Khitbah dulu atau Taaruf dulu
Ustad Felix Siauw
Semuanya punya
dalil masing-masing, tapi yang perlu saya kasih tahu kalau saya pribadi khitbah dulu baru taaruf.
Kenapa khitbah dulu baru taaruf ?
Jadi ini ceritanya, kalau taaruf dulu
baru khitbah sudah kenalan dulu, sudah perasaan dulu, kemudian baru khitbah pas
orang mau khitbah , orang tuanya nggak mau ngerestuin, masalah toh, masalah.
Makanya khitbah dulu, katakanlah pada orang tuanya, kalau orang tuanya sudah
oke baru taaruf. Bedanya apa ? ini satu-satu ya, yang pertama kalau anda ini
seorang wanita atau seorang lai-laki suka, misalnya seorang laki-laki suka
dengan seorang wanita atau wanita suka dengan seorang laki-laki yang saya
pahami proses pertama adalah khitbah. Apa itu khitbah ? Pernyataan dari
seseorang kepada lawan jenisnya bahwa dia berniat menikahi orang itu. Kalau
sudah oke, iya baru lanjut ke taaruf.
Apa beda taaruf
sama pacaran ? satu taaruf tidak ada kholwat, apa itu kholwat ? Berdua-duaan di
dalam satu tempat tanpa mahram didalam perkara yang tidak ada unsur syari.
Contoh kalau seorang perempuan pergi ke dokter kandungan, dokternya laki-laki
boleh apa endak ? Boleh, dokternya laki-laki nggak masalah itu bukan kholwat,
tapi contoh ini kalau seorang laki-laki perempuan berduaan di suatu tempat
ngomongin perkara-perkara, misalnya contoh misalnya perkara adik iparnya atau
kakak iparnya atau teman-temannya ngomongin berduaan aja, kholwat apa tidak ? kholwat,
kalau dia rame-rame gimana, contohnya dia pergi bareng-bareng di angkot ngomong
berdua kholwat atau tidak ? tetap kholwat, kenapa ? ingat tempat, tempat itu
nggak ingat fisik untuk berduaan, tapi bisa jadi pernah nggak naik angkot ada
dua orang cowok sama cewek itu berduaan ngomong sampai kita malu melihat dia,
pernah nggak itu sudah kholwat maksudnya.
Lalu misalnya
contoh lagi, telpon bisa nggak berkholwat ? bisa, karena itu juga tempat DM
bisa, Whatshapp bisa karena itu juga tempat. Hati-hati, tempat apapun termasuk
dunia maya itu termasuk juga kholwat. Berarti pacaran taaruf tidak ada kholwat
itu yang pertama, yang kedua taaruf ada batas waktu, berapa lama batas waktunya
? Dalam kitab-kitab tidak ditentukan berapa lama batas waktu taaruf, tapi lebih
cepat lebih baik, kenapa ? kalau lama biasanya maksiat, biasanya sudah mulai
main perasaan. “Euunggh aku mau tanya boleh nggak ? “ contoh “ iya, boleh “
adikmu ada berapa sih?” “ adikku ada tiga.”, “ kamu nomor berapa ?” “ nomor
dua”
“ biasanya yang nomor dua itu yang
paling cantik”. Itu hati-hati, dia taarufnya sudah main perasaan. Apalagi, mau
tahu nggak aku malam ini lagi kangen sama seseorang ? siapa dia ? seseorang itu
kamu juga kenal sih, mungkin marah kalau aku omongin. Itu tidak ada hubungannya
dengan taaruf, yang kayak gitu sudah salah, sudah main perasaan. Taaruf nggak
gitu, pertama nggak ada kholwat yang kedua ada batas waktunya, dan itu
disepakati oleh bapaknya, walinya.
Terus kenapa
harus bapaknya ? karena bapaknya yang punya anaknya. Temen-temen yang
laki-laki, nih saya kasih tahu. Disini siapa laki-laki atau wanita yang pernah
datang ke akad nikah ? nggak pernah ke akad nikah semuanya ya, oh pernah. Siapa
yang datang ke akad nikah lihat bapaknya cewek nangis ? siapa yang nggak pernah
lihat bapak ceweknya nangis ? tapi rata-rata nangis atau tidak ? kenapa nangis ? kan laki-laki itu nggak
gampang nangis, biasanya kan ya laki-laki jantan ya. Kenapa dia nangis, tahu
kenapa dia nangis ? mau saya kasih tahu, nih. Saya kemarin menghadiri akad nikahnya
mas Zaini Jamil, kenal ya. Dia lagi menikahkan anak perempuannya yang pertama,
namanya Mbak Nadira saya diminta jadi saksi perempuan, ketika saya diminta jadi
saksi perempuan sepanjang akad nikah saya nangis, nangis terus. Lah kenapa?
Karena saya ingat anak di rumah, lah kenapa ? saya berpikir gimana kalau anak
saya nikah. Saya paham betul, itu lah saya bilang saya tahu perasaan mu mas.
Saya nangis dia juga nangis. Karena kita sama-sama laki-laki, tahu persis
perasaan kita tahu persis, karena kita punya anak perempuan. Anak pertama
perempuan saya namanya Alila, makanya nama usaha jilbab istri saya Alila,
promosi.
Anak saya itu
namanya Alila, saya pesan begini. Alila itu dari kecil saya adzani ketika dia
lahir, kenapa ? saya pengen dia denger nama Allah itu dari lisan saya bukan
lisan yang lain. Saya bacain semua ayat Quran yang saya hafal, walaupun yang
saya pake itu nggak banyak, tapi tetap saya bacain semua, endak capek-capek,
saya ulangi, ulangi, ulangi. Kenapa ? saya pengen dia denger dari lisan bapaknya.
Ketika dia mulai gede saya ajari nyebut nama Allah, abi, umi dari lisan saya.
Ajaran Al-fatiha dari lisan saya, saya kasih makanan paling baik yang saya
mampu, dulu gaji saya 2,5 juta perbulan saja saya beliin susu 700 ribu rupiah
empat kaleng loh teman-teman sekalian. Nggak apa-apa, loh kenapa ? yang untuk
demi anak itu yang paling bagus, kita nggak punya uang nggak apa-apa, saya
berikan yang paling bagus, saya kawal dia kalau lagi sulit. Saya selesaikan
masalahnya, saya bimbing dia. Dia pertama kali masuk sekolah SD, saya bilang
sama dia. Alila nanti kalau ada cowok jangan main sama cowok. Abi nggak ridho,
kamu tahu nggak cowok-cowok semua modus,padahal baru kelas satu. Tapi sengaja,
pokonya jangan main sama cowok. Nanti kalau ada cowok yang ganggu lapor ke guru
mu, kalau ganggu lagi lapor, lapor lagi, kalau masih adukan sama Abi, kasih tahu
rumahnya abi bakar rumah.
ANALISIS
TINDAK TUTUR
- Tindak
Tutur Konstatif
1)
“Dulu
gaji saya 2,5 juta perbulan saja saya beliin susu 700 ribu rupiah.”
- Tindak
Tutur Performatif
1)
“saya
pengen dia denger nama Allah itu dari lisan saya bukan lisan yang lain.”
- Lokusi
1)
“Semuanya
punya dalil masing-masing, tapi yang perlu saya kasih tahu kalau saya pribadi khitbah dulu baru taaruf.”
- Ilokusi
1)
“Apa
beda taaruf sama pacaran ?”
- Perlokusi
1)
“Makanya
khitbah dulu, katakanlah pada orang tuanya, kalau orang tuanya sudah oke baru
taaruf.”
- Representatif
1)
“Ketika
dia mulai gede saya ajari nyebut nama Allah, abi, umi dari lisan saya”
- Tindak
Tutur Direktif
1)
“seseorang
itu kamu juga kenal sih, mungkin marah kalau aku omongin.”
- Tindak
Tutur Ekspresif
1)
Taaruf
nggak gitu, pertama nggak ada kholwat yang kedua ada batas waktunya, dan itu
disepakati oleh bapaknya, walinya.”
- “Tindak
Tutur Komisif
1)
“Nanti
kalau ada cowok yang ganggu lapor ke guru mu, kalau ganggu lagi lapor, lapor
lagi, kalau masih adukan sama Abi, kasih tahu rumahnya abi bakar rumahnya.”
10. Tindak Deklarasi
1)
“Alila
nanti kalau ada cowok jangan main sama cowok. Abi nggak ridho, kamu tahu nggak
cowok-cowok semua modus,padahal baru kelas satu.”
No comments:
Post a Comment