1

loading...

Sunday, October 6, 2019

MAKALAH KEPENDUDUKAN


MAKALAH KEPENDUDUKAN 

BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
       Indonesia merupakan salah satu di antara sejumlah daftar Negara-negara berkembang di dunia. Hal yang paling mendasar yang umum dijumpai dalam suatu Negara berkembang adalah jumlah penduduk yang sangat besar. Indonesia merupakan slah satu Negara dengan jumlah penduduk yang terbanyak. Hal ini dapat dilihat dari hasil sensus penduduk yang semakin tahun semakin meningkat. Dalam pengetahuan tentang kependudukan dikenal sebagai istilah karakteristik penduduk yang berpengaruh penting terhadap proses demografi dan tingkah laku sosial ekonomi penduduk.
Dibanding dengan negara-negara yang sedang berkembang lainnya, Indonesia menempati urutan ketiga dalam jumlah penduduk setelah Cina dan India. Indonesia merupakan negara yang sedang membangun dengan mempunyai masalah kependudukan yang sangat serius disertai dengan, yaitu jumlah penduduk yang sangat besar disertai dengan tingkat pertumbuhan yang relatif tinggi dan persebaran penduduk yang tidak merata. Jumlah penduduk bukan hanya merupakan modal , tetapi juga akan merupakan beban dalam pembangunan. .
       Pertumbuhan penduduk yang meningkat berkaitan dengan kemiskinan dan kesejahteraan masyarakat. Pengetahuan tentang aspek-aspek dan komponen demografi seperti fertilitas, mortalitas, morbiditas, migrasi, ketenagakerjaan, perkawinan, dan aspek keluarga dan rumah tangga akan membantu para penentu kebijakan dan perencana program untuk dapat mengembangkan program pembangunan kependudukan dan peningkatan ksesejahteraan masyarakat yang tepat pada sasarannya.
       Dengan jumlah penduduk yang sangat tinggi tersebut akan melahirkan beragam masalah dalam kehidupan. Masalah utama yang dihadapi di bidang kependudukan di Indonesia adalah masih tingginya pertumbuhan penduduk dan kurang seimbangnya penyebaran dan struktur umur penduduk. Program kependudukan dan keluarga berencana bertujuan turut serta menciptakan kesejahteraan ekonomi dan sosial bagi seluruh masyarakat melalui usaha-usaha perencanaan dan pengendalian penduduk. Dengan demikian diharapkan tercapai keseimbangan yang baik antara jumlah dan kecepatan pertambahan penduduk dengan perkembangan produksi dan jasa.
B.       Rumusan Masalah
       Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan dikaji dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
1.      Bagaimana Proses Pertumbuhan Penduduk ?
2.      Bagaimana Komposisi Penduduk ?
3.      Bagaimana Kebijaksanaan Penduduk ?

C.      Tujuan
1.        Untuk Mengetahui  Proses Pertumbuhan Penduduk.
2.        Untuk Mengetahui  Komposisi Penduduk .
3.         Untuk Mengetahui  Kebijaksanaan Penduduk.


BAB II
PEMBAHASAN
A.      Proses Pertumbuhan Penduduk
     Pertumbuhan penduduk adalah perubahan populasi sewaktu-waktu, dan dapat dihitung sebagai perubahan dalam jumlah individu dalam sebuah populasi menggunakan “per waktu unit” untuk pengukuran. Berdasarkan sensus tahun 2010 diketahui bahwa pertumbuhan penduduk melebihi proyeksi nasional yaitu sebesar 237,6 juta jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk (LPP) 1,49 per tahun. Jika laju pertumbuhan penduduk 1,49 persen per tahun maka setiap tahunnya akan terjadi pertumbuhan penduduk sekitar 3,5 juta lebih per tahun. Dengan demikian, jika di tahun 2010 jumlah penduduk 237,6 juta jiwa maka di tahun 2011 bertambah 3,5 juta maka sekarang ada 241 juta jiwa lebih.
     Dan jika itu terus terjadi maka semakin banyak masalah yang akan terjadi seperti pengangguran, pencurian dan lain-lain, dan itu akan mempengaruhi terhadap perkembangan sosial di masyarakat.
     Perkembangan sosial adalah kemajuan yang progresif melalui kegiatan yang terarah dari individu dalam pemahaman atas warisan sosial dan formasi pola tingkah lakunya yang luwes. Hal itu disebabkan oleh adanya kesesuaian yang layak antara dirinya dengan warisan sosial itu. Dan menurut Elizabeth B. Hurlock, perkembangan sosial adalah kemampuan seseorang dalam bersikap atau tata cara perilakunya dalam berinteraksi dengan unsur sosialisasi di masyarakat.[1]
B.       Komposisi Penduduk
     Komposisi penduduk adalah penyusunan atau pengelompokan penduduk berdasarkan kriteria tertantu. Adapun kriteria yang digunakan antara lain kriteria usia dan jenis kelamin, angkatan kerja, dan rasio ketergantungan.
Macam – macam komposisi penduduk[2]
a)    Komposisi penduduk menurut usia & jenis kelamin
Usia dan jenis kelamin merupakan faktor penting dalam pengklasifikasian komposisi penduduk. Pada umumnya ada tiga bentuk susunan penduduk menurut usia, yaitu:
1.    Piramida Penduduk Muda
Piramida ini terbentuk jika mayoritas penduduknya berusia muda yaitu dibawah 15 tahun. Hal ini dapat terjadi karena angka kelahiran lebih besar daripada angka kematian. Biasanya kejadian ini terjadi di negara berkembang.
2.    Piramida Penduduk Stasioner
Piramida ini menandakan bahwa jumlah angka kelahiran sama dengan angka kematian. Pada umumnya terjadi di negara maju.
3.    Piramida Penduduk Tua
Piramida ini memberi gambaran bahwa angka kelahiran lebih kecil daripada angka kematian. Jika hal ini terjadi terus menerus, maka suatu negara akan kekurangan penduduk.[3]

b)   Komposisi penduduk menurut angkatan kerja
Yang dimaksud angkatan kerja yakni mereka yang pekerja, mereka yang tidak bekerja tetapi sudah siap untuk bekerja atau sedang mencari pekerjaan (menganggur).
c)    Komposisi penduduk menurut rasio ketergantungan
          Rasio ketergantungan merupakan perbandingan antara banyaknya penduduk yang tidak produktif (usia di bawah 15 tahun dan di atas 65 tahun) dengan banyaknya penduduk usia produktif (15 – 64 tahun).
          Rasio ketergantungan dapat diperoleh dengan menggunakan perhitungan sebagai berikut:


            Keterangan:
            P (10-14) = Banyaknya penduduk yang tidak produktif di usia 10-14 tahun
            P > 65     = Banyaknya penduduk yang tidak produktif di usia lebih dari
            65 tahun
            P (15-64) = Banyaknya penduduk yang produktif di usia 15-64 tahun
C.      Kebijaksanaan Penduduk
       Kebijakan Kependudukan adalah kebijakan yang ditujukan untuk mempengaruhi besar, komposisi, distribusi dan tingkat perkembangan penduduk. sedangkan DR. Elibu Bergman (Harvard university) Mendefinisikan kebijakan penduduk sebagai tindakan-tindakan pemerintah untuk mencapai suatu tujuan dimana didalamnya termasuk pengaruh dan karakteristik penduduk.  Secara umum kebijakan penduduk harus ditujukan untuk
1.      Melindungi kepentingan dan mengembangkan kesejahteraan penduduk itu sendiri terutama generasi yang akan datang.
2.      Memberikan kemungkinan bagi tiap-tiap orang untuk memperoleh kebebasan yang lebih besar, guna menentukan apa yang terbaik bagi kesejahteraan diri, keluarga dan anaknya.
3.      Kebijakan harus diarahkan untuk meningkatkan kualitas hidup penduduk itu sendiri. Pemecahan masalah kependudukan dengan pengendalian kelahiran saja tidak menjamin bahwa hasilnya secara otomatis akan meningkatkan kualitas hidup penduduk yang bersangkutan atau generasi yang akan datang.
Pada tahun 1965 PBB mempunyai kebijakan kependudukan yang jelas dan menjadi dasar bagi tindakan-tindakan yang nyata, walaupun badan yang bernama “The Population Commission” dengan resmi sudah dapat disahkan pada tanggal 3 oktober 1946.
a)        Kebijakan Kependudukan di Indonesia
        AKTIVIS Sita Aripurnami menggunakan kutipan Zillah Eisenstein, The Color of Gender (1994) ini pada baris pertama tesis berjudul Reproductive Rights Between Control and Resistence: A Reflection on the Discourse of Population Policy in Indonesia, yang diajukan untuk mendapatkan Master of Science pada The Gender Institute, London School of Economics (LSE) London, Inggris. Sungguh kutipan yang tepat untuk menganalisis politik reduksionis dalam kebijakan kependudukan di Indonesia, yakni bagaimana kebijakan kependudukan direduksi menjadi kebijakan keluarga berencana; kebijakan berencana direduksi menjadi kebijakan kontrasepsi; kebijakan kontrasepsi direduksi lagi menjadi hanya kontrasepsi bagi perempuan. Dari 20 jenis kontrasepsi yang beredar, 90 persen di antaranya ditujukan untuk perempuan.[4]
        Bank Dunia pernah menyebut Indonesia sebagai "salah satu transisi demografis paling mengesankan di negara sedang berkembang". Pada masa itu tingkat fertilitas turun dari 5,5 menjadi tiga per kelahiran, sementara tingkat kelahiran kasar turun dari 43 menjadi 28 per 1.000 kelahiran hidup. Tahun 1970, pertumbuhan penduduk turun dari sekitar 3,5 persen menjadi 2,7 persen dan turun lagi menjadi 1,6 persen pada tahun 1991. Banyak negara berkembang kemudian belajar implementasi program KB di Indonesia. Tetapi, hampir bisa dipastikan, dalam "transfer pengetahuan" itu tidak disebut metode yang membuat program itu sukses; yakni koersi (pemaksaan dengan ancaman) terhadap perempuan, khususnya dari kelompok masyarakat kelas bawah, terutama saat awal program diperkenalkan.
        DI bawah panji-panji Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera (NKKBS), program pengendalian penduduk (baca: KB dengan alat kontrasepsi) dilancarkan. Seperti halnya di negara berkembang lain awal tahun 1970-an, pemerintah Orde Baru meyakini KB sebagai strategi ampuh mengejar ketertinggalan pembangunan. Ajaran Malthusian mengasumsikan, dengan jumlah penduduk terkendali rakyat lebih makmur dan sejahtera. Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi-yang merupakan pereduksian makna "pembangunan"-tinggi guna mencapai kemakmuran, di antara syaratnya adalah "zero growth" di bidang kependudukan. Hubungan antara pengendalian jumlah penduduk dan pembangunan ekonomi menjadi semacam kebenaran, sehingga tidak lagi memerlukan pembuktian. Dalam Konferensi Kependudukan dan Pembangunan (ICPD) di Cairo, Mesir, 1994, lembaga swadaya masyarakat (LSM) mengungkapkan, kebijakan kependudukan yang reduksionis ini dikonstruksi sistematis melalui lembaga internasional. Pertumbuhan penduduk menjadi prakondisi bantuan pembangunan.
        Di Indonesia, seperti pernah dikemukakan aktivis kesehatan reproduksi Ninuk Widyantoro, para petugas medis hanya diajari cara memasang susuk (nama lain dari Norplant), tetapi tidak cara mengeluarkannya. Pendarahan dan efek samping lain pemasangan kontrasepsi di tubuh perempuan sering dianggap tidak soal. Secara ironis pula, perencanaan program sebagian besar dilakukan laki-laki. Angka keberhasilan KB dijadikan salah satu komponen keberhasilan pembangunan, sehingga cara apa saja digunakan untuk mencapai "angka keberhasilan" itu. Manusia, khususnya perempuan, telah berubah maknanya menjadi hanya angka dan target. Caranya, tak jarang menggunakan pemaksaan dan ancaman aparat. [5]Penelitian Sita Aripurnami dan Wardah Hafidz awal tahun 1990-an memperlihatkan, hal itu terjadi pada pemasangan IUD di desa-desa. Rezim Orde Baru, seperti halnya rezim pembangunanisme di mana pun, memperlakukan perempuan sebagai pihak yang bertanggung jawab atas peledakan jumlah penduduk. Dengan demikian, mereka harus dikontrol ketat. Sosiolog Ariel Heryanto pernah menyatakan, program KB telah membuat alat reproduksi perempuan seperti milik sah negara yang bisa digunakan para birokrat korup untuk mendapatkan utang.  Pelajaran masa lalu ini amat berharga, karena pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di Indonesia salah satunya disebabkan persoalan KB. Ke depan, kebijakan kependudukan harus dikembalikan pada hakikatnya semula dengan menempatkan kesehatan reproduksi perempuan sebagai landasan.  Itu berarti, perempuan mempunyai hak mengontrol tubuhnya untuk bebas dari paksaan, kekerasan,serta diskriminasi pihak mana pun. Akses pada pelayanan kesehatan reproduksi harus dibuka untuk siapa pun. Proses demokrasi harus dimulai dari persoalan ini.
b)        Konperensi Kependudukan Dunia
        Konperensi kependudukan dunia dilaksanakan oleh PBB tahun 1954 di Roma. Kehati-hatian mewarnai penyebutan masalah kepadatan penduduk. Pro-kontra terjadi tentang adanya masalah kepadatan penduduk.
        Tahun 1954-1965 laporan-laporan tentang tekanan-tekanan yang disebabkan oleh kepadatan penduduk dalam kehidupan politik, ekonomi dan sosial dalam bentuk angka-angka stastistik membuka mata dunia akan adanya masalah kependudukan. Hal ini tercermin dalam konperensi kependudukan dunia ke-2 yang dilaksanakan oleh PBB di Beograd tahun 1965. Sejak konperensi ini masalah kependudukan dinyatakan sebagai masalah dunia yang harus segera ditangani.
        Pada hari HAM 1968, dicetuskan Deklarasi pemimpin-pemimpin dunia tantang kependudukan. Deklarasi itu diterima sebagai resolusi XVII dalam konperensi tentang HAM di Teheran pada tanggal 12 Mei 1968. Presiden Indonesia merupakan salah seorang dari 30 orang kepala negara yang turut menendatanganinya.
        Pertumbuhan penduduk yang terlalu cepat sangat merintangi taraf hidup, kemajuan, peningkatan kesehatan dan sanitasi, pengadaan perumahan dan alat-alat pengangkutan, peningkatan kebudayaan, kesempatan rekreasi dan untuk banyak nagara merintangi pemberian pangan yang cukup kepada rakyat. Ringkasnya cita-cita manusia seluruh dunia untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik diganggu dan dibahayakan oleh pertumbuhan penduduk yang tak dikendalikan itu.[6]
        Pernyataan Bersama PBB mengenai kependudukan oleh Sekjen PBB U Than 10 Desember 1966 adalah: “Kami para pemimpin Negara-negara yang sangat memperhatikan masalah kependudukan sependapat bahwa:
1.   Masalah kependudukan perlu menjadi unsur  utama dalam rencana pembangunan jangka panjang bila negara itu ingin mencapai tujuan ekonomi yang dicita-citakan oleh rakyat.
2.   Sebagian orang dari para orang tua ingin memperoleh pengetahuan tentang cara-cara merencanakan keluarga dan adalah hak tiap-tiap manusia untuk menentukan jumlah dan menjarangkan kelahiran anaknya.
3.   Perdamaian yang sesungguhnya dan kekal sangat bergantung pada cara kita menanggulangi pertumbuhan penduduk.
4.   Tujuan Keluarga Berencana adalah untuk memperkaya kehidupan umat manusia bukan untuk mengekangnya; bahwa dengan keluarga berencana tiap-tiap orang akan memperoleh kesempatan yang lebih baik untuk mencapai kemuliaan hidup dan mengembangkan bakatnya.
5.   Sadar bahwa gerakan keluarga berencana adalah untuk kepentingan keluarga dan negara maka kami para penandatanganan sangat berharap pemimpin-pemimpin seluruh dunia menyepakati pernyataan itu.
Deklarasi kependudukan tersebut, merupakan pangkal tolak dari dilaksanakan program kependudukan atas dasar kebijakan kependudukan tiap Negara. Sekarang sebagian besar dari negara-negara anggota PBB telah memiliki kebijakan kependudukan termasuk Indonesia. Dalam menentukan suatu kebijakan tentang kependudukan yang penting adalah memperhatikan kualitas penduduk itu sendiri, stabilitas dari sumber-sumber kehidupan mereka, kelangsungan adanya lapangan kerja, standar kehidupan yang menyenangkan, dimana keamanan nasional maupun kebahagiaan perorangan harus diperhitungkan.
Kebijakan kependudukan dapat dilakukan melalui 3 komponen perkembangan penduduk yaitu : kelahiran (fertilitas), kematian (mortalitas) dan perpindahan penduduk (migrasi).  Mencegah pertumbuhan penduduk sebenarnya dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti : peningkatan migrasi keluar, peningkatan jumlah kematian atau penurunan jumlah kelahiran.
Cara yang pertama sulit kiranya untuk dilakukan sebab semua negara di dunia ini melakukan pengawasan dan pembatasan orang-orang asing pendatang baru, sehingga mempersulit terjadinya migrasi secara besar-besaran. Juga tidak mungkin diharapkan bahwa pemerintah berani menjalankan kebijakan peningkatan jumlah kematian. Jadi satu-satunya cara yang tinggal adalah dengan menurunkan jumlah kelahiran. Keuntungan pertama yang nyata dari hasil penurunan jumlah kelahiran adalah perbaikan kesehatan ibu dan anak-anak yang sudah ada, dan penghematan pembiayaan pendidikan.
Usaha memecahkan kepadatan penduduk karena tidak meratanya penyebaran penduduk, seperti terdapat di JAMBAL (Jawa, Madura,dan Bali) adalah dengan memindahkan penduduk tersebut dari pulau Jawa, Madura, dan Bali ke pulau-pulau lain. Usaha ini di Indonesia dikenal dengan nama “Transmigrasi” dan telah ditempatkan pada prioritas yang tinggi. Disamping migrasi, masalah lainnya perlu dipecahkan adalah perpindahan penduduk dari daerah pedesaan ke daerah perkotaan, yang dikenal dengan nama “Urbanisasi”. Menurut hasil sensus 1980, 18,8% dari jumlah penduduk Indonesia bermukim di daerah kota. Setengah abad yang lalu jumlah penduduk kota di Indonesia telah berkembang lebih cepat daripada perkembangan penduduk Indonesia. Hampir sepertiga dari pertambahan penduduk Indonesia dalam dekade terakhir ditampung oleh daerah perkotaan. Masalah yang timbul adalah belum siapnya kota-kota tersebut untuk menampung pendaftar baru yang melampaui kemampuan daya tampung kota-kota tadi.
Secara garis besarnya tujuan kebijakan kependudukan, adalah sebagai berikut: memelihara keseimbangan antara pertambahan dan penyebaran penduduk dengan perkembangan pembangunan sosial ekonomi, sehingga tingkat hidup yang layak dapat diberikan kepada penduduk secara menyeluruh. Usaha yang demikian mencakup seluruh kebijakan baik di bidang ekonomi, sosial, kulturil, serta kegiatan-kegiatan lain untuk meningkatkan pendapatan nasional, pembagian pendapatan yang adil, kesempatan kerja dan pembangunan pendidikan secara menyeluruh. Strategi yang digunakan adalah jangka panjang maupun jangka pendek.
Di Indonesia tujuan jangka panjang diusahakan dapat dijangkau dengan:
1.    Peningkatan volume transmigrasi ke daerah-daerah yang memerlukannya.
2.    Menghambat pertumbuhan kota-kota besar yang menjurus kea rah satu-satunya kota besar di suatu pulau tertentu dan mengutamakan pembangunan pedesaan.
Tujuan jangka pendek diarahkan kepada penurunan secara berarti pada tingkat fertilitas, peningkatan volume transmigrasi setiap tahunnya dan perencanaan serta pelaksanaan urbanisasi yang mantap.
Program-program kebijakan yang disusun untuk mencapai tujuan tersebut adalah:
1.         Meningkatkan program keluarga berencana sehingga dapat melembaga dalam masyarakat. Termasuk semua program pendukung bagi keberhasilannya seperti peningkatan mutu pendidikan, peningkatan umur menikah pertama, peningkatan status wanita.
2.         Meningkatkan dan menyebarluaskan program pendidikan kependudukan.
3.         Merangsang terciptanya keluarga kecil, bahagia dan sejahtera.
4.         Meningkatkan program transmigrasi secara teratur dan nyata.
5.         Mengatur perpindahan penduduk dari desa ke kota secara lebih komprehensif di dalam perencanaan pembangunan secara menyeluruh.
6.         Mengatasi masalah tenaga kerja.
7.         Meningkatkan pembinaan dan pengamanan lingkungan hidup.
c)         Hambatan-hambatan yang ada dalam usaha memecahkan masalah kepadatan penduduk.
        Penduduk di hampir semua negara berkembang termasuk Indonesia selama berabad-abad hidupnya telah dipengaruhi oleh nilai, norma dan adat istiadat yang bersifat positif terhadap sikap dan tingkah laku yang menginginkan anak banyak. Struktur kehidupan politik, ekonomi, sosial dan budaya (agama) telah memantapkan kehidupan pribadi. Untuk dapat merubah sikap dan tingkah laku tersebut menjadi sikap dan tingkah laku untuk menyenangi dan menginginkan anak sedikit diperlukan program pendidikan dan program-program pemberian motivasi lainnya.
        Kebijaksanaan kependudukan secara menyeluruh harus memperhitungkan hambatan-hambatan dari segi politis, ekonomis, sosial, budaya, agama juga dari segi psikologis perorangan dan masyarakat yang di negara-negara berkembang masih cenderung mendukung diterimanya banyak anak. Program-program “beyond family planning” harus lebih diintensifkan dan diekstensifkan. Di samping usaha peningkatan produksi dalam segala bidang kebutuhan hidup penduduk (pangan, sandang, rumah, pendidikan, kesehatan, dan lain-lain), perlu ditingkatkan usaha yang berhubungan dengan:
1.   Pelaksanaan wajib belajar dan perbaikan mutu pendidikan.
2.   Perluasan kesempatan kerja.
3.   Perbaikan status wanita dan perluasan kesempatan kerja bagi mereka.
4.   Penurunan kematian bayi dan anak-anak.
5.   Perbaikan kesempatan urbanisasi.
6.   Perbaikan jaminan sosial dan jaminan hari tua.

BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
     Negara Indonesia merupakan negara yang besar dan beraneka ragam etnis serta budaya.Kemajuan negara sesungguhnya tergantung kepada tingkat pendidikan di Negara tersebut, kualitas serta mutu pendidikan yang tingi dapat menjadi jaminan untuk kemajuan dan kesejahteraan negara. Di tengah pertambahan jumlah penduduk yang semakin tidak terkontrol membuat peningkatan kualitas di dunia pendidikan merupakan pilihan yang harus dikedepankan. Perombakan sistem ketransmigrasian juga akan mendukung pemerataan penduduk. Jadi, peningkatan kualitas Pendidikan dan keefektifan pola transmigrasi dapat memperbaiki kuterpurukan dalam mengurus kepadatan penduduk yang semakin hari kian membludak.Oleh karena pertumbuhan penduduk dipengaruhi  Tingkat pendidikan, Penyakit yang Berkaitan dengan Lingkungan Hidup, Kelaparan, Kemiskinan dan Keterbelakangan. Maka kita harus bisa memperbaiki semua masalah itu,dan mulai mencari jalan keluar yang terbaik agar semua permasalahan dinegara kita bia terselesaikan.Dan masyarakatnya pun bisa hidup dengan sejahtera, karena tidak dipungkiri bahwa Indonesia merupakan Negara yang kaya akan Sumber Daya Alam. Jadi tidak masuk akal kalau masyarakatnya kebanyakan hidup dibawah garis kemiskinan.


B.  Saran
Berdasarkan kesimpulan tersebut, makalah ini mempunyai banyak kekurangan dan jauhnya dari kesempurnaan, oleh karena itu segala kritik dan saran  yang bersifat membangun sangat lah penulis harapkan terutama dari bapak dosen pembimbing dan rekan pembaca sekalian demi kesempurnaan makalah ini dimasa mendatang, semoga makalah ini bermanfaat untuk kita semua dan menambah wawasan kita.


DAFTAR PUSTAKA  

Ahmad, Abu. 2002. Ilmu Sosial Dasar. Jakarta : Rineka Cipta.
Hartomo.1990. Ilmu Sosial Dasar.Jakarta:Bumi Aksara
Jurnal : Rizki Aji Hertanty, kebijakan-sosial-dalam-menanggulangi-masalah-kemiskinan.selasa 29 Desember 2009.
Prasetya, Tri Joko. 1998. Ilmu Budaya Dasar. Jakarta : PT. Rineka Cipta.
Rustian kamaluddin. 1998. Pengantar ekonomi Pembangunan.Jakarta : Lembaga penerbit fakultas Ekonomi UI
Siasah Masruri, Muhsinatun,dkk.2002.Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup.Yogyakarta:UPT MKU UNY



[1] Ahmad, Abu. 2002. Ilmu Sosial Dasar. Jakarta : Rineka Cipta.
[2] Hartomo.1990. Ilmu Sosial Dasar.Jakarta:Bumi Aksara
[3] Prasetya, Tri Joko. 1998. Ilmu Budaya Dasar. Jakarta : PT. Rineka Cipta.
[4] Jurnal : Rizki Aji Hertanty, kebijakan-sosial-dalam-menanggulangi-masalah-kemiskinan.selasa 29 Desember 2009.
[5] Siasah Masruri, Muhsinatun,dkk.2002.Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup.Yogyakarta:UPT MKU UNY
[6] Rustian kamaluddin. 1998. Pengantar ekonomi Pembangunan.Jakarta : Lembaga penerbit fakultas Ekonomi UI

No comments:

Post a Comment