1

loading...

Friday, October 25, 2019

MAKALAH PERKEMBANGAN ILMU TAUHID


MAKALAH PERKEMBANGAN ILMU TAUHID

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Tauhid merupakan bahasan yang penting dalam ajaran islam, karena Tauhid ini adalah salahsatu ajaran untuk meyakinkan kita bahwa tiada Tuhan selain Allah. yang patut kita sembah, dan sesungguhnya Nabi Muhammad adalah utusan Allah. Serta percaya adanya kitab-kitab Allah, malaikat, rasul, hari Akhir, qodho dan qodar Allah SWT. Maka, pantas para ulama mewajibkan kepada mukalaf untuk mempelajari ilmu Tauhid ini.
Di Indonesia, banyak para ulama yang membuat kitab tentang Tauhid. Diantaranya syaikh Nawawi al-Bantani. Beliau merupakan ulama yang paling masyhur. Hal ini terbukti dengan muridnya yang banyak, demikian juga karyanya. Kemasyhuran namanya tidak hanya terbatas di lingkungan kolonial Jawa di makkah, tapi juga di Negara-negara Timur Tengah lainnya, di Asia Tenggara dan terutama di Indonesia.[1]
B.     Rumusan Masalah
1.       Bagaimanakah perkembangan ilmu tauhid dari masa ke masa?
2.      Bagaimana pertumbuhan dan perkembangan aliran-aliran dalam ilmu tauhid?

C.    Tujuan
1.      Menjelaskan perkembangan ilmu tauhid dari masa ke masa
2.      Menjelaskan pertumbuhan dan perkembangan aliran-aliran dalam ilmu tauhid.

BAB II
PEMBAHASAN

    A.   Perkembangan Ilmu Tauhid Dari Masa Ke Masa
     1.      Perkembangan Ilmu Tauhid Di Masa Rasulullah Saw
Masa Rasulullah saw merupakan periode pembinaan aqidah dan peraturan peraturan dengan prinsip kesatuan umat dan kedaulatan Islam. Segala masalah yang kabur dikembalikan langsung kepada Rasulullah saw sehingga beliau berhasil menghilangkan perpecahan antara umatnya.[2] Masing-masing pihak tentu mempertahankan kebenaran pendapatnya dengan dalil-dalil, sebagaimana telah terjadi dalam agama-agama sebelum Islam. Rasulullah mengajak kaum muslimin untuk mentaati Allah SWT dan Rasul-Nya serta menghindari dari perpecahan yang menyebabkan timbulnya kelemahan dalam segala bidang sehingga menimbulkan kekacauan. Allah swt berfirman dalam Al-Quran surat al-Anfal ayat 46.

  
Artinya: “Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar”.[3]

Dengan demikian Tauhid di zaman Rasulullah saw tidak sampai kepada perdebatan dan polemik yang berkepanjangan, karena Rasul sendiri menjadi penengahnya.

      2.      Perkembangan Ilmu Tauhid Di Masa Khulafaur Rasyidin
Setelah Rasulullah saw wafat, dalam masa khalifah pertama dan kedua, umat islam tidak sempat membahas dasar-dasar akidah karena mereka sibuk menghadapi musuh dan berusaha memprtahankan kesatuan dan kesatuan umat. Tidak pernah terjadi perbedan dalam bidang akidah. Mereka membaca dan memahamkan al Qur’an tanpa mencari ta’wil dari ayat yang mereka baca. Mereka mengikuti perintah alqur’an dan mereka menjauhi larangannya. Mereka mensifatkan Allah swt dengan apa yang Allah swt sifatkan sendiri. Dan mereka mensucikan Allah swt dari sifat-sifat yang tidak layak bagi keagungan Allah swt. Apabila mereka menghadapi ayat-ayat yang mutasyabihah mereka yang mengimaninya dengan menyerahkan penta’wilannya kepada allah swt sendiri.
Di masa khalifah ketiga akibat terjadi kekacauan politik yang diakhiri dengan terbunuhnya khalifah Utsman. Umat Islam menjadi terpecah menjadi beberapa golongan dan partai, barulah masing-masing partai dan golongan-golongan itu dengan perkataan dan usaha dan terbukalah pintu ta’wil bagi nas al Qur’an dan Hadits. Karena itu, pembahasan mengenai akidah mulai subur dan berkembang, selangkah demi selangkah dan kian hari kian membesar dan meluas.

      3.      Perkembangan Ilmu Tauhid Di Masa Daulah Umayyah.
Dalam masa ini kedaulatan Islam bertambah kuat sehingga kaum muslimin tidak perlu lagi berusaha untuk mempertahankan Islam seperti masa sebelumnya. Kesempatan ini digunakan kaum muslimin untuk mengembangkan pengetahuan dan pengertian tentang ajaran Islam. Lebih lagi dengan berduyun-duyun pemeluk agama lain memeluk Islam, yang jiwanya belum bisa sepenuhnya meninggalkan unsur agamanya, telah menyusupkan beberapa ajarannya. Masa inilah mulai timbul keinginan bebas berfikir dan berbicara yang selama ini didiamkan oleh golongan Salaf.
Muncullah sekelompok umat Islam membicarakan masalah Qadar(Qadariyah) yang menetapkan bahwa manusia itu bebas berbuat, tidak ditentukan Tuhan. Sekelompok lain berpendapat sebaliknya, manusia ditentukan Tuhan, tidak bebas berbuat (Jabariyah). Kelompok Qadariyah ini tidak berkembang dan melebur dalam Mazhab mu’tazilah yang menganggap bahwa manusia itu bebas berbuat (sehingga mereka menamakan dirinya dengan “ahlu al-adli”), dan meniadakan semua sifat pada Tuhan karena zat Tuhan tidak tersusun dari zat dan sifat, Ia Esa (inilah mereka juga menamakan dirinya dengan “Ahlu At-Tauhid”).
Penghujung abad pertama Hijriah muncul pula kaum Khawarij yang mengkafirkan orang muslim yang mengerjakan dosa besar, walaupun pada mulanya mereka adalah pengikut Ali bin Abi Thalib, akhirnya memisahkan diri karena alasan politik. Sedangkan kelompok yang tetap memihak kepada Ali membentuk golongan Syi’ah.

      4.      Perkembangan Ilmu Tauhid Di Masa Daulah Abbasyiah.
Masa ini merupakan zaman keemasan dan kecemerlangan Islam, ketika terjadi hubungan pergaulan dengan suku-suku di luar arab yang mempercepat berkembangnya ilmu pengetahuan. Usaha terkenal masa tersebut adalah penerjemahan besar-besaran segala buku Filsafat.
Para khalifah menggunakan keahlian orang Yahudi, Persia dan Kristen sebagai juru terjemah, walaupun masih ada diantara mereka kesempatan ini digunakan untuk mengembangkan pikiran mereka sendiri yang diwarnai baju Islam tetapi dengan maksud buruk. Inilah yang melatarbelakangi timbulnya aliran-aliran yang tidak dikehendaki Islam.
Dalam masa ini muncul polemik-polemik menyerang paham yang dianggap bertentangan. Misalnya dilakukan oleh ‘Amar bin Ubaid Al-Mu’tazili dengan bukunya “Ar-Raddu ‘ala Al-Qadariyah” untuk menolak paham Qadariyah. Hisyam bin Al-Hakam As-Syafi’i dengan bukunya “Al-Imamah, Al-Qadar, Al-Raddu ‘ala Az-Zanadiqah” untuk menolak paham Mu’tazilah. Abu Hanifah dengan bukunya “Al-Amin wa Al-Muta’allim” dan “Fiqhu Al-Akbar” untuk mempertahankan aqidah Ahlussunnah. Dengan mendasari diri pada paham pendiri Mu’tazilah Washil bin Atha’, golongan Mu’tazilah mengembangkan pemahamannya dengan kecerdasan berpikir dan memberi argumen. Sehingga pada masa khalifah Al-Makmun, Al-Mu’tasim dan Al-Wasiq, paham mereka menjadi mazhab negara, setelah bertahun-tahun tertindas di bawah Daulah Umayyah. Semua golongan yang tidak menerima Mu’tazilah ditindas, sehingga masyarakat bersifat apatis kepada mereka. Saat itulah muncul Abu Hasan Al-‘Asy’ary, salah seorang murid tokoh Mu’tazilah Al-Jubba’i menentang pendapat gurunya dan membela aliran Ahlussunnah wal Jama’ah. Dia berpandangan “jalan tengah” antara pendapat Salaf dan penentangnya. Abu Hasan menggunakan dalil naqli dan aqli dalam menentang Mu’tazilah. Usaha ini mendapat dukungan dari Abu al-Mansur al-Maturidy, al-Baqillani, Isfaraini, Imam haramain al-Juaini, Imam al-Ghazali dan Ar-Razi yang datang sesudahnya.
Usaha para mutakallimin khususnya Al-Asy’ary dikritik oleh Ibnu Rusydi melalui bukunya “Fushush Al-Maqal fii ma baina Al-Hikmah wa Asy-Syarizati min Al-Ittishal” dan “Al-Kasyfu an Manahiji Al-Adillah”. Beliau mengatakan bahwa para mutakallimin mengambil dalil dan muqaddimah palsu yang diambil dari Mu’tazilah berdasarkan filsafat, tidak mampu diserap oleh akal orang awam. Sudah barang tentu tidak mencapai sasaran dan jauh bergeser dari garis al-Quran. Yang benar adalah mempertemukan antara syariat dan filsafat.
Dalam mengambil dalil terhadap aqidah Islam jangan terlalu menggunakan filsafat karena jalan yang diterangkan oleh al-Quran sudah cukup jelas dan sangat sesuai dengan fitrah manusia. Disnilah letaknya agama Islam itu memperlihatkan kemudahan. Dengan dimasukkan filsafat malah tambah sukar dan membingungkan.

    5.      Perkembangan Ilmu Tauhid Di Masa Pasca Daulah Abbasyiah.
Sesudah masa Bani Abbasiyah datanglah pengikut Al Asy‘ari yang terlalu jauh menceburkan dirinya ke dalam falsafah, mencampurkan mantiq dan lain-lain, kemudian mencampurkan semuanya itu dengan ilmu kalam sebagaimana yang dilakukan oleh Al Baidlawi dalam kitabnya Ath Thawawi dan Abuddin Al-Ijy dalam kitab Al-Mawaqif. Madzhab Al-Asy‘ari berkembang pesat kesetara pelosok hingga tidak ada lagi madzhab yang menyalahinya selain madzhab hambaliyah yang tetap bertahan dalam madzhab salaf, yaitu beriman sebagaimana yang tersebut dalam alquran dan al hadits tanpa mentakwilkan ayat-ayat atau hadits-hadits itu.
Pada permulaan abad kedelapan hijriyah lahirlah di Damaskus seorang ulama’ besar yaitu Taqiyuddin Ibnu Taimayah menentang urusan yang berlebih-lebihan dari pihak-pihak yang mencampur adukkan falsafah dengan kalam, atau menentang usaha usaha yang memasukkan prinsip-prinsip falsafah ke dalam akidah islamiyah.
Ibnu Tamiyah membela madzab salaf ( sahabat, tabi’in dan imam-imam mujahidin) dan membantah pendirian-pendirian golongan al asy’ariyah dan lain-lain, baik dari golongan rafidhah, maupun dari golongan sufiyah. Maka karenanya masyarakat islam pada masa itu menjadi dua golongan, pro dan kontra, ada yang menerima pandapat pendapat ibnu taimiyah dengan sejujur hati, karena itulah akidah ulama’ salaf dan ada pula yang mengatakan bahwa ibnu taimiyah itu orang yang sesat.
Jalan yang ditempuh oleh Ibnu Taimiyah ini diteruskan oleh muridnya yang terkemuka yaitu Ibnu Qayyimil Jauziyah. Maka sesudah berlalu masa ini, tumpullah kemauan, lenyaplah daya kreatif untuk mempelajari ilmu kalam seksama dan tinggallah penulis-penulis yang hanya memperkatakan makna-makna lafadz dan ibarat-ibarat dari kitab-kitab peninggalan lama.
Kemudian diantara gerakan ilmiah yang mendapat keberkahan dari Allah, ialah gerakan al iman Muhammad ‘Abduh dan gurunya jmaluddin Al-Afghani yang kemudian dilanjutka oleh As-Said Rosyid Ridla. Usaha-usaha beliau inilah, yang telah membangun kembali ilmu-ilmu agama dan timbullah jiwa baru yang cenderung untuk mempelajari kitab-kitab Ibnu Taimiyah dan muridnya. Anggota-anggota gerakan ini dinamakan salafiyyin.[4]

    B.   Pertumbuhan Dan Perkembangan Aliran-Aliran Ilmu Tauhid
1.      Aliran Khawarij
Khawarij sebagai aliran dalam Teologi islam yang pertama kali muncul. Nama khwarij berasal dari kata “Kharaja” yang berarti keluar. Nama itu diberikan kepada mereka yangkeluar dari barisan Ali.[5] Mereka memahami Al-quran secaraliteral ataulafziyah serta harusdilaksanakan sepenuhnya. Oleh karena itu, iman dalam paham mereka bercorak sederhana,sempit dan ditambah sikap fanatik. Mereka bersikap bengis, suka pada kekerasan, dan tak gentarmenghadapi mati, mereka juga jauh dari ilmu pengetahuan.
     2.      Aliran Murji’ah
Pandangan kaum Murji’ah ini terlihat dari arti kata Murji’ah itu sendiri yang  berasal dari kata arja’a yang berarti orang yang menangguhkan, mengakhirkan, dan memberi pengharapan.[6] Lebih dikenal istilah “irja”. Menangguhkan berarti mereka menunda soal siksaan seseorang ditangan Tuhan,yakni jika Tuhan memaafkan maka ia masuk surga, jika tidak maka iadisiksa sesuai dengan doanya, dan setelah itu dia akan dimasukkan ke dalam surga.Mengakhirkan dimaksudkan karena mereka memandang bahwa perbuatan atau amal sebagai ha lyang nomor dua bukan yang pertama. Selanjutnya kata member pengharapan, dumaksudkan karenamereka menangguhkan keputusan hukum bagi orang-orang yag melakukan dosa dihadapanTuhan.Maka sikap Murji’ah ini yaitu sikap mentolerir  penyimpangan-penyimpangan dari norma akhlak dan moral yang berlaku. Inilah sebabnya nama Murji’ah pada akhirnya mengandung arti tidak baik dan tidak disegani.
      3.      Aliran Syiah
Syiah sebagai golongan yang menyanjung dan memui Ali secara berlebihan.Sesungguhnya perbedaan Syiah dengan golongan lainnya adalah bercorak agama dan politik. Intiajaran Syiah adalah berkisar masalah khalifah, yang akhirnya berkembang dan bercampr denganmasalah-masalah agama.[7]
      4.      Jabariyah 
Nama Jabariyah berasal dari kata” jabara” yang mengandung arti memaksa. Aliran ini menganut paham bahwa manusia tidak mempunyai kemerdekaan dalam menentukankehendak dan perbuatannya. Semua perbuatan manusia itu atas kehendak Allah tidak ada campurtangan manusia.
       5.      Aliran Qadariyah
 Nama Qadariyah berakar pada lafadz “qadara” yang dapat berarti memutuskan danmemiliki kekuatan atau kemampuan.[8] Menurut aliran ini, manusia itu merdeka, dan telah diberikebebasan untuk berkehendak, semua yang terjadi dalam dirinya adalah atas usahanya sendiri,tidak ada campur tangan dari Tuhan. Manusia telah diberi anugerah yang paling baik diantarasemua makhluknya, yakni sebuah akal. Dengan akal tersebut manusia bisa melakukan apa yangmereka inginkan. Baik buruknya manusia itu tergantung dari manusia itu sendiri, bukan karenaTuhan.
       6.      Aliran Asy’ariyah
 Menurut pemikiran ini dalilnya adalah Tuhan, kita wajib percaya pada tuhan,karena diperintahkan Tuhan dan perintah ini kita tangkap dengan akal. Jadi akal itu bukanlahsumber tetapi hanya sebagai alat untuk mempercayai adanya tuhan. Akal tak dapat membuatsuatu menjadi wajib dan tak dapat pula mengetahui mengerjakan yang baik dan buruk.[9]
        7.      Aliran Maturidiyah
Manusia yang mengerjakan perbuatan maksiat, diam, bergerak, dan taatsebenarnya mereka sendiri yang mengerjakannya, tetapi tuhan yang menjadikan.
        8.      Aliran Mu’tazilah
Bagi Mu’tazilah orang yang berdosa besar tidaklah kafir tetapi bukan pula mukmin.[10] Aliran ini bercorak rasional dan cenderung liberal mendapat tantangan keras dari kelompok tradisional islam, terutama golongan hambali.

BAB III
PENUTUP
A.   Kesimpulan

Setelah membaca dan menganalisis perkembangan ilmu tauhid,penulis dapat menarik kesimpulan:
Kita sebagai umat muslim layaknya umat yang telah berkembang mengikuti zaman sudah sebaiknya mengetahui seperti apakah perkembangan, cara mengembangkan ilmu tauhid dan aliran-aliran ilmu tauhid untuk dijadikan tolak ukur ilmu pengetahuan,maupun menambah wawasan pengetahuan kita.

B.   Saran

Dengan penulisan makalah ini diharapkan pembaca dapat:
·         Memperoleh ilmu pengetahuan tentang perkembangan ilmu tauhid beserta aliran-alirannya
·         Menambah iman kepada tuhan Yang Maha ESA


DAFTAR PUSTAKA


Muhammad,Teugku Hasbi Ash Shiddieqy.2001.Sejarah dan Pengantar Ilmu Tauhid/Kalam.Semarang:PT.Pustaka.
Mustajib, dkk,1998. Materi Pokok Aqidah Akhlak .Jakarta: Dirjen Binbaga Islam.
Roli Abdul Rohman-M.Khamza.2015. Menjaga Akidah dan Akhlak 2. Solo.


[1]  Ma’ruf Amin dan M. Nasruddin Anshor CH, “Pemikiran Syaikh Nawawi al-Bantani” dalam Pesantren,No. 1/Vol. VI/ 1989, 105
[2] Muhammad, Teungku Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah & Pengantar Ilmu Tauhid/Kalam (Semarang: PT. Pustaka      Rizki Putra. 2001) hlm. 56.
[4]  A. Mustajib, dkk, Materi Pokok Aqidah Akhlak (Jakarta: Dirjen Binbaga Islam, 1998), 7-12
[5]  Roli Abdul Rohman-M.Khamzah, Menjaga Akidah dan Akhlak 2. Solo,Januari 2015, hal 18
[6] Roli Abdul Rohman-M.Khamzah, Menjaga Akidah dan Akhlak 2. Solo,Januari 2015, hal 19
[7] Roli Abdul Rohman-M.Khamzah, Menjaga Akidah dan Akhlak 2. Solo,Januari 2015, hal 20
[8] Roli Abdul Rohman-M.Khamzah, Menjaga Akidah dan Akhlak 2. Solo,Januari 2015, hal 22
[9] Roli Abdul Rohman-M.Khamzah, Menjaga Akidah dan Akhlak 2. Solo,Januari 2015, hal 23
[10] Roli Abdul Rohman-M.Khamzah, Menjaga Akidah dan Akhlak 2. Solo,Januari 2015, hal 24

No comments:

Post a Comment