1

loading...

Friday, April 19, 2019

MAKALAH MODEL PEMBELAJARAN AKIDAH AKHLAK


MAKALAH MODEL PEMBELAJARAN AKIDAH AKHLAK

BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Akidah Akhlak merupakan pendidikan yang sangat penting untuk para siswa agar dapat mencerminkan dan menanamkan akhlak yang mulia didalam jiwa siswa dalam masa pertumbuhannya. Dalam dunia pendidikan yang sangat berperan adalah pendidiknya (guru) untuk memberikan bimbingan dan arahan kepada peserta didiknya sehingga anak mampu mengaplikasikan dengan baik. “Pendidikan Islam bertugas mempertahankan, menanamkan, dan mengembangkan kelangsungan berfungsinya nilai-nila Islami yang bersumber dari kitab suci Al- Qur’an dan al-hadits”. Pendidikan Islam secara optimal harus mampu mendidik peserta didik agar mempunyai kedewasaan atau kematangan dalam beriman, bertakwa serta mengamalkan hasil pendidikan yang diperoleh sehingga menjadi pemikir sekaligus pengamat ajaran Islam seiring dengan perkembangan zaman.
Pendidikan dasar dan pendidikan menengah  dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah”. Peningkatan kualitas pendidikan dan pembelajaran dapat dilakukan dengan tiga hal, yaitu: (1) melakukan manajemen yang transparan , partisifatif, dan akuntabel (2) melaksanakan pembelajaran yang aktif, inovatif, dan kreatif, efektif, dan menyenangkan dan (3) meningkatkan peran serta masyarakat.
Dalam suatu pembelajaran ada beberapa komponen yang harus diperhatikan oleh guru untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran diantaranya strategi, pendekatan, model, metode, maupun tekhnik serta taktik dalam pembelajaran. Begitu pula dalam pembelajaran Aqidah akhlak sangat penting untuk guru memperhatikan beberapa aspek komponen tersebut. Secara khususnya pada makalah ini akan dibahas mengenai model pembelajaran yang dapat diterapkan dalam mata pelajaran aqidah Akhlak.

B.  Rumusan Masalah
1.    Apa Pengertian Model Pembelajaran Akidah Akhlak?
2.    Apa Saja Macam-macam Model Pembelajaran Akidah Akhlak?
C.  Tujuan Penulisan
1.    Untuk Mengetahui Pengertian Pembelajaran Akidah Akhlak
2.    Untuk Mengetahui Macam-macam Model Pembelajaran Akidah Akhlak

BAB II
PEMBAHASAN
A.  Pengertian Model Pembelajaran Akidah Akhlak
Istilah model dapat diartikan sebagai tampilan grafis, prosedur kerja yang teratur atau sistematis, serta mengandung pemikiran bersifat uraian atau penjelasan. Model adalah suatu abstarksi yang dapat digunakan untuk membantu memahami sesuatu yang tidak bisa dilihat atau dialami secara langsung. Dari penjelasan diatas  menunjukkan bahwa suatu model pembelajaran menyajikan bagaimana suatu pembelajaran dibangun atas dasar teori-teori seperti belajar, pembelajaran, psikologi, komunikasi, sistem, dan Model bisa menjadi saran untuk menerjemahkan teori kedalam dunia konkrit untuk diaplikasikan dalam praktek.
Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar yang meliputi guru dan siswa yang saling bertukar informasi. Pembelajaran juga pada hakekatnya adalah usaha sadar dari seorang guru untuk membelajarkan peserta didiknya (mengarahkan intraksi peserta didik dengan sumber belajar lainnya) agar tercapainya tujuan yang di harapkan. Dari pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwasanya pembelajaran merupakan intraksi dua arah dari seorang guru dan peserta didik. Keduanya terjadi komunikasi (transfer) yang nyata dan terarah menuju pada suatu target yang telah ditetapkan.
Jadi Model pembelajaran Akidah Akhlak adalah pola atau rencana yang dapat digunakan untuk mengoperaasikan kurikulum, Merancang materi pembelajaran dan untuk membimbing belajar dalam seting kelas atau toturial dalam menyiapkan dan memberi pengalaman belajar peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, dan mengimani Allah dan merealisasikannya dalam perilaku akhlak mulia dalam kehidupan sehai-hari.
Pemilihan strategi dan model pembelajaran yang tepat sangat mempengaruhi tingkat keberhasilan dalam mencapai tujuan pembelajaran dikelas. Kecerdasan guru dalam mendesain strategi  atau model pembelajaran akan menjadi daya tarik tersendiri bagi penumbuhan minat peserta didik.
Dan apabila antara pendekatan, strategi, metode, teknik dan bahkan taktik pembelajaran sudah terangkai menjadi kesatuan yang utuh maka model pembelajaran itu sudah bisa dikatakan sudah berhasil.[1]

B.  Macam-macam Akidah Akhlak
Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 51 ayat 1 menyebutkan bahwa : “pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar dan pendidikan menengah  dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah”. Peningkatan kualitas pendidikan dan pembelajaran dapat dilakukan dengan tiga hal, yaitu: (1) melakukan manajemen yang transparan , partisifatif, dan akuntabel (2) melaksanakan pembelajaran yang aktif, inovatif, dan kreatif, efektif, dan menyenangkan dan (3) meningkatkan peran serta masyarakat.
Sebagaimana yang kita ketahui bersama bahwa dunia adalah dunia nyata, untuk itu pembelajaran yang dilakukan dikelas awal hari aktual , dekat dengan dunia anak, dekat dengan lingkungan alamiah yang dialami anak, dan dilakukan dalam suasana yang menenangkan. Dalam kehidupan sehari-hari, anak tidak pernah melihat adanya hal yang terpisah-pisah satu sama lain, sehingga dalam melaksankan pembelajaran dikelas awal, pembelajaran lebih berhasil kalau dapat menggabungkan kajian beberapa mata pelajaran dalam satu tema.
Peserta didik yang berada pada sekolah dasar kelas I,II, Dan III berada pada rentangan usia dini. Pada umumnya tingkat perkembangan masih melihat segala sesuatu sebagai satu keutuhan (holistik) serta mampu memahami hubungan antara konsep secara sederhana. Proses pembelajaran masih bergantung kepada objek-objek konkrit dan pengalaman yang dialami secara langsung.
Permasalahan menunjukkan bahwa kesiapan bersekolah sebgaian besar peserta didik kelas awal sekolah dan diindonesia cukup rendah. Sementara itu, hasil penelitan menunjukkan bahwa peserta didik yang telah masuk Taman kanak-kanak memiliki kesiapan bersekolah lebih baik dibanding dengan peserta didik yang tidak mengikuti pendidikan Taman Kanak-kanak. Selain itu, perbedaan pendektan, model, dan prinsip-prinsip pembe104lajaran antara kelas satu dan dua sekolah dasar dengan pendidikan pra-sekolah dapat juga menyebabkan peserta didik yang telah mengikuti pendidikan pra-sekolah dapat saja mengulang kelas atau bahkan putus sekolah.[2]
Macam-Macam Model Pembelajaran Akidah Akhlak sebagai berikut:        
1.    Model Pembelajaran Tematik
Atas dasar pemikiran diatas dan dalam rangka implementasi standar isi yang temuat dalam Standar Nasional Pendidikan, maka pembelajaran akidah akhlak pada kelas awal sekolah dasar yakni kelas satu, dua, tiga lebih sesuai jika dikeola dalam pembelajaran terpadu melalui pendekatan pembelajaran tematik.
Pembelajaran Tematik adalah suatu startegi pemeblajaran yang melibatkan beberapa mata pelajaran untuk memberikan pengalaman yang bermakna kepada siswa.
Implementasi pembelajaran tematik memberikan banyak keuntungan, diantaranya:
(1)     Siswa mudah memusatkan perhatian pada suatu tema tertentu
(2)     Siswa mampu mempelajari pengetahuan dan mengembangkan berbagai kompetensi dasar antara mata pelajaran dalam tema yang sama.
(3)     Pemahaman terhadap materi pelajaran lebih mendalam dan berkesan
(4)     Kompetensi dasar dapat dikembangkan lebih baik dengan mengaitkan mata pelajaran lain dengan pengalaman pribadi siswa
(5)     Siswa mampu lebih merasakan manfaat dan makna belajar karena materi yang disajikan dalam kontes tema yang jelas
(6)     Siswa lebih bergairah belajar karena dapat berkomunikasi dalam situasi yang nyata, untuk mengembangkan suatu kemampuan dalam satu mata pelajaran sekaligus mempelajari mata pelajaran lainnya
(7)     Guru dapat menghemat waktu karena mata pelajaran yang disajikan secara tematik dapat dipersiapkan sekaligus dan diberikan dalam dua atau tiga pertemuan, waktu selebih yang dapat diguankan untuk kegiatan remedial, pemantapan atau pengayaan.
Disamping model pembelajaran tematik sebagaimana yang diuraikan diatas, anda dapat juga menggunakan beberapa model pembelajaran yang lainnya. Dalam mengimplementasikan kurikulum berbasis kompetensi, E. Mulyasa (2003) mengemukakan lima model pembelajaran yang dianggap sesuai dengan tuntunan kurikulum berbasis kompetensi, yaitu: (1) Pembelajaran Kontekstual (Contextual teaching and learning), (2) Bermain peran (Role Playing), (3) Pembelajaran Partisipatif (participative teaching and learning), (4) Belajar Tuntas (Mastery learning), (5) Pembelajaran Dengan Modul (modular instruction), sementara itu, Gulo (2005) memandang pentingnya strategi pembelajaran inkuiri (inquiry).[3]
Di bawah ini akan diuraikan secara singkat dari masing-masing model pembelajaran tersebut.
                  
2.    Model  Pembelajaran Kontestual (Contekstual Teaching Learning)
Pembelajaran Kontestual (Contekstual Teaching Learning) atau biasa disingkat CTL merupakan konsep pembelajaran yang menekankan pada keterkaitan antara materi pembelajaran dengan dunia kehidupan nyata, sehingga peserta didik mampu menghubungkan dan menerapkan kompetensi hasil belajar dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam pembelajaran kontekstual, tugas guru adalah memberikan kemudahan belajar kepada peserta didik, dengan menyediakan berbagai sarana dan sumber belajar yang memadai. Guru bukan hanya menyampaikan materi pembelajaran yang berupa hapalan, tetapi mengatur lingkungan dan strategi pembelajaran yang memungkinkan peserta didik belajar.
Dengan pembelajaran mengutip pemikiran Zahorik, E.Mulyasa (2003) mengemukakan elemen yang harus diperhatikan dalam pembelajaran kontestual, yaitu:
a.         Pembelajaran harus memperhatikan pengetahuan yang sudah dimiliki oleh peserta didik.
b.        Pembelajaran dimulai dari keseluruhan (global) menuju bagian-bagian nya secara khusus (dari umum kekhusus)
c.         Pembelajaran harus ditekankan pada pemahaman, dengan cara: (a) menyusun konsep sementara , (b) melakukan sharing untuk memperoleh masukan dan tanggapan dari orang lain, dan (c) merevisi dan mengembangkan konsep.
d.        Pembelajaran ditekankan pada upaya mempraktekkan secara langsung apa-apa yang dipelajari.
e.         Adanya refleksi terhadap strategi pembelajaran dan pengembangan pengetahuan yang dipelajari.
                                              
3.    Model Pembelajaran Bermain Peran (Role Playing)
Bermain peran merupakan salah satu model pembelajaaran yang diarahkan pada upaya pemecahan masalah-masalah yang berkaitan dengan hubungan antar manusia (interpersonal realitionship), terutama yang menyangkut kehidupan peserta didik. Pengalaman belajar yang diperoleh dari metode ini meliputi, kemampuan kerjasama, komunikatif, dan menginterprestasikan suatu kejadian.
Melalui bermain peran, peserta didik mencoba mengeksplorasi hubungan-hubungan antar manusia dengan cara memperagakan dan mendiskusikannya, sehingga secara bersama-sama para peserta didik dapat mengeksplorasi perasaan-perasaan, sikap-sikap, nilai-nilai, dan berbagai strategi pemecahan masalah.
Dengan mengutip dari Shaftel, (E.Mulyasa, 2003) mengemukakan tahapan pembelajaran bermain peran meliputi:
a.         Menghangatkan suasana dan memotivasi peserta didik
b.         Memilih peran
c.         Menyiapkan pengamatan
d.        Menyusun tahap-tahap peran
e.         Menyiapkan pengamatan
f.         Tahap pemeranan
g.        Diskusi dan evaluasi tahap diskusi dan evaluasi tahap I
h.        Pemeran ulang
i.          Diskusi dan evaluasi tahap ii
j.          Membagi pengalaman dan pengambilan keputusan[4]
                                                                                     
4.    Model Pembelajaran Partisipatif (Participative Teaching and Learning)
Pembelajaran Partisipatif (Participative Teaching and Learning) merupakan model pembelajaran dengan melibatkan peserta didik secara aktif dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran. Dengan meminjam pemikiran knowles, (E.Mulyasa, 2003) menyebutkan indikator pembelajaran partisifatif, yaitu:
a.         Adanya keterlibatan emosional dan mental peserta didik
b.        Adanya kesediaan peserta didik untuk memberikan kontribusi dalam pencapaian tujuan
c.         Dalam kegiatan belajar terdapat hal yang menguntungkan peserta didik pengembangan pembelajaran partisipatif dilakukan dengan prosedur berikut:
a.       Menciptakan suasana yang mendorong peserta didik siap belajar
b.      Membantu peserta didik menyusun kelompok, agar siap belajar dan membelajarkan
c.       Membantu peserta didik untuk mendiagnosis dan menemukan kebutuhan belajarnya
d.      Membantu peserta didik menyusun tujuan belajar
e.       Membantu peserta didik merancang pola-pola pengalaman belajar
f.       Membantu peserta didik melakukan kegiatan belajar
g.      Membantu pesrta didik melakukan evaluasi diri terhadap proses dan hasil belajar.
     
5.    Model Pembelajaran Belajar Tuntas (Mastery Learning)
Pembelajaran Belajar Tuntas berasumsi bahwa didalam kondisi yang tepat semua peserta didik mampu belajar dengan baik, dan memperoleh hasil yang maksimal terhadap seluruh materi yang dipelajari. Agar semua peserta didik hasil belajar secara maksimal, pembelajaaran harus dilakuakan dengan sistematis. Kesistematiasan akan tercermin dari strategi pembelajaran yang dilaksanakan, terutama mengorganisir tujuan dan bahan belajar, melaksankan evaluasi dan memberikan bimbingan terhadap peserta didik yang telah ditetapkan.
Tujuan pembelajran harus diorganisir secara spesifik untuk memudahkan pengecekan hasil belajar, bahan perlu dijabarkan menjadi satuan-satuan belajar tertentu, dan pengusasaan bahan yang lengkap untuk semua tujuan setiap satuan belajar dituntut dari para peserta didiksebelum proses belajar melangkah pada tahap berikutnya.
Evaluasi yang dilaksankan setelah peserta didik menyelesaikan suatu kegiatan belajar tertentu merupakan dasar untuk memperoleh balikan (feedback). Tujuan evaluasi adalah memperoleh informasi tentang pencapaian tujuan dan penguasaan bahan oleh peserta didik. Hasil evaluasi digunakan untuk menentukan dimana dan dalam hal apa para  peserta didik perlu memperoleh bimbingan dalam mencapai tujuan, dan menguasai bahan belajar secara maksimal (belajar tuntas).
Strategi belajar tuntas dapat dibedakan dari pengajaran non belajar tuntas dalam hal berikut:
a.         Pelaksanaan secara teratur untuk memperoleh balikan terhadap bahan yang dianjurkan sebagai alat untuk mendiagnosakan kemajuan (diagnostic progresstest)
b.         Peserta didik baru dapat melangkah pada pelajaran berikutnya setelah iya benar-benar menguasai bahan pelajaran sebelunya sesuai dengan patokan yang telah ditentukan
c.         Pelayanan bimbingan dan konseling terhadap peserta didik yang gagal mencapai taraf penguasaan penuh, melalui pengajaran remedial (pengajaran korektif).
Strategi belajar tuntas dikembangkan oleh Bloom, meliputi tiga bagian, yaitu:
a.         Mengidentifikasi pra-kondisi
b.         Membangun prosedur operasional dan hasil belajar
c.         Implementasi dalam pembelajaran klasik dengan memberikan “bumbu” untuk menyesuaikan dengan kemampuan individual, yang meliputi: (1) crroective technique yaitu semacam pengajaran remedial, yang dilakukan memberikan pengajaran terhadap tujuan yang gagal dicapai peserta didik, dengan prosedur dan metode yang berbeda dari sebelumnya dan (2) memberikan tambahan waktu kepada peserta didik yang membutuhkan (sebelum menguasai bahan secara tuntas).

Di samping implementasi dalam pembelajaran secara klasikal, belajar tuntas banyak diimplementasikan dalam pembelajaran individual. Sistem belajar tuntas mencapai hasil yang optimal ketika ditunjang oleh sejumlah media, baik hardware maupun software, termasuk penggunaan komputer (internet) untuk mengefektifkan proses belajar.[5]                                                         
6.    Model Pembelajaran Dengan Modul (Modular Instruction)
Modul adalah suatu proses pembelajaran mengenai sesuatu satuan bahasan tertentu yang disusun secara sistematis, oprasional dan terarah untuk digunakan oleh peserta didik, disertai dengan pedoman penggunaannya untuk para guru.
Pembelajaran dengan sistem modul memiliki karaktristik sebagai berikut:
a.       Setiap modul harus memberikan informasi dan petunjuk pelaksanaa yang jelas tentang apa yang harus dilakukan oleh pesetra didik, bagimana melakukan dan sumber belajar apa yang harus digunakan.
b.      Modul menyiapkan pembelajaran individual, sehingga mengupayakan untuk melibatkan sebanyak mungkin karakteristik perserta didik. Dalam setiap modul harus: (1) memungkinkan peserta didik mengalami kemajuan belajar sesuai dengan kemampuannya, (2) memungkinkan peserta didik mengukur kemajuan belajar yang telah diperoleh dan (3) memfokuskan pesrta didik pada tujuan pembelajaran yang spesifik dan dapat diukur.
c.       Pengalaman belajar dalam modul disediakan untuk membantu peserta didik mencapai tujuan pembelajaran seefektif dan seefisien mungkin, serta memungkinkan peserta didik untuk melakukan pembelajaran secara aktif, tidak sekedar membaca dan mengengar tapi lebih dari itu, modul memberikan kesempatan untuk bermian peran (role playing), simulasi dan berdiskusi,
d.      Materi pembelajaran disajikan secara logis dan sistematis, sehingga peserta didik dapat mengetahui kapan dia memulai dan mengakhiri suatu modul, serta tidak menimbulkan pertanyaan mengenai apa yang harus dilakukan atau dipelajari.
e.       Setiap modul memiliki mekanisme untuk mengukur pencapaian tujuan belajar peserta didik, terurtama untuk memberikan  umpan balik bagi peserta didik dalam mencapai ketuntasan belajar.
Pada umumnya pembelajaran dengan sistem modul akan melibatkan beberapa komponen, diantaranya:
a.    Lembar kegiatan peserta didik
b.    Lembar kerja
c.    Kunci lembar kerja
d.   Lembar soal
e.    Lemar jawaban
f.     Kunci jawaban
Komponen-komponen tersebut dikemas dalam format modul, sebagai berikut:
a.    Pendahuluan: yang berisi deskripsi umum, seperti materi yang disajikan, pengetahuan, keterampilan dan sikap yang akan dicapai setelah belajar, termasuk kemampuan awal yang harus dimiliki untuk mempelajari modul tersebut.
b.    Tujuan pembelajaran: berisi tujuan pembelajaran khusus yang harus dicapai peserta didik, setelah mempelajari modul. Dalam bagian ini dimuat pula tujuan terminal dan tujuan akhir, serta kondisi untuk mencapai tujuan.
c.    Tes Awal, yang digunakan untuk menetapkan posisi peserta didik dan mengetahui kemampuan awalnya, untuk menentukan darimana ia harus memulai belajar , dan apakah perlu untuk mempelajari atau tidak modul tersebut.
d.   Pengalaman Belajar, yang berisi rincian materi untuk setiap tujuan pembelajaran khusu, diikuti dengan penelitian formatif sebagai balikan bagi peserta didik tentang tujuan belajar yang dicapaimnya.
e.    Sumber Belajar, berisi tentang sumber-sumber belajar yang dapat ditelusuri dan digunakan oleh peserta didik.
f.     Tes Akhir, instrumen yang digunakan dalam tes akhir sama dengan yang digunakan pada tes awal, hanya lebih difokuskan pada tujuan terminal setiap modul.
Tujuan  utama guru dalam pembelajaran sistem modul adalah mengorganisasikan dan mengatur proses belajar, anatar lain: (1) menyiapkan situasi pembelajaran yang kondusif, (2) membantu peserta didik yang mengalami kesulitan dalam memahami isi modul atau pelaksanaan tugas, melaksanakan penelitian terhadap setiap peserta didik
7.    Model Pembelajaran Inkuiri
Pembelajaran inkuiri merupakan kegiatan pembelajaran yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki sesuatu (benda, manusia atau peristiwa) secara sistematis, kritis, logis, analitis sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan percaya diri.
Kondisi-kondisi umum yang merupakan syarat bagi timbulnya kegiatan inkuiri bagi siswa , yaitu:
a.    Aspek sosial didalam kelas dan suasana bebas-terbuka dan permisif yang mengandung siswa berdiskusi.
b.    Berfokus pada hipotesis yang perlu diuji kebenarannya
c.    Penggunaan fakta sebagai evidensi dan didalam proses pembelajaran dibicarakan validitas dan relibilitas tentang fakta, sebagaimana lazimnya dalam pengujian hepotesis
Proses inkuiri dilakukan melalui tahpan-tahapan sebagai berikut:
a.    Merumuskan Masalah, kemampuan yang dituntut adalah: (a) kesadaran terhadap masalah, (b) melihat pentingnya masalah, dan (c) merumusakan masalah.
b.    Mmengembangkan Hipotesis, kemampuan yang dituntut dalam mengembangkan hipotesis ini adalah: (a) menguji dan menggolongkan data yang dapat dipeoleh, (b) melihat dan merumuskan hubungan yang ada secara logis, dan merumuskan hipotesis.
c.    Menguji  Jawaban Tentatif, kemampuan yang dituntut adalah: (a) merakit peristiwa, terdiri dari: mengdidentifikasi peristiwa yang dibutuhkan, mengumpulkan data, dan mengevaluasi data, (b) menyusun data, terdiri dari: mentranslasikan data, mengintrpretasikan data dan mengklasifikasikan data, (c) analisis data, terdiri dari: melihat hubungan, mencatat persamaan dan perbedaan, dan mengidentifikasikan trend, sekuensi, dan keteraturan.
d.    Menarik Kesimpulan, kemampuan yang dituntut adalah: (a) mencari pola dan makna hubungan, dan (b) merumuskan kesimpulan.
e.    Menerapkan Kesimpulan Dan Generalisasi.
Guru dalam mengembangkan sikap inkuiri dikelas mempunyai peranan sebagai konselor, konsultan, teman yang kritis dan fasilitator. Ia harus dapat membimbing dan merefleksikan pengalaman kelompok, serta memberi kemudahan bagi kerhja kelompok.
Pada medel pembelajaran inkuiri, para peserta didik dapat diperlihatkan sekelompok benda yang berbeda yang satu sekelompok benda merupakan contoh dari konsep yang ingin disampaikan, dan sekelompok benda yang lainnya merupakan yang bukan contoh dari konsep yang ingin disampaikan.
Cara penyampaiannya dapat bemacam-macam dari pengelompokan secara tertulis atau melalui bentuk gambar maupun suara. Selanjutnya, para peserta didik diminta untuk melakukan permainan tebak-tebakan. Mereka diminta melengkapi kelompok benda yang merupakan contoh konsep dan juga yang bukan contoh konsep. Mungkin diantara mereka ada yang berhasil mengkatagorikan kelompok benda yang contoh dan bukan contoh konsep tersebut, dan adapula yang tidak berhasil. Pada akhirnya, para peserta didik akan tergiring dan termotivasi untuk berfikir dan menemukan contoh-contoh dari konsep yang dimaksud yang mereka kembangkan sendiri. Pendekatan inkuiri lebih cocok digunakan untuk peserta didik dikelas-kelas awal SD, tentunya dengan bimbingan guru.[6]

8.    Model Pembelajaran Ekpositori
Strategi lainnya untuk mengajarkan konsep adalah dengan pendekatan ekpositori. Berbeda dengan inkuiri, pada pendekatan ekpositori, peserta didik dimotivasi sejak awal untuk menemukan contoh-contoh yang dikemukakannya sendiri untuk mengkategorikan sebuah konsep. Namun demikian, tetap guru harus menjelaskan secara rinci tentang konsep yang dibicarakan.pendekatan ekpositori lebih sesuai digunakan di kelas-kelas tinggi di SD, karena pada siswa dikelas tinggi di SD sudah dapat diajak berpikir detil, dan komprehensif.

9.    Model Pembelajaran PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan)
Pembelajaran yang saat ini dikembangkan dan banyak dikenalkan keseluruh pelosok tanah air adalah pemebelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan atau disingkat dengan PAEKM. Disebut demikian karena pembelajaran ini dirancang agar mengaktifkan anak, mengembangkan kretivitas sehingga efektif namun tetap menyenangkan.

b.    Pengelolaan
Pengelolaan siswa: saat ini sebagian besar ruang kelas diatur secara klasikal. Siswa duduk bebaris dan lebih banyak mendengarkan guru. Dalam pembelajaran PAKEM pengelolaan kegiatan murid lebih bervariasi, termasuk kerja kelompok, kerja bepasangan, kerja perorangan, dan klasikal.[7]

10.  Model Pembelajaran Intraksi Sosial
Model interaksi sosial menekankan pada hubungan personal dan social kemasyarakatan diantara peserta didik. Model tersebut berfokus pada peningkatan kemampuan peserta didik untuk berhubungan dengan orang lain.
Model interaksi sosial ini mencakup strategi pembelajaran sebagai berikut:
1.    Kerja kelompok bertujuan mengembangkan keterampilan berperan serta dalam proses bermasyarakat dengan cara mengembangkan hubungan interpersonal dan discovery aktif dalam bidang akademik.
2.     Pertemuan kelas bertujuan mengembangkan pemahaman mengenal diri sendiri dan rasa tanggung jawab baik terhadap diri sendiri maupun terhadap kelompok.
3.     Pemecahan masalah sosial atau Inquiry sosial bertujuan untuk mengembangkan kemampuan memecahkan masalah – masalah sosial dengan cara berpikir logis.
4.     Model laboratorium bertujuan untuk mengembangkan kesadaran pribadi dan keluwesan dalam kelompok.
5.     Bermain peran bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada peserta didik menemukan nilai – nilai sosial dan pribadi melalui situasi tiruan.
6.    Simulaasi sosial bertujuan untuk membantu peserta didik mengalami berbagai kenyataan sosial serta menguji reaksi mereka

11.  Model Pembelajaran Pemrosesan Informasi
Model Pemrosesan Informasi ditekankan pada pengambilan, penguasan dan pemrosesan informasi. Model ini lebih memfokuskan pada fungsi kognitif peserta didik.
Ada Sembilan langkah yang harus diperhatikanguru dikelas dalam kaitannya dengan pembelajaran pemrosesan informasi.
1.    Melakukan tindakan untuk menarik perhatian peserta didik
2.    Memberikan informasi mengenai tujuan pembelajaran dan topik yang akan dibahas.
3.    Merangsang peserta didik untuk memulai aktifitas pembelajaran
4.    Menyampaikan isi pembelajaran sesuai dengan topik yang telah dirancang
5.    Memberikan bimbingan bagi aktifitas peserta didik dalam pembelajaran
6.    Memberikan penguatan pada perilaku pembelajaran
7.    Memberikan feedback terhadap perilaku yang ditunjukkan peserta didik
8.    Melaksanakan penilaian proses dan hasil
9.    Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk bertanya dan menjawab berdasarkan pengalamannya

12.  Model Pembelajaran Personal ( Personal Models )
Model personal menekankan pada pengembangan konsep diri setiap individu. Hal ini meliputi pengembangan proses individu dan membangun serta mengorganisasikan dirinya sendiri. Model ini bertitik tolak dari teori Humanistik, yaitu terorientasi pada pengembangan individu. Perhatian utamanya pada emosional peserta didik dalam mengembangkan hubungan yang produktif dengan lingkungannya. Model ini menjadikan pribadi peserta didik mampu membentuk hubungan harmonis serta mampu memproses informasi secara efektif.Menurut teori ini, guru harus berupaya menciptakan kondisi kelas yang kondusif, agar peserta didik merasa bebas dalam belajar mengembangkan diri baik emosional maupun intelektual.
Model Pembelajaran Personal ini meliputi strategi Pembelajaran sebagai berikut:
1.    Pembelajaran non direktif yaitu bertujuan untuk membentuk kemampuan dan perkembangan pribadi ( kesadaran diri, pemahaman dan konsep diri )
2.      Latihan kesadaran yaitu bertujuan untuk meningkatkan kemampuan interpersonal kepada peserta didik
3.    Sinetik yaitu untuk mengembangkan kreatifitas pribadi dan memecahkan masalah secara kreatif
4.    Sistem Konseptual yaitu untuk meningkatkan kompleksitas dasar pribadi yang luwes .
                        
13.  Model Pembelajaran Modifikasi Tingkah laku ( Behavioral )
Model Behavioral menekankan pada perubahan perilaku yang tampak dari peserta didik sehingga konsisten dengan konsep dirinya. Model ini bertitik tolak pada Teori Behavioristik, yaitu bertujuan mengembangkan sistem yang efesien untuk mengurutkasn tugas-tugas belajar dan membentuk tingkah laku dengan cara memanipulasi penguatan Implementasi dari Modifikasi tingkah laku ini adalah meningkatkan ketelitian pengucapan pada anak. Guru selalu perhatian terhadap tingkah laku belajar peserta didik. Modifikasi tingkah laku anak yang kemampuan belajarnya rendah dengan reward sebagai penguatan pendukung.

14.  Model Pembelajaran ceramah
Dalam kehidupan sehari-hari di sekolah model ceramah paling populer dikalangan para pendidik. Sebelum model lain yang dipakai untuk mengajar, model ceramah yang paling dulu digunakan, hanya bagaimana menggunakan model ceramah yang efektif dan efisien. Model ceramah merupakan suatu cara mengajar yang baik untuk menanamkan kebiasaan-kebiasaan tertentu, juga sebagai sarana untuk menghimbau kebiasaan- kebiasaan yang baik. Sebagai suatu model yang diakui banyak mempunyai kelebihan, juga tidak disangkal bahwa model ceramah mempunyai beberapa kelemahan. Maka dari itu guru yang ingin mempergunakan model ceramah ini kiranya tidak salah bila memahami model ini.
15.  Model  Pembelajaran Tanya Jawab
Selain model ceramah guru juga menerapkan model tanya jawab yaitu cara penyajian pelajaran dalam proses belajar mengajar melalui interaksi dua dari pendidik bertanya kepada peserta didik atau sebaliknya peserta didik bertanya pada pendidik agar diperoleh jawaban kepastian materi melalui jawaban lisan pendidik atau peserta didik.
Dalam model tanya jawab, pendidik dan peserta didik sama-sama aktif. Namun demikian keaktifan peserta didik patut mendapat perhatian yang sungguh-sungguh sehingga hal itu tidak harus banyak bergantung pada keaktifan pendidik. Karena itu, pendidik tidak hanya dituntut untuk menguasai tehnik-tehnik bertanya dan jenis-jenis pertanyaan, tetapi juga semangat tinggi di dalam membangun situasi yang kondusif bagi terjadinya diskusi. Untuk mencipatakan kehidupan interaksi belajar mengajar perlu guru menimbulkan model Tanya jawab atau dialaog, ialah suatu metode untuk memberi motivasi pada siswa agar bangkit pemikirannya untuk bertanya selama mendengar pelajaran.
Model Tanya jawab ialah suatu cara penyajian bahan pelajaran melalui bentuk pertanyaan yang perlu dijawab oleh anak didik. Dengan model ini, antara lain dapat dikembangakan keterampilaan mengamati, menginterprestasi, mengklasifikasi,membuat kesimpulan dan menerapkan. Penggunaan model Tanya jawab bermaksud memotivasi anak didik untuk bertanya selama proses belajar mengajar. Model Tanya jawab mempunyai tujuan agar siswa dapat mengerti atau mengingat ingat tentang apa yang dipelajari.[8]

16.  Model Pembelajaran Diskusi
Model diskusi dalam belajar adalah suatu cara penyajian atau penyampaian bahan pelajaran dimana guru memberikan kesempatan kepada para siswa atau kelompok- kelompok siswa yang mengadakan pembicaraan ilmiah guna mengumpulkan pendapat, membuat kesimpulan atau menyusun berbagai alternatif pemecahan atas suatu masalah. Forum diskusi dapat diikuti oleh seluruh siswa di dalam kelas, dapat pula dibentuk kelompok-kelompok kecil. Yang perlu diperhatikan adalan hendaknya para siswa berpartisipasi secara aktif dalam setiap forum diskusi. Semakin banyak siswa terlibat dan menyumbangkan pikirannnya, semakin banyak pula yang dapat mereka pelajari. Perlu pula diperhatikan peran guru. Apabila campur tangan dan main perintah dari guru, niscaya siswa tidak akan dapat belajar banyak.

17.  Model Pembelajaran Penugasan
Selain itu guru MA Hidayatul Mubtadi’in juga menerapkan model penugasan. Penugasan atau pemberian tugas adalah cara dalam proses belajar mengajar dengan jalan memberi tugas kepada siswa. Tugas-tugas itu dapat berupa merangkum pelajaran, membuat makalah menyusun dll. Model pemberian tugas, dianjurkan antara lain untuk mendukung model ceramah, inkuiri, VCT.
Penggunaan model ini memerlukan pemberian tugas dengan baik, baik ruang lingkup maupun bahannya. Pelaksanaannya dapat diberikan secara individual maupun kelompok.
 Dalam proses pembelajaran, siswa didorong untuk melakukan kegiatan yang dapat menumbuhkan proses kegiatan kreatif. Metode tugas adalah metode penyajian bahan dimana guru memberikan tugas tertentu agar siswa melakukan kegiatan belajar. Masalah tugas yang dilaksanakan oleh siswa dapat dilakukan didalam kelas, dihalaman sekolah, dan diperpustaan ataupun dirumah asalkan tugas itu dapat dikerjakan.
Model ini diberikan karena dirasakan bahan pelajaran yang terlalu banyak sementara waktu sedikit. Tugas biasanya bisa dilaksanakan dirumah, disekolah, dan diperpustakaan. Tugas bisa merangsang anak untuk aktif belajar, baik secara individual ataupun kelompok.

18.  Model Pembelajaran Keteladanan
Sedikit perbedaan antara keteladanan dan pembiasaan. Akan tetapi kedua hal tersebut saling menunjang. Keteladanan dalam bahasa arab di sebut uswah, iswah, atau qudwah, qidwah yang berarti perilaku baik yang dapar ditiru oleh orang lain (anak didik).
 Model keteladanan memiliki peranan yang sangat signifikan dalam upaya pencapaian keberhasilan pendidikan. Keteladanan merupakan konotasi kata yang positif, sehingga hal-hal yang mengikuti adalah perilaku, sikap, maupun perbuatan yang secara normatif baik dan benar. Dalam keteladanan terdapat unsur mengajak secara tidak langsung, sehingga terkadang kurang efektif tanpa ada ajakan secara langsung yang berupa pembiasaan.
Begitu pula dengan pembiasaan yang secara langsung mengarahkan pada suatu perilaku, sikap maupun perbuatan yang diharapkan, kurang dapat berhasil dengan baik tanpa adanya keteladanan. Dalam hal ini guru memberikan keteladanan dalam hal ibadah seperti sholat duha, sholat jama’ah dlohar, Istiqasah, khataman Alqur’an dll. Betapapun peserta didik mendapat pengetahuan agama yang baik di sekolah atau yang lain, tidak akan besar pengaruhnya dibandingkan dengan memperolehnya secara langsung lewat model pembelajaran keteladanan.

19.  Model Pembelajaran Pembiasaan
Secara Etimologi pembiasaan asal katanya adalah “biasa”. Dalam kamus besar bahasa Indonesia kata “biasa” adalah, lazim dan umum, dalam kaitannya dengan model pengajaran dalam pendidikan Islam, dapat dikatakan bahwa pembiasaan adalah sebuah cara yang dapat dilakukan untuk pembiasaan anak didik berfikir, bersikap dan bertindak sesuai dengan tuntunan ajaran agama Islam.
Pembiasaan dinilai sangat efektif jika pada penerapannya dilakukan terhadap peserta didik sjak dini, karena anak memiliki rekaman ingatan yang sangat kuat dan kondisi kepribadiannya yang belum matang sehingga mereka mudah terlarut dalam kebiasaan-kebiasaan yang mereka lakukan sehari – hari. Tetapi bukan tidak mungkin bila metode pemhajaran pembiasaan ini diterapkan pada tingkat awal remaja dan remaja.
Proses pembiasaan sebenarnya berintikan pengulangan. Artinya yang dibiasakan itu adalah sesuatu yang dilakukan berulang-ulang dan akhirnya menjadi kebiasaan. Pembiasaan harus diterapkan dalam kehidupan keseharian peserta didik, sehingga apa yang dibiasakan terutama yang berkaitan dengan akhlak baik akan menjadi kepribadian yang sempurna. Misalnya yang dilakukan guru masuk kelas selalu mengucapkan salam. Bila peserta didik masuk kelas tidak mengucapkan salam, maka guru mengingatkan agar bila masuk kelas atau ruangan apapun hendaklah mengucapkan salam.
Kebiasaan terbentuk karena sesuatu yang dibiasakan, sehingga kebiasaan dapat diartikan sebagai perbuatan atau ketrampilan secara terus-menerus, secara konsisten untuk waktu yang lama, sehingga perbuatan dan keterampilan itu benar-benar bisa diketahui dan akhirnya menjadi suatu kebiasaan yang sulit ditinggalkan. Kebiasaan dapat juga diartikan sebagai gerak perbuatan yang berjalan dengan lancar dan seolah- olah berjalan dengan sendirinya.

20.  Model Pembelajaran Cooperative Learning
Pembelajaran Kooperatif merupakan suatu pembelajaran kelompok dengan jumlah peserta didik 2-5 orang dengan gagasan untuk saling memotivasi antara anggotannya untuk saling membantu agar tercapainya suatu tujuan pembelajaran yang maksimal.
Menurut Salvina, Cooperative learning atau pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran di mana sistem belajar dan bekerja kelompok-kelompok kecil berjumlah 4-6 orang secara kolaboratif sehingga dapat merangsang peserta didik lebih bergairah dalam belajar. Pembelajaran kooperatif adalah cara belajar dalam bentuk kelompok-kelompok kecil yang saling berkerjasama dan diarahkan oleh guru untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan.
Menurut Supriijono, “Model pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru.
Dapat disimpulkan bahwa Model Pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning). Adalah suatu strategi belajar mengajar yang menekankan pada sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu diantara sesama dalam struktur kerjasama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih. Dimana pada tiap kelompok tersebut terdiri dari siswa-siswa berbagai tingkat kemampuannya, melakukan berbagai kegiatan belajar untuk meningkatkan kemampuan, melakukan berbagai kegiatan belajar untuk meningkatkan pemahaman kepada mereka tentang materi pelajaran yang sedang dipelajari. Setiap anggota kelompok bertanggung jawab untuk tidak hanya belajar apa yang diajarkan tetapi juga untuk tidak hanya belajar apa yang diajarkan tetapi juga untuk membantu rekan belajar, sehingga bersama-sama mencapai keberhasilan. Semua siswa berusaha sampai semua anggota kelompok berhasil memahami dan melengkapinya.[9]

BAB III
PENUTUP
A.      Kesimpulan
Akidah Akhlak merupakan pendidikan yang sangat penting untuk para siswa agar dapat mencerminkan dan menanamkan akhlak yang mulia didalam jiwa siswa dalam masa pertumbuhannya. Dalam dunia pendidikan yang sangat berperan adalah pendidiknya (guru) untuk memberikan bimbingan dan arahan kepada peserta didiknya sehingga anak mampu mengaplikasikan dengan baik. “Pendidikan Islam bertugas mempertahankan, menanamkan, dan mengembangkan kelangsungan berfungsinya nilai-nila Islami yang bersumber dari kitab suci Al- Qur’an dan al-hadits”.
Dalam suatu pembelajaran ada beberapa komponen yang harus diperhatikan oleh guru untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran diantaranya strategi, pendekatan, model, metode, maupun tekhnik serta taktik dalam pembelajaran. Begitu pula dalam pembelajaran Aqidah akhlak sangat penting untuk guru memperhatikan beberapa aspek komponen tersebut. Secara khususnya pada makalah ini akan dibahas mengenai model pembelajaran yang dapat diterapkan dalam mata pelajaran aqidah Akhlak.
Model pembelajaran Akidah Akhlak adalah pola atau rencana yang dapat digunakan untuk mengoperaasikan kurikulum, Merancang materi pembelajaran dan untuk membimbing belajar dalam seting kelas atau toturial dalam menyiapkan dan memberi pengalaman belajar peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, dan mengimani Allah dan merealisasikannya dalam perilaku akhlak mulia dalam kehidupan sehai-hari.

Ada pun beberapa Model Pembelajaran Akidah Akhlak Yang meliputi:
1.    Pembelajaran Tematik
2.    Pembelajaran Kontestual (Contekstual Teaching Learning)
3.    Pembelajaran Bermain Peran (Role Playing)
4.    Pembelajaran Partisipatif (Participative Teaching and Learning)
5.    Pembelajaran Belajar Tuntas (Mastery Learning)
6.    Pembelajaran Dengan Modul (Modular Instruction)
7.    Pembelajaran Inkuiri
8.    Pembelajaran Ekpositori
9.    Pembelajaran PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan)
10.    Model Intraksi Sosial
11.    Model Pemrosesan Informasi
12.    Model Personal ( Personal Models )
13.    Model Modifikasi Tingkah laku ( Behavioral )
Dan masih banyak lagi model-model pemebelajaran Akidah Akhlak di dalam proses belajar mengajar untuk membantu pendidik dalam mendidik dan memberikan dan menyalurkan ilmu pengetahuan kepada peserta didik dengan menggunakan model-model pembelajaran Akidah Akhlak yang telah dijelaskan oleh pemakalah.


B.       Saran
Penulis menyadari makalah ini masih banyak kekurangan maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca sebagaimpedoman penulisan makalah yang lebih baik kedepannya.


[1] Dr.Khalimi. Pembelajaran Akidah Dan Akhlak. (Jakarta Pusat. 2009). Hal 104.
[2] Toto Edidarmo, MA Dan Drs. Mulyadi. Akidah Akhlak.  (PT. Toha Putra. 2009). Hal 95.
[3] Dr. H. Yunahar Iiyas, Lc. , M.A. Kuliah Akhlak. (Pustaka Pelajar Offset, 1999). Hal 78.
[4]  E, Mulyasa. Menjadi Guru Yang Profesional Dan Menciptakan Pemeblajaran Yang Kreatif Dan Menyenangkan. (Bandung:Trigenda Karya Bandung, 1990). Hal 123. 
[5] Wina Senjaya. Strategi Pembelajaran. (Jakarta:Kencana Prenada Media Group, 2008). Hal 79.
[6] Surkahmad. Dasar Dan Teknik Intraksi Dan Mengajar Dan Belajar. (Bandung:Tarsito 1973). Hal 85.
[7] Surkahmad. Dasar Dan Teknik Intraksi Dan Mengajar Dan Belajar. (Bandung:Tarsito 1973). Hal 92.
[8] Ali Hasan. Kapita Selekta Pendidikan Islam. (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 2003). Hal 39.
[9] Depdiknas. Model Pembelajaran Akidah Akhlak. (Jakarta:Depdiknas, 2007). Hal 53.

No comments:

Post a Comment