MAKALAH PEMIMPIN
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kepemimpinan
merupakan variabel yang tidak boleh diabaikan dalam pembangunan masyarakat,
bangsa, dan hidup bernegara. Al-qur’an dan Hadist telah banyak memberikan
gambaran tentang adanya hubungan positif antara pemimpin yang baik bagi
kesejahteraan masyarakatnya.
Didalam
Alquran Surat An-nisa ayat 58 dijelaskan bahwa Allah menyuruh manusia yang
diberikan amanat untuk menyampaikannya kepada orang yang berhak menerimanya dan
bersikap adil termasuk seorang pemimpin. Dari beberapa penjelasan dalam Alquran,
bagaimana pengertian dari pemimpin, dan bagaimana seharusnya sikap yang harus
dilakukan oleh seorang pemimpin atas tugas-tugas yang sudah menjadi
kewajibannya. Sebagai seorang pemimpi bukan berarti menjadi orang yang paling
hebat karena sesungguhnya pemimpin mempunyai tugas yang sangat berat yakni
melayani masyarakat yang menjadi tanggung jawab.
B.
Rumusan
Masalah
1. Bagaimana Pengertian
Pemimpin ?
2. Apakah Setiap
Muslim Pemimpin ?
3. Jelaskan Bahwa
Pemimpin Adalah Pelayan Masyarakat ?
4. Bagaimana Batas Ketaatan kepada Pemimpin ?
C.
Tujuan
Penulis
1. Untuk Mengetahui Pengertian Pemimpin ?
2. Untuk Mengetahui Setiap Muslim Pemimpin ?
3. Untuk Mengetahui Bahwa Pemimpin Adalah
Pelayan Masyarakat ?
4. Untuk Mengetahui Batas Ketaatan kepada
Pemimpin ?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Pemimpin
Pemimpin adalah pelaku atau seseorang yang melakukan
kegiatan kepemimpinan, yaitu seseorang yang melakukan proses yang berisi
rangkaian kegiatan saling pengaruh-mempengaruhi, berkesinambungan dan terarah
pada suatu tujuan. Menurut
Kartini Kartono (1994: 33) Pemimpin adalah seorang pribadi yang memiliki
kecakapan dan kelebihan khususnya kecakapan dan kelebihan disatu bidang,
sehingga dia mampu mempengaruhi orang lain untuk bersama-sama melakukan
aktivitas tertentu, demi pencapaian satu atau beberapa tujuan.
Kemudian
arti dari kepemimpinan adalah proses mempengaruhi kelompok yang terorganisasikan dalam upaya menentukan tujuan dan
mencapainya. Ada juga yang mengartikan Kepemimpinan merupakan proses yang
berisi rangkaian kegiatan yang saling pengaruh-mempengaruhi, berkesinambungan
dan terarah pada suatu tujuan.[1]
B.
Setiap Muslim Pemimpin
Pemimpin adalah seseorang yang telah diberi tanggung jawab untuk dapat
melaksanakan tugas yang telah diembannya dengan baik. Berikut hadis yang
berkaitan dengan tanggung jawab Pemimpin:
1.
Hadis ke - 1
حَدَّثَنَا أَبُو نُعَيْمٍ حَدَّثَنَا
أَبُو الْأَشْهَبِ عَنْ الْحَسَنِ
أَنَّ عُبَيْدَ اللَّهِ بْنَ زِيَادٍ عَادَ مَعْقِلَ بْنَ
يَسَارٍ فِي مَرَضِهِ الَّذِي
مَاتَ فِيهِ فَقَالَ لَهُ مَعْقِلٌ إِنِّي مُحَدِّثُكَ حَدِيثًا
سَمِعْتُهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَمِعْتُ
النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَا مِنْ عَبْدٍ اسْتَرْعَاهُ اللَّهُ رَعِيَّةً فَلَمْ يَحُطْهَا بِنَصِيحَةٍ
إِلَّا لَمْ يَجِدْ رَائِحَةَ الْجَنَّةِ
Artinya:”Telah menceritakan kepada
kami Abu Nu'aim telah menceritakan kepada kami Abul Asyhab dari Al Hasan,
bahwasanya Abdullah bin Ziyad mengunjungi Ma'qil bin yasar ketika sakitnya yang
menjadikan kematiannya, lantas Ma'qil mengatakan kepadanya; 'Saya sampaikan
hadist kepadamu yang aku dengar dari Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam, aku
mendengar Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda; "Tidaklah seorang hamba
yang Allah beri amanat kepemimpinan, namun dia tidak menindaklanjutinya
dengan baik, selain tak bakalan mendapat bau surga."
2.
Skema Sanad
JALUR SANAD KE - 1
3.
Biografi
Pertumbuhan beliau, Nama Â
Muhammad bin Isma'il bin Ibrahim bin al Mughirah bin Bardizbah. Kuniyah beliau Abu
Abdullah. Nasab beliau, Al Ju'fi; nisabah Al Ju'fi adalah nisbah arabiyyah.
Faktor penyebabnya adalah bahwasanya al Mughirah kakek Bukhari yang kedua masuk
Islam berkat bimbingan dari Al Yaman Al Ju'fi. Maka nisbah beliau kepada Al
Ju'fi adalah nisbah perwalian. Al Bukhari, yang merupakan nisbah kepada negri
Imam Bukhari lahir Tanggal lahir, Beliau dilahirkan pada hari Jum'at setelah
shalat Jum'at 13 Syawwal 194 H. Tempat lahir, Bukhara Masa kecil beliau,
Bukhari dididik dalam keluarga yang berilmu.
Bapaknya adalah seorang ahli
hadits, akan tetapi dia tidak termasuk ulama yang banyak meriwayatkan hadits,
Bukhari menyebutkan di dalam kitab tarikh kabirnya, bahwa bapaknya telah
melihat Hammad bin Zaid dan Abdullah bin Al Mubarak, dan dia telah mendengar
dari imam Malik, karena itulah dia termasuk ulama bermadzhab Maliki. Ayahnya
wafat ketika Bukhari masih kecil, sehingga dia pun diasuh oleh sang ibu dalam
kondisi yatim. Akan tetapi ayahnya meninggalkan Bukhari dalam keadaan yang
berkecukupan dari harta yang halal dan berkah. Bapak Imam Bukhari berkata
ketika menjelang kematiannya; "Aku tidak mengetahui satu dirham pun dari
hartaku dari barang yang haram, dan begitu juga satu dirhampun hartaku bukan
dari hal yang syubhat."
Maka dengan harta tersebut Bukhari
menjadikannya sebagai media untuk sibuk dalam hal menuntut ilmu.
Ketika menginjak usia 16 tahun, dia bersama
ibu dan kakaknya mengunjungi kota suci, kemudian dia tinggal di Makkah dekat
dengan baitulah beberapa saat guna menuntut ilmu.
4.
Penjelasan Hadis
Hadis diatas
sangat jelas menerangkan tentang kepemimpinan setiap orang muslim dalam berbagai
posisi dan tingkatannya. Mulai dari tingkatan pemimpin rakyat sampai tingkatan
pengembala, bahkan sebenarnya tersirat sampai tingkatan memimpin diri sendiri.
Semua orang pasti memiliki tanggung jawab dan akan dimintai pertanggung
jawabannya oleh Allah SWT atas kepemimpinannya kelak di akhirat.
Dengan demikian, setiap orang islam harus berusaha untuk
menjadi pemimpin yang paling baik dan segala tindakannya tanpa didasari
kepentingan pribadi atau kepentingan golongan tertentu, akan tetapi, pemimpin
yang adil dan betul-netul memperhatikan dan berbuat sesuai dengan aspirasi
rakyatnya, sebagaimana diperintahkan oleh Allah SWT, Dalam (Q.S. An-Nahl: 90).
اِنَّ الله يَأْ مُرُ بِا لْعَدْلِ وَ اْلِاحْسَانِ
Artinya: “Sesungguhnya
Allah menyuruh kamu berlaku adil dan berbuat baik”
(Q.S. An-Nahl: 90)
وَاَقْسِطُوْأ
اِنَّ الله يُحِبُّ الْمُقْسِطِيْنَ
Artinya: “
Berlaku adillah kamu. Sungguh Allah menyukai orang yang adil.”
(Q.S. Al-Hujarat: 9)
Ayat di atas jelas sekali memerintahkan untuk berbuat
adil kepada setiap pemimpin apa saja dan di mana saja. Seorang raja misalnya,
harus berusaha untuk berbuat seadil-adilnya dan sebijaksana mungkin sesuai
dengan perintah Allah SWT. Dalam memimpin rakyatnya sehingga rakyatnya hidup
sejahtera.
Sebaliknya, apabila raja berlaku semena-mena, selalu
bertindak sesuai kemauannya, bukan didasarkan peraturan yang ada, rakyat akan
sengsara. Dengan kata lain, pepimpin harus menciptakan keharmonisan antara
dirinya dengan rakyatnya sehinga ada timbal balik di antara keduanya.
Begitu pula para suami, istri, penggembala dan siapa saja
yang memiliki tanggung jawab dalam memimpin harus berusaha untuk berlaku adil
dalam kepemimpinan sehingga ia mendapat kemuliaan sebagaimana janji Allah SWT. Bahwa para pemimpin seperti itu (Yang Adil) naungan, kecuali
Arasy du haru kiamat, yakni pada hari yang tidak ada naungan kecuali atas izin
Allah SWT.
Sebaliknya,
para pemimpin yang tidak adil akan memperolehh kehancuran dan ketidak tertiban
di dunia dan baginya siksa yang berat di akhirat kelak, apabila di dunia, ia
luput dari siksaan-Nya.
5.
Kata-kata Sulit:
Pengembala, pemimpin رَاعٍ :
Orang yang bertanggung jawab : مُسْئَوْلٌ
Keluarga,
kata ini sering juga : أَهْلُ اْلبَيْـِ
Dikhususkan
untuk keluarga Nabi SWA.
Suami : بَعْلٌ
6.
Fiqh Al-Hadis
Semua orang adalah pemimpin (pemelihara) dan akan
dimintai pertanggung jawabannya terhadapa kepemimpinannya, pengembala, dan siapa saja yang memiliki
tanggung jawab, termasuk pemimpin dirinya sendiri. Semuanya akan diminta
pertanggung jawabannya.
Kebahagiaan dan kesejahteraan di dunia dan di akhirat
merupakan jaminan bagi para pemimpin yang adil dan sebaliknya kesengsaraan dan
siksaan yang pedih bagi para pemimpin yang tidak adil.
C.
Pemimpin Pelayan Masyarakat
1.
Hadis ke-2
حَدَّثَنَا
أَبُو الْيَمَانِ أَخْبَرَنَا شُعَيْبٌ عَنْ الزُّهْرِيِّ قَالَ أَخْبَرَنِي
سَالِمُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُمَا أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَقُولُ كُلُّكُمْ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ فَالْإِمَامُ رَاعٍ وَهُوَ
مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالرَّجُلُ فِي أَهْلِهِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ
رَعِيَّتِهِ وَالْمَرْأَةُ فِي بَيْتِ زَوْجِهَا رَاعِيَةٌ وَهِيَ مَسْئُولَةٌ
عَنْ رَعِيَّتِهَا وَالْخَادِمُ فِي مَالِ سَيِّدِهِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ
رَعِيَّتِهِ قَالَ فَسَمِعْتُ هَؤُلَاءِ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَحْسِبُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَالَ وَالرَّجُلُ فِي مَالِ أَبِيهِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Abu Al Yaman telah
mengabarkan kepada kami Syu'aib berkata, dari Az Zuhriy berkata, telah
mengabarkan kepadaku Salim bin 'Abdullah dari 'Abdullah bin 'Umar radliallahu
'anhuma bahwa dia mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah
bersabda: "Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan diminta
pertanggung jawaban atas yang dipimpinnya. Imam (kepala Negara) adalah pemimpin
yang akan diminta pertanggung jawaban atas rakyatnya. Seorang suami dalam
keluarganya adalah pemimpin dan akan diminta pertanggung jawaban atas
keluarganya. Seorang isteri adalah pemimpin di dalam urusan rumah tangga
suaminya dan akan diminta pertanggung jawaban atas urusan rumah tangga
tersebut. Seorang pembantu adalah pemimpin dalam urusan harta tuannya dan akan
diminta pertanggung jawaban atas urusan tanggung jawabnya tersebut". Dia
('Abdullah bin 'Umar radliallahu 'anhuma) berkata: "Aku mendengar semua
itu dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan aku munduga Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam juga bersabda"; "Dan seorang laki-laki
pemimpin atas harta bapaknya dan akan diminta pertanggung jawaban atasnya dan
setiap kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan diminta pertanggung
jawaban atas yang dipimpinnya”.
2.
Skema Sanad
JALUR SANAD KE - 1
Salim bin
'Abdullah bin
'Umar bin Al Khaththab
'Umar bin Al Khaththab
Al Hakam bin
Nafi'
3.
Biografi Perawi
Ma’qal Ibn Yasar nama lengkapnya Ma’qal Ibn Mu’ir
Al-Mujin Abbu Ali. Dikatakan bahwa dia adalah Abu Ali, ada yang mengatakannya
sebagai Abu Yasar serta ada pula yang mengtakan bahwa dia adalah Abdullah
Al-Bashary.
Ia meriwayatkan hadis Rasulullah SAW, dan termaksut salah
seorang sahabat yang hadir pada bai’at di bawah pohon (Bai’ah Al-Ridhwan). Ia
juga meriwayatkan hadis dari Nu’man Ibn Maqran.
Orang yang meriwayatkan hadis darinya, antara lain Imron
bin Hushain, Mu’awiyah Ibn Qarrah, Al-qamah Ibn Abdullah, Hakm Ibn Al-A’raj,
Amr Ibn Samrag, hasan Al-Bashri, Nafi’ Ibn Nafi atau Abu Abu Al-Malih Ibn
Usamah, Muslim Ibn Mahraf, Iyad Abu Khalid, dan lain-lain.
4.
Penjelasan Singkat
Dalam pandangan Islam, seorang pemimpin adalah orang yang diberi
amanat oleh Allah SWT. Sebagaimana telah dijelaskan di atas. Dengan demikian,
meskipun seorang pemimpin dapat meloloskan diri dari tuntutan rakyatnya, karena
ketidak adilannya, misalnya, ia tidak akan mampu meloloskan diri dari tuntutan
Allah SWT. Kelak di akhirat.
Oleh karna itu, seorang pemimpin hendaknya jangan menganggap
dirinya sebagai manusia super yang bebas berbuat dan memerintah apa saja kepada
rakyatnya. Akan tetapi, sebaliknya ia harus berusaha memosisikanya darinya
sebagai pelayan dan pengayom masyarakat, sebagaimana firman-Nya (QS.
Asy-Sya’ara: 215).
(٢١٥) وَاحْفِضْ جَنَا حَكَ لِمَنِ اتَّبَعَكَ
مِنَ الْمُؤْ مِنِيْنَ.
Artinya: “Rendahkanlah sikapmu terhadap pengikutmu dari kaum
mukminin”. (QS. Asy-Sya’ara: 215).
Dalam sebuah hadis yang diterima dari siti Aisyah dan dirimayatkan
oleh Imam Muslim, Nabi SAW perna berdoa, Ya Allah, siapa yang menguasai sesuatu
dari urusan umatku lalu mempersulit mereka, maka persulitlah baginya. Dan siapa
yang mengurusi umatku dan berlemah lembut pada mereka, maka permudahlah
baginya.
Hal itu menunjukan bahwa Allah dan Rasulnya-Nya sangat peduli
terhadap hambanya agar terjaga dari kezaliman para pemimpin yang kejam dan
tidak bertanggung jawab. Pemerintah yang kejam dikategorikan sebagai
sejahat-sejahatnya pemerintah, sebagaimana sabda Rasullullah SAW. (H.R. Bukhari
dan Muslim)
وَعَنْ عَا ئِدِبْنِ عَمْرٍو رَضِيَ
الله عَنْهُ اَنَّهُ دَ خَلَ عَلَ عُبَيْدِ الله بْنِ زِيَادٍ قَالَ : يَا بُنَيَّ
اِنّيِ سَمِعْتُ رَسُوْ لَ الله ص.م. يَقُوْ لُ : اِنَّ شَرَّ الرُّ عَاءِ
الْحُطَمَةُ , فَاءِ يَّاكَ اَنْ لَا تَكُوْ نُ مِنْهُمْ. (متفق عليه)
Artinya: “A ‘idz bin Amru r.a. ketika memasuki rumah Ubaidillah
bin Ziyad, ia berkata, hai anak ku saya telah mendengar Rasulullah SAW.
Bersabda, Sesungguhnya sejahat-jahatnya pemerintahan yaitu kejam, maka
janganlah kau tergolong dari mereka.”
Pemimpin yang zalim yang tidak mau mengayomi dan melayani rakyatnya
diancam tidak akan pernah mencium harumnya surga apalagi memasukinya,
sebagaimana disebutkan pada hadis di atas.
Oleh karena itu, agar kaum muslim terhindar dari pemimpin yang
zalim berhati-hatilah dalam memilih seorang pemimpin. Pemilihan pemimpin harus
betul-betul didasarkan pada kualitas, integritas, loyolitas, dan yang paling
penting adalah perilaku keagamaanya. Jangan memilih mereka karena didasarkan
rasa emosional, baik karena ras, suku bangsa ataupun keturunan karena jika
mereka tidak dapat memimpin, rakyatnyalah yang akan merasakan kerugiannya.
Menurut M. Qurais Shihab, dari celah ayat-ayat Alquran ditemukan
sedikitnya dua pokok sifat yang harus disandang oleh seseorang yang memikul
suatu jabatan yang berkaitan dengan hak-hak masyarakat.
landasan utama ketika Abu Bakar r.a menunjuk Zaid bin Tsabit
sebagai ketua panitia pengumpulan Mushaf. Alasannya antara lain tersirat dalam
ungkapannya, engkau seorang pemuda (Kuat Lagi Bersemangat) dan telah dipercaya
oleh Rasulullah SAW untuk menulis wahyu. Bahkan Allah SWT pun memilih Jibril
sebagai pembawa wahyu-Nya antara lain, karna malaikat jibril memiliki sifat
kuat dan terpercaya (Q.S. 82: 19-21).
Pemimpin yang memiliki dua sifat tersebut, sangat kecil kemukinan
untuk berbuat zalim. Ia selalu berbuat dan bertindak sesuai dengan aspirasi
rakyat.
5.
Kata-kata Sulit:
Allah memintak untuk memeliharanya اِسْتَرْ عَاهُ اللهُ : Tidak memelihara atau menjaganya
: فَلَمْ يَحُطْ
serta tidak memperhatikan kepentingannya
6.
Fiqh Al-Hadis
Seorang pemimpin adalah orang yang telah dipercaya oleh Allah SWT.
Untuk memelihara sebagian kecil dari hamba-Nya di dunia. Maka ia harus berusaha
untuk memelihara dan menjaganya. Jika tidak, ia tidak akan pernah merasakan
harumnya surga, apalagi merasakan kenikmatan menjadi penghuninya.
Agar kaum muslimin memiliki pemimpin yang adil, yang mampu
memelihara dan menjaga mereka, pemimpin yang dipilih adalah mereka yang
betul-betul dapat dipercaya dan kuat dalam kepemimpinannya.
D.
Batas Ketaatan Kepada Pemimpin
1.
Hadis ke-3
حَدَّثَنَا صَدَقَةُ بْنُ الْفَضْلِ أَخْبَرَنَا حَجَّاجُ بْنُ
مُحَمَّدٍ عَنْ ابْنِ جُرَيْجٍ عَنْ يَعْلَى بْنِ مُسْلِمٍ عَنْ سَعِيدِ بْنِ
جُبَيْرٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا { أَطِيعُوا اللَّهَ
وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ } قَالَ نَزَلَتْ فِي عَبْدِ
اللَّهِ بْنِ حُذَافَةَ بْنِ قَيْسِ بْنِ عَدِيٍّ إِذْ بَعَثَهُ النَّبِيُّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي سَرِيَّةٍ
Artinya:
”Telah menceritakan kepada kami Shadaqah bin Al Fadll Telah mengabarkan kepada
kami Hajjaj bin Muhammad dari Ibnu Juraij dari Ya'la bin Muslim dari Sa'id bin
Jubair dari Ibnu 'Abbas radliallahu 'anhuma mengenai firman Allah: Ta'atilah
kalian kepada Allah dan Rasul-Nya serta kepada pemimpin kalian. Ibnu Abbas
berkata; Ayat ini turun berkenaan dengan Abdullah bin Hudzafah bin Qais ketika
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mengutusnya dalam sebua hsariyah
(peperangan).”
2.
Skema Sanad
JALUR SANAD KE - 1
Sa'id bin
Jubair bin
Hisyam
Hisyam
Ya'laa bin
Muslim bin
Hurmuz
Hurmuz
Abdul Malik bin
'Abdul
'Aziz bin Juraij
'Aziz bin Juraij
Hajjaj bin
Muhammad
Shidaqah bin Al Fadlol
3.
Biografi Perawi
Abdullah Ibn
Umar Ibn Al-Khaththab Ibn Nufail Al-Quraisy Al-Adawy Abd. Ar-Rahman Al-Makky
dilahirkan sebelum Nabi SAW. Menjadi Rasul. Ia masuk islam ketika ia masih
kecil. Ada yang pendapat bahwa ia telah masuk islam sebelum ayahnya masuk islam
kemudian hijrah ke Madinah bersama ayahnya. Dia tidak menyaksikan Perang Badar
sedangkan ketika terjadi perang Perang Uhud, Rasulullah SAW. Menggapainya masih
kecil (Umur 14 Tahun). Akan tetapi, pada peperangan selanjutnya, yaitu mulai
perang Khandak dia selalu ikut.
Ia menerima
riwayat dari Rasulullah SAW. Ayahnya, pamannya, (Zaid), saudara perempuannya,
yaitu Hafsah (Istri Rasulullah), Abu Bakar, Utsman Ibn Khadij, dan lain-lain.
Orang-orang yang menerima riwayat darinya antara lain: anaknya, Bilal, Zaid,
Hamzah, Salim, Abdullah, Ubaidillah, Muhammad Ibn Zaid, maulanya, Nafi, Assalam
maula Umar, Abu Salamah, Ibn AbdbAr-Rahman, dan lain-lain.
4.
Penjelasan Hadis
Kedudukan
seorang pemimpin sangat tinggi dalam agama Islam, sehingga ketaatan kepada
mereka pun disejajarkan dengan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Sebagaimana
firma-Nya (Q.S. An-Nisa: 59).
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا
اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ ۖ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, taatlah kepada Allah dan taatlah
kepada Rasulullah, dan yang memegang pemerintahan dari kamu.” (Q.S. An-Nisa: 59)
Hal itu menunjukan bahwa seorang pemimpin harus ditaati
walaupun seorang budak hitam umpamanya. Segala perintah dan perkataannya harus
ditaati oleh semua bawahannya.
Namun demikian, bukan berarti ketaatan yang tanpa batas
karna kewajiban taat kepada seorang pemimpin hanyalah dalam hal-hal yang tidak
berhubungan dengan kemaksiatan (Dosa), sebagaimana dijelaskan dalam hadis
pertama. Apabila pemimpin memerintahkan bawahannya untuk berbuat dosa, perintah
itu tidaklah wajib ditaati, bahkan bawahannya harus mengingatkannya.
Dalam kehidupan nyata, tidak jarang terdapat seorang
pemimpin menyalahgunakan kekuasaan guna mencapai dan kepuasan hawa nafsunya.
Tidak jarang pula, untuk menggapai cita-citanya tersebut. Dia memerintahkan
kepada para bawahannya (Rakyatnya) untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang
sebenarnya dilarang oleh agama terhadap perintah demikian, Islam melarang untuk
menaatinya.
Dalam hadis lain disebutkan bahwa Rasulullah SAW, pernah
memerintahkan seseorang bekas budak untuk menggunakan kulit kambing yang telah
mati, tetapi budak tersebut tidak menuruti perintah Rasulullah SAW. Ia
beranggapan menggunakan kulit kambing adalah haram sebagaimana diharamkan
makanya. Nabi menjelaskan kepadanya bahwa mempergunakan kulit binatang yang
mati tidak diharamkan.
Sikap bekas budak tersebut menunjukan bahwa ia tidak mau
taat kepada pemimpin sekalipun kepada Rasulullah SAW. Kalau ia menganggap bahwa
perintah tersebut untuk melakukan perbuatan maksiat. Ia menganggap Rasulullah
memerintahkannya untuk berbuat maksiat untuk menyuruhnya mempergunakan kulit
kambing yang mati.
Begitu pula
pada hadis yang kedua, para sahabat tidak mau menuruti perintah pemimpinya
waktu mereka diperintahkan msuk kedalam api, karena perintah itu mereka anggap
tidak benar. Ternyata perbuatan para sahabat yang menentang perintah pimpinan mersebut dibenarkan
Rasulullah SAW.
5.
Kata-kata Sulit:
Menyukai, menyetujuai : أَحَبَّ
Tidak setuju, tidak suka : كَرِهَ
Bagian dari kelompok
tentara : سَرِيَّهٌ
Yang berjumlah antara
300 sampai 400 orang
Kayu bakar : حَطَبًا
Menyalakan :
اوْقَدَ
Padam : خَمَدَ
6.
Fiqh Al-Hadis
Umat islam diwajibkan menaati para pemimpin mereka, baik
terhadap aturan-aturan yang disetujuinya ataupun tidak, sejauh pemimpin
tersebut tidak memerintahkan untuk berbuat kemaksiatan (dosa).
Kalau seorang pemimpin memerintahkan kemaksiatan, bahwa
(Rakyat) tidak wajib menaatinya, bahkan harus berani menegurnya dengan cara
yang bijak.[2]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pemimpin adalah pelaku atau seseorang yang
melakukan kegiatan kepemimpinan, yaitu seseorang yang melakukan proses yang
berisi rangkaian kegiatan saling pengaruh-mempengaruhi, berkesinambungan dan
terarah pada suatu tujuan.
Menurut Kartini Kartono (1994: 33) Pemimpin
adalah seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan khususnya
kecakapan dan kelebihan disatu bidang, sehingga dia mampu mempengaruhi orang
lain untuk bersama-sama melakukan aktivitas tertentu, demi pencapaian satu atau
beberapa tujuan.
B.
Saran
Dalam penulisan makalah ini masih terdapat kesalahan dan
banyak kekuranagan, baik dari segi
penulisan maupun dari segi penyusunan kalimatnya dan dari segi isi juga masih
perlu ditambahkan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran
kepada para pembaca makalah ini agar memberikan masukan yang membangun untuk
pembuatan makalah selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Syafe’I, Rachmat (2010). Al-Hadi:
Aqidah Akhlak Sosiai dan Hukum, Bandung: Pustaka setia.
Wahab Suneth
dan Djosan, Syafruddin (2003). Problematika Dakwah dalam Era Indonesia Baru,
Jakarta Selatan: 2003.
[1] Wahab Suneth dan Syafruddin
Djosan, Problematika Dakwah dalam Era Indonesia Baru,(Jakarta Selatan: 2003).
Hlm. 22-24.
[2] Rachmat Syafe’i, Al-Hadi:
Aqidah Akhlak Sosiai dan Hukum,
(Bandung: Pustaka setia. 2010). Hlm. 133-149.
No comments:
Post a Comment