1

loading...

Thursday, September 19, 2019

MAKALAH “PENGEMBANGAN ETIKA PROFESI GURU”


MAKALAH
“PENGEMBANGAN ETIKA PROFESI GURU”


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Guru merupakan kunci dalam peningkatan mutu pendidikan, dan berada di titik sentral dari setiap usaha-usaha peningkatan mutu pendidikan. Ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi kemampuan dalam proses pembelajaran guru antara lain; beban mengajar, pengalaman mengajar, pendidikan, sumber belajar, kesejahteraan, etos kerja, status kepegawaian, dan sarana prasarana di sekolah. Bagaimana pun faktor-faktor tersebut mempengaruhi kemampuan dalam proses pembelajaran belum dapat diketahui secara pasti, seperti faktor beban mengajar, pengalaman mengajar, pendidikan, sumber belajar, kesejahteraan, etos kerja, status kepegawaian dan sarana prasarana sekolah. Oleh karena itu penelitian bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi kemampuan guru dalam proses pebelajaran.[1]
Dalam kaitannya dengan mutu pendidikan, kompetensi guru memiliki hubungan yang positif. Semakin guru menguasai kompetensi minimal yang harus dimilikinya maka mutu pendidikan di Indonesia juga akan meningkat. Namun melihat fenomena yang ada sekarang, masih banyak ditemukan kasus yang mencerminkan masih rendahnya tingkat profesionalitas guru di Indonesia. Salah satunya dapat dilihat dari masih banyak guru yang menggunakan metode pembelajaran yang monoton tanpa adanya inovasi dalam pembelajaran, masih benyak guru yang belum mempunyai kualifikasi S1dan masih banyak persolan lainnya. Pengembangan guru di Indonesia juga masih rendah. Banyak guru-guru dalam bidang skill (kemampuan mengajar) masih kurang, kurangnya pengembangan dan peningkatan organisasi serta kurangnya pengembangan dan peningkatan keperibadian (motivasi berprestasi). Padahal peran guru demikian penting dalam peningkatan mutu pendidikan.
Secara kuantitatif jumlah tenaga guru telah cukup memadai, tetapi mutu serta profesionalismenya belum sesuai dengan harapan. Guru bukan hanya sekedar profesi. Guru bukan hanya mengajarkan materi dan memberikan penilaian. Dalam proses penyampaian materi itu sendiri memerlukan teknik dan seni sebagai hasil dari perpaduan kompetensi yamg dimiliki oleh guru. Sehingga guru menjadi lebih kreatif dalam mengembangkan pembelajaran. Peningkatan kompetensi guru dalam rangka pengembangan profesi guru dinilai sangat berpengaruh terhadap hasil belajar peserta didik dan lebih luas lagi meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Maka dalam makalah ini, penulis tertarik untuk membahas tentang guru berkaitan dengan pengembangan profesi guru.
Menurut Undang-undang Nomor 14 tahun 2005 kompetensi yang harus dimiliki guru meliputi meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. keempat kompetensi tersebut dalam praktiknya merupakan satu kesatuan yang utuh. Guru profesional sudah seyogyanya mampu menguasai keempat kompetensi tersebut.[2]
B.      Rumusan Masalah 
    a.     Apa yang dimaksud dengan pengembangan etika profesi guru?
   b.    Bagaimana sikap professional seorang guru?
   c.     Bagaimana pengembangan organisasi profesional keguruan?
C.    Tujuan
Penulis menyusun makalah “Pengembangan Profesi Keguruan” dalam rangka memenuhi tugas kelompok mata kuliah Etika Profesi Keguruan dan antara lain bertujuan agar dapat:
    a.       Menjelaskan pengertian pengembangan profesi keguruan.
    b.      Menjelaskan sikap professional guru.
     c.       Menjelaskan pengembangan profesi guru.

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengembangan Etika Profesi Guru   
Sebelum menguraikan definisi Pengembangan profesi keguruan, terlebih dahulu kita mengetahui apa sebenarnya definisi dari ketiga kata tersebut. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Pengembangan bisa diartikan dengan proses atau perbuatan mengembangkan.Sedangkan menurut UU no 18 tahun 2002, Pengembangan adalah kegiatan ilmu pengetahuan dan teknologi yang bertujuan memanfaatkan kaidah dan teori ilmu pengetahuan yang telah terbukti kebenarannya untuk meningkatkan fungsi, manfaat, dan aplikasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah ada, atau menghasilkan teknologi baru.[3]
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, profesi bisa diartikan dengan bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian keterampilan, kejuruan, tertentu. Selain istilah profesi kita mengenal istilah profesional, profesionalisme, dan profesionalisasi. Ketiga istilah tersebut memiliki definisi masing-masing. Sudarwan Danim(2011:103) membedakan ketiga istilah tersebut sebagai berikut : Profesional merujuk pada dua hal yaitu orang yang menyandang suatu profesi dan kinerja dalam melakukan pekerjaan yang sesuai denga profesinya. Profesionalisme dapat diartikan sebagai komitmen para anggota suatu profesi untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya dan terus menerus mengembangkan strategi yang digunakannya dalam melakukan pekerjaan sesuai dengan profesinya itu. Sedangkan profesionalisasi merupakan proses peningkatan kualifikasi atau kemampuan para anggota penyandang suatu profesi untuk mencapai kriteria standar ideal dari penampilan atau perbuatan yang diinginkan oleh profesinya itu.
 Pengembangan Profesi Guru Pengembangan profesi guru adalah proses kegiatan dalam rangka menyesuaikan kemampuan profesional guru dengan tuntutan pendidikan dan pengajaran. Pengembangan profesi guru di lingkungan pendidikan diarahkan pada kualitas profesional, penilaian kinerja secara obyektif, transparan dan akuntabilitas, serta memotivasi untuk meningkatkan kinerja dan prestasi (Soewarni, 2004). Pengembangan profesi guru pada dasarnya adalah peningkatan kualitas kompetensi guru. Beberapa dimensi utama dalam kompetensi guru adalah kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial,dan kompetensi profesional (Ana-Maria Petrescu, 2015). Kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi secara luas dan mendalam yang memungkinkan membimbing siswa memenuhi standar kompetensi. Pengembangan profesi adalah kegiatan guru dalam pengamalan ilmu dan pengetahuan, teknologi dan keterampilan untuk meningkatkan mutu, baik bagi proses belajar mengajar dan profesionalisme tenaga kependidikan lainnya (Zainal & Elham, 2007).[4]    
Pengembangan profesi merupakan peningkatan-peningkatan pribadi yang dilakukan seseorang untuk mencapai suatu rencana profesi (Hani, 2001, hal. 123). Profesi ialah suatu jabatan atau pekerjaan biasa seperti halnya dengan pekerjaan-pekerjaan lain. Pengembangan profesi guru merupakan hal penting untuk diperhatikan guna mengantisipasi perubahan dan besarnya tuntutan terhadap profesi guru yang utamanya ditekankan pada penguasaan ilmu pengetahuan (Ondi & Aris, 2010) Pengembangan profesional dapat didefinisikan sebagai proses karir panjang di mana pendidik menyempurnakan mengajar mereka untuk memenuhi kebutuhan siswa (Maggioli, 2004). Dalam penelitian ini, indikator yang digunakan adalah berdasarkan pendapat dari Abdul Majid (2011, hlm. 8) mengungkapkan terdapat beberapa indikator pengembangan profesi guru yaitu : (1) Mengikuti informasi perkembangan IPTEK yang mendukung profesi melalui berbagai kegiatan ilmiah, (2) Mengembangkan berbagai model pembelajaran, (3) Menulis karya ilmiah, (4) Membuat alat peraga/media, (5) Mengikuti pendidikan kualifikasi, (6) Mengikuti kegiatan pengembangan kurikulum. Profesi pendidik merupakan profesi yang sangat penting dalam kehidupan suatu bangsa. Hal ini tidak lain karena posisi pendidikan yang sangat penting dalam konteks kehidupan bangsa. Pendidik merupakan unsur dominan dalam suatu proses pendidikan, sehingga kualitas pendidikan banyak ditentukan oleh kualitas pendidik dalam menjalankan peran dan tugasnya di masyarakat.
 Oleh karena itu, upaya-upaya untuk terus mengembangkan profesi pendidik (guru) menjadi suatu syarat mutlak bagi kemajuan suatu bangsa, meningkatnyakualitas pendidik akan mendorong pada peningkatan kualitas pendidikan baik proses maupun hasilnya. Kinerja Guru Kinerja guru adalah hasil kerja yang erat kaitannya dengan pelaksanaan tugas sebagai guru profesional (Wahyuni, Christiananta, & Eliyana, 2014) (Hussain, Ahmedy, & Haider, 2014). Kinerja yang baik terkait juga dengan pencapaian kualitas, kuantitas, kerjasama, kehandalan dan kreativitas (Saleh, Dzulkifli, Abdullah, & Yaakob, 2011), kinerja berarti produktivitas dan output karyawan sebagai hasil dari pengembangan karyawan. Kinerja pada akhirnya akan mempengaruhi efektivitas organisasi (Hameed & Waheed, 2011).  
Kinerja yang baik mencerminkan kemampuan untuk berkontribusi melalui karya-karya mereka mengarah pada pencapaian perilaku yang sesuai dengan tujuan dari perusahaan atau organisasi (Muda, Rafiki, & Harahap, 2014)[5]. Kinerja guru merupakan kemampuan guru dalam menunjukkan kecakapan atau kompetensi yang dimilikinya dalam dunia kerja yang sebenarnya. Dunia kerja guru yang sebenarnya adalah pembelajaran siswa dalam kegiatan pembelajaran dikelas. Kinerja guru adalah segala hasil dari usaha guru dalam mengantarkan proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan, yang meliputi seluruh kegiatan yang menyangkut tugasnya sebagai guru.  
Tugas profesional seorang guru mencakup kegiatan mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi pesrta didik. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kinerja guru merupakan hasil kerja yang dicapai oleh seorang guru dalam melaksanakan tugas mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik. Kinerja seorang guru dapat dilihat dari prestasi yang diperoleh oleh seorang guru, bagaimana seorang guru dalam melaksanakan proses pembelajaran dan mengevaluasi hasil pembelajaran serta memberikan tindak lanjut dari evaluasi pembelajaran, dan hasil kerja yang diperoleh oleh seorang guru. Kinerja dipandang sebagai pelaksanaan dari suatu tindakan atau kemampuan seseorang. Kinerja yang baik juga terkait dengan pencapaian kualitas, kuantitas, kerjasama, selain itu juga kinerja berarti produktivitas dan output karyawan sebagai hasil dari pengembangan karyawan. Kinerja karyawan pada akhirnya akan mempengaruhi efektivitas organisasi.[6]
Penilitian ini menitikberatkan terhadap penilaian kirerja guru yang dipengaruhi oleh faktor, yaitu pengembangan profesi guru. Terdapat beberapa indikator yang mengukur kinerja guru, yaitu : Penyusunan program belajar, Pelaksanaan program pembelajaran, Pelaksanaan Evaluasi, Analisis Evaluasi, Pelaksanaan perbaikan dan pengayaan. Kinerja atau prestasi kerja adalah salah satu variabel dependen yang paling penting dan telah dipelajari selama satu dekade panjang (Jankingthong & Rurkkhum, 2012), selama dekade tersebut juga telah dilakukan penelitian empiris, meskipun pengamatan mengenai kinerja guru tersedia relatif sedikit (Dee & Wyckoff, 2013). Penelitian mengenai kinerja sangat menarik dilakukan karena mencapai tingkat tinggi kinerja karyawan dianggap tujuan umum bagi banyak organisasi (Yvonne, Rahman, & Long, 2014).
B.     Profesi Keguruan
a.      Kode Etik Profesi Keguruan
Setiap profesi, seperti telah dibicarakan dalam bagian terdahulu, harus mempunyai kode etik profesi. Dengan demikian, jabatan dokter, notaris, arsitek, guru, dan lain-lain yang merupakan bidang pekerjaan profesi mempunyai kode etik. Sama halnya dengan kata profesi sendiri, penafsiran tentang kode etik juga belum memiliki pengertian yang sama. Sebagai contoh, dapat dicantumkan beberapa pengertian kode etik, antara lain sebagai berikut:
1.      Pengertian Kode Etik
a.       Menurut Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian jelas menyatakan bahwa “Pegawai Negeri/Sipil mempunyai Kode Etik sebagai pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan di dalam dan di luar kedinasan.” Dalam penjelasan Undang-undang tersebut dinyatakan bahwa dengan adanya Kode Etik ini, pegawai negeri sispil sebagai aparatur Negara, abdi negara, dan abdi masyarakat mempunyai pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan dalam melaksanakan tugasnya dan dalam pergaulan hidup sehari-hari. Selanjutnya, dalam Kode Etik Pegawai Negeri Sipil itu digariskan pula prinsip-prinsip pokok tentang pelaksanaan tugas dan tanggung jawab pegawai negeri. Dari urai ini dapat kita simpulkan, bahwa kode etik merupakan pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan di dalam melaksanakan tugas dan dalam hidup sehari-hari.[7]
b.      Dalam pidato pembukaan Kongres PGRI XIII, Basuni sebagai Ketua Umum PGRI menyatakan bahwa Kode Etik Guru Indonesia merupakan landasan moral dan pedoman tingkah laku guru warga PGRI dalam melaksanakan panggilan pengabdiannya bekerja sebagai guru (PGRI, 1973). Dari pendapat Ketua Umum PGRI ini dapat ditarik kesimpulan bahawa dalam Kode Etik Guru Indonesia terdapat dua unsur pokok yakni: 
1.      Sebagai landasan moral, 
2.      Sebagai pedoman tingkah laku.
Dari uraian tersebut kelihatan, bahwa kode etik suatu profesi adalah norma-norma yang harus diindahkan oleh setiap anggota profesi di dalam melaksanakan tugas profesinya dan dalam hidupnya di masyarakat. Norma-norma tersebut berisi petunjuk-petunjuk bagi para anggota profesi tentang bagaimana mereka melaksanakan profesinya dan larangan-larangan, yaitu ketentuan-ketentuan tentang apa yang tidak boleh diperbuat atau dilaksanakan oleh mereka, melainkan juga menyangkut tingkah laku anggota profesi pada umumnya dalam pergaulan sehari-hari di dalam masyarakat.
2.      Tujuan Kode Etik
       Pada dasarnya tujuan merumuskankode etik dalam suatu profesi adalah untuk kepentingan anggota dan kepentingan organisasi profesi itu sendiri. Secara umum tujuan mengadakan kode etik adalah sebagai berikut:
a.      Untuk menjunjung tinggi martabat profesi
Dalam hal ini kode etik dapat menjaga pandangan dan kesan dari pihak luar atau masyarakat, agar mereka jangan sampai memandang rendah atau remes terhadap profesi akan melarang. Oleh karenya, setiap kode etik suatu profesi akan melarang berbagai bentuk tindak-tanduk atauk kelakuan anggota profesi yang dapat mencemarkan nama baik profesi terhadap dunia luar. Dari segin ini, kode etik juga sering kali disebut kode kehormatan.
b.      Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggotanya
Yang dimaksud kesejahteraan di sini meliputi baik kesejahteraan lahir (atau material) maupun kesejahteraan batin (spiritual atau mental). Dalam hal kesejahteraan lahir para anggota profesi, kode etik umumnya memuat larangan-larangan kepada para anggotanya untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang merupakan kesejahteraan para anggotanya. Misalnya dengan menetapkan tarif-tarif minimum bagi honorium anggota profesi dalam melaksanakan tugasnya, sehingga siapa-siapa yang mengadakan tarif di bawah minimum akan dianggap tercela dan merugikan rekan-rekan seprofesi. Dalam hal kesejahteraan batin para anggota profesi, kode etik umumnya memberi petunjuk-petunjuk para anggotanya untuk melaksanakan profesinya.
Kode etik juga sering mengandung peraturan-peraturan yang bertujuan membatasi tingkah laku yang tidak pantas atau tidak jujur bagi para anggota profesi dalam berinteraksi dengan sesama rekan anggota profesi.
c.       Untuk meningkatkan pengabadian para anggota profesi
Tujuan lain kode etik dapat juga berkaitan dengan peningkatan kegiatan pengabian profesi, sehingga bagi anggota profesi daapat dengan mudah megnetahui tugas dan tanggung jawab pengabdian dalam melaksanakan tugasnya. Oleh karena itu, kode etik merumuskan ketentuan-ketentuan yang perlu dilakukan para anggota profesi dalam menjalankan tugasnya.
d.      Untuk meningkatkan mutu profesi
Untuk meningkatkan mutu profesi kode etik juga memuat norma-norma dan anjuran agar para anggota profesi selalu berusaha untuk meningkatkan mutu pengabdian para anggotanya.
e.       Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi
Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi, maka diwajibkan kepada setiap anggota untuk secara aktif berpartispasi dalam membina organisasi profesi dan kegiatan-kegiatan yang dirancang organisasi.
3.      Penetapan Kode Etik
Kode etik hanya dapat ditetapkan oleh suatu organisasi profesi yang berlaku dan mengikat para naggotanya. Penetapan kode etik lazim dilakukan pada suatu kongres organisasi profesi.[8] Dengan demikian, penetapan kode etik tidak boleh dilakukan oleh orang secara perorangan, melainkan harus dilakukan oleh orang-orang yang diutus untuk dan atas nama anggota-anggota yang bukan atau tidak menjadi anggota profesi tersebut. Kode etik suatu profesi hanya akan mempunyai pengaruh yang kuat dalam menegakkan disiplin di kalangan profesi tersebut, jika semua orang yang menjalankan profesi tersebut tergabung (menjadi anggota) dalam organisasi profesi yang bersangkutan.
Apabila setiap orang yang menjalankan suatu profesi secara otomatis tergabung di dalam suatu organisasi atau ikatan profesional, maka barulah ada jaminan bahwa profesi tersebut dapat dijalankan seccara murini dan baik, karena setiap anggota profesi yang melakukan pelanggaran yang serius terhdap kode etik dapat dikenakan sanksi.
4.      Sanksi Pelanggaran Kode Etik
Sering ktia jumpai, bahwa ada kalanya negara mencampuri urusan profesi, seingga hal-hal yang semula hanya merupakan kode etik dari suatu profesi tertentu dapat meningkat menjadi peraturan hukum atau undang-undang. Apabila hanya demikian, maka aturan yang mulanya sebagai landasan moral dan pedoman tingkah laku meningkat menjadi aturan yang memberikan sanksi-sanksi hukum yang sifatnya memaksa, baik berupa sanksi perdata maupun sanksi pidana.[9]
Sebagai contoh dalam hal ini. Jika seseorang anggota profesi bersaing secara tidak jujur atau curang dengan sesama anggota profesinya, dan jika dianggpakecurangan itu serius ia dapat dituntut di muka pengadilan. Pada umumnya, karena kode etik adalah landasan moral dan merupakan pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan maka sanksi terhadap pelanggaran kode etik akan mendapat celaan dari rekan-rekannya, sedangkan sanksi yang dianggap terberat adalah si pelanggar dikeluarkan dari organisasi profesi tertentu, menandakan bahwa organisasi profesi itu telah mantap.

5.      Kode Etik Guru Indonesia
Kode Etik Guru Indonesia dapat dirumuskan sebagai himpunan nilai-nilai dan norma-norma profesi guru[10] yang tersusun dengan baik dan sistematik dalam suatu sistem yang utuh dan bulat. Fungsi Kode Etik Guru Indonesia adalah sebagai landasan moral dan pedoman tingkah laku setiap guru warga PGRI dalam menuunaikan tugas pengabdiannya sebagai guru, baik di dalam maupun di luar sekolah serta dalam kehidupan sehari-hari di masyarkat. Dengan demikian, maka Kode Etik Guru Indonesia merupakan alat yang amat penting untuk pembentukan sikap profesional para anggota profesi keguruan.
Sebagaimana halnya dengan profesi lainnya, Kode Etik Guru Indonesia ditetapkandalam suatu konges yang dihadiri oleh seluruh utusan Cabang dan Pengurus Daerah PGRI dari seluruh tanah air, pertama dalam Kongres PGRI XVI tahun 1973, dan kemudian disempurnakan dalam Kongres PGRI XVI tahun 1989 juga di Jakarta. Adapun teks Kode Etik Guru Indonesia yang telah disempurnakan tersebut adalah sebagai berikut:[11]
KODE ETIK GURU INDONESIA
Guru Indonesia menyadari, bahwa pendidikan adalah bidang pengabdian terhdapa Tuhan Yang Maha Esa, bangsa dan negara, serta kemanusiaan pada umumnya. Guru Indonesia yang berjiwa Pancasila dan setia pada Undang-undang Dasar 1945, turut bertanggung jawab atas terwujudnya cita-cita Proklamasi Kemerdian Republik Indonesia terpanggil untuk menunaikan karyanya dengan memedomani dasar-dasar sebagai berikut:
1.    Guru berbakti membimbing peserta didik untukmembentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila.
2.    Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran profesional.
3.    Guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan melakukan bimbingan dan pembinaan.
4.    Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yangmenunjang berhasilnya proses belajar-mengajar.
5.    Guru memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan masyarakat sekitarnya untuk membina peran serta dan rasa tanggung jawab bersama terhdap pendidikan.
6.    Guru secara pribadi dan bersama-sama mengambangkan dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya.
7.    Guru memelihara hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan, dan kesetiakawanan sosial.
8.    Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian.
9.    Guru melaksanakan segala kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan.
C.    Organisasi Profesional Keguruan[12]
    1.      Funfsi Organisasi Profesional Pendidikan
Seperti yang telah disebutkan salah satu kriteria jabatan profesional, jabatan profesi harus mempunyai wadah untuk meyatukan gerak langkah dan mengendalikan keseluruhan profesi, yakni organisasi profesi. Bagi guru-guru di negara kita, wadah ini telah ada yakni Persatuan Guru Republik Indonesia yang lebih dikenal dengan singkatan PGRI. PGRI didirikan di Surakarta pada tanggal 25 November 1945, sebagai perwujudan aspirasi guru Indonesia dalam mewujudkan cita-cita perjuangan bangsa.
Salah satu tujuan PGRI adalah mempertinggi kesadaran, sikap, mutu, dan kegiatan profesi guru serta meningkatkan kesejahteraan mereka (Basuni, 1986). Selanjutnya, Basuni menguraikan empat misi utama PGRI, yaitu:(a) Misi politis/ideologi, (b) Misi persatuan organisatoris, (c) Misi profesi, dan (d) Misi kesejahteraan. Kelihatannya, dari praktek pelaksanaan keempat misi tersebut dua misi pertama-misi politis/ideologis, dan misi perasatuan/oranisasi lebih menonjol realisasinya dalam program-program PGRI. Ini dapat dibuktikan dengan telah adanya wakil-wakil PGRI dalam badan legislatif seperti DPR dan MPR. Peranan yang lebih menonjol ini dapat kita pahami sesuai dengan tahap perkembangan bangsa dalam era orde baru ini.
Dalam pelaksanaan misi lainnya, misi kesejateraan, kelihatannya masih perlu ditingkatkan. Sementara misi ketiga, misi profesi, belum tampak kiprah nyatanya dan belum terlalu melembaga.
Dalam kaitannya dengan perkembangan profesional guru, PGRI sampai saat ini masih mengandalkan pihak pemerintah, misalnya dalam merencanakan dan melakukan program-program penataran guru serta program peningkatan mutu lainnya. PGRI belum banyak merencanakan dan melakukan program kualifikasi guru, atau melakukan penelitian ilmiah tentang masalah-masalah profesional yang dihadapi oleh para guru dewasa ini.
Kebanyak kegiatan yang berkaitan dengan peningkatan mutu profesi biasanya dilakukan bersamaan dengan kegiatan-kegiatan ulangtahun atau kongres, baik di pusat maupun di daerah. Oleh sebab itu, peranan organisasi ini dalam peningkatan mutu profesional keguruan belum begitu menonjol.[13]
     2.      Jenis- Jenis Organisasi Keguruan
Di samping PGRI sebagai satu-satunya organisasi guru-guru sekolah yang diakui pemerintah sampai saat ini, ada organisasi guru yang disebut Musyawarah Guru Mata pelajaran (MGMP) sejenis yang didirikan atas anjuran pejabat-pejabat Departemen Pendidikan Nasional. Organisasi ini bertujuan untuk meningkatkan mutu dan profesional dari gur dalam kelompoknya masing-masing. Kegiatan-kegiatan dalam kelompok ini diatur dengan jadwal yang cukup baik. Sayangnya, belum ada keterkaitan dan hubungan formal antara kelompok guru-guru dalam MGMP ini dengan PGRI.
Selain PGRI, ada lagi organisasi profesional di bidnagn pendidikan yang harus kita ketahui juga yakni Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI), yang saat ini mempunya divisi-divisi antara lain: Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI), Himpunan Sarjana Administrasi Pendidikan Indonesia (HISAPIN), Himpunan Sarjana Pendidikan Bahasa Indonesia (HSPBI), dan lain-lain. Hubungan formal antara organisasi-organisasi ini dengan PGRI masih belum tampak secara nyata, sehingga belum didapatkan kerja sama yang saling menunjang dan menguntungkan dalam peningkatan mutu anggotanya. Sebagian anggota PGRI yang sarjana mungkin juga menjadi anggota salah satu divisi dari ISPI, tetapi tidak banyak anggota ISPI staf pengajar di LPTK yang juga menjadi anggota PGRI.[14]

BAB III
PENUTUP


A.    Kesimpulan
Pengembangan Profesi Guru Pengembangan profesi guru adalah proses kegiatan dalam rangka menyesuaikan kemampuan profesional guru dengan tuntutan pendidikan dan pengajaran. Pengembangan profesi guru di lingkungan pendidikan diarahkan pada kualitas profesional, penilaian kinerja secara obyektif, transparan dan akuntabilitas, serta memotivasi untuk meningkatkan kinerja dan prestasi. Pengembangan profesi guru pada dasarnya adalah peningkatan kualitas kompetensi guru. Beberapa dimensi utama dalam kompetensi guru adalah kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial,dan kompetensi professional.
Setiap profesi, seperti telah dibicarakan dalam bagian terdahulu, harus mempunyai kode etik profesi. Dengan demikian, jabatan dokter, notaris, arsitek, guru, dan lain-lain yang merupakan bidang pekerjaan profesi mempunyai kode etik. Sama halnya dengan kata profesi sendiri, penafsiran tentang kode etik juga belum memiliki pengertian yang sama.
Di samping PGRI sebagai satu-satunya organisasi guru-guru sekolah yang diakui pemerintah sampai saat ini, ada organisasi guru yang disebut Musyawarah Guru Mata pelajaran (MGMP) sejenis yang didirikan atas anjuran pejabat-pejabat Departemen Pendidikan Nasional. Organisasi ini bertujuan untuk meningkatkan mutu dan profesional dari gur dalam kelompoknya masing-masing.

B.     Saran
Dengan adanya bahasan kenematika serta penerapannya dalam kehidupan, diharapkan ada tindak lanjut dalam penerapan kinematika selanjutnya. Dengan demikian dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini,tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya karena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini
Penulis banyak berharap para pembaca yang budiman sudi memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi sempurannya makalah ini dan penulisan makalah di kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca yang budiman pada umumnya.




DAFTAR PUSTAKA


Aqip, Zainal dan Rohmanto , Elham, (2007). Pengaruh Keprofesionalan dan
Metode Mengajar Guru Sertifikasi Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMK
Muhammadiyah I Bantul Kompetensi Keahlian Audio Video Kelas XII
Pada Mata Diklat Kompetensi Kejuruan, : 46

Among Makarti, Vol.3 No.6, Desember 2010 Guru Sebagai Key Person Dalam
Upaya Peningkatan Mutu Pendidikan Di Sekolah (Penelitian Pada Guru –
Guru SMA Negeri 1 Salatiga) (Samtono)

Anonim. 1974. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok
Kepegawaian.

Departemen Pendidikan Nasional, 2005. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005,
Tentang Guru dan Dosen, Jakarta: Depdiknas.

Halimah Nur Hayati. 2017. “Pelaksanaan Kode Etik Guru di Madrasah
Tsanawiyah Negeri (MTsN) Surakarta II Tahun Ajaran 2017-2018.
Fakutas Tarbiyah dan Keguruan, Surakarta. IAIN Surakarta.

Hameed & Waheed, 2011. Kompensasi dan Komitmen Organisasional Untuk
Meningkatkan Kinerja Guru. Vol. 3, No. 1, Januari 2018.

Momon, Sudarma. 2013. Profesi Guru: Dipuji, Dikritisi, Dan Dicaci. Jakarta :
PT. RajaGrafindo Persada.

Muda, Rafiki, & Harahap, 2014. Kompensasi dan Komitmen Organisasional
Untuk Meningkatkan Kinerja Guru. Vol. 3, No. 1, Januari 2018.

Soetjipto dan Raflis Kosasi. 2007. Profesi Keguruan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian,
Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi




[1] Among Makarti, Vol.3 No.6, Desember 2010   Guru Sebagai Key Person Dalam Upaya Peningkatan Mutu Pendidikan Di Sekolah (Penelitian Pada Guru - Guru SMA Negeri 1 Salatiga) (Samtono)
[2] Departemen Pendidikan Nasional, 2005. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005, Tentang Guru dan Dosen, Jakarta: Depdiknas.
[3] Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
[4] Aqip, Zainal dan Rohmanto , Elham, (2007).Pengaruh Keprofesionalan dan Metode Mengajar Guru Sertifikasi Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMK Muhammadiyah I Bantul Kompetensi Keahlian Audio Video Kelas XII Pada Mata Diklat Kompetensi Kejuruan, : 46
[5] Muda, Rafiki, & Harahap, 2014. Kompensasi dan Komitmen Organisasional Untuk Meningkatkan Kinerja Guru. Vol. 3, No. 1, Januari 2018.
[6] Hameed & Waheed, 2011. Kompensasi dan Komitmen Organisasional Untuk Meningkatkan Kinerja Guru. Vol. 3, No. 1, Januari 2018.
[7] Anonim. 1974. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian.
[8] Halimah Nur Hayati. 2017. “Pelaksanaan Kode Etik Guru di Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Surakarta II Tahun Ajaran 2017-2018. Fakutas Tarbiyah dan Keguruan, Surakarta. IAIN Surakarta.

[9] Halimah Nur Hayati. 2017. “Pelaksanaan Kode Etik Guru di Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Surakarta II Tahun Ajaran 2017-2018. Fakutas Tarbiyah dan Keguruan, Surakarta. IAIN Surakarta.
[10] Momon, Sudarma. 2013. Profesi Guru: Dipuji, Dikritisi, Dan Dicaci. Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada.
[11] Dikutip dari lembaran Kode Etik Guru Indonesia (yang disempurnakan pada Kongres XVI, Tahun 1989 di Jakarta) terbitan PGRI
[12] Soetjipto dan Raflis Kosasi. 2007. Profesi Keguruan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
[13] Soetjipto dan Raflis Kosasi. 2007. Profesi Keguruan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
[14] Soetjipto dan Raflis Kosasi. 2007. Profesi Keguruan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

No comments:

Post a Comment