1

loading...

Monday, April 8, 2019

MAKALAH MENGENAI HARTA


MAKALAH MENGENAI  HARTA 

A.PENDAHULUAN
1.      LATAR BELAKANG
Islam adalah agama yang sempurna, datang dengan mengatur hubungan antara Sang Khaliq (Allah SWT) dan makhluk dalam ibadah untuk membersihkan jiwa dan mensucikan hati. Dan Islam pun mengatur hubungan di antara sesama makhluk, sebagian mereka bersama sebagian yang lain, seperti jual beli, nikah, warisan, had dan yang lainnya agar manusia hidup bersaudara di dalam rasa damai, adil dan kasih saying. Kesempurnaan agama islam dapat dilihat dimana syariat islam diturunkan dalam bentuk yang umum dan mengglobal permasalahannya
ألْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإسْلامَ دِينًا
Artinya: “Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridai Islam itu jadi agama bagimu.” [Al-Maaidah:3]
Dalam masalah muamalah, al-Qur’an memberikan kaidah-kaidah umum agar manusia dapat mengembangkan berbagai transaksi dalam kehidupan umat manusia. Diantara pokok pembahasan bidang muammalah yang sangat urgen adalah mengenai harta, harta merupakan keperluan hidup yang sangat penting. Sebab harta adalah salah satu bentuk perhiasan kehidupan dunia. Dengan harta, manusia dapat memenuhi kebutuhannya sehari-hari mulai dari yang primer, sekunder, bahkan tersier sekalipun. Oleh karena harta pula lah akan terjadi interaksi sosial atau hubungan horizontal (manusia).Tidak ada larangan dalam mencari harta baik konvensional maupun syariah, semua sama-sama menganjurkan kepada manusia untuk mencari harta.
2.  RUMUSAN MASALAH
Apa pengertian Harta?
Seperti apa kedudukan harta bagi manusia dalam Al-qur’an?
Sebutkan pembagian-pembagian Harta?

  
B.PEMBAHASAN

1.      PENGERTIAN HARTA (AMWAL)                                        
Dalam  bahasa  Arab   harta   disebut   dengan   sebutan   al-mal. Berasal   dari   kata مَالَ- يَمِيْلُ- مَيْلاً   yang mempunyai arti condong, cenderung dan miring. Al-ma ljuga bisa disebut hal yang menyenangkan manusia, yang mereka pelihara baik itu dalam bentuk materi, maupun manfaat. Begitu berharganya sebuah harta sehingga banyak manusia yang cenderung ingin memiliki dan menguasai harta.Sedangkan menurut istilah syar’i harta diartikan sebagai segala sesuatu yang dimanfaatkan pada sesuatu yang legal menurut hukum syara’ (hukum islam), seperti jual-beli (al-bay), pinjam-meminjam (‘ariyah), konsumsi dan hibah atau pemberian. Beradasarkan pengertian tersebut. maka, segala sesuatu yang digunakan dan dimanfaatkan oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari disebut dengan harta. Seperti uang, tanah, rumah, kendaraan, perhiasan, perabotan rumah tangga, hasil peternakan, perkebunan, dan juga pakaian semuanya termasuk dalam kategori al-amwal.
Adapun secara istilah ahli fiqih, harta yaitu:
a. Menurut Ulama Hanafiyah, Segala sesuatu yang mempunyai nilai dan dapat dikenakan ganti rugi bagi orang yang merusak dan melenyapkannya.
b. Menurut Ulama Madzhab Maliki, Harta adalah hak yang melekat pada seseorang yang menghalangi orang lain untuk menguasainya dan sesuatu yang diakui sebagai hak milik secara ‘uruf (adat).
c. Menurut Ulama Madzhab Syafi’i, Harta adalah sesuatu yang bermanfaat bagi pemiliknya dan bernilai.
d. Menurut Ulama Madzhab Hambali, Harta adalah sesuatu yang mempunyai nilai ekonomi dan dilindungi undang-undang.

2.            PEMBAGIAN HARTA
Pembagian Harta Menurut Fuqaha ini dapat ditinjau dari beberapa segi. Harta terdiri dari beberapa bagian, tiap-tipa bagian memiliki ciri khusus dan hukumnya tersendiri, adapun pembagian jenis harta ini sebagai berikut :
1. Mal Mutaqawwin dan Ghair Mutaqawwin
a. Harta mutaqawwin, adalah semua harta yang baik jenisnya maupun cara memperoleh dan penggunaannya. Misalnya kerbau halal dimakan oleh umat Islam, tetapi kerbau tersebut disembelih tidak sah menurut syara’, misalnya dipukul, maka daging kerbau tidak bisa dimanfaatkan karena cara penyembelihannya batal menurut syara’.
b. Harta Ghair mutaqawwin, yakni tidak boleh diambil manfaatnya, baik jenisnya, cara memperolehnya maupun cara penggunaannya. Misalnya babi termasuk ghair mutaqawwin, karena jenisnya. Sepatu yang diperoleh dengan cara mencuri termasuk ghair mutaqawwin karena cara memperolehnya yang haram, Uang disambungkan untuk membangun cara pelacuran, termasuk harta ghair mutaqawwin karena penggunaannya itu.
2. Mal Mitsli dan Mal Qimi
a. Mal Mitsli, benda-benda yang ada persamaan dalam kesatuan-kesatuannya dalam arti dapat berdiri sebagiannya di tempat yang lain, tanpa ada perbedaan yang perlu dinilai.
b. Mal Qimi, benda-benda yang kurang dalam kesatuan-kesatuannya, karenanya tidak dapat berdiri sebagiannya di tempat yang lain, tanpa ada perbedaan yang dinilai.
c. Dengan perkataan lain, harta mitsli adalah harta yang jenisnya diperoleh di pasar (secara persis), dan qimi ialah harta yang jenisnya sulit didaptkan di pasar, bisa diperoleh, tapi jenisnya berbeda, kecuali dalam nilai harganya. Jadi, harta yang ada imbangannya (persamaannya) disebut mitsli dan harta yang tidak ada imbangannya secara tepat disebut qimi. Misalnya seorang pembeli senjata api akan kesulitan mencar imbangannya di Indonesia, bahkan mungkin tidak ada. Maka senjata api Rusia di Indonesia termasuk harta qimi, tetapi harta tersebut di Rusia termasuk harta mitsli karena barang ini tidak sulit untuk diperoleh. Harta yang disebut qimi dan mitsli bersifat amat relatif dan kondisional, artinya bisa saja di suatu tempat atau negara yang satu menyebutnya qimi dan ditempat lain menyebutnya sebagai jenis harta mitsli.
3. Harta Istihlak dan Harta Isti’mal
a. harta istihlak, terbagi menjadi 2 yaitu harta istihlak haqiqi dan istihlak huquqi. Harta istihlak haqiqi, adalah suatu benda yang menjadi harta yang secara jelas (nyata) zatnya habis sekali digunakan sedangkan harta istihlak huquqi yaitu suatu harta yang sudah habis nilainya bila sudah tidak digunakan, tetapi zatnya masih tetap ada. Misalnya uang yang dipakai untuk membayar utang, dipandang habis menurut hukum walaupun uang tersebut masih utuh, hanya pindah kepemilikannya.
b. harta isti’mal, yaitu sesuatu yang dapat digunakan berulang kali dan materinya tetap terpelihara. HArta isti’mal tidaklah habis sekali digunakan, tetapi dapat digunakan lama menurut apa adanya, seperti kebun, tempat tidur, pakaian, sepatu, dan lain sebagainya.
Perbedaan 2 jenis harta ini, yaitu harta istihlak habis satu kali digunakan sedangkan harta isti’mal tidak habis dalam satu kali pemanfaatan.
4. Harta Manqul dan Harta Ghair Manqul
a. Harta Manqul, segala harta yang dapat dipindahkan (bergerak) dari satu tempat ke tempat lain. Seperti emas, perak, perunggu, pakaian, kendaraan, dan lain sebagainya.
b. Harta Ghair Manqul, sesuatu yang tidak bisa dipindahkan dan dibawa dari satu tempat ke tempat lain. Seperti kebun, rumah, pabrik, sawah dan yang lainnya.
5. Harta ‘Ain dan harta Dayn
a. Harta ‘Ain, yaitu harta yang berbentuk benda, seperti rumah, pakaian, beras, jambu, kendaraan (mobil), dan yang lainnya. Harta ‘ain terbagi menjadi dua :
– harta ‘ain dzati qimah, yaitu suatu benda yang memiliki bentuk yang dipandang sebagai harta karena memiliki nilai.
– harta ‘ain ghayr dzati qimah, yaitu suatu benda yang tidak dapayt dipandang sebagai harta karena tidak memiliki harga, misalnya sepiji beras.
b. Harta dayn, sesuatu yang berada dalam tanggung jawab. Seperti uang yang berada dalam tanggung jawab seseorang.
Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa harta tidak dapat dibagi menjadi harta ‘ain dan dayn karena harta menurut hanafiyah ialah sesuatu yang berwujud, maka sesuatu yang tidak berwujud tidaklah dianggap sebagai harta, misalnya utang tidak dipandang sebagai harta tetapi utang menurut Hanafiyah adalah washfi al-dhimmah.
6. Mal al-‘ain dan mal al-naf’i (manfaat)
a. Harta ‘aini ialah suatu benda yang memiliki nilai dan berbentuk (berwujud), misalnya rumah, ternak dan lainnya.
b. Harta nafi’ ialah a’radl yang berangsur-angsur tumbuh menurut perkembangan masa, oleh karena itu mal al naf’i tidak berwujud dan tidak mungkin disimpan.
Syafi’iyah dan Hanabilah berpendapat bahwa harta ‘ain dan harta naf’i ada perbedaan dan manfaat dianggap sebagai harta mutaqawwin (harta yang dapat diambil manfaatnya) karena manfaat adalah sesuatu yang dimaksud dari pemilikan harta benda.
Hanafiyah berpendapat sebaliknya, bahwa manfaat dianggap bukan harta, karen manfat tidak berwujud, tidak mungkin untuk disimpan, maka manfaat tidak termasuk harta, manfaat adalah milik.
7. Harta Mamluk, Mubah, dan Mahjur
a. Harta mamluk, sesuatu yang masuk ke bawah milik, milik perorangan maupun milik badan hukum, seperti pemerintah dan yayasan.
b. Harta Mubah, sesuatu yang pada asalnya bukan milik seseorang, seperti air pada mata air, binatang burung darat, laut, pohon-pohon di hutan dan buah buahannya.
Tiap-tiap manusia boleh memiliki harta mubah sesuai dengan ketetapannya, orang yang mengambilnya akan menjadi pemiliknya sesuai dengan kaidah :
c. Harta Mahjur, sesuatu yang tidak dibolehkan dimiliki sendiri dan memberikan kepada orang lain menurut syari’at, adakalanya benda itu benda wakaf ataupun benda yang dikhususkan untuk masyarakat umum, seperti jalan raya, masjid-masjid, kuburan-kuburan, dan yang lainnya.
8. Harta yang dapat dibagi dan tidak dapat dibagi
a. Harta yang dapat dibagi, adalah harta yang tidak menimbulkan suatu kerugian atau kerusakan apabila harta itu dibagi-bagi, misalnya beras tepung dan yang lainnya.
b. Harta yang tidak dapat dibagi, adalah harta yang menimbulkan suatu kerugian atau kerusakan apabila harta tersebut dibagi-bagi, misalnya gelas, kursi, meja, mesin, dan yang lainnya.
9. Harta Pokok dan Harta Hasil (buah)
Harta pokok adalah “harta yang mungkin darinya terjadi harta lain”. sedangkan harta hasil (samarah) ialah ” harta yang terjadi dari harta yang lain”. Pokok harta bisa juga disebut modal misalnya uang, emas dan lainnya, contoh harta pokok dan harta hasil adalah bulu domba dihasilkan dari domba, maka domba merupakan harta pokok dan bulunya merupakan harta hasil, atau kerbau yang beranak, anaknya dianggap sebagai harta hasil dan induknya yang melahirkannya disebut harta pokok.
10. Harta Khas dan Harta ‘am
a. Harta Khas, yaitu harta pribadi, tidak bersekutu dengan harta lain, tidak boleh diambil manfaatnya tanpa disetujui pemiliknya.
b. Harta ‘am, harta milik umum (bersama) yang boleh diambil manfaatnya.
Harta yang dapat dikuasai (ikhraj) terbagi menjadi dua bagian yaitu sebagai berikut :
– harta yang termasuk milik perseorangan.
– harta-harta yang tidak dapat termasuk milik perseorangan.
Harta yang dapat menjadi milik perseorangan, ada dua macam yaitu :
– Harta yang bisa menjadi milik perorangan, tetapi belum ada sebab pemilikan, misalnya buruan binatang buruan di hutan.
– Harta yang bisa menjadi milik perorangan, adalah harta yang menurut syara tidak boleh dimiliki sendiri, misalnya sungai, jalan raya dan yang lainnya.

3.            FUNGSI HARTA
Harta dipelihara oleh manusia karena manusia membutuhkan manfaat harta tersebut. Fungsi harta amat banyak, baik kegunaan dalam hal baik, maupun kegunaan dalam hal jelek. Diantara sekian banyak fungsi harta antara lain sebagai berikut :
1. Berfungsi untuk menyempurnakan pelaksanaan ibadah yang khas (muamalah), sebab untuk ibadah diperlukan alat-alat, seperti kain untuk menutup aurat dalam pelaksanaan shalat, bekal untuk melaksanakan ibadah haji, berzakat, shadaqah, hibbah dan yang lainnya.
2. Untuk meningkatkan keimanan (ketakwaan) kepada Allah, sebab kefakiran kerap mendekatkan diri kepada kekufuran sehingga pemilikan harta dimaksudkan untuk meningkatkan ketakwaan kepada Allah.
3. Untuk meneruskan kehidupan dari satu periode ke periode berikutnya. Allah Swt., berfirman “Dan hendaklah takut kepada Allah orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar“. (Q.S. AN-nisa : 9)
4. Untuk menyelaraskan (menyeimbangkan) antara kehidupan dunia dan akhirat. Rasulullah Saw.,bersabda : “Bukanlah orang yang baik, yang meninggalkan masalah dunia untuk masalah akhirat, dan yang meninggalkan, masalah akhirat untuk urusan dunia, sehingga seimbang di antara keduanya, karena masalah dunia adalah menyampaikan manusia kepada masalah akhirat” (H.R. Al-bukhari).
5. Untuk mengembangkan dan menegakkan ilmu-ilmu, karena mneuntut ilmu tanpa modal akan terasa sulit, misalnya sesorang tidak bisa kuliah diperguruan tinggi, bila ia tidak memiliki biaya.
6. Untuk memutarkan (mentasharuf) peranan-peranan kehidupan yakni adanya pembantu dan tuan. Adanya orang kaya dan miskin yang saling membutuhkan sehingga tersusunlah masyarakat yang harmonis dan berkecukupan.
7. Untuk menumbuhkan silaturrahim, karena adanya perbedaan dan keperluan, misalnya Ciamis merupakan daerah penghasil Galendo, Bandung merupakan daerah penghasil kain, makan orang Bandung yang membutuhkan Galendo akan membeli produk orang ciamis tersebut dan begitupun sebaliknya. Dengan begitu terjadilah interaksi dan komunikasi silaturrahim dalam rangka saling mencukupi kebutuhan. Oleh karena itu, perputaran harta dianjurkan Allah dalam Al-qur’an :
“Supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antaramu” (Q.S. Al-Hasyr : 7).

C.PENUTUP
1.            KESIMPULAN
Arti kata harta dalam bahasa Arab ialah al-mal yang maknanya condong, cenderung dan miring. Sedangkan menurut istilah syar’i harta diartikan sebagai segala sesuatu yang dimanfaatkan pada sesuatu yang legal menurut hukum syara’, seperti jual-beli (al-bay), pinjam-meminjam (‘ariyah), konsumsi dan hibah atau pemberian.
Harta memiliki kedudukan dalam kehidupan manusia sebagaimana yang terdapat dalam ayat-ayat Al-qur’an: harta sebagai amanah (titipan) dari allah SWT, manusia hanyalah pemegang amanah (dalam surat Al-Hadid ayat 7), harta sebagai perhiasan hidup yang memungkinkan manusia menikmatinya dengan baik dan tidak berlebih-lebihan ( dalam surat Ali Imran ayat 14), harta sebagai ujian keimanan (dalam surat At-Taghabun ayat 15).
Dalam harta pun ada beberapa pembagian harta menurut jenis, bentuk dan pemanfa’atannya, diantaranya : . Pertama, menjelaskan harta dilihat dari segi wujud atau bentuknya harta. Bentuk harta terbagi menjadi dua, yaitu berupa‘ain (benda atau barang) dan manaafi’ (manfaat). kedua, berdasarkan boleh tidaknya untuk memanfaatkan harta dibagi menjadi mutaqawwim dan ghairul mutaqawwim. Sedangkan yang ketiga, harta dilihat dari sisi ada atau tidaknya persamaan dari harta tersebut di pasaran, terbagi menjadi mitsli dan qiimi.
2.            KRITIK DAN SARAN
Semoga kita dapat mengetahui tentang harta dan dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari karena sebagian orang masih ada yang tidak mengetahui akan harta, kedudukan harta bagi manusia dan pembagian harta, agar mereka yang belum tahu menjadi paham akan arti harta dalam kehidupan dan harta juga bukanlah yang utama untuk dicari atau dimiliki selamanya karena ketika manusia mati akan meninggalkan hartanya tidak dibawa kealam kubur satu persen pun, kecuali mereka atau orang yang memanfa’atkan harta dengan sebaik-baiknya demi kemajuan syariat Islam, atau tidak melanggar aturan harta dalam hukum syara’.



DAFTAR PUSTAKA
Syaikh Muhammad bin Ibrahim At-Tuwaijri, Ringkasan Fiqh Islam (4) Bab Muamalah terjemahan 2009
Annisa Rochimah,  http://tentangharta.blogspot.co.id/2014/03/fiqih-muamalah.html


No comments:

Post a Comment