dan
Hadits, sehingga menjadi acuan bagi pelaku bisnis untuk mengelola bisnis secara
Islami. Etika bisnis Islam sebaiknya harus dibangun dan dilandasi dengan Tauhid Keadilan, Kehendak Bebas,
Pertanggungjawaban dan Ihsan.
Islam mengatur agar persaingan di pasar dilakukan dengan adil,
sehingga seluruh bentuk transaksi yang menimbulkan ketidakadilan dilarang.
[1] Disusun oleh Erda Pebriani (1711140183) dan Muhammad Yusuf
(1711140168)
[2] Iqbal Fahroni. 2003. “Rekonstruksi Etika Bisnis: Perspektif
Al-Qur’an”, Iqtisad Journal of Islamic Economics Vol. 4, No. 1. Yogyakarta:
Sekolah Tinggi Ilmu Syari’ah.
No comments:
Post a Comment