1

loading...

Friday, July 19, 2019

MAKALAH SEJARAH TERBENTUKNYA DEWAN PENGURUS SYARIAH


MAKALAH SEJARAH TERBENTUKNYA DEWAN PENGURUS SYARIAH 

BAB I
PENDAHULUAN
       A.    Latar Belakang
Lembaga keuangan adalah Badan usaha yang kekayaannya terutama berbentuk aset keuangan atau tagihan  (claims), yang fungsinya sebagai lembaga intermediasi keuangan antara unit defisit dengan unit surplus dan menawarkan secara luas berbagai jasa keuangan dan merupakan bagian dari sistem keuangan dalam ekonomi modern dalam melayani masyarakat. Sedangkan lembaga keuangan syariah adalah lembaga keuangan yang menjalankan kegiatannya dengan berlandaskan prinsip syariah Islam. Lembaga keuangan syariah terdiri dari Bank dan Non Bank salah satunya BMT.
Pesatnya perkembangan bisnis syariah yang terjadi di sektor perbankan, asuransi, pasar modal dan jasa keuangan syariah lainnya. Akan tetapi dalam mendukung kinerjanya perlu peran Dewan Pengawas Syariah (DPS).
Dewan Pengawas Syariah (DPS) merupakan salah satu bagian penting dari institusi Lembaga Keuangan Syariah (LKS) di Indonesia. Kedudukan dan fungsinya secara sederhana hanya diatur dalam salah satu bagian dalam SK yang dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang berkenaan tentang susunan pengurus DSN-MUI.
Untuk itu perlu kiranya membahas mengenai Dewan Pengawas Syariah yang merupakan lembaga memberikan fatwa dalam hal boleh atau tidaknya dalam melakukan transaksi tersebut. Untuk itu ada beberapa permasalahan.
    B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian DPS?
2.      Bagaimana sejarah terbentuknya DPS?
3.      Apa dasar hukum DPS?
4.      Apa tugas dan fungsi DPS?
5.      Apa pengertian BMT?
6.      Bagaimana perkembangan BMT di Indonesia?
7.      Bagaimana prospek dan tantangan BMT?
8.      Apa saja payung hukum BMT ?
9.      Apa saja yang ada ada di BMT Al-Muawanah IAIN Bengkulu?
    C.    Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui pengertian DPS.
2.      Untuk mengetahui bagaimana sejarah terbentuknya DPS.
3.      Untuk mengetahui apa saja dasar hukum DPS.
4.      Untuk mengetahui apa saja tugas dan fungsi DPS.
5.      Untuk mengetahui pengertian BMT.
6.      Untuk mengetahui bagaimana perkembangan BMT di Indonesia.
7.      Untuk mengetahui bagaimana prospek dan tantangan BMT.
8.      Untuk mengetahui apa saja payung hukum BMT
9.      Untuk mengetahui tentang BMT  Al-Muawanah IAIN Bengkulu



BAB II
PEMBAHASAN
     A.    Dewan Pengurus Syariah
1.      Pengertian Dewan Pengurus Syariah
Dalam kamus bahasa Indonesia kata “dewan” adalah badan yang terdiri dari beberapa orang yang pekerjaannya memutuskan sesuatu dengan jalan berunding, pengawas berasal dari kata awas yang berarti pengawas[1]. Sedangkan “syariah” adalahkomponen ajaran Islam yang mengatur tentang kehidupan seorang muslim baik dari bidang ibadah (habluminallah) maupun dalam bidang muamalah (hablumminannas) yang merupakan aktualisasi akidah yang menjadi keyakinannya. Sementara muamalah sendiri meliputi berbagai bidang kehidupan antara lain yang menyangkut ekonomi atau harta dan perniagaan disebut muamalah maliyah[2].
Dewan pengawas syariah adalah suatu badan yang bertugas mengawasi pelaksanaan keputusan DSN di lembaga keuangan syariah. DPS diangkat dan diberhentikan di lembaga keuangan syariah melalui RUPS setelah mendapat rekomendasi dari DSN.[3]
Dewan pengawas syariah atau yang lebih dikenal sebagai DPS merupakan badan yang ada di lembaga keuangan syariah dan bertugas mengawasi pelaksanaan keputusan Dewan Pengawas Syariah Nasional di lembaga keuangan syariah. Dewan Pengawas Syariah ini berkedudukan di bawah Rapat Umum Pengawas Syariah atau sejajar dengan Dewan Komisaris di dalam struktur suatu Bank Syariah atau lembaga keuangan syariah. Tugas utama Dewan Pengawas Syariah adalah mengawasi kegiatan usaha lembaga keuangan syariah agar sesuai dengan ketentuan dan prinsip syariah yang telah difatwakan oleh Dewan Syariah Nasional. Fungsi utama Dewan Pengawas Syariah adalah sebagai penasehat dan pemberi saran kepada direksi, pimpinan unit usaha syariah dan pimpinan kantor cabang syariah mengenai hal-hal yang terkait dengan aspek syariah dan sebagai mediator antara lembaga keuangan syariah dengan Dewan Syariah Nasional dalam mengkomunikasikan usul dan saran pengembangan produk dan jasa dari lembaga keuangan syariah yang memerlukan kajian dan fatwa dari Dewan Syariah Nasional. Posisi Dewan Syariah adalah wakil Dewan Syariah Nasional di lembaga keuangan syariah yang bersangkutan.
Didunia perbankan atau lembaga-lembaga keuangan lainnya yang membedakan anatara lembaga keuagan syariah dan lembaga konvensional adalah adanya kepastian pelaksanaan prinsip-prinsip syariah dalam operasionalnya. Untuk menjamin operasi lembaga keuangan syariah tidak menyimpang dari tuntunan syariat, maka pada setiap lembaga Islam hanya diangkat manager dan pimpinan lembaga yang sedikit banyak menguasai prinsip muamalah Islam. Selain dari pada itu di lembaga ini dibentuk Dewan Pengawas Syariah yang bertugas mengawasi operasional bank atau lembaga keuangan dari sudut syariahnya[4].
Menurut UU No. 21 Tahun 2008 tentang perbankan syariah atau lembaga keuangan syariah, setiap bank Islam atau lembaga keuangan Islam di Indonesia, Bank Umum Syariah (BUS) maupun Unit Usaha Syariah (UUS), wajib membentuk Dewan Pengawas Syariah, yang secara umum bertugas untuk memberikan nasihat serta saran kepada direksi serta mengawasi kegiatan bank agar tidak melenceng dari prinsip syariah[5].
2.      Sejarah Pembentukan Dewan Pengawas Syariah
Sekitar tahun 1999-an perhatian umat Islam di Indonesia teradap ajaran ekonomi yang berdasarkan syariah mulai tumbuh dan berkembang. Melihat kenyataan seperti itu MUI bersama instusi lain, terutama Bank Indonesia, memberikan respon positif dan bersifat proaktif. Salah satu hasilnya adalah kelahiran bank Muamalt Indonesia 1992 sebagai bank yang pertama di Indonesia yang berbasiskan syariah dalam kegiatan transaksinya. Kelahiran bank syariah diikuti dengan bank-bank lain, baik yang bentuk  full branc maupun yang hanya berbentuk divisi atau unit usaha syariah. Tak ketinggalan lembaga keuangan lainnya seperti asuransi syariah takaful, dompet dhuafa, BPRS, BMT yang terus bermunculan.
Untuk lebih meningkatkan khidmah dan memenuhi harapan umat yang semakin besar. MUI pada februari 1999 telah membentuk DSN. Lembaga ini yang beranggotakan para ahli hukum islam (fuqaha’) serta ahli dan praktisi ekonomi, terutama sektor keuangan, baik bank maupun non-bank, berfungsi untuk melaksanakan tugas-tugas MUI dalam mendorong dan memajukan ekonomi umat.
Dalam upaya memurnikan pelayanan institusi keuangan syariah agar benar-benar sejalan dengan ketentuan syariah Islam maka, dibentuklah dewan pengawas syariah. Yang mana keberadaan dewan pengawas syariah mutlak diperlukan. DPS merupakan lembaga kunci yang menjamin bahwa kegiatan operasional institusi keuangan syariah sesai dengan prinsip-prinsip syariah. Merajuk pada surat keputusan dewan syariah nasioanal No. 3 Tahun 2000, dewan pengawas syariah adalah bagian dari lembaga keuangan syariah yang bersangkutan, dan penempatannya atas persetujuan Dewan Syariah Nasional (DSN).
Keberadaan Dewan Syariah Nasional (DSN) dan Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang dijamin oleh undang-undang Nomor 10 Tahun1998 tentang perubahan undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan masih harus dilengkapi dengan petunjuk pelaksanaan (JUKLAK) dan petunjuk Teknis (JUKNIS). Hal ini dianggap penting agar para anggota dewan pengawas syariah yang ditempatkan di lembaga keuangan syariah dapat bekerja dengan lebih efektif dan efisien, sehingga jalannya perusahaan dapat secara murni sesuai dengan prinsip syariah[6].
3.      Dasar Hukum Dewan Pengawas Syariah
Dasar hukum dibentuknya Dewan Pengawas Syariah dan implementasinya dapat dilihat dari perintah Allah SWT yang termasuk dalam (QS. At-Taubah 9: 105)
Artinya : “dan katakanlah: “bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasulnya serta orang mu’min akan melihat pekerjaan itu dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata lalu diberikannya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan. (QS. At-Taubah 9:105)[7]
Dasar hukum menurut Peraturan Bank Indonesia
1.      Peraturan Bank Indonesia No.6/17/PBI/2004 tanggal 1 Juli 2004 tentang Perkreditan Rakyat berdasarkan Prinsip Syariah.
2.      Peraturan Bank Indonesia No.6/24/PBI/2004 tanggal 14 Oktober tentang Bank Umum yang melaksanakan kegiatan usaha yang berdasarkan Prinsip Syariah yang laludiubah dengan Peraturan Bank Umum No.7/35/PBI/2005 tanggal 29 September 2005 tentang Bank Umum yang melaksanakan kegiatan usaha yang berdasarkan Prinsip Syariah.
3.      Peraturan Bank Indonesia No.8/3/PBI/2006 tanggal 30 Januari tentang perubahan kegiatan Bank Umum Konvensional menjadi Bank Umum yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah oleh Bank Umum Konvensional.
Semua peraturan Bank Indonesia (PBI) tersebut mewajibkan setiap Bank Syariah harus memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS)[8].
Undang-undang No 21 Tahun 2008 Pasal 32 menyebutkan :
1.      Dewan Pengawas Syariah wajib dibentuk di Bank Syariah dan Bank Umum Konvensional yang memiliki UUS.
2.      Dewan Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat oleh Rapat Umum Pemegang Saham atas rekomendasi Majelis Ulama Indonesia.
3.      Dewan Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas memberikan nasihat dan saran kepada direksi serta mengawasi kegiatan Bank agar sesuai dengan Prinsip Syariah.
4.      Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan Dewan Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan Bank Indonesia[9].
4.      Tugas dan Fungsi Dewan Pengawas Syariah
Tugas dewan pengawas syariah pastilah sangat berat karena memang tidak mudah menjadi lembaga yang harus mengawasi dan bersifat menjamin operasi sebuah entitas bisnis dalam kontek yang amat luas dan komplek yang secara umum memasuki ranah-ranah khilafiyah. Karena menyangkut urusan-urusan muamalah dimana ruang interprestasinya sangat lah luas. Dewan pengawas syariah bertugas mengawasi operasional bank dan produk-produknya agar tidak menyimpang dari garis syariah[10].
Mengenai tugas, wewenang, dan tanggung jawab DPS tersebut menurutketentuan pasal 27 PBI No. 6/24/PBI/2004 peraturan bank Indonesia adalah sebagai berikut[11] :
a.       Memastikan dan mengawasi kesesuaian kegiatan operasional bank terhadap fatwa yang dikeluarkan oleh DSN.
b.      Menilai aspeksyariah terhadap pedoman operasional, dan produk yang dikeluarkan bank.
c.       Memberikan opini dari aspek syariah terhadap pelaksanaan operasional bank secara keseluruhan dan laporan publikasi bank.
d.      Menyampaikan laporan hasil pengawasan syariah sekurang-kurangnya setiap 6 (enam) bulan kedepan direksi, komasaris, Dewan Syariah Nasional dan Bank Indonesia.
Dalam melakukan pengawasannya setiap angota dewan pengawas syariah harus memiliki kualifikasi keilmuan yang integral, yaitu ilmu fiqh muamalah dan ilmu ekonomi keuangan Islam modern. Kesalahan besar saat ini adalah pengangkatan DPS hanya dilihat dari kharisma dan kepopulerannya di tengah masyarakat, bukan karena keilmuannya di bidang ekonomi dan perbankan syariah. Masih banyak anggota DPS yang belum mengerti tentang teknis perbankan dan LKS, apalagi ilmu ekonomi keuangan islam, seperti akuntansi, akibatnya pengawasan dan peran-peran strategis lainnya tidak optimal. DPS juga harus memahami ilmu yang terkait dengan perbankan syariah seperti ilmu ekonomi moneter, misalnya dampak bunga terhadap investasi, produksi, unemployment. Dampak bunga terhadap implasidan volatilitas currency. Dengan memahami ini, maka tidak ada lagi ulama yang menyamakan margin jual beli murabahah dengan bunga. Tetapi faktanya, masih banyak ulama yang tidak bisa membedakan margin murabahah dengan bunga, karena minimnya ilmu yang mereka miliki. Karena pengangkatan DPS bukan didasarkan pada keilmuannya, maka sudah bisa dipastikan fungsi pengawasan DPS tidak Optimal, akibatnya penyimpangan dan praktek syariah menjadi hal yang mungkin dan sering terjadi.
Fungsi utama dewan pengawas syariah adalah[12] :
a.       Sebagai penasehat dan pemberi saran kepada direksi, pimpinan unit usaha syariah, dan pimpinan kantor cabang syariah mengenai hal-hal yang terkait dengan aspek syariah.
b.      Sebagai mediator antara lembaga keuangan syariah dengan dewan syariah nasional dalam mengomunikasikan usul dan saran pengembangan produk dan jasa dari lembaga keuangan syariah yang memerlukan kajian dan fatwa dari dewan syariah nasional (DSN).
c.       DPS melakukan pengawasan secara periodic pada lembaga keuangan syariah yang berada di bawah pengawasannya.
d.      DPS berkewajiban mengajukan usul-usul pengembangan lembaga keuangan syariah kepada pimpinan lembaga yang bersangkutan dan kepada DSN.
e.       DPS merumuskan permasalahan-permasalahan yang memerlukan pembahasan DSN.
     B.     Baitul Maal Wat Tanwil  (BMT)
1.      Pengertian BMT
Dalam perkembangan lembaga keuangan syariah, dikenal tiga institusi yang menggunakan istilah yang hampir sama, yaitu baitul maal, baitul tanwil, dan Baitul Maal Wat Tanwil (BMT).
BMT merupakan kelompok swadaya masyarakat sebagai lembaga ekonomi rakyat yang berupaya mengembangkan usaha-usaha produktif dan investasi dengan sistem bagi hasil untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat menengah kebawah dan kecil dalam upaya pengentasan kemiskinan.
BMT melaksanakan dua jenis kegiatan, yaitu baitul tanwil dan baitul maal. Baitul tanwil mengembangkan usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas kegiatan pengusaha kecil dan menengah kebawah dengan mendorong dan menunjang pembiayaan ekonomi. Sementara baitul maal menerima zakat, infak, dan sedekah, serta menjalankannya sesuai dengan peraturan dan amanahnya.
BMT didirikan dari, oleh dan untuk masyarakat setempat sehingga mengakar pada masyarakat dan perputaran dana semaksimal mungkin digunakan untuk masyarakat setempat. Sistem bagi hasil sudah merupakan tradisi masyarakat Indonesia sehingga kehadiran BMT sesuai dengan kehendak dan budaya masyarakat setempat. Kegiatan bisnis BMT bertujuan untuk membantu pengusaha kelas menengah kebawah dengan memberikan pembiayaan yang digunakan sebagai modal dalam rangka mengembangkan usahanya. Dengan kegiatan BMT ini usaha anggota berkembang dan BMT juga memperoleh pendapatan sehingga kegiatan BMT berkesinambungan secara mandiri.
1.)    Kegiatan yang dikembangkan BMT adalah:
a.)    Menggalang dan menghimpun dana yang dipergunakanuntuk membiayai usaha-usaha anggotanya. Modal awal BMT diperoleh dari simpanan pokok khusus pendiri. Selanjutnya, mengembangkan modal dari simpanan pokok, simpanan wajib, dan simpanan sukarela anggota. Untuk memperbesar modal, BMT bekerja sama dengan berbagai pihak yang mempunyai kegiatan yang sama, seperti BUMN, proyek pemerintah LSM, dan yang mekanismenya sudah diatur dalam BMT.
b.)    Memberikan pembiayaan kepada anggota sesuai dengan penilaian kelayakan yang dilakukan oleh pengelola BMT bersama anggota yang bersangkutan. Sebagai imbalanatas jasa ini. BMT akan mendapatkan bagi hasil dari aturan yang ada.
c.)    Mengelola usaha simpan pinjam itu secara profesional sehingga kegiatan BMT dapat menghasilkan keuntungan dan dapat dipertanggung  jawabkan.
d.)   Mengembangkan usaha-usaha disektor riil yang bertujuan untuk mencari keuntungan dan menunjang usaha anggota. Misalnya : distribusi dan pemasaran, penyedia bahan baku, sistem pengelola dan lainnya. 
2.      Perkembangan BMT di Indonesia
Setelah berdirinya Bank Muamalat Indonesia (BMI) timbul peluang untuk mendirikan bank-bank yang berprinsip syariah. Operasionalisasi BMI kurang menjangkau usaha masyarakat kecil dan menengah, maka muncul usaha untuk mendirikan bank dan lembaga keuangan makro,seperti BPRS  dan BMT. Oleh karena itu, BMT diharapkan mampu berperan lebih aktif dalam memperbaiki kondisi ini. BMT setidaknya mempunyai beberapa peran :
1.      Menjauhkan masyarakat dari praktek ekonomi non-syariah.
2.      Melakukan pembinaan dan pendanaan usaha kecil.
3.      Melepaskan ketergantungan pada reentenir, masyarakat yang masih tergantung rentenir disebabkan rentenir mampu memenuhi keinginan masyarakat dalam memenuhi dana dengan segera.
4.      Menjaga keadilan ekonomi masyarakat dengan distribusi yang merata.
BMT mempunyai beberapa komitmen yang harus dijaga supaya konsisten terhadap perannya, komitmen tersebut adalah:
1.      Menjaga nilai-nilai syariah dalam operasi BMT.
2.      Memperhatikan permasalahan-permasalahan yang berhubungan dengan pembinaan dan pendanaan usaha kecil.
3.      Meningkatkan profesionalitas BMT dari waktu ke waktu.
4.      Ikut terlibat dalam memelihara kesinambungan usaha masyarakat.
Perkembangan BMT cukup pesat, hingga akhir 2001 PINBUK mendata ada 2938 BMT terdaftar dan 1828 BMT yang melapor kegiatannya.[13]
3.      Prospek dan Tantangan BMT
Ada beberapa strategi untuk meningatkan kinerja dan meningkatkan prospek dari BMT antara lain:
1.      Optimalisasi lembaga pemerintahan yang mengadakan pendanaan BMT secara melalui lembaga swasta seperti PT. Permodalan Nasional Madani terhadap BMT, akan tetapi itu dirasa kurang cukup kontributif untuk pengembangan BMT, karena belum ada penanganan khusus dari lembaga pemerintahan.
2.      Optimalisasi linkage program untuk penambahan permodalan BMT, baik itu antara BMT dan BPRS serta Bank Syariah, sehingga kemungkinan likuidasi BMT terjadi akan semakin mengecil.
Dalam perkembangan BMT tentunya tidak lepas dari berbagai kendala. Adapun kendala-kendala tersebut diantaranya:
1.      Akumulasi kebutuhan dana masyarakat belum bisa dipenuhi BMT.
2.      Adanya rentenir yang memberikan dana yang memadai dan pelayanan yang baik dibanding BMT.
3.      Nasabah bermasalah.
4.      Persaingan tidak Islami antar BMT.
5.      Pengarahan pengelola pada orientasi bisnis terlalu dominan sehingga mengikis sedikit rasa idealis.
6.      Ketimpangan fungsi utama BMT, antara baitul maal dengan baitultamwil.
7.      SDM kurang.[14]
4.  Payung Hukum BMT     
         Secara kelembagaan BMT mengalami Evolusi dari lembaga keuangan informal (KSM/PHBK/LSM/Perkumpulan), lalu menjadi lembaga keuangan semi formal (Koperasi Jasa Keuangan Syariah) lalu saat ini BMT dapat memilih penggunaan payung hukum Koperasi Jasa Keuangan Syarih (KJKS) dibawah pembinaan Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah atau memilih berbadan hukum LKM (Lembaga Keuangan Mikro) dibawah UU NO. 1 tahun 2003 sehingga BMT masuk Menjadi struktur lembaga keuangan formal di dalam sisitem keuangan nasional.
         Apabila BMT memilih berbadan hukum koperasi, maka koperasi akan beroperasi sama dengan mekanisme operasional KJKS. Namun, apabila BMT memilih berpayung hukum LKM maka BMT dikategorikan sebagai dsalah satu lembaga keuangan mikro syariah di bawah pembinaan otoritas jasa keuangan. Lembaga Keuangan Mikro (LKM) adalah lembaga keuangan  yang khusus di dirikan untuk memberikan jasa pengembangan usaha dan pemberdayaan masyarakat, baik melalui pinjaman atau pembiayaan dalam usaha skala mikro kepada anggota dan masyarakat, pengelolaan simpanan, maupun pemberian jasa konsultasi pengembangan usaha yang tidak semata-mata mencari keuntungan.
         Sejumlah peraturan yang berkaitan dengan lembaga keuangan mikro antara lain Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro (UU LKM), Peraturan Pemerintah Nomor 89 Tahun 2014 tentang Suku Bunga Pinjaman atau Imbal Hasil Pembiayaan dan Luas Cakupan Wilayah Lembaga Keuangan Mikro; Peraturan OJK (PJOK) Nomor 12/POJK.05/2014 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Keuangan Mikro, POJK Nomor 13/POJK.05/2014 tentang Penyelenggaraan Usaha Lembaga Keuangan Miko, dan PJOK Nomor 14/PJOK.05/2014 tentang Pembinaan dan pengawasan Lembaga Keuangan Mikro.
         Baitul Maal wa Tamwil (BMT) yang telah berdiri dan telah beroperasi sebelum berlakunya UU LKM yaitu pada tanggal 8 januari 2015, serta belum mendapat izin usaha berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, wajib memperoleh izin usaha melalui pengukuhan sebagai LKM kepada OJK paling lambat tanggal 8 Januarin2016. Bentuk badan hukum BMT umumnya berbentuk koperasi dimana AD/ART disahkan oleh mentri koperasi dan usaha kecil dan menengah. untuk mendapat izin usaha, LKM wajib mengajukan permohonan kepada kantor OJK/kantor regional/direktorat lembaga keuangan mikro sesuai tempat kedudukan LKM dengan memenuhi ketentuan dan persyaratan yang telah ditetapkan dalam POJK Nomor 12/POJK.05/2014 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Keuangan Mikro.
          Baitul Maaal wa Tamwil (BMT) yang telah memperoleh izin usaha sebelum berlakunya UU LKM yaitu pada tanggal 8 Januari 2015, tunduk pada UU yang mengatur mengenai perkoperasian sehingga tidak wajib memperoleh izin usaha dari OJK.
         Minimal simpanan pokok, simpanan wajib, dan hibah (koperasi) untuk mendirikan LKM untuk simpanan pokok, simpanan wajib, dan hibah LKM dengan ketentuan paling kurang 50% wajib digunakan untuk modal kerja ditetapkan paling sedikit :
1.  Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), untuk LKM dengan cakupan wilayah usaha desa/kelurahan.
2.  Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah), untuk LKM dengan cakupan wilayah usaha kecamatan; Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah), untuk LKM dengan cakupan usaha wilayah kabupaten/kota.
         Pengaturan OJK berkaitan dengan BMT sebagai LKMS terkait pembiayaan antara lain[15] :
1.  LKM wajib melakukan analisis atas kelayakan penyaluran pembiayaan.
2.  LKM menetapkan imbal hasil maksimum pembiayaan yang akan diterapkan.
3.   LKM wajib melaporkan imbal hasil maksimum pembiayaan kepada OJK setiap 4 bulan (paling lambat minggu terakhir bulan april, agustus danm desember).
4.  LKM wajib melaporkan kepada OJK dalam hal menaikan imbal hasil maksimum pembayaran.
5.  LKM dilarang menerapkan imbal hasil pembiayaan melebihi imbal hasil pembiayaan yang telah dilaporkan kepada OJK.
6.  LKM wajib mengumumkan imbal hasil maksimum pembiayaan kepada masyarakat.
7.  LKM setiap saat wajib memenuhi batas maksimum pombiayaan kepada setiap nasabah.
8.  LKM wajib melakukan penilaian kualitas pembiayaan yang disalurkan.
9.  LKM wajib membentuk penyisihan penghapusan pembiayaan.
         Batas pinjaman atau pembiayaan terendah yang dilayani oleh LKM sebesar RP 50.000,00 (lima puluh ribu rupiah). Batas maksimum pemberian pinajaman atau pembiayaan ditetapkan sebagai berikut :
1.  Paling tinggi 10% (sepuluh persen) dari modal LKM untuk nasabah kelompok.
2.  Paling tinggi 5% (lima persen) dari modal LKM untuk 1 nasanah.
    C.    Hasil Peneliatian DPS di BMT Al-Muawanah  IAIN Bengkulu
a.      Sejarah BMT Al-Wuawanah IAIN Bengkulu
Baitul Mal Wa Tamwil atau disingkat BMT Al-Muawanah, sebelumnya adalah Koperasi Pegawai Negeri (KPN) Al-Muawanah STAIN Bengkulu, sebelumnya bernama KPN IAIN Raden Fatah Bengkulu, berdiri pada tanggal 30 Maret 1983, seiring dengan perubahan IAIN Raden Fatah Bengkulu menjadi STAIN Bengkulu, maka KPN mengalami perubahan menjadi KPN Al-Muawanah STAIN Bengkulu pada tahun 1998, dengan surat keputusan Nomor 06/PAD/KDK.8.4/KEP/IX/1998, tanggal 29 September 1998.
Berdasarkan keputusan Rapat Anggota Tahun Buku 2012 yangdilaksanakan pada tanggal 12 Februari 2013, Koperasi Pegawai Negeri (KPN) Al- Muawanah dikonversi menjadi Baitul Mal Wa Tamwil (BMT), setelah melalui berbagai proses, KPN Al-Muawanah telah menjadi BMT Al-Muawanah IAIN Bengkulu dengan Surat Keputusan Nomor 05/PAD/IX.4/2013 tanggal 25 Maret 2013, yang dikeluarkan oleh Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Kota Bengkulu dan disahkan melalui Akta Notaris.
BMT Al- Muawanah adalah lembaga Keuangan Syariah yang berfungsi sebagai penerima dan penyalur uang simpanan dalam bentuk tabungan wadi’ah, BMT Al- Muawanah juga memiliki fungsi dalam pengelolaan keuangan terpadu, yakni tidak hanya mengelola keuangan simpanan anggota, baik Simpanan Pokok maupun Simpanan Wajib, melainkan dapat mengelola tabungan dengan sistem syar’iah, juga menerima dan mengelola zakat, infak, sodaqah dan wakaf uang untuk diproduktifkan, disinilah makna zakat produktif maupun wakaf produktif.
Aset BMT Al-Muawanah saat ini telah mencapai angka diatas Rp 3.000.000.000,- (Tiga Miliar Rupiah). Dengan menggunakan sistem yang canggih dan pengelolaan yang semakin baik, BMT Al-Muawanah terus mengalami pertumbuhan dan dan perkembangan dalam pelayanan terhadap anggota, mahasiswa maupun masyarakat umum.
Saat ini BMT Al-Muawanah, telah menggunakan sistem komputer (software BMT), sehingga lebih menjamin sistem administrasi keuangan yang profesional, amanah dan nyaman serta transparan, bisa diakses setiap saat oleh anggota , melaluai aandroid dan tarik tunai melalui mesin EDC (Electrinic Debit Card) berupa cek saldo, bayar pulsa, bayar listrik BPJS, tiket pesawat dan jasa lainnya.
Di dalam BMT Al-Muawanah IAIN Bengkulu terdapat VISI dan MISI antara lain:
Visi : “Menjadi pelopor pertumbuhan BMT yang kompetitif dalam menggali potensi dan menelola keuangan syari’ah.
Misi : 
1.      Mengelola dana simpanan/Tabungan dari Civitas akademika dan masyarakat umum.
2.      Mengembangkan sistem usaha yang profesional, berkeadilan, terpercaya, aman, dan nyaman dengan menggunakan sistem keuangan yang berbasis komputer (SoftWare BMT).
3.      Menggali potensi ekonomi syariah berupa zakat, infaq, sodaqoh dan wakaf uang.
4.      Produktifikasi zakat dan wakaf uang untuk pengembangan ekonomi umat.
b.      Produk-produk di BMT Al-Muawanah :
1.      Produk Simpanan Tabungan/Simpanan
a.       Tabungan (Tabungan Umum)
b.      Simpel (Simpanan Pelajar)
c.       Sitak (Simpanan Tabungan Anak )
d.      Safitri (Simpanan Hari Raya Idul Fitri)
e.       Sahaji (Simpanan Haji)
f.       Tafaqur (Tabungan Fasilitas Qurban) 
2.      Layanan Jasa
a.       Pembayaran Listrik Prabayar dan Pascabayar
b.      Telepon
c.       Pembayaran Speedy/Telkom
d.      Pembayaran TV Berlangganan
e.       Tiket Pesawat
f.       Pulsa Elektrik
g.      Zakat, Infaq dan Sadaqoh
h.      Wakaf Uang
i.        BPJS Kesehatan
j.        Multifinance
k.      PDAM
c.       keunggulan BMT Al-Muawanah :
a.       Berada dibawah Lingkungan Pendidikan Tinggi Agama Islam Negeri dengan jumlah dosen dan karyawanm lebih kurang 400 orang dan dan jumlah mahasiswa lebih kurang 10.060 orang, sehingga memungkinkan mengelola zakat dan waqaf uang.
b.      Berada di Lokasi Kampus IAIN Bengkulu dan lingkungan masyarakat, sehinggga memungkinkan berkembang melayani anggota dan masyarakat luas, serta mudah dijangkau.
c.       Dikeliola dengan manajemen moderen, dengan menggunakan software BMT, yang bisa diakses melalui android sehinggga keamanan data lebih terjamin dan dimungkinkan dibukanya kantor-kantor cabang diluar IAIN Bengkulu.
d.      Melayani tabungan dengan berbagai macam varian dengan bonus dan bagi hasil menarik, serta memberikan berbagai layanan jasa seperti pembayaran rekening listrik, pulsa, tiket pesawat, hp pascabayar, tv berbayar, BPJS kesehatan, PDAM, telkom, multifinance dan lain-lain.
e.       Sistem pengawasan akan lebih baik, karena diawasi oleh DPS yang memiliki kompetensi dalam bidang hukum islam dan ekonomi syariah, sehingga lembaga ini akan menjadi Lembaga Keuangan Syariah yang da[at berjalan sesuai aturan dan prinsip-prinsip syariah.
d.      Susunan Pengurus BMT Al-Muawanah
Pembina
Prof.Dr.H. Sirajuddin.M,M.Ag,MH
Dewan Pengawas Syariah (DPS)
Dr. Zulkarnain S, M.Ag
Drs.H. supardi M.Ag
Dr. Suwarjin, MA
Pelaksana Harian
Direktur
Dr. Nurul Hak, MA
Manajer Keuangan
Dra. Fatimah Yunus, MA
Tata Usaha
Drs. Henderi Kusmidi, M.H.I
Manajer Operasional
Yunida Een Friyanti, SE, M.Si
Pemasaran
Elman Johari, M.H.I
Teller
Gustiya Sunarti S.H.I
Akad Pembiayaan/jasa
Andi Saputra Jaya S.E.I
e.       Prosedur atau Sistem Pengangkatan DPS di BMT Al-Muawanah
   Adapun prosedur atau sistem pengangkatan DPS adalah melalui forum rapat anggota tahunan, setelah disepakati melalui rapat, calon DPS BMT Al-Muawanah akan disampaikan di DSN Pusat.
Dalam pengangkatan DPS di BMT Al-Muawanah terdapat beberapa syarat yaitu:
1.      Pegawai/Dosen IAIN Bengkulu
2.      Mengetahui hukum islam
3.      Mengetahui ilmu ekonomi syariah
4.      Memiliki sertifikat DSN dan
5.      Memiliki sertifikat DPS.
Fungsi dan wewenang DPS di BMT Al-Muawanah yaitu mengawasi produk-produk BMT dan membuat opini Syariah mengenai produk-produk dalam BMT. Dalam mengawasi produk-produk yang dikeluarkan oleh BMT Al-Muawanah, DPS menilai apakah produk-produk tersebut sudah sesuain dengan  fatwa yang dikeluarkan oleh DSN apa belum yaitu mencakup akad-akannya dan Standar Operasional(SOP).



BAB III
PENUTUP 

Kesimpulan
Baitul Mal Wa Tamwil (BMT) terdiri dari dua istilah, yaitu baitul mal dan baitut tamwil. Baitul maal lebih mengarah pada usaha-usaha pengumpulan dan penyaluran dana yang non profit, seperti zakat, infak dan shodaqoh. Sedangkan Baitut Tamwil sebagai usaha pengumpulan dan penyaluran dana komersial. BMT merupakan lembaga keuangan mikro berbasis syariah (Islam).
Dewan pengawas syariah atau yang lebih dikenal sebagai DPS merupakan badan yang ada di lembaga keuangan syariah dan bertugas mengawasi pelaksanaan keputusan Dewan Pengawas Syariah Nasional di lembaga keuangan syariah. Dewan Pengawas Syariah ini berkedudukan di bawah Rapat Umum Pengawas Syariah atau sejajar dengan Dewan Komisaris di dalam struktur suatu Bank Syariah atau lembaga keuangan syariah. Tugas utama Dewan Pengawas Syariah adalah mengawasi kegiatan usaha lembaga keuangan syariah agar sesuai dengan ketentuan dan prinsip syariah yang telah difatwakan oleh Dewan Syariah Nasional. Fungsi utama Dewan Pengawas Syariah adalah sebagai penasehat dan pemberi saran kepada direksi, pimpinan unit usaha syariah dan pimpinan kantor cabang syariah mengenai hal-hal yang terkait dengan aspek syariah dan sebagai mediator antara lembaga keuangan syariah dengan Dewan Syariah Nasional dalam mengkomunikasikan usul dan saran pengembangan produk dan jasa dari lembaga keuangan syariah yang memerlukan kajian dan fatwa dari Dewan Syariah Nasional. Posisi Dewan Syariah adalah wakil Dewan Syariah Nasional di lembaga keuangan syariah yang bersangkutan.




[1] Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia. (Jakarta: Balai pustaka, 2007) h. 289.
[2] Amir Machmud, Rukmana, Bank Syariah Teori, Kebijakan dan Studi Empiris di Indonesia. (Jakarta: Erlangga, 2010) h. 24
[3] Muhammad Firdaus Dkk, Sistem dan Mekanisme Pengawasan Syariah. (Jakarta: Renaisan, 2007) h. 16.
[4] Kamaen A. Perwaatmadja, Apa dan Bagaimana Bank Islam. (Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1992). H.2
[5] Imam Wahyudi Dkk, Manajemen Risiko Bank Islam. (Jakarta Selatan: Salemba Empat, 2013) h. 156
[6] Muhammad Firdaus Dkk, Op. Cit. H.14
[7] Departemen Agama, Al-Quran dan Terjemahan, (Bandung, CV, Penerbit Diponegoro, 2007) h. 204
[8] http://naifu.wordpress.com/2011/12/28/dewan-pengawas-syariah-dasar-hukum-persyaratan-anggota-serta-tugas-dan-wewenang/
[9] http://www.scribd.com/doc/4685584/optimalisasi-dewan-pengawas-syariah-3-agustianto
[10] Mustafa Edwin Nasution, Budi Setianto, Nurul Huda, Muhammad Arif Mufraeni dan Bay Safta Utama, Pengenalan ekslusif Ekonomi Islam, (Jakarta: Kencana Pranada MediaGrup, 2010) h. 293
[11] Wirdyaningsih Dkk, Bank dan Asuransi Islam di Indonesia. (Jakarta: Kencana Pranada Media, 2005) h. 83
[12] Ibidh h.85
[15] Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah,(Jakarta: Kencana,2009)hlm,479.

No comments:

Post a Comment