MAKALAH SEJARAH TERBENTUKNYA DEWAN PENGURUS SYARIAH
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Lembaga keuangan adalah Badan usaha
yang kekayaannya terutama berbentuk aset keuangan atau tagihan (claims), yang fungsinya sebagai lembaga
intermediasi keuangan antara unit defisit dengan unit surplus dan menawarkan
secara luas berbagai jasa keuangan dan merupakan bagian dari sistem keuangan
dalam ekonomi modern dalam melayani masyarakat. Sedangkan lembaga keuangan
syariah adalah lembaga keuangan yang menjalankan kegiatannya dengan
berlandaskan prinsip syariah Islam. Lembaga keuangan syariah terdiri dari Bank
dan Non Bank salah satunya BMT.
Pesatnya perkembangan bisnis syariah
yang terjadi di sektor perbankan, asuransi, pasar modal dan jasa keuangan
syariah lainnya. Akan tetapi dalam mendukung kinerjanya perlu peran Dewan
Pengawas Syariah (DPS).
Dewan Pengawas Syariah (DPS)
merupakan salah satu bagian penting dari institusi Lembaga Keuangan Syariah
(LKS) di Indonesia. Kedudukan dan fungsinya secara sederhana hanya diatur dalam
salah satu bagian dalam SK yang dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI)
yang berkenaan tentang susunan pengurus DSN-MUI.
Untuk itu perlu kiranya membahas
mengenai Dewan Pengawas Syariah yang merupakan lembaga memberikan fatwa dalam
hal boleh atau tidaknya dalam melakukan transaksi tersebut. Untuk itu ada
beberapa permasalahan.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa
pengertian DPS?
2.
Bagaimana
sejarah terbentuknya DPS?
3.
Apa
dasar hukum DPS?
4.
Apa
tugas dan fungsi DPS?
5.
Apa
pengertian BMT?
6.
Bagaimana
perkembangan BMT di Indonesia?
7.
Bagaimana
prospek dan tantangan BMT?
8.
Apa
saja payung hukum BMT ?
9.
Apa
saja yang ada ada di BMT Al-Muawanah IAIN Bengkulu?
C.
Tujuan Penulisan
1.
Untuk
mengetahui pengertian DPS.
2.
Untuk
mengetahui bagaimana sejarah terbentuknya DPS.
3.
Untuk
mengetahui apa saja dasar hukum DPS.
4.
Untuk
mengetahui apa saja tugas dan fungsi DPS.
5.
Untuk
mengetahui pengertian BMT.
6.
Untuk
mengetahui bagaimana perkembangan BMT di Indonesia.
7.
Untuk
mengetahui bagaimana prospek dan tantangan BMT.
8.
Untuk
mengetahui apa saja payung hukum BMT
9.
Untuk
mengetahui tentang BMT Al-Muawanah IAIN
Bengkulu
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A.
Dewan Pengurus Syariah
1.
Pengertian Dewan Pengurus Syariah
Dalam kamus
bahasa Indonesia kata “dewan” adalah badan yang terdiri dari beberapa orang
yang pekerjaannya memutuskan sesuatu dengan jalan berunding, pengawas berasal
dari kata awas yang berarti pengawas[1].
Sedangkan “syariah” adalahkomponen ajaran Islam yang mengatur tentang kehidupan
seorang muslim baik dari bidang ibadah (habluminallah) maupun dalam bidang
muamalah (hablumminannas) yang merupakan aktualisasi akidah yang menjadi
keyakinannya. Sementara muamalah sendiri meliputi berbagai bidang kehidupan
antara lain yang menyangkut ekonomi atau harta dan perniagaan disebut muamalah
maliyah[2].
Dewan pengawas
syariah adalah suatu badan yang bertugas mengawasi pelaksanaan keputusan DSN di
lembaga keuangan syariah. DPS diangkat dan diberhentikan di lembaga keuangan
syariah melalui RUPS setelah mendapat rekomendasi dari DSN.[3]
Dewan pengawas
syariah atau yang lebih dikenal sebagai DPS merupakan badan yang ada di lembaga
keuangan syariah dan bertugas mengawasi pelaksanaan keputusan Dewan Pengawas
Syariah Nasional di lembaga keuangan syariah. Dewan Pengawas Syariah ini
berkedudukan di bawah Rapat Umum Pengawas Syariah atau sejajar dengan Dewan
Komisaris di dalam struktur suatu Bank Syariah atau lembaga keuangan syariah.
Tugas utama Dewan Pengawas Syariah adalah mengawasi kegiatan usaha lembaga
keuangan syariah agar sesuai dengan ketentuan dan prinsip syariah yang telah
difatwakan oleh Dewan Syariah Nasional. Fungsi utama Dewan Pengawas Syariah
adalah sebagai penasehat dan pemberi saran kepada direksi, pimpinan unit usaha
syariah dan pimpinan kantor cabang syariah mengenai hal-hal yang terkait dengan
aspek syariah dan sebagai mediator antara lembaga keuangan syariah dengan Dewan
Syariah Nasional dalam mengkomunikasikan usul dan saran pengembangan produk dan
jasa dari lembaga keuangan syariah yang memerlukan kajian dan fatwa dari Dewan
Syariah Nasional. Posisi Dewan Syariah adalah wakil Dewan Syariah Nasional di
lembaga keuangan syariah yang bersangkutan.
Didunia
perbankan atau lembaga-lembaga keuangan lainnya yang membedakan anatara lembaga
keuagan syariah dan lembaga konvensional adalah adanya kepastian pelaksanaan
prinsip-prinsip syariah dalam operasionalnya. Untuk menjamin operasi lembaga
keuangan syariah tidak menyimpang dari tuntunan syariat, maka pada setiap
lembaga Islam hanya diangkat manager dan pimpinan lembaga yang sedikit banyak
menguasai prinsip muamalah Islam. Selain dari pada itu di lembaga ini dibentuk
Dewan Pengawas Syariah yang bertugas mengawasi operasional bank atau lembaga
keuangan dari sudut syariahnya[4].
Menurut UU No.
21 Tahun 2008 tentang perbankan syariah atau lembaga keuangan syariah, setiap
bank Islam atau lembaga keuangan Islam di Indonesia, Bank Umum Syariah (BUS)
maupun Unit Usaha Syariah (UUS), wajib membentuk Dewan Pengawas Syariah, yang
secara umum bertugas untuk memberikan nasihat serta saran kepada direksi serta
mengawasi kegiatan bank agar tidak melenceng dari prinsip syariah[5].
2.
Sejarah Pembentukan Dewan Pengawas Syariah
Sekitar tahun 1999-an perhatian umat Islam di Indonesia teradap
ajaran ekonomi yang berdasarkan syariah mulai tumbuh dan berkembang. Melihat
kenyataan seperti itu MUI bersama instusi lain, terutama Bank Indonesia,
memberikan respon positif dan bersifat proaktif. Salah satu hasilnya adalah
kelahiran bank Muamalt Indonesia 1992 sebagai bank yang pertama di Indonesia
yang berbasiskan syariah dalam kegiatan transaksinya. Kelahiran bank syariah
diikuti dengan bank-bank lain, baik yang bentuk
full branc maupun yang hanya berbentuk divisi atau unit usaha
syariah. Tak ketinggalan lembaga keuangan lainnya seperti asuransi syariah
takaful, dompet dhuafa, BPRS, BMT yang terus bermunculan.
Untuk lebih meningkatkan khidmah dan memenuhi harapan umat yang
semakin besar. MUI pada februari 1999 telah membentuk DSN. Lembaga ini yang
beranggotakan para ahli hukum islam (fuqaha’) serta ahli dan praktisi
ekonomi, terutama sektor keuangan, baik bank maupun non-bank, berfungsi untuk
melaksanakan tugas-tugas MUI dalam mendorong dan memajukan ekonomi umat.
Dalam upaya memurnikan pelayanan institusi keuangan syariah agar
benar-benar sejalan dengan ketentuan syariah Islam maka, dibentuklah dewan
pengawas syariah. Yang mana keberadaan dewan pengawas syariah mutlak
diperlukan. DPS merupakan lembaga kunci yang menjamin bahwa kegiatan operasional
institusi keuangan syariah sesai dengan prinsip-prinsip syariah. Merajuk pada
surat keputusan dewan syariah nasioanal No. 3 Tahun 2000, dewan pengawas
syariah adalah bagian dari lembaga keuangan syariah yang bersangkutan, dan
penempatannya atas persetujuan Dewan Syariah Nasional (DSN).
Keberadaan Dewan Syariah Nasional (DSN) dan Dewan Pengawas Syariah
(DPS) yang dijamin oleh undang-undang Nomor 10 Tahun1998 tentang perubahan
undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan masih harus dilengkapi
dengan petunjuk pelaksanaan (JUKLAK) dan petunjuk Teknis (JUKNIS). Hal ini
dianggap penting agar para anggota dewan pengawas syariah yang ditempatkan di
lembaga keuangan syariah dapat bekerja dengan lebih efektif dan efisien, sehingga
jalannya perusahaan dapat secara murni sesuai dengan prinsip syariah[6].
3.
Dasar Hukum Dewan Pengawas Syariah
Dasar hukum dibentuknya Dewan
Pengawas Syariah dan implementasinya dapat dilihat dari perintah Allah SWT yang
termasuk dalam (QS. At-Taubah 9: 105)
Artinya : “dan katakanlah:
“bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasulnya serta orang mu’min akan melihat
pekerjaan itu dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui akan
yang ghaib dan yang nyata lalu diberikannya kepada kamu apa yang telah kamu
kerjakan. (QS. At-Taubah 9:105)[7]
Dasar hukum menurut Peraturan Bank
Indonesia
1.
Peraturan
Bank Indonesia No.6/17/PBI/2004 tanggal 1 Juli 2004 tentang Perkreditan Rakyat
berdasarkan Prinsip Syariah.
2.
Peraturan
Bank Indonesia No.6/24/PBI/2004 tanggal 14 Oktober tentang Bank Umum yang
melaksanakan kegiatan usaha yang berdasarkan Prinsip Syariah yang laludiubah
dengan Peraturan Bank Umum No.7/35/PBI/2005 tanggal 29 September 2005 tentang
Bank Umum yang melaksanakan kegiatan usaha yang berdasarkan Prinsip Syariah.
3.
Peraturan
Bank Indonesia No.8/3/PBI/2006 tanggal 30 Januari tentang perubahan kegiatan
Bank Umum Konvensional menjadi Bank Umum yang melaksanakan kegiatan usaha
berdasarkan prinsip syariah oleh Bank Umum Konvensional.
Semua peraturan Bank Indonesia (PBI) tersebut mewajibkan setiap
Bank Syariah harus memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS)[8].
Undang-undang No 21 Tahun 2008 Pasal 32 menyebutkan :
1.
Dewan
Pengawas Syariah wajib dibentuk di Bank Syariah dan Bank Umum Konvensional yang
memiliki UUS.
2.
Dewan
Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat oleh Rapat Umum
Pemegang Saham atas rekomendasi Majelis Ulama Indonesia.
3.
Dewan
Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas memberikan nasihat
dan saran kepada direksi serta mengawasi kegiatan Bank agar sesuai dengan
Prinsip Syariah.
4.
Ketentuan
lebih lanjut mengenai pembentukan Dewan Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan peraturan Bank Indonesia[9].
4.
Tugas dan Fungsi Dewan Pengawas Syariah
Tugas dewan pengawas syariah pastilah sangat berat karena memang
tidak mudah menjadi lembaga yang harus mengawasi dan bersifat menjamin operasi
sebuah entitas bisnis dalam kontek yang amat luas dan komplek yang secara umum
memasuki ranah-ranah khilafiyah. Karena menyangkut urusan-urusan muamalah
dimana ruang interprestasinya sangat lah luas. Dewan pengawas syariah bertugas
mengawasi operasional bank dan produk-produknya agar tidak menyimpang dari
garis syariah[10].
Mengenai tugas, wewenang, dan tanggung jawab DPS tersebut
menurutketentuan pasal 27 PBI No. 6/24/PBI/2004 peraturan bank Indonesia adalah
sebagai berikut[11]
:
a.
Memastikan
dan mengawasi kesesuaian kegiatan operasional bank terhadap fatwa yang
dikeluarkan oleh DSN.
b.
Menilai
aspeksyariah terhadap pedoman operasional, dan produk yang dikeluarkan bank.
c.
Memberikan
opini dari aspek syariah terhadap pelaksanaan operasional bank secara
keseluruhan dan laporan publikasi bank.
d.
Menyampaikan
laporan hasil pengawasan syariah sekurang-kurangnya setiap 6 (enam) bulan kedepan
direksi, komasaris, Dewan Syariah Nasional dan Bank Indonesia.
Dalam melakukan pengawasannya setiap angota dewan pengawas syariah
harus memiliki kualifikasi keilmuan yang integral, yaitu ilmu fiqh muamalah dan
ilmu ekonomi keuangan Islam modern. Kesalahan besar saat ini adalah
pengangkatan DPS hanya dilihat dari kharisma dan kepopulerannya di tengah
masyarakat, bukan karena keilmuannya di bidang ekonomi dan perbankan syariah.
Masih banyak anggota DPS yang belum mengerti tentang teknis perbankan dan LKS,
apalagi ilmu ekonomi keuangan islam, seperti akuntansi, akibatnya pengawasan
dan peran-peran strategis lainnya tidak optimal. DPS juga harus memahami ilmu
yang terkait dengan perbankan syariah seperti ilmu ekonomi moneter, misalnya
dampak bunga terhadap investasi, produksi, unemployment. Dampak bunga
terhadap implasidan volatilitas currency. Dengan memahami ini, maka
tidak ada lagi ulama yang menyamakan margin jual beli murabahah dengan bunga.
Tetapi faktanya, masih banyak ulama yang tidak bisa membedakan margin murabahah
dengan bunga, karena minimnya ilmu yang mereka miliki. Karena pengangkatan DPS
bukan didasarkan pada keilmuannya, maka sudah bisa dipastikan fungsi pengawasan
DPS tidak Optimal, akibatnya penyimpangan dan praktek syariah menjadi hal yang
mungkin dan sering terjadi.
Fungsi utama dewan pengawas syariah adalah[12] :
a.
Sebagai
penasehat dan pemberi saran kepada direksi, pimpinan unit usaha syariah, dan
pimpinan kantor cabang syariah mengenai hal-hal yang terkait dengan aspek
syariah.
b.
Sebagai
mediator antara lembaga keuangan syariah dengan dewan syariah nasional dalam
mengomunikasikan usul dan saran pengembangan produk dan jasa dari lembaga
keuangan syariah yang memerlukan kajian dan fatwa dari dewan syariah nasional
(DSN).
c.
DPS
melakukan pengawasan secara periodic pada lembaga keuangan syariah yang berada
di bawah pengawasannya.
d.
DPS
berkewajiban mengajukan usul-usul pengembangan lembaga keuangan syariah kepada
pimpinan lembaga yang bersangkutan dan kepada DSN.
e.
DPS
merumuskan permasalahan-permasalahan yang memerlukan pembahasan DSN.
B.
Baitul Maal Wat Tanwil (BMT)
1.
Pengertian BMT
Dalam perkembangan lembaga keuangan syariah, dikenal tiga institusi
yang menggunakan istilah yang hampir sama, yaitu baitul maal, baitul tanwil,
dan Baitul Maal Wat Tanwil (BMT).
BMT merupakan kelompok swadaya masyarakat sebagai lembaga ekonomi
rakyat yang berupaya mengembangkan usaha-usaha produktif dan investasi dengan
sistem bagi hasil untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat menengah kebawah
dan kecil dalam upaya pengentasan kemiskinan.
BMT melaksanakan dua jenis kegiatan, yaitu baitul tanwil dan
baitul maal. Baitul tanwil mengembangkan usaha-usaha produktif dan
investasi dalam meningkatkan kualitas kegiatan pengusaha kecil dan menengah
kebawah dengan mendorong dan menunjang pembiayaan ekonomi. Sementara baitul
maal menerima zakat, infak, dan sedekah, serta menjalankannya sesuai dengan
peraturan dan amanahnya.
BMT didirikan dari, oleh dan untuk masyarakat setempat sehingga
mengakar pada masyarakat dan perputaran dana semaksimal mungkin digunakan untuk
masyarakat setempat. Sistem bagi hasil sudah merupakan tradisi masyarakat
Indonesia sehingga kehadiran BMT sesuai dengan kehendak dan budaya masyarakat
setempat. Kegiatan bisnis BMT bertujuan untuk membantu pengusaha kelas menengah
kebawah dengan memberikan pembiayaan yang digunakan sebagai modal dalam rangka
mengembangkan usahanya. Dengan kegiatan BMT ini usaha anggota berkembang dan
BMT juga memperoleh pendapatan sehingga kegiatan BMT berkesinambungan secara
mandiri.
1.)
Kegiatan
yang dikembangkan BMT adalah:
a.)
Menggalang
dan menghimpun dana yang dipergunakanuntuk membiayai usaha-usaha anggotanya.
Modal awal BMT diperoleh dari simpanan pokok khusus pendiri. Selanjutnya,
mengembangkan modal dari simpanan pokok, simpanan wajib, dan simpanan sukarela
anggota. Untuk memperbesar modal, BMT bekerja sama dengan berbagai pihak yang
mempunyai kegiatan yang sama, seperti BUMN, proyek pemerintah LSM, dan yang
mekanismenya sudah diatur dalam BMT.
b.)
Memberikan
pembiayaan kepada anggota sesuai dengan penilaian kelayakan yang dilakukan oleh
pengelola BMT bersama anggota yang bersangkutan. Sebagai imbalanatas jasa ini.
BMT akan mendapatkan bagi hasil dari aturan yang ada.
c.)
Mengelola
usaha simpan pinjam itu secara profesional sehingga kegiatan BMT dapat
menghasilkan keuntungan dan dapat dipertanggung
jawabkan.
d.)
Mengembangkan
usaha-usaha disektor riil yang bertujuan untuk mencari keuntungan dan menunjang
usaha anggota. Misalnya : distribusi dan pemasaran, penyedia bahan baku, sistem
pengelola dan lainnya.
2.
Perkembangan BMT di Indonesia
Setelah berdirinya Bank Muamalat Indonesia (BMI) timbul peluang
untuk mendirikan bank-bank yang berprinsip syariah. Operasionalisasi BMI kurang
menjangkau usaha masyarakat kecil dan menengah, maka muncul usaha untuk
mendirikan bank dan lembaga keuangan makro,seperti BPRS dan BMT. Oleh karena itu, BMT diharapkan
mampu berperan lebih aktif dalam memperbaiki kondisi ini. BMT setidaknya
mempunyai beberapa peran :
1.
Menjauhkan
masyarakat dari praktek ekonomi non-syariah.
2.
Melakukan
pembinaan dan pendanaan usaha kecil.
3.
Melepaskan
ketergantungan pada reentenir, masyarakat yang masih tergantung rentenir
disebabkan rentenir mampu memenuhi keinginan masyarakat dalam memenuhi dana
dengan segera.
4.
Menjaga
keadilan ekonomi masyarakat dengan distribusi yang merata.
BMT mempunyai beberapa komitmen yang harus dijaga supaya konsisten
terhadap perannya, komitmen tersebut adalah:
1.
Menjaga
nilai-nilai syariah dalam operasi BMT.
2.
Memperhatikan
permasalahan-permasalahan yang berhubungan dengan pembinaan dan pendanaan usaha
kecil.
3.
Meningkatkan
profesionalitas BMT dari waktu ke waktu.
4.
Ikut
terlibat dalam memelihara kesinambungan usaha masyarakat.
Perkembangan BMT cukup pesat, hingga akhir 2001 PINBUK mendata ada
2938 BMT terdaftar dan 1828 BMT yang melapor kegiatannya.[13]
3.
Prospek dan Tantangan BMT
Ada beberapa strategi untuk meningatkan kinerja dan meningkatkan
prospek dari BMT antara lain:
1.
Optimalisasi
lembaga pemerintahan yang mengadakan pendanaan BMT secara melalui lembaga
swasta seperti PT. Permodalan Nasional Madani terhadap BMT, akan tetapi itu
dirasa kurang cukup kontributif untuk pengembangan BMT, karena belum ada
penanganan khusus dari lembaga pemerintahan.
2.
Optimalisasi
linkage program untuk penambahan permodalan BMT, baik itu antara BMT dan BPRS
serta Bank Syariah, sehingga kemungkinan likuidasi BMT terjadi akan semakin
mengecil.
Dalam perkembangan BMT tentunya tidak lepas dari berbagai kendala.
Adapun kendala-kendala tersebut diantaranya:
1.
Akumulasi
kebutuhan dana masyarakat belum bisa dipenuhi BMT.
2.
Adanya
rentenir yang memberikan dana yang memadai dan pelayanan yang baik dibanding
BMT.
3.
Nasabah
bermasalah.
4.
Persaingan
tidak Islami antar BMT.
5.
Pengarahan
pengelola pada orientasi bisnis terlalu dominan sehingga mengikis sedikit rasa
idealis.
6.
Ketimpangan
fungsi utama BMT, antara baitul maal dengan baitultamwil.
7.
SDM
kurang.[14]
4. Payung Hukum BMT
Secara kelembagaan BMT mengalami Evolusi dari lembaga keuangan
informal (KSM/PHBK/LSM/Perkumpulan), lalu menjadi lembaga keuangan semi formal
(Koperasi Jasa Keuangan Syariah) lalu saat ini BMT dapat memilih penggunaan
payung hukum Koperasi Jasa Keuangan Syarih (KJKS) dibawah pembinaan Kementrian Koperasi
dan Usaha Kecil Menengah atau memilih berbadan hukum LKM (Lembaga Keuangan
Mikro) dibawah UU NO. 1 tahun 2003 sehingga BMT masuk Menjadi struktur lembaga
keuangan formal di dalam sisitem keuangan nasional.
Apabila BMT memilih berbadan hukum koperasi,
maka koperasi akan beroperasi sama dengan mekanisme operasional KJKS. Namun,
apabila BMT memilih berpayung hukum LKM maka BMT dikategorikan sebagai dsalah
satu lembaga keuangan mikro syariah di bawah pembinaan otoritas jasa keuangan.
Lembaga Keuangan Mikro (LKM) adalah lembaga keuangan yang khusus di dirikan untuk memberikan jasa
pengembangan usaha dan pemberdayaan masyarakat, baik melalui pinjaman atau
pembiayaan dalam usaha skala mikro kepada anggota dan masyarakat, pengelolaan
simpanan, maupun pemberian jasa konsultasi pengembangan usaha yang tidak
semata-mata mencari keuntungan.
Sejumlah peraturan yang berkaitan
dengan lembaga keuangan mikro antara lain Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013
tentang Lembaga Keuangan Mikro (UU LKM), Peraturan Pemerintah Nomor 89 Tahun
2014 tentang Suku Bunga Pinjaman atau Imbal Hasil Pembiayaan dan Luas Cakupan
Wilayah Lembaga Keuangan Mikro; Peraturan OJK (PJOK) Nomor 12/POJK.05/2014
tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Keuangan Mikro, POJK Nomor
13/POJK.05/2014 tentang Penyelenggaraan Usaha Lembaga Keuangan Miko, dan PJOK
Nomor 14/PJOK.05/2014 tentang Pembinaan dan pengawasan Lembaga Keuangan Mikro.
Baitul Maal wa Tamwil (BMT) yang telah
berdiri dan telah beroperasi sebelum berlakunya UU LKM yaitu pada tanggal 8
januari 2015, serta belum mendapat izin usaha berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, wajib memperoleh izin usaha melalui pengukuhan
sebagai LKM kepada OJK paling lambat tanggal 8 Januarin2016. Bentuk badan hukum
BMT umumnya berbentuk koperasi dimana AD/ART disahkan oleh mentri koperasi dan
usaha kecil dan menengah. untuk mendapat izin usaha, LKM wajib mengajukan
permohonan kepada kantor OJK/kantor regional/direktorat lembaga keuangan mikro
sesuai tempat kedudukan LKM dengan memenuhi ketentuan dan persyaratan yang
telah ditetapkan dalam POJK Nomor 12/POJK.05/2014 tentang Perizinan Usaha dan
Kelembagaan Keuangan Mikro.
Baitul
Maaal wa Tamwil (BMT) yang telah memperoleh izin usaha sebelum berlakunya UU
LKM yaitu pada tanggal 8 Januari 2015, tunduk pada UU yang mengatur mengenai
perkoperasian sehingga tidak wajib memperoleh izin usaha dari OJK.
Minimal simpanan pokok, simpanan wajib,
dan hibah (koperasi) untuk mendirikan LKM untuk simpanan pokok, simpanan wajib,
dan hibah LKM dengan ketentuan paling kurang 50% wajib digunakan untuk modal
kerja ditetapkan paling sedikit :
1. Rp 50.000.000,00 (lima puluh
juta rupiah), untuk LKM dengan cakupan wilayah usaha desa/kelurahan.
2. Rp 100.000.000,00 (seratus
juta rupiah), untuk LKM dengan cakupan wilayah usaha kecamatan; Rp
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah), untuk LKM dengan cakupan usaha wilayah
kabupaten/kota.
Pengaturan OJK berkaitan dengan BMT
sebagai LKMS terkait pembiayaan antara lain[15] :
1. LKM wajib melakukan analisis
atas kelayakan penyaluran pembiayaan.
2. LKM menetapkan imbal hasil
maksimum pembiayaan yang akan diterapkan.
3.
LKM wajib melaporkan imbal hasil maksimum
pembiayaan kepada OJK setiap 4 bulan (paling lambat minggu terakhir bulan
april, agustus danm desember).
4. LKM wajib melaporkan kepada
OJK dalam hal menaikan imbal hasil maksimum pembayaran.
5. LKM dilarang menerapkan
imbal hasil pembiayaan melebihi imbal hasil pembiayaan yang telah dilaporkan
kepada OJK.
6. LKM wajib mengumumkan imbal
hasil maksimum pembiayaan kepada masyarakat.
7. LKM setiap saat wajib
memenuhi batas maksimum pombiayaan kepada setiap nasabah.
8. LKM wajib melakukan
penilaian kualitas pembiayaan yang disalurkan.
9. LKM wajib membentuk
penyisihan penghapusan pembiayaan.
Batas pinjaman atau pembiayaan terendah
yang dilayani oleh LKM sebesar RP 50.000,00 (lima puluh ribu rupiah). Batas
maksimum pemberian pinajaman atau pembiayaan ditetapkan sebagai berikut :
1.
Paling tinggi 10% (sepuluh persen) dari modal
LKM untuk nasabah kelompok.
2.
Paling tinggi 5% (lima persen) dari modal LKM
untuk 1 nasanah.
C.
Hasil Peneliatian DPS di BMT Al-Muawanah IAIN Bengkulu
a.
Sejarah BMT Al-Wuawanah IAIN Bengkulu
Baitul Mal Wa
Tamwil atau disingkat BMT Al-Muawanah, sebelumnya adalah Koperasi Pegawai
Negeri (KPN) Al-Muawanah STAIN Bengkulu, sebelumnya bernama KPN IAIN Raden
Fatah Bengkulu, berdiri pada tanggal 30 Maret 1983, seiring dengan perubahan
IAIN Raden Fatah Bengkulu menjadi STAIN Bengkulu, maka KPN mengalami perubahan
menjadi KPN Al-Muawanah STAIN Bengkulu pada tahun 1998, dengan surat keputusan
Nomor 06/PAD/KDK.8.4/KEP/IX/1998, tanggal 29 September 1998.
Berdasarkan keputusan Rapat Anggota
Tahun Buku 2012 yangdilaksanakan pada tanggal 12 Februari 2013, Koperasi
Pegawai Negeri (KPN) Al- Muawanah dikonversi menjadi Baitul Mal Wa Tamwil
(BMT), setelah melalui berbagai proses, KPN Al-Muawanah telah menjadi BMT
Al-Muawanah IAIN Bengkulu dengan Surat Keputusan Nomor 05/PAD/IX.4/2013 tanggal
25 Maret 2013, yang dikeluarkan oleh Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Kota
Bengkulu dan disahkan melalui Akta Notaris.
BMT Al- Muawanah adalah lembaga
Keuangan Syariah yang berfungsi sebagai penerima dan penyalur uang simpanan
dalam bentuk tabungan wadi’ah, BMT Al- Muawanah juga memiliki fungsi dalam
pengelolaan keuangan terpadu, yakni tidak hanya mengelola keuangan simpanan
anggota, baik Simpanan Pokok maupun Simpanan Wajib, melainkan dapat mengelola
tabungan dengan sistem syar’iah, juga menerima dan mengelola zakat, infak,
sodaqah dan wakaf uang untuk diproduktifkan, disinilah makna zakat produktif
maupun wakaf produktif.
Aset BMT Al-Muawanah saat ini telah
mencapai angka diatas Rp 3.000.000.000,- (Tiga Miliar Rupiah). Dengan
menggunakan sistem yang canggih dan pengelolaan yang semakin baik, BMT Al-Muawanah
terus mengalami pertumbuhan dan dan perkembangan dalam pelayanan terhadap
anggota, mahasiswa maupun masyarakat umum.
Saat ini BMT Al-Muawanah, telah
menggunakan sistem komputer (software BMT), sehingga lebih menjamin sistem
administrasi keuangan yang profesional, amanah dan nyaman serta transparan,
bisa diakses setiap saat oleh anggota , melaluai aandroid dan tarik tunai
melalui mesin EDC (Electrinic Debit Card) berupa cek saldo, bayar pulsa, bayar
listrik BPJS, tiket pesawat dan jasa lainnya.
Di dalam BMT Al-Muawanah IAIN
Bengkulu terdapat VISI dan MISI antara lain:
Visi : “Menjadi pelopor
pertumbuhan BMT yang kompetitif dalam menggali potensi dan menelola keuangan
syari’ah.
Misi :
1.
Mengelola
dana simpanan/Tabungan dari Civitas akademika dan masyarakat umum.
2.
Mengembangkan
sistem usaha yang profesional, berkeadilan, terpercaya, aman, dan nyaman dengan
menggunakan sistem keuangan yang berbasis komputer (SoftWare BMT).
3.
Menggali
potensi ekonomi syariah berupa zakat, infaq, sodaqoh dan wakaf uang.
4.
Produktifikasi
zakat dan wakaf uang untuk pengembangan ekonomi umat.
b.
Produk-produk di BMT Al-Muawanah :
1.
Produk
Simpanan Tabungan/Simpanan
a.
Tabungan
(Tabungan Umum)
b.
Simpel
(Simpanan Pelajar)
c.
Sitak
(Simpanan Tabungan Anak )
d.
Safitri
(Simpanan Hari Raya Idul Fitri)
e.
Sahaji
(Simpanan Haji)
f.
Tafaqur
(Tabungan Fasilitas Qurban)
2.
Layanan
Jasa
a.
Pembayaran
Listrik Prabayar dan Pascabayar
b.
Telepon
c.
Pembayaran
Speedy/Telkom
d.
Pembayaran
TV Berlangganan
e.
Tiket
Pesawat
f.
Pulsa
Elektrik
g.
Zakat,
Infaq dan Sadaqoh
h.
Wakaf
Uang
i.
BPJS
Kesehatan
j.
Multifinance
k.
PDAM
c.
keunggulan BMT Al-Muawanah :
a.
Berada
dibawah Lingkungan Pendidikan Tinggi Agama Islam Negeri dengan jumlah dosen dan
karyawanm lebih kurang 400 orang dan dan jumlah mahasiswa lebih kurang 10.060
orang, sehingga memungkinkan mengelola zakat dan waqaf uang.
b.
Berada
di Lokasi Kampus IAIN Bengkulu dan lingkungan masyarakat, sehinggga
memungkinkan berkembang melayani anggota dan masyarakat luas, serta mudah
dijangkau.
c.
Dikeliola
dengan manajemen moderen, dengan menggunakan software BMT, yang bisa diakses
melalui android sehinggga keamanan data lebih terjamin dan dimungkinkan
dibukanya kantor-kantor cabang diluar IAIN Bengkulu.
d.
Melayani
tabungan dengan berbagai macam varian dengan bonus dan bagi hasil menarik,
serta memberikan berbagai layanan jasa seperti pembayaran rekening listrik,
pulsa, tiket pesawat, hp pascabayar, tv berbayar, BPJS kesehatan, PDAM, telkom,
multifinance dan lain-lain.
e.
Sistem
pengawasan akan lebih baik, karena diawasi oleh DPS yang memiliki kompetensi
dalam bidang hukum islam dan ekonomi syariah, sehingga lembaga ini akan menjadi
Lembaga Keuangan Syariah yang da[at berjalan sesuai aturan dan prinsip-prinsip
syariah.
d.
Susunan Pengurus BMT Al-Muawanah
Pembina
Prof.Dr.H.
Sirajuddin.M,M.Ag,MH
Dewan
Pengawas Syariah (DPS)
Dr.
Zulkarnain S, M.Ag
Drs.H.
supardi M.Ag
Dr.
Suwarjin, MA
Pelaksana
Harian
Direktur
Dr.
Nurul Hak, MA
Manajer
Keuangan
Dra.
Fatimah Yunus, MA
Tata
Usaha
Drs.
Henderi Kusmidi, M.H.I
Manajer
Operasional
Yunida
Een Friyanti, SE, M.Si
Pemasaran
Elman
Johari, M.H.I
Teller
Gustiya
Sunarti S.H.I
Akad
Pembiayaan/jasa
Andi
Saputra Jaya S.E.I
e.
Prosedur atau Sistem Pengangkatan DPS di BMT Al-Muawanah
Adapun prosedur atau sistem
pengangkatan DPS adalah melalui forum rapat anggota tahunan, setelah disepakati
melalui rapat, calon DPS BMT Al-Muawanah akan disampaikan di DSN Pusat.
Dalam pengangkatan DPS di BMT Al-Muawanah terdapat beberapa syarat
yaitu:
1.
Pegawai/Dosen
IAIN Bengkulu
2.
Mengetahui
hukum islam
3.
Mengetahui
ilmu ekonomi syariah
4.
Memiliki
sertifikat DSN dan
5.
Memiliki
sertifikat DPS.
Fungsi dan wewenang DPS di BMT Al-Muawanah yaitu mengawasi
produk-produk BMT dan membuat opini Syariah mengenai produk-produk dalam BMT.
Dalam mengawasi produk-produk yang dikeluarkan oleh BMT Al-Muawanah, DPS
menilai apakah produk-produk tersebut sudah sesuain dengan fatwa yang dikeluarkan oleh DSN apa belum yaitu
mencakup akad-akannya dan Standar Operasional(SOP).
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Baitul
Mal Wa Tamwil (BMT) terdiri dari dua istilah, yaitu baitul mal dan baitut tamwil.
Baitul maal lebih mengarah pada usaha-usaha pengumpulan dan penyaluran dana
yang non profit, seperti zakat, infak dan shodaqoh. Sedangkan Baitut Tamwil
sebagai usaha pengumpulan dan penyaluran dana komersial. BMT merupakan lembaga
keuangan mikro berbasis syariah (Islam).
Dewan pengawas
syariah atau yang lebih dikenal sebagai DPS merupakan badan yang ada di lembaga
keuangan syariah dan bertugas mengawasi pelaksanaan keputusan Dewan Pengawas
Syariah Nasional di lembaga keuangan syariah. Dewan Pengawas Syariah ini
berkedudukan di bawah Rapat Umum Pengawas Syariah atau sejajar dengan Dewan
Komisaris di dalam struktur suatu Bank Syariah atau lembaga keuangan syariah.
Tugas utama Dewan Pengawas Syariah adalah mengawasi kegiatan usaha lembaga
keuangan syariah agar sesuai dengan ketentuan dan prinsip syariah yang telah
difatwakan oleh Dewan Syariah Nasional. Fungsi utama Dewan Pengawas Syariah
adalah sebagai penasehat dan pemberi saran kepada direksi, pimpinan unit usaha
syariah dan pimpinan kantor cabang syariah mengenai hal-hal yang terkait dengan
aspek syariah dan sebagai mediator antara lembaga keuangan syariah dengan Dewan
Syariah Nasional dalam mengkomunikasikan usul dan saran pengembangan produk dan
jasa dari lembaga keuangan syariah yang memerlukan kajian dan fatwa dari Dewan
Syariah Nasional. Posisi Dewan Syariah adalah wakil Dewan Syariah Nasional di
lembaga keuangan syariah yang bersangkutan.
[1] Poerwadarminta,
Kamus Umum Bahasa Indonesia. (Jakarta: Balai pustaka, 2007) h. 289.
[2] Amir
Machmud, Rukmana, Bank Syariah Teori, Kebijakan dan Studi Empiris di
Indonesia. (Jakarta: Erlangga, 2010) h. 24
[3] Muhammad
Firdaus Dkk, Sistem dan Mekanisme Pengawasan Syariah. (Jakarta:
Renaisan, 2007) h. 16.
[4] Kamaen
A. Perwaatmadja, Apa dan Bagaimana Bank Islam. (Yogyakarta: Dana Bhakti
Wakaf, 1992). H.2
[5] Imam
Wahyudi Dkk, Manajemen Risiko Bank Islam. (Jakarta Selatan: Salemba
Empat, 2013) h. 156
[6] Muhammad
Firdaus Dkk, Op. Cit. H.14
[7]
Departemen Agama, Al-Quran dan Terjemahan, (Bandung, CV, Penerbit
Diponegoro, 2007) h. 204
[8] http://naifu.wordpress.com/2011/12/28/dewan-pengawas-syariah-dasar-hukum-persyaratan-anggota-serta-tugas-dan-wewenang/
[9] http://www.scribd.com/doc/4685584/optimalisasi-dewan-pengawas-syariah-3-agustianto
[10] Mustafa
Edwin Nasution, Budi Setianto, Nurul Huda, Muhammad Arif Mufraeni dan Bay Safta
Utama, Pengenalan ekslusif Ekonomi Islam, (Jakarta: Kencana Pranada
MediaGrup, 2010) h. 293
[11] Wirdyaningsih
Dkk, Bank dan Asuransi Islam di Indonesia. (Jakarta: Kencana Pranada
Media, 2005) h. 83
[12] Ibidh
h.85
[15] Andri
Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah,(Jakarta: Kencana,2009)hlm,479.
No comments:
Post a Comment