1

loading...

Tuesday, June 11, 2019

MAKALAH ULUMUL HADITS ( Hadits Maudhu )

MAKALAH ULUMUL HADITS

( Hadits Maudhu )

BAB II
PEMBAHASAN
     A.    Pengertian Hadits Maudhu
Apabila ditinjau dari secara bahasa hadits maudhu merupakan bentuk isim maf’ul dari wadho’a – wadho’u. memiliki beberapa makna antara lain ‘menggugurkan’ misalnya hakim menggugurkan hukuman dari seseorang, juga bermakna ‘meninggalkan’ misalnya ungkapan unta yang ditinggalkan di tempat pengembalaanya. Pengertian hadits maudhu menurut istilah para muhaditsin adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada nabi muhammad SAW, baik perbuatan,perkataan maupun taqrir-nya secara rekaan atau dusta semata-mata.  
Pengertian Hadits Maudhu’             Hadits palsu dalam bahasa ‘Arab dikenal dengan istilah Hadits  Maudhu’. Secara etimologi al-Maudhu’ (الموضوع) merupakan bentuk isim maf’ul dari kataيضع  -  وضع. Kata tersebut memiliki makna menggugurkan, meletakkan, meninggalkan, dan mengada-ada. Jadi secara bahasa Hadits Maudhu’ dapat disimpulkan yaitu hadits  yang diada-adakan atau dibuat-buat. Menurut terminologi Hadits Maudhu’ terdapat beberapa pengertian, diantaranya menurut Imam Nawawi definisi Hadits Maudhu’ adalah: هُوَ الْمُخْتَلَقُ الْمَصْنُوْعُ وَشَرُّ الضَّعِيْفِ، وَيَحْرُمُ رِوَايَتُهُ مَعَ الْعِلْمِ بِهِ فِيْ أَيِّ مَعْنًى كَانَ إِلاَّ مُبَيَّناً. “Dia (Hadits Maudhu’) adalah hadits yang yang direkayasa, dibuat-buat, dan hadits dhoi’f yang paling buruk. Meriwayatkannya adalah haram ketika mengetahui kepalsuannya untuk keperluan apapun kecuali disertai dengan penjelasan.”[2] Ada juga yang berpendapat bahwa Hadits Maudhu’ adalah : مانُسب الى الرّسول صلى الله عليه وسلّم اختلا قًا وكذبًا ممّا لم يقلْه أو يفعله أو يقرّه “Sesuatu yang dinisbatkan kepada Rasulullah shollallahu’alaihi wasallam secara mengada-ada dan dusta yang tidak beliau sabdakan, beliau kerjakan ataupun taqrirkan.”
 Sedangkan menurut sebagian ‘Ulama hadits, pengertian Hadits Maudhu’ adalahأً ”Hadits yang dicipta serta dibuat oleh seseorang (pendusta), yang ciptaan itu dinishbatkan kepada Rasulullah shollallahu’alaihi wasallam secara palsu dan dusta, baik hal itu sengaja maupun tidak.” Berdasarkan dari beberapa pengertian Hadits Maudhu’ menurut para ’ulama yang telah disebutkan diatas, dapat disimpulkan bahwa Hadits Maudhu’ adalah Hadits yang disandarkan kepada Rasulullah SAW secara dibuat-buat dan dusta, baik itu disengaja maupun tidak sengaja, padahal beliau tidak mengatakan, tidak memperbuatnya dan tidak mentaqrirkan-nya.
B. Sejarah Munculnya Hadits Maudhu
            Masuknya secara masal penganut agama lain kedalam islam, yang merupakan darikeberhasilan dakwah islamiyah keseluruh pelosok dunia, secara tidak langsung menjadi faktor munculnya hadits-hadits palsu. Kita tidak bisa menafikan bahwa masuknya merekakeislam,disamping ada yang benar-benar ikhlas, ada juga segolongan mereka yang mennganutagama islam hanya karena terpaksa tnduk pada kekuasaan islam pada waktu itu. Golomngan inikita kenal dengan kaum Munafik .  
Golongan tersebut senantiasa menyimpan dendam dan dengki terhadap islah dan senantiasamenunggu peluang yang tepat untuk merusak dan menimbulkan keraguan dalam hati-hati orang-orang islam. Maka datanglah waktu yang ditunggu-tunggu oleh mereka, yaitu pada masa pemerintahan Utsman bin Affan.
Golongan inilah yang mulai menaburkan benih benih fitnah yang pertama. salah seorang tokoh yang berperan dalam upaya menghancurkan Islam pada masa Utsman bin Affan adalah Abdullah bin Saba‟, seorang yahudi yang menyatakan telah memeluk islam.Dengan bertopengkan pembelaan kepada saydina Ali dan Ahli Bait, ia menabur fitnah untuk fitnah kepada orang ramai. Ia menyatakan bahwa Ali lebih berhak menjadi khalifah dari padaUtsman, bahkan lebih berhak daripada Abu Bakar dan Umar.
 Halitu karena, menurut Abdullah bin Saba‟, sesuai dengan wasiat dari Nabi Saw. Lalu, untuk mendukung propoganda tersebut, ia membuat suatu haditds maudhu‟ yang artinya “ setiap Nabi ada penerima wasiatnya dan penerima mwasiatku dalahali”. Namun penyebaran hadits Maudhu‟ pada masa ini belum begitu meluas karena masihbanyak sahabat utama yang masih hidup dan mengetahui dengan penuh yakin akan suatukepalsuan suatu hadits. Setelah zaman shahabat berlalu, penelitian terhadap hadits-hadits Nabi SAW, mulai melemah. Ini menyebabkan bayaknya periwayatan dan penyebaran hadits secaratidak langsung telah menyebabkan terjadunya pendustaan terhadap Rasulullah dan sebagianshahabat. Ditambah lagi dengan adanya konflik politik antara umat Islam yang semakin hebat,telah membuka peluang kepada golongan tertentu yang memcoba bersengkongkol dengan penguasa untuk memalsukan hadits.

C. Macam-macam Hadits Maudhu’                                                                        
 1. Perkataan itu berasal dari pemalsu yang disandarkan pada Rasulullah shollallahu’alaihi wasallam.
2. Perkataan itu berasal dari ahli hikmah, orang zuhud atau Isra’iliyyat dan pemalsu yang menjadikannya hadits.
3. Perkataan yang tidak diinginkan rawinya , melainkan dia hanya keliru.
C.   Sebab Kemunculan Hadits  Maudhu’
Munculnya pemalsuan hadits berawal dari terjadinya fitnah di dalam tubuh Islam. Dimulai dengan terbunuhnya Amirul Mukminin ‘Umar bin Khaththab, kemudian Utsman bin ‘Affan, dilanjutkan dengan pertentangan yang semakin memuncak antara kelompok  ta’ashub ‘Ali bin Abi Thalib di Madinah dan Mu’awiyah di Damaskus sehingga terjadi perselisihan yang tidak bisa terelakan lagi. Namun lebih ironis lagi bahwa sebagian kaum muslimin yang berselisih ini ingin menguatkan kelompok dan golongan mereka masing-masing dengan Al-Qur’an dan al-Hadits. Dikarenakan mereka tidak menemukan teks yang tegas yang mengukuhkan pendapatnya masing-masing, karena banyaknya pakar Al-Qur’an dan al- hadits pada saat itu, akhirnya sebagian diantara mereka membuat hadits-hadits yang disandarkan kepada Rasulullah shollallahu’alaihi wasallam untuk mendukung golongan masing-masing. Inilah awal sejara timbulnya hadits palsu dikalangan umat islam.
Berdasarkan data sejarah, pemalsuan hadits tidak hanya lakukan oleh orang-orang Islam, tetapi juga dilakukan oleh orang-orang non-Islam.
Ada beberapa motif yang mendorong mereka membuat hadits palsu yaitu sebagai berikut: 1.  Pertentangan politik Pertentangan politik ini terjadi karena adanya perpecahan antara golongan yang satu dengan golongan yang lainnya, dan mereka saling membela golongan yang mereka ikuti serta mencela golongan yang lainnya. Seperti yang terjadi pada polemik pertentangan kelompok ta’ashub ‘Ali bin Abi Thalib dan Mu’awiyah sehingga terbentuk golongan syi’ah, khawariz, dll. yang berujung pada pembuatan hadits palsu sebagai upaya untuk memperkuat golongannya masing-masing.
2. Usaha kaum Zindiq Kaum Zindiq adalah golongan yang membenci Islam, baik sebagai agama ataupun sebagai dasar pemerintahan. Mereka merasa tidak mungkin dapat melampiaskan kebencian melalui konfrontasi dan pemalsuan Al-Qur’an, sehingga menggunakan cara yang paling tepat dan memungkinkan, yaitu melakukan pemalsuan hadits, dengan tujuan menghancurkan agama islam dari dalam. Salah satu diantara mereka adalah Muhammad bin Sa’id al-Syami, yang dihukum mati dan disalib karena kezindiqannya. Ia meriwayatkan hadits dari Humaid dari Anas secara marfu’ : أناخاتمُ النبيّين لا نبيّ بعديْ إلاّ أن يشاءالله "Aku adalah nabi terakhir, tidak ada lagi nabi sesudahku, kecuali yang Allah kehendaki.”
3. Sikap Ta’ashub terhadap bangsa, suku, bahasa, negeri, dan pimpinan Salah satu tujuan pembuatan hadits palsu adalah adanya sifat ego dan fanatik buta serta ingin menonjolkan seseorang, bangsa, kelompok, dan sebagainya. Itu disebabkan karena kebencian, bahkan balas dendam semata. Sebagai contoh, menurut keterangan al-Khalily, salah seorang penghafal hadits, bahwa kaum Rafidhah telah membuat hadits palsu mengenai keutamaan ‘Ali bin Abi Thalib dan ahlu al-Bait sejumlah 300.000 hadits.
4.  Mempengaruhi kaum awam dengan kisah dan nasihat Kelompok yang melakukan pemalsuan hadits ini bertujuan untuk memperoleh simpati dari pendengarnya sehingga mereka kagum melihat kemampuannya. Jadi pada intinya mereka membuat hadits yang disampaikan kepada yang lainnya terlalu berlebih-lebihan dengan tujuan ingin mendapat sanjungan.
5.  Perbedaan pendapat dalam masalah ‘Aqidah dan ilmu Fiqih Munculnya hadits-hadits palsu dalam masalah ini berasal dari perselisihan pendapat dalam hal ‘aqidah dan ilmu fiqih para pengikut madzhab. Mereka melakukan pemalsuan hadits karena didorong sifat fanatik dan ingin menguatkan madzhabnya masing-masing. Misalnya hadits palsu yang isinya tentang keutamaan Khalifah ‘Ali bin Abi Thaalib: عليّ خيرالبشرمَن شكّ فيه كفر "’Ali merupakan sebaik-baik manusia, barangsiapa yang meragukannya maka ia telah kafir.”
 6. Membangkitkan gairah beribadah, tanpa mengerti apa yang dilakukan Sebagian orang sholih,  ahli zuhud dan para ulama akan tetapi kurang didukung dengan ilmu yang mapan, ketika melihat banyak orang yang malas dalam beribadah, mereka pun membuat hadits palsu dengan asumsi bahwa usahanya itu merupakan upaya mendekatkan diri kepada Allah subhaanahuwata’ala dan menjunjung tinggi agama-Nya melalui amalan yang mereka ciptakan, padahal hal ini jelas menunjukan akan kebodohan mereka. Karena  Allah subhaanahuwata’ala dan Rasul-Nya tidak butuh kepada orang lain untuk menyempurnakan dan memperbagus syari’at-Nya.
7.  Pendapat yang membolehkan seseorang untuk membuat hadits demi kebaikan mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;">          Sebagian kaum muslimin ada yang membolehkan berdusta atas nama Rasulullah shollallahu’alaihi wasallam untuk memberikan semangat kepada umat dalam beribadah, padahal para ’ulama telah sepakat atas haramnya berdusta atas nama Rasulullah shollallahu’alaihi wasallam, apapun sebab dan alasannya.
 D.     Ciri-ciri Hadits Maudhu’
Para ulama ahli hadits telah menetapkan beberapa kriteria untuk bisa membedakan antara hadits shohih, hasan dan dho’if. Mereka pun menetapkan beberapa kaidah dan ciri-ciri agar bisa mengetahui kepalsuan sebuah hadits. Berikut adalah beberapa ciri-ciri Hadits Maudhu’ yang diambil dari berbagai sumber. Secara garis besar ciri-ciri Hadits Maudhu’ dibagi menjadi dua, yaitu:
1)   Dari segi Sanad (Para Perawi Hadits) Sanad adalah rangkaian perawi hadits yang menghubungkan antara pencatat hadits sampai kepada Rasulullah shollallahu’alaihi wasallam. Terdapat banyak hal untuk bisa mengetahui kepalsuan sebuah hadits dari sisi sanadnya ini, diantaranya adalah:
a.  Salah satu perawinya adalah seorang pendusta dan hadits itu hanya diriwayatkan oleh dia, serta tidak ada satu pun perawi yang tsiqoh (terpercaya) yang juga meriwayatkannya, sehingga riwayatnya dihukumi palsu.
b.  Pengakuan dari pemalsu hadits, seperti pengakuan Abu ‘Ishmah Nuh bin Abi Maryam, bahwa ia telah memalsukan hadits-hadits tentang keutamaan al-Qur`an juga pengakuan Abdul Karim bin Abi Auja’ yang mengaku telah memalsukan empat ribu hadits.
c.  Fakta-fakta yang disamakan dengan pengakuan pemalsuan hadits, misalnya seorang perawi meriwayatkan dari seorang syekh, padahal ia tidak pernah bertemu dengannya atau ia lahir setelah syekh tersebut meninggal, atau ia tidak pernah masuk ke tempat tinggal syekh. Hal ini dapat diketahui dari sejarah-sejarah hidup mereka dalam kitab-kitab yang khusus membahasnya.
d. Dorongan emosi pribadi perawi yang mencurigakan serta ta’ashub terhadap suatu golongan. Contohnya seorang syi’ah yang fanatik, kemudian ia meriwayatkan sebuah hadits yang mencela para sahabat atau mengagungkan ahlul bait.
 2)  Dari segi Matan (Isi Hadits) Matan adalah isi sebuah hadits. Diantara hal yang paling penting untuk bisa mengetahui kepalsuan sebuah hadits dari sisi ini adalah:
a.  Tata bahasa dan struktur kalimatnya jelek, sedangkan Rasulullah shollallahu’alaihi wasallam adalah seorang yang sangat fasih dalam mengungkapkan kata-kata, karena beliau adalah seseorang yang dianugerahi oleh Allah subhaanahuwata’ala Jawami’ul Kalim (kata pendek yang mengandung arti luas).
b.  Isinya rusak karena bertentangan dengan hukum-hukum akal yang pasti, kaidah-kaidah akhlak yang umum, atau bertentangan dengan fakta yang dapat diindera manusia. Contohnya adalah sebuah hadits : إنّ سفينة نوحٍ طافتْ بالبيتِ سبعًا وصلّتْ خلف المقامِ ركعتينِ “Bahwasannya kapal nabi Nuh thawaf keliling Ka’bah tujuh kali lalu shalat dua raka’at di belakang maqam Ibrahim.”
c. Bertentangan dengan nash al-Qur`an, as-Sunnah, atau Ijma’ yang pasti dan hadits tersebut tidak mungkin dibawa pada makna yang benar. Contoh Hadits Maudhu’’ yang maknanya bertentangan dengan al-Qur’an, ialah hadits: وَلَدُ الزِّنَا لايَدْخُلُ اْلجَنِّةَ اِلَى سَبْعَةِ اَبْنَاءٍ “Anak zina itu,tidak dapat masuk surga, sampai tujuh keturunan.”[12] Makna hadits ini bertentangan dengan kandungan ayat al-Qur’an : وَلا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى “Dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain.”[13] Kandungan ayat tersebut menjelaskan bahwa dosa seseorang tidak dapat dibebankan kepada orang lain, sampai seorang anak sekalian tidak dapat dibebani dosa orang tuanya.
d. Bertentangan dengan fakta sejarah pada jaman Rasulullah shollallahu’alaihi wasallam. Seperti hadis yang mengatakan bahwa Rasulullah shollallahu’alaihi wasallam menggugurkan kewajiban membayar jizyah atas orang yahudi Khoibar yang ditulis oleh Mu’awiyah bin Abi Sufyan dan disaksikan oleh Sa’ad bin Mu’adz. Padahal telah ma’ruf dalam sejarah bahwa jizyah itu belum disyaria’tkan saat peristiwa perang Khoibar yang terjadi pada tahun ke-7 hijriyah, karena jizyah baru disyari’atkan saat perang Tabuk pada tahun ke-9 hijriyah. Juga Sa’ad bin Mu’adz meninggal dunia ketika perang Khondaq, dua tahun sebelum peristiwa Khoibar. Sedangkan Mu’awiyah baru masuk Islam pada waktu Fathu Makkah pada tahun ke-8 hijriyah.

DAFTAR  PUSTAKA
Drs. M.Solahudi, M.Ag dan Agus Suryadi , Lc.M.Ag (2011). Bandung :  Ulumul Hadits Bandung : Pustaka Setia.
Aglayanah, al- makki (1995), metode pengajaran hadits : pada hadits abad pertama. Jakarta : granda nadia.

No comments:

Post a Comment