1

loading...

Saturday, July 6, 2019

Makalah Ulumul Qur’an”I’jaz Al-Quran”


Makalah Ulumul Qur’an”I’jaz Al-Quran”



BAB 1
PENDAHULUAN
     A.    Latar Belakang
Dalam kehidupan ini, kita sering menilai sesuatu itu mustahil Karena akal manusia yang terbatas dan terpaku dengan hukum-hukum alam atau hukum sebab akibat yang telah kita ketahui. Sehingga kita sering menolak suatu yang tidak sejalan dengan logika atau hukum yang berlaku.
Manusia dengan akal yang dimilikinya tidak mampu merenungkan ciptaan Allah di muka bumi dan di alam semesta. Mereka tidak mencoba untuk menyempatkan diri mentadaburi kebesaran tuhan yang terlukis pada alam semesta. Sehingga Allah mengutus setiap rasul pada kaumnya. Kemudian bersamaan dengan itu Allah bekali setiap rasul dengan mukjizat sebagai tandingan terhadap kemampuan di luar kebiasaan yang berkembang ditengah-tengah kaumnya.
Kemampuan luar biasa atau yang lebih sering dikenal sebagai mukjizat yang dimiliki oleh setiap rasul untuk menandingi dan mengalahkan kemampuan luar biasa yang ada di kaum mereka sehingga dengan adanya itu mereka tidak sanggup melawan dan muncullah perasaan lemah dalam diri mereka yang pada akhirnya membawa mereka pada keimanan dengan risalah yang dibawa oleh rasul.
Pembicaraan tentang kemukjizatan al-qur’an merupakan suatu mukjizat tersendiri, di mana para peneliti tidak bisa mencapai kesempurnaan dari setiap sisi-sisi kemukjizatannya.
    B.     Rumusan Masalah
1.      Jelaskan dan sebutkan pengertian dan macam-macam mu’jizat!
2.      Apa saja segi-segi kemu’jizatan Al-qur’an ?
3.       Apa yang membuat Bukti Historis kegagalan menandingi Al-Qur’an ?
4.      Apa perbedaan pendapat tentang aspek-aspek kemu’jizatan Al-qur’an ?
    C.    Tujuan
1.      Dapat mengetahui pengertian dan macam-macam mu’jizat al-qur’an
2.      Dapat mempelajari segi-segi kemujizatan Al-Qur’an
3.      Dapat mengetahui bukti Historis kegagalan menandingi Al-Quran
4.      Dapat mengetahui perbedaan tentang aspek-aspek kemu’jizatan Al-Qur’an
BAB II
PEMBAHASAN
     A.    Pengertian Mukjizat Al-Qur’an
Kata mukjizat berasal dari bahasa arab (a’jaza) yang berarti melemahkan atau menjadikan tidak mampu. Pelakunya (yang melemahkan) dinamakan mu’jiz dan bilah kemampuannya melemahkan pihak lain amat menonjol sehingga mampu membungkam lawan dinamakan mukjizat. Tambahan ta’ marbutha pada akhhir kata, mengandung kata mubalagha (superlatif).[1]
Dilihat dari sudut kebahasaan menurut al-azarqani kata mukjizat merupakan salah satu bentuk perubahan dari lafal i’jaz yang bermakna melemahkan. Dan i’jaz al-Qur’an yang bermakna pengokohan al-Qur’an sebagai sesuatu yang mampu melemahkan berbagai tantangan untuk menciptakan karya sejenisnya.[2]Dalam kaitannya dengan fungsi dan kerasulan serta kenabian Muhammad terhadap umatnya, kemukjizatan al-Qur’an tersebut berarti memperlihatkan kebenaran kerasulan dan fungsi kenabiannya serta kitab suci yang dibawanya.
Muhammad Saw Melalui al-Qur’an menantang orang-orang Arab membuat hal yang sama, tetapi mereka tidak sanggup melakukannya. Hal tersebut membuktikan kebenaran al-qur’an sekaligus meyakinkan mereka dan pengikut Nabi sendiri terhadap kebenaran yang dibawah oleh Rasulullah Muhammad saw. Tantangan tersebut menunjukkan pula al-Qur’an sebagai mukjizat, karena mukjizat sendiri adalah sesuatu yang luar biasa disertai tantangan dan selamat dari perlawanan.
Berdasarkan pada kisah-kisah yang diangkat al-Qur’an, al-Suyuthi membagi mukjizat para Nabi pada dua kelompok besar, yaitu mukjizat hisiyah (sesuatu yang dapat ditangkap panca indra), dan mukjizat aqliyah (sesuatu yang hanya dapat ditangkap nalar manusia). Mukjizat hisiyah diperkenalkan oleh Nabi yang berhadapan  umat terdahulu, seperti Nabi Musa dan Nabi Isa. Sedangkan mukjizat aqliyah diperkenalkan Nabi Muhammad.Al-Qur’an, karena sifatnya adalah tantangan daya nalar, maka kemukjizatan tidak berakhir dengan wafatnya Nabi Muhammad. Al-Qur’an tetap menantang siapa saja yang ingin mencoba menyainginya, termasuk generassi manusia setelah Rasul, dan bahkan manusia hari ini, hari esok dan seterusnya sampai hari akhir.
Kemukjizatan al-Qur’an akan memberikan interpretasi yang berbeda bagi setiap generasi. Ia juga akan memberikan interpretasi pada setiap pemikiran kehendaknya tanpa bertentangan dengan hakekat ilmu pengetahuan, ataupun berlainan dengan berbagai hakikat alam. Ia selalu memberi interpretasi yang baru pada setiap waktu. Hakikat-hakikat alam juga tidak akan menyalahi apa yang disebut didalam al-qur’an sedikitpun. Sebab Allah yang menentukan segala sesuatu di alam ini. Dialah yang menciptakan, Dia pula yang menurunkan firman di dalam al-Qur’an.
     B.     Macam-macam Mu’jizat
Secara garis besar, mukjizat dibagi dalam dua bagian pokok, yaitu mukjizat yang bersifat  material indrawi yang tidak kekal dan mukjizat immaterial, logis,dan dapat dibuktikan sepanjang masa. Muljizat Nabi-Nabi terdahulu merupakan jenis pertama. Mukjizat mereka bersifat material dan indrawi dalam arti keluarbiasaan tersebut dapat disaksikan dan dijangkau langsung lewat indra (hissi) oleh masyarakat tempat mereka menyampaikan Risalahnya seperti halnya :[3]
·         Perahu Nabi Nuh yang dibuat atas petunjuk Allah sehingga mampu bertahan dalam situasi ombak dan gelombang yang demikian dahsyat.
·         Tidak terbakarnya Nabi Ibrahim a.s dalam kobaran api yang besar.
·         Berubah wujudnya tongkat Nabi Musa a.s menjadi ular, dan bisa membelah laut dengan tongkatnya.
·         Bisa menyembuhkan orang yang sakit lepra hanya semata-mata dengan menyentuh-Nya, yang mana dilakukan oleh Nabi Isa a.s (Atas izin allah) dan lain-lain.
Kesemuanya ini bersifat material indrawi, sekaligus terbatas pada lokasi tempat mereka berada, dan berakhir dengan wafatnya mereka. Ini berbeda dengan mukizat Nabi Muhammad SAW, yang sifatnya bukan indrawi atau material, tetapi dapat dipahami oleh suatu tempat atau masa tertentu. MukjizaT Al-Qur’an dapat dijangkau oleh setiap orang yang menggunakan akalnya dimanapun dan sampai kapanpun.
    C.    Segi-segi kemu’jizatan Al-Qur’an
Al-Qur’an mempunyai daya i’jaz yang luar biasa dari segala segi. Mulai dari sistematika susunannya dalam mushaf, sampai pemilihan dan penempatan suatu kata dalam kaliamat, redaksi makna yang terkandungnya. Semua itu merupakan sesuatu yang luar biasa, di atas kesanggupan dan nalar manusia.
Segi-segi kemuji’zatan Al-Qur’an yaitu :
1.      Kemukjizatan Al-Qur’an dari Segi Bahasa
Menghayati keindahan, ketelitian serta kecermatan pembahasan al-Qur’an tidak mudah, terutama bangsa kita yang pada umumnya kurang mempunyai apresiasi terhadap sastra Arab.[4] Tetapi kemukjizatan al-Qur’an justru dari segi kebahasaan, selain isi dan ilustrasi-ilustrasinya.
Sejarah memperlihatkan bahwa al-Qur’an diturunkan berdasarkan urutan kejadian dan tidak berdasarkan urutan ayat atau surah yang terlihat dalam mushaf baku.[19] Bahkan ayat-ayat al-Qur’an terkadang secara spontanitas menjawab persoalan sulit yang dihadapi oleh Nabi Muhammad saw.
Namun demikian para ahli bahasa tetap menilai al-Qur’an memiliki keindahan gaya bahasa yang tidak tertandingi. Menurut para pakar bahasa bahwa seseorang dinilai berbahasa dengan baik apabila pesan yang hendak disampaikan tertampung oleh kata atau kalimat yang ingin dirangkai ﺨﻴﺮﺍﻠﮏﻼﻢ ﻤﺎﻗﻞ ﻭﺪﻞ. Kata yang dipakai tidak asing bagi pendengaran atau pengetahuan lawan bicara, mudah diucapkan serta kalimat yang dipakai tidak bertele-tele.
2.      Keseimbangan Redaksi al-Qur’an
Keseimbangan dalam jumlah pemakaian kata antonim; seperti kata al-ayah (kehidupan) dan al-maut (kematian) masing-masing sebanyak 145 kali. Kata al-harr dan al-bard masing-masing 4 kali.
Keseimbangan dalam jumlah pemakaian kata sinonim; kata al-jahr (nyata) dan al-a’laniyah (nyata), masing-masing sebanyak 16 kali. Kata al-ujub (membanggakan diri) dengan kata al-gurur (angkuh) masing-masing 17 kali. Kata al-harts (membajak) dan as-Zira’ah (bertani) masing-masing 14 kali.
Keseimbangan dalam jumlah bilangan kata yang menunjukan pada akibatnya: al-kafirun (orang-orang kafir) dan an-nar (neraka/pembakaran) masing-masing sebanyak 154 kali. Kata as-Zakah (penyucian) dan al-Barakat (kebajikan yang banyak) masing-masing 32 kali. Kata al-fahisyah (kekejian) dan al-ghadab (murkah) masing-masing 26 kali.
Keseimbangan dalam jumlah pemakaian kata dengan penyebabnya; Kata as-salam (kedamaian) dan ath-thayyibat (kebajikan) masing-masing sebanyak 60 kali. Kata al-asra (tawanan) dan al-harb (perang) masing-masing 6 kali. Kata al-mau’izhah (nasihat) dan al-lisan (lidah) masing-masing 25 kali
Keseimbangan lainnya yaitu; kata yaum (dalam bentuk tunggal) sebanyak 365 kali. Sesuai jumlah hari dalam setahun. Sedangkan kata ayyam (dalam bentuk jamak), yaumin (dalam bentuk mutsanna) jumlah pemakaian dalam keseluruhan sebanyak 30 kali sama dengan jumlah hari dalam sebulan. Disisi lain, kata syahr (bulan) hanya terdapat 12 kali, sejumlah bulan dalam setahun.
3.      Kemukjizatan Dari Segi Isyarat Ilmiah
Lahirnya teori baru membuat sebagian orang terjebak di dalam mencari kemungkinan kecocokannya dalam ayat, lalu ditakwilkan sesuai dengan teori ilmiah tersebut. Mereka menginginkan al-Qur’an mengandung segalah teori ilmiah, sehingga mengaitkannya dengan semua ilmu pengetahuan. Mukjizat ilmiah al-Qur’an bukanlah terletak pada pencakupan teori-teori ilmiah yang selalu baru dan berubah, tetapi terletak pada dorongannya untuk berfikir dan menggunakan akal.
Semua persoalan atau kaidahilmu pengetahuan yang telah mantap dan meyakinkan itu merupakan manifestasi dari pemikiran valid yang dianjurkan al-Qur’an, tidak ada pertentangan sedikitpun dengannya. Ilmu pengetahuan telah maju dan tidak sedikit masalah yang muncul, namun apa yang telah dianggap  paten dan mantap tidak bertentangan sedikitpun dengan salah satu ayat al-Qur’an.
4.      Kemukjizatan Al-Qur’an segi Pemberitaan
Al-Qur’an telah memberikan informasi tentang kejadian-kejadian masa lalu yang tidak mungkin didapatkan dengan jelas tanpa pemberitaan al-Qur’an. Pemberitaan al-qur’an bertujuan kebenaran dan keagamaan sehingga dapat meneguhkan keimanan terhadapdan kerasulan.
Penelitian antropologi misalnya sangat terbantu oleh kisah Nabi Nuh yang menyelamatkan diri dari banjir besar.[24] Nabi Nuh memiliki 4 orang anak yaitu sam (melahirkan keturunan bangsa Arab dan persia), Ham (nenek moyang orang Afrika), Yafat (asal bangsa Arya yang kemudian melahirkan bangsa Eropa dan Asia tengah), Kan’an (melahirkan bangsa Pinisia yang dibasmi oleh Israel). Sebab itu Timur Tengah sering disebut bangsa Smit atau Semit, afrika disebut Hamit, sedang eropa membangsakan diri sebagai bangsa Arya.
Demikian juga al-Qur’an menyajikan pemberitaan tentang masa depan yang telah terbukti kemudian dalam perjalanan waktu. Seperti firman Allah dalam:
  سَيُهْزَمُ الْجَمْعُ وَيُوَلُّونَ الدُّبُرَ
       Golongan itu pasti akan dikalahkan dan mereka pasti akan mundur ke belakang.
                       (Q.S. al-Qamar: 45)
Umar bin Khattab r.a bertanya-tanya tentang pasukan yang di maksud oleh Allah swt. Akan dikalahkan oleh kaum muslimin, padahal mereka belum memiliki kekuatan karena jumlah mereka masih sangat sedikit di Makkah waktu itu. Ternyata betul terbukti ketika terjadinya peristiwa pathu makkah pada tahun 8 .
5.      Kemukjizatan dari segi susunan kalimat
Kendati Al-Qur’an Qudsi dan hadis Nabawi sama-sama keluar dari mulut nabi, namun uslub atau susunan bahasanya jauh berbeda. Gaya bahasa Al-Qur’an lebih tinggi kualitasnya dibandingkan dengan doa lainnya. Al-Qur’an mencul dengan uslub yang begitu indah dan mengandung nilai-nilai istimewa. Dalam Al-Qur’an banyak mengandung ayat  terdiri tasybih (penyerupaan) yang diatur dengan bentuk yang mempesona dan bahkan jauh lebih indah dari apa yang dibuat oleh penyair atau sastrawan.
6.      Kemukjizatan dari segi pengetahuan.
Tujuan utama Al-Qur’an Al-karim adalah untuk memandu dan memimpin tingkah laku manusia. Karena itu, Dakwah dan panduan Al-Qur’an muncul dengan berbagai bentuk dan cara. Al-Qur’an merupakan berita dari berbagai aspek ilmu pengetahuan yang merupakan penopang kehidupan manusia di muka bumi ini, baik itu ilmu pengetahuan tentang ibadah,sains,astronomi, matematika dan banyak lainnya. Kemudian dengan firman Allah :
“ Dan dia lah yang telah menciptakan malam dan siang, dan bulan masing-masing menunggu pada garis edarnya”
(Q.s Anbiya :33)
7.      Hukum Ilahi yang sempurna.
Al-Qur’an menjelaskan pokok-pokok Aqidah, norma-norma keutamaan, sopan santun, undang-undang ekonomi,politik,social, dan kemasyarakatan, serta hokum-hukum ibadah. Al-Qur’an menggunakan dua cara tatkala menetapkan sebuah ketentuan hukum yakni:
a.       Secara global
Persoalan ibadah umumnya diterangkan secara global, sedangkan perinciannya diserahkan kepada Nabi sendiri dan para ulama melalui itjihad.
b.      Secara terperinci
c.       Hukum yang dijelaskan secara terperinci adalah yang berkaitan dengan utang piutang, makanan yang halal dan yang haram, memelihara kehormatan wanita, dan masalah perkawinan.
8.      Kemukjizatan dari empat perkara Ghaib
Seseorang tidak akan pernah tau apa yang akan terjadi ke depannya. Sebagaimana ulama mengatakan bahwa sebagia. Salah satu mukjizat Al-Qur’an itu adalah berita ghaib . salah satu contohnya adalah fir’aun yang mengejar-ngejar Nabi Musa. Hal ini diceritakan dalam surat Yunus (10) ayat 92 :
“ Maka pada hari kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang dating sesudahmu dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan kami.”
Pada ayat itu ditegaskan bahwa badan fir’aun akan diselamatkan tuhan untuk menjadi pelajaran bagi generasi berikutnya. Tidak seorang pun mengetahui hal tersebut karena telah terjadi sekitar 1.200 tahun SM. Pada awal abad ke-19, tepatnya pada tahun 1896 di lembah raja-raja Luxo Mesi. Seorang ahli purbakala loret menemukan satu mumi, yang dari data-data sejarah terbukti bahwa ia fir’aun bernama Muniftah yang pernah mengejar Nabi Musa a.s selain itu pada tanggal 8 juli 1908, Elliot smith mendapat izin dari pemerintah Mesir untuk membuka pembalut-pembalut fir’aun tersebut. Apa yang ditemukan satu jasad utuh, seperti yang diberitakan Al-Qur’an melalui Nabi yang ummy (tidak pandai membaca dan menulis).
     D.    Bukti Historis kegagalan menandingi Al-Qur’an
Mendatangkan Al-Qur’an secara keseluruhan, sebagaimana dijelaskan pada surat Al-isra (17) ayat 88 :
“katakanlah, “ sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa dengan Al-Qur’an ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan dia, sekalian sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian lain” (Q.S Al-isra (17):88.[5]
 Al-Qur’an secara tegas menantang semua sastrawan dan orator arab untuk menandingi ketinggian Al-Qur’an, namun tidak ada satupun yang sanggup. Meskipun mereka menentang dan memusuhi Al-Qur’an serta Nabi Muhammad Saw, tetapi sebenarnya mereka mengagumi ketinggian bahasa dan sastra yang ada pada Al-Qur’an Hal ini terbukti dari hal berikut :
1.      Bukti Historis kegagalan menandingi Al-Qur’an tersebut dibuktikan oleh fakta sejarah, yaitu peristiwa yang terjadi pada ibnul Muqaffa, sebagaimana diungkapkan oleh seorang Orientalis, Wallace Stone, dalam bukunya Muhammad : His life Doctrine. Kejadian itu terjadi ketika sekelompok orang zindik dan tidak beragama tidak senang melihat pengaruh Al-Qur’an terhadap masyarakat. Mereka memutuskan untuk menjawab tantangan-tantangan yang ada dalam Al-Qur'an.  Untuk itu, mereka menawarkan kepada Abdullah Ibnul Muqaffa (wafat 727 M), seorang sastrawan besar dan penulis terkenal, agar bersedia membuat karya tulis untuk menandingi Al-Qur’an. Ibnul Muqaffa berjanji akan menyelesaikan tugas itu dalam waktu satu tahun. Sebagaimana impiannya, mereka harus menanggung semua biaya ibnul Muqaffa selama setahun itu.
Setelah berjalan setengah tahun, kaum ateis dan zindik mendatangi ibnul muqaffa, mereka ingin mengetahui sampai sejauh mana hasil yang dicapai sastrawan tersebut dalam menghadapi tantangan Al-Qur’an. Pada waktu memasuki kamar sastrawan asal Persia itu, mereka menemukan ibnul muqaffa sedang duduk memegang pena, tenggelam dalam alam pikirannya. Kertas-kertas tulis bertebaran di lantai dan kamarnya penuh dengan sobekan-sobekan kertas yang telah ditulisi.
Penulis ini telah mencurahkan segenap kemampuannya untuk menjawab Al-Qur’an, tapi tidak berhasil dan menemukan jalan buntu akhirnya, dia mengakui kegagalannya. Rasa malu menguasai dirinya, sebab lebih dari setengah tahun dia berusaha keras menulis sebuah karya semisal Al-Qur’an, namun tidak satu ayat pun yang dihasilkannya. Ibnul Muqaffa akhirnya memutuskan perjanjian dan menyerah kalah.
2.      Menurut riwayat, Al Walid bin AL-Mughurah, tokoh Quraisy pernah berkunjung ke rumah Rasulullah dan beliau membacakan Al-Qur’an di hadapannya. Ketika hal itu diketahui Abu Jahal kemudian berkata kepadanya.
“ hai paman, apakah engkau hendak menghimpun harta kekayaanmu untukmu karena engkau telah mendatangi Muhammad untuk memperoleh sesuatu daripadanya? Ia menjawab “ sesunggguhnya seluruh suku Quraisy sudah mengetahui bahwa aku lah yang paling kaya di antara mereka.” Kata Abu Jahal, “ kalau begitu ucapkanlah sesuatu untuk meyakinkan kaummu, bahwa engkau mengingkari bacaan Muhammad itu.” Jawab walid, “ aku bingung apa yang harus kukatakan, Demi Allah, tidak ada yang lebih mengerti dari aku di antara kalian tentang syi’ir baik rajaznya, qashidanya maupun segalah macam dan segala syi’ir yang halus dan indah. Demi Allah aku belum pernah mendengar kata-kata yang seindah itu. Itu bukan syi’ir, bukan sihir dan bukan pula kata-kata tukang sihir atau tukang ramal seperti yang dikatakan orang selama ini. Sesungguhnya Al-Qur’an itu ibarat sebuah pohon yang rindang, akarnya terhujam ke tanah, susunan kata-katanya amat manis dan sangat enak di dengar. Itu bukanlah kata-kata manusia. Ia sangat tinggi dan tidak ada yang dapat menandinginya.
    E.     Perbedaan pendapat tentang aspek-aspek kemu’jizatan Al-Qur’an.
Para ulama berbeda pendapat dalam melihat aspek-aspek kemu’jizatan Al-Qur’an Akan tetapi, secara umum setidaknya terdapat empat aspek kemu’jizatan Al-Qur’an.[6]
1.      Aspek Ash-Sharfah (pemalingan)
Abu ishak Ibrahim An-Nazzam, ulama ahli kalam berpendapat bahwa kemujizatan Al-Qur’an terjadi dengan cara ash-sharfah (pemalingan). Menurut An-Nazzam maksud dari as-sharfah adalah Allah memalingkan perhatian orang-orang Arab dari menandingi Al-Qur’an. Padahal, sebenarnya mereka mampu untuk menandinginya. Di sinilah letak kemuljizatan Al-Qur’an menurut An-Nazzam. Senada dengan hal itu, Al-Murtadha ( dari aliran syi’ah) berpendapat bahwa Allah telah mencabut dari mereka ilmu-ilmu yang diperlukan untuk menghadapi Al-Qur’an agar mereka tidak mampu membuat yang seperti Al-Qur’an.
2.      Aspek Balaghah (keindahan Bahasa)
Qadi Abu Bakar Muhammad Ibnu Tayyib Al-Baqalani, dalam kitabnya ijazul AL-Qur’an dipandang sebagai bahasa yang istimewa, baik dari segi gaya bahasanya, susunan kata-katanya, maupun ketelitian redaksi yang digunakannya. Keindahan bahasa Al-Qur’an jauh melebihi keindahan bahasa yang disusun oleh para Sastrawan Arab.
3.      Aspek kandungan isinya
Perihal aspek kandungan isi Al-Qur’an secara garis besar dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu berita tentang hal-hal yang ghaib dan isyarat-isyarat ilmiah. Perihal berita ghaib, isi kandungan Al-Qur’an  banyak menginformasikan tentang berita ghaib yang terjadi sebelumnya, yaitu berita tentang orang-oran terdahulu. Juga berita ghaib yang akan terjadi ( sesudah turunnya wahyu), seperti kemenangan yang akan diperoleh tentara Romawi dalam menghadapi bangsa Persia dalam QS. Ar-rum:1-6, kemurnian Al-Qur’an yang akan tetap terpelihara dalam QS. AL-Hijr :9, serta berbagai masalah ghaib lainnya yang ditunjukkan oleh Al-Qur’an, baik secara  eksplisit maupun implisit. Selain itu, berita ghaib yang sedang terjadi di tempat lain, seperti maksud jahat orang-orang munafik dengan membangun masjid Dhirar dalam QS. At-Taubah : 107
Adapun perihal isyarat-isyarat ilmiah, isi kandungan Al-Qur’an banyak menginformasikan tentang permasalahan ilmiah yang mungkin hanya diketahui oleh para ilmuwan. Ayat-ayat Al-Qur’an yang sudah dibuktikan kebenarannya melalui penemuan di bidang ilmu pengetahuan alam. Hukum Toricelly yang ditemukan pada abad XVII M misalnya, menyatakan bahwa semakin tinggi suatu tempat, maka semakin rendah tekanan udara yang ada di tempat itu. Sebagaimana dalam QS. Al-An’am : 125. Selain itu, hukum siang dan malam yang tidak selalu sama lama waktunya. Terkadang malam lebih panjang daripada siang,dan terkadang terjadi sebaliknya. Sebagaimana dalam QS. Yunus:6
4.      Aspek kesempurnaan syari’atnya
Syariat islam menunjukkan bentuk yang paling sempurna jika dibandingkan dengan bentuk perundang-undangan manapun yang pernah ada di dunia ini. Selain itu, syariat islam juga diakui sebagai syariat yang sesuai dengan kebutuhan manusia, karena berasal dari pencipta manusia itu sendiri. Sedangkan tujuan utamanya untuk membebaskan manusia  dari dunia gelap gulita menuju dunia yang terang benderang, sebagaimana dalam QS Al-Baqarah : 257
BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
I’jaz menampakan kebenaran Nabi dalam pengakuannya sebagai Rasul sekaligus menampakkan kelemahan para penantangnya. I’jaz al-Qur’an membuktikan kebenaran al-Qur’an sekaligus menguatkan keyakinan terhadap kerasulan Muhammad saw.
Memahami kemukjizatan al-Qur’an dapat ditelusuri dari kepribadian Nabi Muhammad, kondisi saat turunnya al-Qur’an, dan cara kehadiranya al-Qur’an, dan kemukjizatan al-Qur’an diantaranya dari segi bahasa, isyarat ilmiah, dan pemberitaan.
Meskipun mukjizat berarti melemahkan atau menjadikan tidak mampu. Dari segi agama, sama sekali tidak dimaksudkan melemahkan atau membuktikan ketidakmampuan yang ditantang. Mukjizat ditampilkan oleh Allah melalui hamba-hamba pilihan-Nya untuk membuktikan kebenaran ajaran Ilahi yang dibawa oleh masing-masing Nabi. Bagi yang percaya kepada Nabi, maka ia tidak akan lagi membutuhkan mukjizat.

B.     Saran
Demikianlah makalah ini saya persembahkan. Tentunnya masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam penyusunan makalah ini mengingat keterbatasan sebagai manusia biasa yang tidak terlepas dari khilaf dan salah. Kritik dan saran dari pembaca yang konstruktif sangat penulis harapkan sebagai bahan evaluasi agar selanjutnya dapat selanjutnya menjadi lebih baik lagi.

DAFTAR PUSTAKA

M. Quraish Shihab, Mukjizat Al-Qur’an ditinjau dari Aspek Kebahasaan Isyarat Ilmiah dan Pemberitaan Gaib (Cet. XIV; Bandung: PT. Mizan Pustaka, 2004)
[1] Muhammad Abd al-‘Azim al-Azarqani, Manahil al-Irfan fi Ulum Al-Qur’an (Jilid II; Kairo: Isa al-Bab al-Halaby, t. Th)
Muthahhari Murtadha, Tafsir surat-surat pilihan,( Bandung : Pustaka Hidayah,2000)
[1] Ash-Shabunie Ali,  Pengantar ilmu-ilmu Al-Qur’an, ( Surabaya : Al-ikhlas, t. Th)
M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an (Bandung: Mizan, 1992)


[1] M. Quraish Shihab, Mukjizat Al-Qur’an ditinjau dari Aspek Kebahasaan Isyarat Ilmiah dan Pemberitaan Gaib (Cet. XIV; Bandung: PT. Mizan Pustaka, 2004), h. 23.
[2] Muhammad Abd al-‘Azim al-Azarqani, Manahil al-Irfan fi Ulum Al-Qur’an (Jilid II; Kairo: Isa al-Bab al-Halaby, t. Th), h. 331.
Muthahhari Murtadha, Tafsir surat-surat pilihan,( Bandung : Pustaka Hidayah,2000) h. 137
[4] M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an (Bandung: Mizan, 1992), h. 29.

[5] Ash-Shabunie Ali,  Pengantar ilmu-ilmu Al-Qur’an, ( Surabaya : Al-ikhlas).tt.h 299

[6] Ash-Shabunie Ali,  Pengantar ilmu-ilmu Al-Qur’an, ( Surabaya : Al-ikhlas, t. Th) h. 296

No comments:

Post a Comment