Kewajiban Menuntut Ilmu
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................................. i
KATA PENGANTAR..............................................................................................
ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................
iii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang.................................................................................................
1
B.
Rumusan
Masalah ............................................................................................ 1
C.
Tujuan
Penulisan..............................................................................................
2
BAB II PEMBAHASAN
A.
Perintah
Menuntut Ilmu .................................................................................. 3
B.
Keutamaan
Orang yang Berilmu .................................................................... 6
C.
Kedudukan
Ulama dalam Islam.....................................................................
8
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan .................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA
|
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Sesungguhnya
Islam adalah syarat keselamatan di sisi Allah. Islam tidak tegak dan tidak akan
ada kecuali dengan ilmu. Tidak ada cara dan jalan untuk mengenal Allah dan
sampai kepada-Nya kecuali dengan ilmu. Allah lah yang telah menunjukan jalan
yang paling dekat dan mudah untuk sampai kepada-Nya. Barangsiapa yang menempuh
jalan tersebut, tidak akan menyimpang dari tujuan yang dicita-citakannya.
Mencari
ilmu merupakan kewajiban setiap manusia. Tanpa ilmu kita tidak bisa menjalani
hidup ini dengan baik. Orang yang tidak memiliki ilmu biasanya akan di
manfaatkan oleh orang lain. Bahkan, orang yang tak berilmu itu akan dibodohi
oleh orang lain. Oleh karena itu, kita sebagai manusia yang diberi akal dan
pikiran carilah ilmu demi kelangsungan hidup yang lebih baik. Menuntut
ilmu dalam Islam hukumnya wajib (fardhu). Para ahli fiqih mengelompokannya dua
bagian, yaitu 1). Fardhu ‘ain; dan 2).
Fardhu kifayah. Orang yang berilmu sangat dimuliakan oleh Allah SWT dan akan
diangkat derajatnya oleh Allah SWT.
Sehingga Dengan
ilmunya para ulama menjadi tinggi kedudukan dan martabatnya, menjadi agung dan
mulia kehormatannya. Para ulama bagaikan lentera penerang dalam kegelapan dan
menara kebaikan, juga pemimpin yang membawa petunjuk dengan ilmunya, mereka
mencapai kedudukan al-Akhyar (orang-orang yang penuh dengan kebaikan) serta
derajat orang-orang yang bertaqwa.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas, adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah :
1.
Bagaimana perintah menuntut
ilmu dalam islam ?
|
2.
Bagaimana
keutamaan orang yang berilmu dalam islam ?
3.
Bagaimana
kedudukan Ulama dalam islam ?
C.
Tujuan
Penulisan
Adapun
tujuan penulisan makalah ini adalah :
1.
Untuk
memahami perintah menuntut ilmu dalam islam.
2.
Untuk
menjelaskan keutamaan orang yang berilmu dalam islam.
3.
Untuk
menjelaskan kududukan Ulama dalam islam.
|
PEMBAHASAN
A.
Perintah
Menuntut Ilmu
Sesungguhnya
Islam adalah syarat keselamatan di sisi Allah. Islam tidak tegak dan tidak akan
ada kecuali dengan ilmu. Tidak ada cara dan jalan untuk mengenal Allah dan
sampai kepada-Nya kecuali dengan ilmu. Allah lah yang telah menunjukan jalan
yang paling dekat dan mudah untuk sampai kepada-Nya. Barangsiapa yang menempuh
jalan tersebut, tidak akan menyimpang dari tujuan yang dicita-citakannya.
Jumhur
ulama sepakat, tidak ada dalil yang lebih tepat selain wahyu pertama yang
disampaikan Allah SWT kepada Rasul-Nya, Nabi Muhammad saw sebagai landasan
utama perintah untuk menuntut ilmu. Dijelaskannya pula sarana untuk
mendapatkannya, disertai bagaimana nikmatnya memiliki ilmu, kemuliaannya, dan
urgensinya dalam mengenal ke-Maha Agung-an Sang Khalik dan mengetahui rahasia
penciptaan serta menunjukkan tentang hakikat ilmiah yang tetap. Sebagaimana
firman-Nya : “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan.
Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang
Paling Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantara kalam (baca tulis).
Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”.(Q.S. Al ‘Alaq
[96]: 1-5).
Dalam ayat
yang lain, Allah SWT juga berfirman : “…Katakanlah : “ Adakah sama
orang-orang yang mengetahui (ilmu agama Islam) dengan orang-orang yang tidak
mengetahui? Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran”. (Q.S. Az Zumar [39]: 9).
|
Terkait hal
tersebut, Rasulullah saw menandaskan bahwa menuntut, memahami dan mendalami
ilmu agama Islam itu, merupakan kewajiban utama setiap muslim. Sebagaimana
hadis yang diriwayatkan Abi Sufyan r.a., ia mendengar Rasulullah Saw telah
bersabda : “siapa yang dikehendaki menjadi orang baik oleh Allah, Allah
akan memberikan kepahaman kepadanya dalam agama Islam”. (H.R. Bukhari,
Muslim). Memahami ilmu agama akan membuat seorang muslim, baik dan benar dalam
beribadah kepada Allah SWT, jauh dari Bid’ah atau hal-hal lain yang membatalkan
ibadah kita. Serta mampu membentengi diri dan keluarga dari aqidah berbahaya.
Menuntut
ilmu dalam Islam hukumnya wajib (fardhu). Para ahli fiqih mengelompokannya dua
bagian, yaitu 1). Fardhu ‘ain; dan 2). Fardhu kifayah.
1.
Fardhu
‘ain, adalah setiap ilmu yang harus dipelajari oleh setiap muslim tentang Ilmu
Agama Islam, agar akidahnya selamat, ibadahnya benar, mu’amalahnya lurus dan
sesuai dengan yang disyariatkan Allah Azza wa Jalla, yang tertuang dalam Al
Qur’an dan Sunah Nabi-Nya yang sahih. Inilah yang diperintahkan Allah dalam
firman-Nya, “Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan (yang
hak) Melainkan Allah”. (Q.S. Muhammad [47]: 19). Juga yang dimaksudkan oleh
Rasulullah Saw dalam haditsnya, “ Mencari ilmu itu wajib bagi setiap
muslim”. (H.R. Ibnu Majah). Pengertian mencari ilmu di sini, adalah mencari
ilmu agama Islam, hukumnya wajib bagi laki-laki dan perempuan.
2.
Fardhu
kifayah : adalah ilmu yang memperdalam ilmu-ilmu syariat dengan mempelajari,
menghafal, dan membahasnya. Misalnya spesialisasi dalam ilmu-ilmu yang
dibutuhkan umat Islam, seperti sistem pemerintahan, hukum, kedokteran,
perekonomian, dan lain-lain. Tapi jika sebagian dari mereka ada yang
mengerjakannya, maka gugurlah kewajiban dari yang lainnya. Sedangkan jika tidak
ada seorang pun yang melakukannya, maka semua menanggung resikonya.
Inilah yang
diserukan Allah SWT dalam firman-Nya, “Tidak sepatutnya bagi
orang-orang mukmin pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari
tiap-tiap golongan diantara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan
mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila
mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya”. (Q.S.
At-Taubah [9]: 122).
Bahwa tidak
ada jalan untuk mengenal Allah, meraih ridha-Nya serta menggapai keuntungan
dan kedekatan dengan-Nya, kecuali dengan ilmu. Ilmu adalah cahaya yang
dengannya Allah mengutus para Rasul, menurunkan kitab-kitab, dan dengannya pula
memberi petunjuk dari kesesatan dan kebodohan. Dengan ilmu terungkaplah seluruh
keraguan, khurafat dan kerancuan. (Q.S. Al Maidah [5]: 15-16) dan (Q.S.
Al-A’raf [7] : 157).
Allah SWT
dan Rasul-Nya telah pula menentukan pedoman bagi kita hingga akhir
zaman, barangsiapa yang berpegang teguh kepada Al Qur’an dan As Sunnah (Hadis) Sahih,
tidak akan sesat selamanya. Sebagaimana firman Allah SWT :
“Hai
orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan Taatilah Rasul(Nya), dan ulil amri
di antara kamu, kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka
kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an) dan Rosul (sunnahnya), jika kamu
benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian, yang demikian itu lebih
utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya “. (Q.S. An Nisa [4] : 59).
Dan hadits nabi Saw.
“ Sesungguhnya
aku telah meninggalkan sesuatu bagimu, jikalau kamu berpegang teguh dengannya,
maka kamu tidak akan sesat selamanya, (yaitu) Kitab Allah (Al Qur’an) dan
Sunnah Nabi-Nya”. (H.R. Hakim; at-Targhib, 1 : 60).
Banyak
jalan untuk menuntut ilmu agama. Antara lain mengikuti majelis taklim yang
istiqomah mengkaji Al Qur’an dan As Sunnah sahih di berbagai tempat dan media.
Ilmu agama ada di Qur’an , Tafsir Qur’an, juga hadis-hadis sahih, yang sudah
diterjemahkan. Jika kita tidak memahami ilmu agama Islam, bagaimana kita bisa
tahu mana perintah dan larangan Allah ? Bagaimana kita bisa tahu ibadah yang
kita lakukan itu sah dan diterima Allah ? Tapi umat Islam juga jangan
sembarangan menimba ilmu. Salah-salah memilih sumber ilmu, maka kelak ilmu yang
dimiliki itu akan tersesat.
B.
Keutamaan
Orang Berilmu
Mencari
ilmu merupakan kewajiban setiap manusia. Tanpa ilmu kita tidak bisa menjalani
hidup ini dengan baik. Orang yang tidak memiliki ilmu biasanya akan di
manfaatkan oleh orang lain. Bahkan, orang yang tak berilmu itu akan dibodohi
oleh orang lain. Oleh karena itu, kita sebagai manusia yang diberi akal dan
pikiran carilah ilmu demi kelangsungan hidup yang lebih baik.
Ilmu menurut Imam Al Ghozali, dibagi menjadi 2
yaitu :
1.
Ilmu yang bersifat Syariat
2.
Ilmu yang
bersifat Akal
Dari keduanya ada yang berupa Ilmiah Teoritis, dan ada yang Ilmiah
Praktis
1.
Ilmu
Syari’at
Ilmu Syariat ini terbagi menjadi 2 :
a)
Ilmu Ushul
(Pokok) atau Ilmu Tauhid ( Merupakan Ilmiah Teoritis)
b)
Ilmu Furu'
atau Cabang ( Merupakan Ilmiah Praktis ), hal ini ada
yang menyangkut Hak Alloh Ta'ala seperti segala yang terkait Ibadah, Hak Hamba Alloh terkait dengan tata pergaulan manusia yang terdiri 2 : aspek, yaitu Aspek Mu'amalah dan Aspek Mu'aqodah, serta Hak Jiwa (Akhlak/Budi pekerti) sifat / akhlak baik harus dibina, dimiliki, dikembangkan dan sifat / akhlak jelek harus dihindari, dibuang.
yang menyangkut Hak Alloh Ta'ala seperti segala yang terkait Ibadah, Hak Hamba Alloh terkait dengan tata pergaulan manusia yang terdiri 2 : aspek, yaitu Aspek Mu'amalah dan Aspek Mu'aqodah, serta Hak Jiwa (Akhlak/Budi pekerti) sifat / akhlak baik harus dibina, dimiliki, dikembangkan dan sifat / akhlak jelek harus dihindari, dibuang.
2.
Ilmu Akal
Ilmu Akal itu bersifat berdiri sendiri, yang melahirkan komposisi keseimbangan.
Ilmu Akal ini menurut beliau dibagi menjadi 3 tingkatan, yaitu :
1)
Tingkat Kesatu ialah Matematika dan Logika
2)
Tingkat
kedua ialah Ilmu Alamiah ( Aksi dan Reaksi Alam )
3)
Tingkat
ketiga, adalah Ilmu Teori tentang Realitas, berujung pada
ilmu Kenabian, Mukjijat, Teori Jiwa yang Suci.
ilmu Kenabian, Mukjijat, Teori Jiwa yang Suci.
Ilmu
memiliki banyak keutamaan, diantaranya:
1)
Ilmu adalah
amalan yang tidak terputus pahalanya sebagaimana dalam hadits: ”jika manusia
meninggal maka terputuslah amalnya, kecuali tiga perkara: shodaqoh jariahnya,
ilmu yang bermanfaat dan anak yang sholeh yang mendoakan kedua orang tuanya,”
(HR Bukhori dan Muslim)
2)
Menjadi saksi terhadap kebenaran sebagaimana
dalam firman Allah SWT: (Allah menyatakan bahwasanya tidak ada ilah yang berhak
disembah kecuali dia. Yang menegakkan keadilan. para malaikat dan orang berilmu
(juga menyatakan yang demikian itu,). (QS. Ali Imran 18)
3)
Allah
memerintahkan kepada nabinya Muhammad SAW untuk meminta ditambahkan ilmu
sebagaimana dalam firman Allah, (… dan katakanlah: Ya Rabb ku, tambahkanlah
kepadaku ilmu) (QS.Thahaa 114)
4)
Allah
mengangkat derajat orang yang berilmu. Sebagaimana firman Allah, (… Allah
mengangkat orang beriman dan memiliki ilmu diantara kalian beberapa derajat dan
Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan). (QS. Mujadilah 11)
5)
Orang berilmu adalah orang yang takut Allah
SWT, sebagaimana dalam firmannya: (…. sesungguhnya yang takut kepada Allah
diantara hambanya hanyalah orang-orangyang berilmu). (QS. Fathir 25).
6)
Ilmu adalah
anugerah Allah yang sangat besar, sebagaimana firman-Nya: (Allah
menganugerahkan al-hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al-Quran dan As-Sunnah)
kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia
benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang
berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah)). ( QS.
Al-Baqarah 269)
7)
Ilmu merupakan tanda kebaikan Allah kepada
seseorang ”Barang siapa yang Allah menghendaki kebaikan padanya, maka Allah
akan membuat dia paham dalam agama,” (HR Bukhari dan Muslim).
8)
Menuntut ilmu merupakan jalan menuju surga,
”Barang siapa yang menempuh suatu jalan dalam rangka menuntut ilmu maka Allah
akan memudahkan baginya jalan menuju surga,” (HR Muslim)
9)
Diperbolehkannya
”hasad” kepada ahli ilmu,”Tidak hasad kecuali dalam dua hal, yaitu terhadap
orang yang Allah beri harta dan ia menggunakannya dalam kebenaran dan orang
yang Allah beri hikmah lalu ia mengamalkannya dan mengajarkannya,” (HR Bukhari
)Malaikat akan membentangkan sayap terhadap penuntut ilmu,”Sesungguhnya para malaikat
benar-benar membentangkan sayapnya karena ridho atas apa yang dicarinya,” (HR.
Ahmad dan Ibnu majah).
C.
Kedudukan
Ulama dalam Islam
Tidak samar
bagi setiap muslim akan kedudukan ulama dan tokoh agama, serta tingginya
kedudukan, martabat dan kehormatan mereka dalam hal kebaikan mereka sebagai
teladan dan pemimpin yang diikuti jalannya serta dicontoh perbuatan dan
pemikiran mereka. Para ulama bagaikan lentera penerang dalam kegelapan dan
menara kebaikan, juga pemimpin yang membawa petunjuk dengan ilmunya, mereka
mencapai kedudukan al-Akhyar (orang-orang yang penuh dengan kebaikan) serta
derajat orang-orang yang bertaqwa.
Dengan
ilmunya para ulama menjadi tinggi kedudukan dan martabatnya, menjadi agung dan
mulia kehormatannya. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman: قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا
يَعْلَمُونَ Katakanlah, “Apakah sama orang-orang yang mengetahui
dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” (QS. az-Zumar: 9) Dan firman-Nya
Azza wa Jalla: يَرْفَعِ
اللَّهُ الَّذِينَ آَمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ Niscaya
Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat.”
(QS. al-Mujadilah: 11)
Diantara
keutamaannya adalah para malaikat akan membentangkan sayapnya karena tunduk
akan ucapan mereka, dan seluruh makhluk hingga ikan yang berada di airpun ikut
memohonkan ampun baginya. Para ulama itu adalah pewaris Nabi, dan sesungguhnya
para Nabi tidak mewariskan dinar tidak juga dirham, yang mereka wariskan
hanyala ilmu, dan pewaris sama kedudukannya dengan yang mewariskannya, maka
bagi pewaris mendapatkan kedudukan yang sama dengan yang mewariskannya itu. Di
dalam hadits Abi Darda radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa Sallam bersabda:
“Barangsiapa
yang meniti suatu jalan untuk menuntut ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya
jalan menuju surga. Sesungguhya para malaikat akan membuka sayapnya untuk orang
yang menuntut ilmu karena ridha dengan apa yang mereka lakukan. Dan
sesungguhnya seorang yang alim akan dimohonkan ampun oleh makhluk yang ada di
langit maupun di bumi hingga ikan yang berada di air. Sesungguhnya keutamaan
orang alim atas ahli ibadah seperti keutamaan bulan purnama atas seluruh
bintang.
Sesungguhnya
para ulama itu pewaris para Nabi. Dan sesungguhnya para Nabi tidak mewariskan
dinar tidak juga dirham, yang mereka wariskan hanyalah ilmu. Dan barangsiapa
yang mengambil ilmu itu, maka sesungguhnya ia telah mendapatkan bagian yang
paling banyak.” (Shahih, HR Ahmad (V/196), Abu Dawud (3641), at-Tirmidzi
(2682), Ibnu Majah (223) dan Ibnu Hibban (80/al-Mawarid).
Para ulama
telah mewarisi ilmu yang telah dibawa oleh para Nabi, dan melanjutkan peranan
dakwah di tengah-tengah umatnya untuk menyeru kepada Allah dan ketaatan
kepada-Nya. Juga melarang dari perbuatan maksiat serta membela agama Allah.
Mereka berkedudukan seperti rasul-rasul antara Allah dan hamba-hamba-Nya dalam
memberi nasehat, penjelasan dan petunjuk, serta untuk menegakkan hujjah,
menepis alasan yang tak berdalih dan menerangi jalan. Muhammad bin al-Munkadir
berkata, “Sesungguhnya orang alim itu perantara antara Allah dan
hamba-hamba-Nya, maka perhatikanlah bagaimana dia bisa masuk di kalangan
hamba-hamba-Nya.”
Sufyan bin
‘Uyainah berkata, “Manusia yang paling agung kedudukannya adalah yang menjadi
perantara antara Allah dengan hamba-hamba-Nya, yaitu para Nabi dan ulama.” Sahl
bin Abdullah berkata, “Barangsiapa yang ingin melihat majlisnya para Nabi, maka
hendaklah dia melihat majelisnya para ulama, dimana ada seseorang yang datang
kemudian bertanya, ‘Wahai fulan apa pendapatmu terhadap seorang laki-laki yang
bersumpah kepada istrinya demikian dan demikian?’ Kemudian dia menjawab,
‘Istrinya telah dicerai.’ Kemudian datang orang lain dan bertanya, ‘Apa
pendapatmu tentang seorang laki-laki yang bersumpah pada istrinya
demikian-demikian?’ Maka dia menjawab, ‘Dia telah melanggar sumpahnya dengan
ucapannya ini.’ Dan ini tidak dimiliki kecuali oleh Nabi atau orang alim. (maka
cari tahulah tentang mereka itu).” Maimun bin Mahran berkata, “Perumpamaan
seorang alim disuatu negeri itu, bagaikan mata air yang tawar di negeri itu.”
Jikalau
para ulama memiliki kedudukan dan martabat yang tinggi seperti itu, maka wajib
atas orang-orang yang awam untuk menjaga kehormatan serta kemuliaannya. Dari
Ubadah bin Ashomit radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa Sallam bersabda, “Bukan termasuk umatku orang yang tidak memuliakan orang
yang lebih tua, tidak menyayangi yang lebih muda, dan tidak tahu kedudukan
ulama.” Dan di antara hak para ulama adalah mereka tidak diremehkan dalam hal
keahlian dan kemampuannya, yaitu menjelaskan tentang agama Allah, serta
penetapan hukum-hukum dan yang semisalnya dengan mendahului mereka, atau
merendahkan kedudukannya, serta sewenang-wenang dengan kesalahannya, juga
menjauhkan manusia darinya atau perbuatan-perbuatan yang biasa dilakukan oleh
orang-orang jahil yang tidak tahu akan kedudukan dan martabat para ulama.
Satu hal
yang sudah maklum bagi setiap orang, bahwa mempercayakan setiap cabang-cabang
ilmu tidak dilakukan kecuali kepada para ahli dalam bidangnya. Jangan meminta
pendapat tentang kedokteran kepada makanik, dan jangan pula meminta pendapat
tentang senibena kepada para dokter, maka janganlah meminta pendapat dalam
suatu ilmu kecuali kepada para ahlinya. Maka bagaimana dengan ilmu syariah,
pengetahuan tentang hukum-hukum dan fiqh kontemporer? Bagaimana kita meminta
pendapat kepada orang yang tidak terkenal alim mengenainya dan tidak pula punya
kemampuan memahaminya jauh sekali sebagai ulama yang mujtahid dan para imam yang
kukuh ilmunya serta ahli fiqh yang memiliki keupayaan sebagai ahli istimbath?
Allah Ta’ala berfirman: "Dan apabila sampai kepada mereka suatu berita
tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka (langsung) menyiarkannya, (padahal)
apabila mereka menyerahkannya kepada Rasul dan ulil amri di antara
mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat)
mengetahuinya (secara resmi) dari mereka (Rasul dan ulil amri). Sekiranya bukan
karena karunia dan rahmat Allah kepadamu, tentulah kamu mengikuti setan,
kecuali sebagian kecil saja (di antara kamu). (QS. an-Nisa`: 83)
Dan yang
dimaksud dengan Ulil Amri dalam ayat ini adalah para ulama yang 'Alim dan
cermat dalam beristimbath hukum-hukum syariat baik dari kitab maupun sunnah,
karena nash-nash yang jelas tidaklah cukup untuk menjelaskan seluruh
permasalahan kontemporer dan hukum-hukum terkini, dan tidaklah begitu mahir
untuk beristimbath serta mengerluarkan hukum-hukum dari nash-nash kecuali para
ulama yang berkelayakan. Abul ‘aliyah mengatakan tentang makna “Ulil Amri”
dalam ayat ini, “Mereka adalah para ulama, tidakkah kamu tahu Allah berfirman,
‘(Padahal) apabila mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri di antara
mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat)
mengetahuinya (secara resmi) dari mereka (Rasul dan Ulil Amri)’.” Dari Qatadah,
“(Padahal) apabila mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri di antara
mereka”, dia mengatakan, “Kepada ulamanya.” “Tentulah orang-orang yang ingin
mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya (secara resmi) dari mereka
(Rasul dan Ulil Amri).”, tentulah orang-orang yang membahas dan menyelidikinya
mengetahui akan hal itu. Dan dari Ibu Juraij, “(Padahal) apabila mereka
menyerahkannya kepada Rasul” sehingga beliaulah yang akan memberitakannya “dan
kepada Ulil Amri” orang yang faqih dan faham agama. Al-Hafidz Ibnu Hajar
mengatakan dalam Fath al-Bari: Ibnu Attin menukil dari ad-Dawudi, bahwasanya
beliau menafsirkan firman Allah Ta’ala “Dan Kami turunkan az-Zikir (al-Qur`an)
kepadamu, agar engkau menerangkan kepada manusia apa yang telah diturunkan
kepada mereka.” An-Nahl : 44, berkata: Allah Ta’ala banyak menurunkan
perkara-perkara yang masih bersifat global, kemudian ditafsirkan oleh Nabi-Nya
apa-apa yang diperlukan pada waktu itu, sedangkan apa-apa yang belum terjadi
pada saat itu, penafsirannya di wakilkan kepada para ulama. Sebagaimana firman
Allah Ta’ala : (padahal) apabila mereka menyerahkannya kepada Rasul dan
ulil amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui
kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya (secara resmi) dari mereka. (QS.
an-Nisa`: 83) Al-’Allamah Abdurrahman bin Sa’di rahimahullahu menafsirkan ayat
ini: Ini merupakan pelajaran tentang adab dari Allah untuk para hamba-Nya,
bahwa perbuatan mereka tidak layak, maka sewajarnya bagi mereka, apabila ada
urusan yang penting, juga untuk kemaslahatan umum, yang berkaitan dengan
keamanan dan kebahagiaan kaum mukminin, atau ketakutan yang timbul dari suatu
musibah, maka wajib bagi mereka untuk memperjelas dan tidak tergesa-gesa untuk
menyebarkan berita itu, bahkan mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri
dikalangan mereka, yang ahli dalam hal pemikiran ilmu, dan nasehat , yang faham
akan permasalahan, kemaslahatan dan mafsadatnya.
Jikalau
mereka memandang pada penyebaran berita itu ada maslahat dan sebagai
penyemangat bagi kaum mukminin, yang membahagiakan mereka, serta dapat
melindungi dari musuh-musuhnya maka hal itu dilakukan, dan apabila mereka
memandang hal itu tidak bermanfaat, atau ada manfaatnya akan tetapi mudhorotnya
lebih besar dari manfaatnya maka tidak menyebarkan berita itu, oleh karena itu
Allah berfirman : “tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya
(akan dapat) mengetahuinya (secara resmi) dari mereka.” Yaitu: mengerahkan
pikiran dan pandangannya yang lurus serta ilmunya yang benar. Dan dalam hal ini
ada kaidah tentang etika (adab) yaitu: apabila ada pembahasan dalam suatu
masalah hendaknya di berikan kepada ahlinya dan tidak mendahului mereka, karena
itu lebih dekat dengan kebenaran dan lebih selamat dari kesalahan. Juga ada
larangan untuk tergesa-gesa menyebarkan berita tatkala mendengarnya, yang patut
adalah dengan memperhatikan dan merenungi sebelum berbicara, apakah ada
maslahat maka disebarkan atau mudharat maka dicegah. Selesai ucapan syaikh
rahimahullahu.
Dengan
penjelasan ini diketahui wahai teman-teman semua, bahwa perkara yang sulit dan
hukum-hukum yang kontemporer serta penjelasan hukum-hukum syariatnya tidak
semua orang boleh campur tangan dalam masalah itu, kecuali para ulama yang
memiliki bashirah dalam agama. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullahu
berkata, “Jabatan dan kedudukan tidaklah menjadikan orang yang bukan alim
menjadi orang yang alim, kalau seandainya ucapan dalam ilmu dan agama itu
berdasarkan kedudukan dan jabatan niscaya khalifah dan sulthan (pemimpin
negara) lebih berhak untuk berpendapat dalam ilmu dan agama. Juga dimintai
fatwa oleh manusia, dan mereka kembali kepadanya pada permasalahan yang sulit
difahami baik dalam ilmu ataupun agama.
Apabila
pemimpin negara saja tidak mengaku akan kemampuan itu pada dirinya, dan tidak
memerintahkan rakyatnya untuk mengikuti suatu hukum dalam satu pendapat tanpa
mengambil pendapat yang lain, kecuali dengan al-Qur`an dan as-Sunnah, maka
orang yang tidak memiliki jabatan dan kedudukan lebih tidak dianggap
pendapatnya.” Selesai ucapan Ibnu Taimiyah. Dan kita memohon kepada Allah
Ta’ala agar memberkati kita, dengan adanya para ulama, juga memberikan kita
manfaat dengan ilmu mereka, serta membalas mereka dengan sebaik-baik balasan.
Sesungguhnya Allah Maha mendengar dan mengabulkan permintaan.
|
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Sesungguhnya
Islam adalah syarat keselamatan di sisi Allah. Islam tidak tegak dan tidak akan
ada kecuali dengan ilmu. . Tidak ada cara dan jalan untuk mengenal Allah dan
sampai kepada-Nya kecuali dengan ilmu. Allah lah yang telah menunjukan jalan
yang paling dekat dan mudah untuk sampai kepada-Nya. Barangsiapa yang menempuh
jalan tersebut, tidak akan menyimpang dari tujuan yang dicita-citakannya.
Menuntut ilmu dalam Islam hukumnya wajib (fardhu). Para ahli fiqih
mengelompokannya dua bagian, yaitu 1). Fardhu ‘ain; dan 2). Fardhu kifayah.
Ilmu
memiliki banyak keutamaan, diantaranya:
1.
Ilmu adalah
amalan yang tidak terputus pahalanya.
2.
Menjadi
saksi terhadap kebenaran.
3.
Allah
memerintahkan kepada nabinya Muhammad SAW untuk meminta ditambahkan ilmu.
4.
Allah
mengangkat derajat orang yang berilmu.
5.
Orang
berilmu adalah orang yang takut Allah SWT.
6.
Ilmu adalah anugerah Allah yang sangat besar.
7.
Ilmu
merupakan tanda kebaikan Allah kepada seseorang.
8.
Menuntut ilmu merupakan jalan menuju surge.
9.
Diperbolehkannya
”hasad” kepada ahli ilmu.
10. Malaikat akan membentangkan sayap terhadap penuntut ilmu
|
|
Riyanto, Prof. 2010. Ceramah Kultum. Diakses pada
tanggal 21 Maret 2019 Hal 7.
Admin. 2013. Al-qur’an dan Hadits. Diakses pada
tanggal 21 Maret 2019. Hal 3-5.
Indra, Dodi. 2013. Keutamaan Ilmu. Diakses pada
tanggal 14 Maret 2019. Hal 6.
Monica. 2014. Kedudukan Ulama dalam Islam. Diakses
pada tanggal 14 Maret 2019. Hal 8-13.
No comments:
Post a Comment