MAKALAH KEPENDUDUKAN
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu di antara
sejumlah daftar Negara-negara berkembang di
dunia. Hal yang paling mendasar yang umum dijumpai dalam suatu Negara
berkembang adalah jumlah penduduk yang sangat besar. Indonesia merupakan slah
satu Negara dengan jumlah penduduk yang terbanyak. Hal ini dapat dilihat dari
hasil sensus penduduk yang semakin tahun semakin meningkat. Dalam pengetahuan
tentang kependudukan dikenal sebagai istilah karakteristik penduduk yang
berpengaruh penting terhadap proses demografi dan tingkah laku sosial ekonomi
penduduk.
Dibanding dengan negara-negara yang sedang berkembang lainnya, Indonesia menempati urutan ketiga dalam jumlah penduduk setelah Cina dan India. Indonesia merupakan negara yang sedang membangun dengan mempunyai masalah kependudukan yang sangat serius disertai dengan, yaitu jumlah penduduk yang sangat besar disertai dengan tingkat pertumbuhan yang relatif tinggi dan persebaran penduduk yang tidak merata. Jumlah penduduk bukan hanya merupakan modal , tetapi juga akan merupakan beban dalam pembangunan. .
Dibanding dengan negara-negara yang sedang berkembang lainnya, Indonesia menempati urutan ketiga dalam jumlah penduduk setelah Cina dan India. Indonesia merupakan negara yang sedang membangun dengan mempunyai masalah kependudukan yang sangat serius disertai dengan, yaitu jumlah penduduk yang sangat besar disertai dengan tingkat pertumbuhan yang relatif tinggi dan persebaran penduduk yang tidak merata. Jumlah penduduk bukan hanya merupakan modal , tetapi juga akan merupakan beban dalam pembangunan. .
Pertumbuhan penduduk yang meningkat berkaitan dengan kemiskinan dan
kesejahteraan masyarakat. Pengetahuan tentang aspek-aspek dan komponen
demografi seperti fertilitas, mortalitas, morbiditas, migrasi, ketenagakerjaan,
perkawinan, dan aspek keluarga dan rumah tangga akan membantu para penentu
kebijakan dan perencana program untuk dapat mengembangkan program pembangunan
kependudukan dan peningkatan ksesejahteraan masyarakat yang tepat pada
sasarannya.
Dengan jumlah penduduk yang sangat tinggi
tersebut akan melahirkan beragam masalah dalam kehidupan. Masalah utama yang dihadapi
di bidang kependudukan di Indonesia adalah masih tingginya pertumbuhan penduduk
dan kurang seimbangnya penyebaran dan struktur umur penduduk. Program
kependudukan dan keluarga berencana bertujuan turut serta menciptakan
kesejahteraan ekonomi dan sosial bagi seluruh masyarakat melalui usaha-usaha
perencanaan dan pengendalian penduduk. Dengan demikian diharapkan tercapai
keseimbangan yang baik antara jumlah dan kecepatan pertambahan penduduk dengan
perkembangan produksi dan jasa.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas, maka permasalahan
yang akan dikaji dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
1.
Bagaimana
Proses Pertumbuhan Penduduk ?
2.
Bagaimana
Komposisi Penduduk ?
3.
Bagaimana
Kebijaksanaan Penduduk ?
C.
Tujuan
1.
Untuk
Mengetahui Proses Pertumbuhan Penduduk.
2.
Untuk
Mengetahui Komposisi Penduduk .
3.
Untuk Mengetahui Kebijaksanaan Penduduk.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Proses Pertumbuhan Penduduk
Pertumbuhan penduduk adalah perubahan
populasi sewaktu-waktu, dan dapat dihitung sebagai perubahan dalam jumlah
individu dalam sebuah populasi menggunakan “per waktu unit” untuk
pengukuran. Berdasarkan sensus tahun 2010 diketahui bahwa pertumbuhan
penduduk melebihi proyeksi nasional yaitu sebesar 237,6 juta jiwa dengan laju
pertumbuhan penduduk (LPP) 1,49 per tahun. Jika laju pertumbuhan penduduk 1,49
persen per tahun maka setiap tahunnya akan terjadi pertumbuhan penduduk sekitar
3,5 juta lebih per tahun. Dengan demikian, jika di tahun 2010 jumlah penduduk
237,6 juta jiwa maka di tahun 2011 bertambah 3,5 juta maka sekarang ada 241
juta jiwa lebih.
Dan jika itu terus terjadi maka semakin
banyak masalah yang akan terjadi seperti pengangguran, pencurian dan lain-lain,
dan itu akan mempengaruhi terhadap perkembangan sosial di masyarakat.
Perkembangan sosial adalah kemajuan
yang progresif melalui kegiatan yang terarah dari individu dalam
pemahaman atas warisan sosial dan formasi pola tingkah lakunya yang luwes.
Hal itu disebabkan oleh adanya kesesuaian yang layak antara dirinya dengan
warisan sosial itu. Dan menurut Elizabeth B. Hurlock, perkembangan sosial
adalah kemampuan seseorang dalam bersikap atau tata cara perilakunya dalam
berinteraksi dengan unsur sosialisasi di masyarakat.[1]
B.
Komposisi Penduduk
Komposisi penduduk adalah penyusunan atau pengelompokan penduduk
berdasarkan kriteria tertantu. Adapun kriteria yang digunakan antara lain
kriteria usia dan jenis kelamin, angkatan kerja, dan rasio ketergantungan.
Macam – macam komposisi penduduk[2]
a)
Komposisi
penduduk menurut usia & jenis kelamin
Usia dan jenis kelamin merupakan faktor penting dalam
pengklasifikasian komposisi penduduk. Pada umumnya ada tiga bentuk susunan
penduduk menurut usia, yaitu:
1.
Piramida
Penduduk Muda
Piramida ini terbentuk jika mayoritas penduduknya berusia muda
yaitu dibawah 15 tahun. Hal ini dapat terjadi karena angka kelahiran lebih
besar daripada angka kematian. Biasanya kejadian ini terjadi di negara
berkembang.
2.
Piramida
Penduduk Stasioner
Piramida ini menandakan bahwa jumlah angka kelahiran sama dengan angka
kematian. Pada umumnya terjadi di negara maju.
3.
Piramida
Penduduk Tua
Piramida ini memberi gambaran bahwa angka kelahiran lebih kecil
daripada angka kematian. Jika hal ini terjadi terus menerus, maka suatu negara
akan kekurangan penduduk.[3]
b)
Komposisi
penduduk menurut angkatan kerja
Yang dimaksud angkatan kerja yakni mereka yang pekerja, mereka yang
tidak bekerja tetapi sudah siap untuk bekerja atau sedang mencari pekerjaan
(menganggur).
c)
Komposisi
penduduk menurut rasio ketergantungan
Rasio ketergantungan
merupakan perbandingan antara banyaknya penduduk yang tidak produktif (usia di
bawah 15 tahun dan di atas 65 tahun) dengan banyaknya penduduk usia
produktif (15 – 64 tahun).
Rasio ketergantungan
dapat diperoleh dengan menggunakan perhitungan sebagai berikut:
Keterangan:
P (10-14) = Banyaknya penduduk yang tidak produktif di usia 10-14 tahun
P > 65 = Banyaknya penduduk yang tidak produktif di usia lebih dari
P (10-14) = Banyaknya penduduk yang tidak produktif di usia 10-14 tahun
P > 65 = Banyaknya penduduk yang tidak produktif di usia lebih dari
65 tahun
P (15-64) = Banyaknya penduduk yang
produktif di usia 15-64 tahun
C.
Kebijaksanaan Penduduk
Kebijakan Kependudukan adalah kebijakan yang ditujukan untuk mempengaruhi
besar, komposisi, distribusi dan tingkat perkembangan penduduk. sedangkan DR.
Elibu Bergman (Harvard university) Mendefinisikan kebijakan penduduk sebagai
tindakan-tindakan pemerintah untuk mencapai suatu tujuan dimana didalamnya
termasuk pengaruh dan karakteristik penduduk. Secara umum kebijakan
penduduk harus ditujukan untuk
1.
Melindungi kepentingan
dan mengembangkan kesejahteraan penduduk itu sendiri terutama generasi yang
akan datang.
2.
Memberikan kemungkinan
bagi tiap-tiap orang untuk memperoleh kebebasan yang lebih besar, guna
menentukan apa yang terbaik bagi kesejahteraan diri, keluarga dan anaknya.
3.
Kebijakan harus
diarahkan untuk meningkatkan kualitas hidup penduduk itu sendiri. Pemecahan
masalah kependudukan dengan pengendalian kelahiran saja tidak menjamin bahwa
hasilnya secara otomatis akan meningkatkan kualitas hidup penduduk yang
bersangkutan atau generasi yang akan datang.
Pada tahun 1965 PBB mempunyai kebijakan kependudukan yang jelas dan menjadi
dasar bagi tindakan-tindakan yang nyata, walaupun badan yang bernama “The
Population Commission” dengan resmi sudah dapat disahkan pada tanggal 3 oktober
1946.
a)
Kebijakan Kependudukan
di Indonesia
AKTIVIS Sita Aripurnami menggunakan kutipan Zillah Eisenstein, The
Color of Gender (1994) ini pada baris pertama tesis berjudul Reproductive
Rights Between Control and Resistence: A Reflection on the Discourse of
Population Policy in Indonesia, yang diajukan untuk mendapatkan Master of
Science pada The Gender Institute, London School of Economics (LSE) London,
Inggris. Sungguh kutipan yang tepat untuk menganalisis politik reduksionis
dalam kebijakan kependudukan di Indonesia, yakni bagaimana kebijakan
kependudukan direduksi menjadi kebijakan keluarga berencana; kebijakan
berencana direduksi menjadi kebijakan kontrasepsi; kebijakan kontrasepsi
direduksi lagi menjadi hanya kontrasepsi bagi perempuan. Dari 20 jenis
kontrasepsi yang beredar, 90 persen di antaranya ditujukan untuk perempuan.[4]
Bank Dunia pernah menyebut
Indonesia sebagai "salah satu transisi demografis paling mengesankan di
negara sedang berkembang". Pada masa itu tingkat fertilitas turun dari 5,5
menjadi tiga per kelahiran, sementara tingkat kelahiran kasar turun dari 43
menjadi 28 per 1.000 kelahiran hidup. Tahun 1970, pertumbuhan penduduk turun
dari sekitar 3,5 persen menjadi 2,7 persen dan turun lagi menjadi 1,6 persen
pada tahun 1991. Banyak negara berkembang kemudian belajar implementasi program
KB di Indonesia. Tetapi, hampir bisa dipastikan, dalam "transfer
pengetahuan" itu tidak disebut metode yang membuat program itu sukses;
yakni koersi (pemaksaan dengan ancaman) terhadap perempuan, khususnya dari
kelompok masyarakat kelas bawah, terutama saat awal program diperkenalkan.
DI bawah panji-panji Norma
Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera (NKKBS), program pengendalian penduduk (baca:
KB dengan alat kontrasepsi) dilancarkan. Seperti halnya di negara berkembang
lain awal tahun 1970-an, pemerintah Orde Baru meyakini KB sebagai strategi
ampuh mengejar ketertinggalan pembangunan. Ajaran Malthusian mengasumsikan, dengan
jumlah penduduk terkendali rakyat lebih makmur dan sejahtera. Untuk mencapai
pertumbuhan ekonomi-yang merupakan pereduksian makna
"pembangunan"-tinggi guna mencapai kemakmuran, di antara syaratnya
adalah "zero growth" di bidang kependudukan. Hubungan antara
pengendalian jumlah penduduk dan pembangunan ekonomi menjadi semacam kebenaran,
sehingga tidak lagi memerlukan pembuktian. Dalam Konferensi Kependudukan dan
Pembangunan (ICPD) di Cairo, Mesir, 1994, lembaga swadaya masyarakat (LSM)
mengungkapkan, kebijakan kependudukan yang reduksionis ini dikonstruksi
sistematis melalui lembaga internasional. Pertumbuhan penduduk menjadi
prakondisi bantuan pembangunan.
Di Indonesia, seperti pernah
dikemukakan aktivis kesehatan reproduksi Ninuk Widyantoro, para petugas medis
hanya diajari cara memasang susuk (nama lain dari Norplant), tetapi tidak cara
mengeluarkannya. Pendarahan dan efek samping lain pemasangan kontrasepsi di
tubuh perempuan sering dianggap tidak soal. Secara ironis pula, perencanaan
program sebagian besar dilakukan laki-laki. Angka keberhasilan KB dijadikan
salah satu komponen keberhasilan pembangunan, sehingga cara apa saja digunakan
untuk mencapai "angka keberhasilan" itu. Manusia, khususnya
perempuan, telah berubah maknanya menjadi hanya angka dan target. Caranya, tak
jarang menggunakan pemaksaan dan ancaman aparat. [5]Penelitian Sita Aripurnami
dan Wardah Hafidz awal tahun 1990-an memperlihatkan, hal itu terjadi pada
pemasangan IUD di desa-desa. Rezim Orde Baru, seperti halnya rezim pembangunanisme
di mana pun, memperlakukan perempuan sebagai pihak yang bertanggung jawab atas
peledakan jumlah penduduk. Dengan demikian, mereka harus dikontrol ketat.
Sosiolog Ariel Heryanto pernah menyatakan, program KB telah membuat alat
reproduksi perempuan seperti milik sah negara yang bisa digunakan para birokrat
korup untuk mendapatkan utang. Pelajaran masa lalu ini amat berharga,
karena pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di Indonesia salah satunya
disebabkan persoalan KB. Ke depan, kebijakan kependudukan harus dikembalikan
pada hakikatnya semula dengan menempatkan kesehatan reproduksi perempuan
sebagai landasan. Itu berarti, perempuan mempunyai hak mengontrol
tubuhnya untuk bebas dari paksaan, kekerasan,serta diskriminasi pihak mana pun.
Akses pada pelayanan kesehatan reproduksi harus dibuka untuk siapa pun. Proses
demokrasi harus dimulai dari persoalan ini.
b)
Konperensi Kependudukan Dunia
Konperensi kependudukan dunia dilaksanakan oleh PBB tahun 1954 di Roma.
Kehati-hatian mewarnai penyebutan masalah kepadatan penduduk. Pro-kontra
terjadi tentang adanya masalah kepadatan penduduk.
Tahun 1954-1965
laporan-laporan tentang tekanan-tekanan yang disebabkan oleh kepadatan penduduk
dalam kehidupan politik, ekonomi dan sosial dalam bentuk angka-angka stastistik
membuka mata dunia akan adanya masalah kependudukan. Hal ini tercermin dalam
konperensi kependudukan dunia ke-2 yang dilaksanakan oleh PBB di Beograd tahun
1965. Sejak konperensi ini masalah kependudukan dinyatakan sebagai masalah
dunia yang harus segera ditangani.
Pada hari HAM 1968, dicetuskan
Deklarasi pemimpin-pemimpin dunia tantang kependudukan. Deklarasi itu diterima
sebagai resolusi XVII dalam konperensi tentang HAM di Teheran pada tanggal 12
Mei 1968. Presiden Indonesia merupakan salah seorang dari 30 orang kepala negara
yang turut menendatanganinya.
Pertumbuhan penduduk yang
terlalu cepat sangat merintangi taraf hidup, kemajuan, peningkatan kesehatan
dan sanitasi, pengadaan perumahan dan alat-alat pengangkutan, peningkatan
kebudayaan, kesempatan rekreasi dan untuk banyak nagara merintangi pemberian
pangan yang cukup kepada rakyat. Ringkasnya cita-cita manusia seluruh dunia
untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik diganggu dan dibahayakan oleh
pertumbuhan penduduk yang tak dikendalikan itu.[6]
Pernyataan Bersama PBB
mengenai kependudukan oleh Sekjen PBB U Than 10 Desember 1966 adalah: “Kami
para pemimpin Negara-negara yang sangat memperhatikan masalah kependudukan
sependapat bahwa:
1. Masalah kependudukan perlu menjadi unsur utama dalam rencana pembangunan
jangka panjang bila negara itu ingin mencapai tujuan ekonomi yang
dicita-citakan oleh rakyat.
2. Sebagian orang dari para orang tua ingin memperoleh pengetahuan tentang
cara-cara merencanakan keluarga dan adalah hak tiap-tiap manusia untuk menentukan
jumlah dan menjarangkan kelahiran anaknya.
3. Perdamaian yang sesungguhnya dan kekal sangat bergantung pada cara kita
menanggulangi pertumbuhan penduduk.
4. Tujuan Keluarga Berencana adalah untuk memperkaya kehidupan umat manusia
bukan untuk mengekangnya; bahwa dengan keluarga berencana tiap-tiap orang akan
memperoleh kesempatan yang lebih baik untuk mencapai kemuliaan hidup dan
mengembangkan bakatnya.
5. Sadar bahwa gerakan keluarga berencana adalah untuk kepentingan keluarga
dan negara maka kami para penandatanganan sangat berharap pemimpin-pemimpin
seluruh dunia menyepakati pernyataan itu.
Deklarasi kependudukan tersebut, merupakan pangkal tolak dari dilaksanakan
program kependudukan atas dasar kebijakan kependudukan tiap Negara. Sekarang
sebagian besar dari negara-negara anggota PBB telah memiliki kebijakan
kependudukan termasuk Indonesia. Dalam menentukan suatu kebijakan tentang
kependudukan yang penting adalah memperhatikan kualitas penduduk itu sendiri,
stabilitas dari sumber-sumber kehidupan mereka, kelangsungan adanya lapangan
kerja, standar kehidupan yang menyenangkan, dimana keamanan nasional maupun
kebahagiaan perorangan harus diperhitungkan.
Kebijakan kependudukan dapat dilakukan melalui 3 komponen perkembangan
penduduk yaitu : kelahiran (fertilitas), kematian (mortalitas) dan perpindahan
penduduk (migrasi). Mencegah pertumbuhan penduduk sebenarnya dapat
dilakukan dengan berbagai cara, seperti : peningkatan migrasi keluar,
peningkatan jumlah kematian atau penurunan jumlah kelahiran.
Cara yang pertama sulit kiranya untuk dilakukan sebab semua negara di dunia
ini melakukan pengawasan dan pembatasan orang-orang asing pendatang baru,
sehingga mempersulit terjadinya migrasi secara besar-besaran. Juga tidak
mungkin diharapkan bahwa pemerintah berani menjalankan kebijakan peningkatan
jumlah kematian. Jadi satu-satunya cara yang tinggal adalah dengan menurunkan
jumlah kelahiran. Keuntungan pertama yang nyata dari hasil penurunan jumlah
kelahiran adalah perbaikan kesehatan ibu dan anak-anak yang sudah ada, dan penghematan
pembiayaan pendidikan.
Usaha memecahkan kepadatan penduduk karena tidak meratanya penyebaran
penduduk, seperti terdapat di JAMBAL (Jawa, Madura,dan Bali) adalah dengan
memindahkan penduduk tersebut dari pulau Jawa, Madura, dan Bali ke pulau-pulau
lain. Usaha ini di Indonesia dikenal dengan nama “Transmigrasi” dan telah
ditempatkan pada prioritas yang tinggi. Disamping migrasi, masalah lainnya
perlu dipecahkan adalah perpindahan penduduk dari daerah pedesaan ke daerah
perkotaan, yang dikenal dengan nama “Urbanisasi”. Menurut hasil sensus 1980,
18,8% dari jumlah penduduk Indonesia bermukim di daerah kota. Setengah abad
yang lalu jumlah penduduk kota di Indonesia telah berkembang lebih cepat
daripada perkembangan penduduk Indonesia. Hampir sepertiga dari pertambahan
penduduk Indonesia dalam dekade terakhir ditampung oleh daerah perkotaan.
Masalah yang timbul adalah belum siapnya kota-kota tersebut untuk menampung
pendaftar baru yang melampaui kemampuan daya tampung kota-kota tadi.
Secara garis besarnya tujuan kebijakan kependudukan, adalah sebagai
berikut: memelihara keseimbangan antara pertambahan dan penyebaran penduduk
dengan perkembangan pembangunan sosial ekonomi, sehingga tingkat hidup yang
layak dapat diberikan kepada penduduk secara menyeluruh. Usaha yang demikian
mencakup seluruh kebijakan baik di bidang ekonomi, sosial, kulturil, serta
kegiatan-kegiatan lain untuk meningkatkan pendapatan nasional, pembagian
pendapatan yang adil, kesempatan kerja dan pembangunan pendidikan secara
menyeluruh. Strategi yang digunakan adalah jangka panjang maupun jangka pendek.
Di Indonesia tujuan jangka panjang diusahakan dapat dijangkau dengan:
1. Peningkatan volume transmigrasi ke daerah-daerah yang memerlukannya.
2. Menghambat pertumbuhan kota-kota besar yang menjurus kea rah satu-satunya
kota besar di suatu pulau tertentu dan mengutamakan pembangunan pedesaan.
Tujuan jangka pendek diarahkan kepada penurunan secara berarti pada tingkat
fertilitas, peningkatan volume transmigrasi setiap tahunnya dan perencanaan
serta pelaksanaan urbanisasi yang mantap.
Program-program kebijakan yang disusun untuk mencapai tujuan tersebut
adalah:
1.
Meningkatkan program
keluarga berencana sehingga dapat melembaga dalam masyarakat. Termasuk semua
program pendukung bagi keberhasilannya seperti peningkatan mutu pendidikan,
peningkatan umur menikah pertama, peningkatan status wanita.
2.
Meningkatkan dan
menyebarluaskan program pendidikan kependudukan.
3.
Merangsang terciptanya
keluarga kecil, bahagia dan sejahtera.
4.
Meningkatkan program
transmigrasi secara teratur dan nyata.
5.
Mengatur perpindahan
penduduk dari desa ke kota secara lebih komprehensif di dalam perencanaan
pembangunan secara menyeluruh.
6.
Mengatasi masalah tenaga
kerja.
7.
Meningkatkan pembinaan
dan pengamanan lingkungan hidup.
c)
Hambatan-hambatan yang ada dalam usaha memecahkan masalah kepadatan
penduduk.
Penduduk di hampir semua negara berkembang termasuk Indonesia selama
berabad-abad hidupnya telah dipengaruhi oleh nilai, norma dan adat istiadat
yang bersifat positif terhadap sikap dan tingkah laku yang menginginkan anak
banyak. Struktur kehidupan politik, ekonomi, sosial dan budaya (agama) telah
memantapkan kehidupan pribadi. Untuk dapat merubah sikap dan tingkah laku
tersebut menjadi sikap dan tingkah laku untuk menyenangi dan menginginkan anak
sedikit diperlukan program pendidikan dan program-program pemberian motivasi
lainnya.
Kebijaksanaan kependudukan
secara menyeluruh harus memperhitungkan hambatan-hambatan dari segi politis,
ekonomis, sosial, budaya, agama juga dari segi psikologis perorangan dan
masyarakat yang di negara-negara berkembang masih cenderung mendukung
diterimanya banyak anak. Program-program “beyond family planning” harus lebih
diintensifkan dan diekstensifkan. Di samping usaha peningkatan produksi dalam
segala bidang kebutuhan hidup penduduk (pangan, sandang, rumah, pendidikan,
kesehatan, dan lain-lain), perlu ditingkatkan usaha yang berhubungan dengan:
1. Pelaksanaan wajib belajar dan perbaikan mutu pendidikan.
2. Perluasan kesempatan kerja.
3. Perbaikan status wanita dan perluasan kesempatan kerja bagi mereka.
4. Penurunan kematian bayi dan anak-anak.
5. Perbaikan kesempatan urbanisasi.
6. Perbaikan jaminan sosial dan jaminan hari tua.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Negara Indonesia merupakan negara yang besar dan beraneka ragam
etnis serta budaya.Kemajuan negara sesungguhnya tergantung kepada tingkat
pendidikan di Negara tersebut, kualitas serta mutu pendidikan yang tingi dapat
menjadi jaminan untuk kemajuan dan kesejahteraan negara. Di tengah pertambahan
jumlah penduduk yang semakin tidak terkontrol membuat peningkatan kualitas di
dunia pendidikan merupakan pilihan yang harus dikedepankan. Perombakan sistem
ketransmigrasian juga akan mendukung pemerataan penduduk. Jadi, peningkatan
kualitas Pendidikan dan keefektifan pola transmigrasi dapat memperbaiki
kuterpurukan dalam mengurus kepadatan penduduk yang semakin hari kian
membludak.Oleh karena pertumbuhan penduduk dipengaruhi Tingkat
pendidikan, Penyakit yang Berkaitan dengan Lingkungan Hidup, Kelaparan,
Kemiskinan dan Keterbelakangan. Maka kita harus bisa memperbaiki semua masalah
itu,dan mulai mencari jalan keluar yang terbaik agar semua permasalahan
dinegara kita bia terselesaikan.Dan masyarakatnya pun bisa hidup dengan
sejahtera, karena tidak dipungkiri bahwa Indonesia merupakan Negara yang kaya
akan Sumber Daya Alam. Jadi tidak masuk akal kalau masyarakatnya kebanyakan
hidup dibawah garis kemiskinan.
B.
Saran
Berdasarkan kesimpulan tersebut, makalah ini mempunyai banyak
kekurangan dan jauhnya dari kesempurnaan, oleh karena itu segala kritik dan
saran yang bersifat membangun sangat lah penulis harapkan terutama
dari bapak dosen pembimbing dan rekan pembaca sekalian demi kesempurnaan
makalah ini dimasa mendatang, semoga makalah ini bermanfaat untuk kita semua
dan menambah wawasan kita.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Abu.
2002. Ilmu Sosial Dasar. Jakarta : Rineka Cipta.
Hartomo.1990. Ilmu
Sosial Dasar.Jakarta:Bumi Aksara
Jurnal : Rizki
Aji Hertanty, kebijakan-sosial-dalam-menanggulangi-masalah-kemiskinan.selasa
29 Desember 2009.
Prasetya, Tri
Joko. 1998. Ilmu Budaya Dasar. Jakarta : PT. Rineka Cipta.
Rustian
kamaluddin. 1998. Pengantar ekonomi
Pembangunan.Jakarta : Lembaga penerbit fakultas Ekonomi UI
Siasah Masruri,
Muhsinatun,dkk.2002.Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup.Yogyakarta:UPT
MKU UNY
[4] Jurnal : Rizki Aji Hertanty, kebijakan-sosial-dalam-menanggulangi-masalah-kemiskinan.selasa
29 Desember 2009.
[5] Siasah Masruri, Muhsinatun,dkk.2002.Pendidikan
Kependudukan dan Lingkungan Hidup.Yogyakarta:UPT MKU UNY
[6] Rustian
kamaluddin. 1998. Pengantar ekonomi
Pembangunan.Jakarta : Lembaga penerbit fakultas Ekonomi UI
No comments:
Post a Comment