MAKALAH PSIKOLOGI " GANGGUAN MENTAL"
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Orang yang memiliki kesehatan mental yang baik
sekalipun tidak bisabebas dari kecemasan
dan perasaan bersalah. Dia tetap mengalami kecemasan danperasaan
bersalah tetapi tidak dikuasai oleh kecemasan dan perasaan bersalah itu.Ia sanggup
menghadapi masalah-masalah biasa dengan penuh keyakinan diri dandapat
memecahkan masalah-masalah tersebut tanpa adanya gangguan yang hebatpada
struktur dirinya.
Dengan kata lain, meskipun ia tidak bebas dari
konflik dan emosinya tidak selalu stabil, namun ia dapat mempertahankan
harga dirinya. Keadaan yangdemikian justru berkebalikan dengan apa yang
terjadi pada orang yang mengalami kesehatan mental yang buruk.
Mengingat semakin pesatnya usaha pembangunan,
modernisasi dan industrialisasi yang mengakibatkan semakin kompleknya
masyarakat, maka banyak muncul masalah-masalah sosial dan gangguan/disorder
mental di kota-kota besar.
Makin banyaklah warga masyarakat yang
tidak mampu melakukan penyesuaian diri dengan cepat terhadap macam-macam
perubahan sosial. Mereka banyak mengalami frustasi, konflik-konflik
terbuka/eksternal dan internal, ketegangan batin dan menderita gangguan mental.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apa
itu gangguan mental?
2. Apa
penyebab gangguan mental?
3. Penderita
gangguan mental dan penyebabnya berdasarkan perspektif teoritis?
4. Stigma
seputar gangguan mental
5. Apa
saja usaha-usaha preventif untuk mengatasi gangguan mental?
6. Bagaimana
pembinaan mental dalam perspektif islam?
7. Implikasi
gangguan mental?
8. Bagaimana
masyarakat medern dan gangguan mental?
9. Masalah
kebutuhan manusia dan gangguan mental?
10. Apa
aspek-aspek khusus dari dinamika manusia?
11.
Apa saja
bentuk-bentuk gangguan mental?
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Gangguan Mental
Gangguan mental (mental disorder) yaitu adanya
gangguan klinis yang berupa sindrom atau pola prilaku dan psikologi, gejala
tersebut menimbulkan penderitaan, antara lain dapat berupa rasa nyeri, tidak
nyaman, tidak tentram, dan disfungsi organ tubuh. Menurut Kartini Kartono,
gangguan mental adalah bentuk gangguan dan kekacauan fungsi mental yang
disebabkan oleh kegagalan bereaksinya mekasisme adaptasi dari fungsi kejiwaan
atau mental stimulus eksternal dan ketegangan sehingga muncul gangguan fungsi
atau gangguan struktur pada suatu bagian, satu organ, atau sistem kejiwaan.[1]
Gangguan mental juga disebut sebagai kondisi
kelainan jiwa pola psikologis atau perilaku yang pada umumnya terkait dengan
stres atau kelainan jiwa yang tidak dianggap sebagai bagian dari perkembangan
normal manusia. Gangguan mental itu merupakan totalitas kesatuan dari ekspresi
mental yang patologis terhadap stimulus sosial yang dikombinasikan dengan
faktor penyebab sekunder lainnya.
B.
Penyebab
Gangguan Mental
Munculnya
gangguan mental dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya sebagai berikut:
1. Faktor Biologis
a)
Gangguan pada fungsi sel
saraf di otak.
d)
Kerusakan otak akibat
terbentur atau kecelakaan.
e)
Kekurangan oksigen pada
otak bayi saat proses persalinan.
f)
Memiliki orang tua atau
keluarga penderita gangguan mental.
g)
Kekurangan nutrisi.
2.
Faktor Psikologis
b)
Kehilangan orang tua atau
disia-siakan di masa kecil.
c)
Kurang mampu bergaul dengan
orang lain.
d)
Perceraian atau ditinggal
mati oleh pasangan.
e)
Perasaan rendah diri, tidak
mampu, marah, atau kesepian.[2]
3.
Faktor Sosiokultural
Gangguan mental yang
terjadi di berbagai negara memiliki perbedaan, terutama mengenai pola
perilakunya. Karakteristik suatu psikosis dalam suatu sosiokultural tentu
berbeda dengan budaya lainnya.
Penyebab adanya gangguan
mental secara mendalam dikaji oleh ahli terapis, Munadji yang mengemukakan
bahwa dalam pikiran manusia itu terdapat suatu energi yaitu energi positif dan
negatif yang berpengaruh terhadap kesehatan manusia. Hal-hal yang bersifat
positif seperti cinta kasih, keyakinan, kesadaran, ketenangan, kebijaksanaan,
dan lainnya. Sedangkan energi negatif kondisi pikiran yang selalu muncul rasa
iri, dengki, serakah, sombong, khawatir, egois, putus asa dan lainnya.[3]
C. Penderita Gangguan Mental
Dan Penyebabnya Berdasarkan Perspektif Teoritis
Beberapa teori yang menyatakan sebab-sebab
semakin banyaknya kasus gangguan mental, sebagai berikut:
1.
Teori kompleksitas sosial
Teori ini menyatakan orang sulit mengadakan
adaptasi terhadap masyarakat yang otomoninya terpecah-pecah dan selalu berubah.
Timbullah rasa tidak mampu mengejar kemampuan zaman. Muncul rasa terisolasi,
rendah diri, dan ketakutan yang kronis. Semua itu memudahkan munculnya gangguan
mental.
2.
Teori konflik kultural dan
Teori disosiasi-sosial
Teori menerangkan bahwa masyarakat modern
merupakan satu high tension culture
penuh unsur ketegangan, persaingan serta konflik terbuka atau tersembunyi.
Frustasi dalam pencapaian tujuan tentu memudahkan berkembangnya fantasi,
delusi, ilusi, ketegangan batin, dan disosiasi sosial yang menimbulkan gangguan
tingkah laku dalam proses sosialisasi pada banyak orang.
3.
Teori imitasi (peniruan)
Teori ini menyatakan bahwa
banyak tingkah laku penyimpangan atau deviasi, neurotik, dan psikis primer
diperoleh dan dipelajari secara langsung atau tidak dari orang tua sendiri.
Misalnya anak-anak dibiasakan untuk menjadi kejam, hiperagresif atau selalu tidak
percaya terhadap orang lain.
D. Stigma Seputar Gangguan
Mental
Stigma berasal dari
kecenderungan manusia untuk menilai orang lain. Gangguan mental yang
kemungkinan lebih besar untuk dikenai stigma adalah jenis gangguan mental yang
menunjukkan penyimpangan pada pola perilakunya. Stigma yang lebih memberatkan
adalah gangguan mental yang lebih memengaruhi penampilan fisik seseorang
daripada gangguan mental yang tidak berpengaruh pada penampilan fisik sesorang.
Faktor utama yang menjadi sebab terjadinya
stigma gangguan mental, antara lain:
1.
Mengenai gangguan mental
karena kurangnya pemahaman mengenai gangguan mental sehingga muncul anggapan
bahwa gangguan mental identik dengan gila.
2.
Adanya predileksi secara
psikologis sebagian masyarakat untuk percaya pada hal-hal yang bersifat
supernatural, seperti makhluk halus, setan, roh jahat, atau terkena pengaruh
sihir. Akibat predileksi tersebut, gangguan mental dianggap bukanlah urusan
medis.
Teori mengenai latar
belakang timbulnya stigma:
1.
Teori demonologi
Teori ini mengungkapkan bahwa gangguan mental
disebabkan oleh unsur-unsur gaib seperti setan, roh jahat atau sebagai hasil
perbuatan dukun jahat. Teori ini merupakan landasan yang digunakan untuk
menjelaskan sebab terjadinya abnormalitas pada pola perilaku manusia yang
dikaitkan dengan pengaruh supranatural atau hal-hal gaib.
2.
Teori labelling
Teori ini mengungkapkan dua hal. Pertama
orang yang berperilaku normal atau tidak normal, menyimpang atau tidak
menyimpang, tergantung pada bagaimana orang lain menilainya. Penilaian itu
ditentukan oleh kategorisasi yang sudah melekat pada pemikiran orang lain
tersebut.[4]
E. Usaha-Usaha Preventif Untuk
Mengatasi Gangguan Mental
Penelitian mengungkapkan
bahwa beberapa pasien yang mendapat psikoterapi kondisinya malah tambah buruk.
Hasil dari psikoterapi saat ini belum mencapai tingkat yang memuaskan. Yang terpenting dan lebih baik adalah
mencegah penyakit tersebut, serta berupaya agar hal itu tidak terjadi atau
paling tidak berusaha meminimalkannya dengan usaha-usaha sebagai berikut:
1.
Memperbaiki kebiasaan
makan, bernafas, tidur, dan aktivitas seks. Jangan mencegah atau mengurangi
makan dan kualitasnya harus seimbang, usahakan untuk menghindari udara kotor
dan berdebu. Hal tersebut akan bermanfaat untuk kesehatan fisik serta kesehatan
mental. Memperbaiki kebiasaan tidur terlalu banyak dan tidur yang tidak efisien
bagi tubuh itu akan menyebabkan timbulnya penyakit.
2.
Bicara kesulitan jika ada
masalah. Uraikan masalah yang mengganggu batin kepada orang yang dipercaya,
jangan disimpan/disembunyikan.
3.
Hindari kesulitan untuk
sementara waktu, misalnya dengan membaca, menonton film atau pertandingan dan
berolahraga tanpa memikirkan masalah yang terjadi.
4.
Hindari konflik yang
serius, termasuk konflik dengan lingkungan.
5.
Terima kritik dengan lapang
dada, dengan menerima kritik dan saran dari orang lain.
6.
Lakukan kebaikan untuk
orang lain dan pupuk rasa sosial, dengan berbuat sesuatu demi kebaikan dan
kebahagiaan orang lain.
7.
Salurkan kebahagian pola
tingkah laku pada hal yang positif, menahan amarah, sibukkan diri dengan
berkebun, berolahraga atau jalan-jalan melihat keindahan alam, dan lainnya.
8.
Jangan anggap diri super
atau merasa takut memutuskan sesuatu karena merasa tidak dapat mencapainya,
kecenderungan menginginkan kesempurnaan semacam ini merupakan pangkalpermulaan
dari kegagalan.
9.
Sadari keterbatasan
berfikir bahwa dirinya adalah seorang yang mempunyai keterbatasan, belajar
menerima keterbatasan.
10. Tunjukkan
sikap religius dengan selalu memelihara kebersihan jiwa, karena sikap ini
sangat membantu dalam proses pencegahan penyakit kejiwaan.
F. Pembinaan Mental Dalam
Perspektif Islam
Pembinaan mental seseorang
dilakukan sejak kecil, semua pengalaman yang dilalui baik yang disadari maupun
yang tidak disadari ikut menjadi unsur-unsur yang tergabung dalam kepribadian
sesorang. Diantara unsur-unsur yang akan menentukan corak kepribadian adalah nilai
agama, moral serta sosial yang diambil dari lingkungan terutama keluarga
sendiri. Orang yang tidak merasa tenang, aman, serta tentram dalam hatinya adalah
orang yang sakit rahani atau mentalnya.
Agama merupakan salah satu
bentuk perilaku yang sangat memengaruhi keseharian seseorang, dengan dasar
keyakinan akan ajaran agama. Oleh karena itu jika agama dan keyakinan berbeda
maka memunculkan perilaku yang berbeda sesuai dengan ajaran agamanya. Seseorang
mengalami tekanan psikologis tinggi harus memilih usaha untuk mengembalikan
tekanan tersebut kearah normal. Ada dua cara untuk menghadapi tekanan tersebut
agar kembali normal.
1.
Ilmu Pengetahuan
Manusia diberikan suatu kekuatan yang sangat
kuat menghadapi permasalahan hidupnya, yaitu ilmu. Hal yang menjadi masalah
adalah jika tekanan kehidupan semakin berat, tetapi perkembangan ilmu tidak
mengimbanginya, orang menjadi rentan terhadap stres. Dengan kekuatan ilmunya,
orang-orang yang mengusai ilmu pengetahuan akan berusaha menjawab tantagan dan
tekanan yang datang.
2.
Agama dan Kepercayaan
Agama merupakan sandaran dan pertahanan
terakhir menghadapi tekanan yang dihadapi. Dengan demikian, seseorang yang tidak
bisa menjawab tantangan yang dihadapi dan tidak pula mempunyai benteng
pertahanan agama, akan jatuh ke dalam stres yang berat. Ini menunjukkan bahwa
agama dapat mengembalikan tekanan kehidupan ke arah yang normal dan menjadi
benteng pertahanan terhadap tekanan kehidupan.
G. Implikasi Gangguan Mental
Penampilan gangguan mental biasanya berupa
gejala-gejala sebagai berikut:
1.
Banyak konfli batin. Adanya
rasa tekanan oleh pikiran dan emosi yang antagonistis bertentangan, hilangnya
harga diridan kepercayaan diri, selalu merasa tidak aman, merasa cemas dan
takut, menjadi agresif, suka menyerang, berusaha membunuh orang lain atau
melakukan usaha bunuh diri.
2.
Komunikasi sosial terputus
dan adanya disorientasi sosial. Merasa dirinya paling super, selalu iri hati dan
curiga, berusaha melakukan perusakan atau melakukan bunuh diri.
3.
Ada gangguan intelektuan
dan gangguan emosional yang serius. Penderita mengalami ilusi, halusinasi berat
dan delusi, kurangnya pengendalian emosi dan selalu bereaksi berlebihan. Selalu
berusaha melarikan diri dalam dunia fantasi yaitu dalam masyarakat semu yang
diciptakan oleh khayalan dan merasa aman dalam dunia fantasinya.
H. Masyarakat Modern Dengan
Gangguan Mental
Semakin pesat pembanguanan,
modernisasi dan industrialisasi yang merakibat semakin kompleksnya masyarakat.,
memunculkan banya masalah sosial dan gangguan mental di kota-kota besar. Makin
banyak warga masyarakat yang tidak melakukan penyesuaian diri dengan cepat
terhadap macam-macam perubahan sosial. Mereka banyak mengalami frustasi,
konflik eksternal dan internal, keteganggan batin dan menderita gangguan
mental. Kehidupan modern di kota-kota lebih menonjolkan kepentingan diri
sendiri sehingga mata dan hati menjadi keras membeku terhadap kondisi orang
lain. Kemajuan-kemajuan yang pesat disebabkan oleh perkembangan ilmu
pengetahuan, teknolgi, mekanisasi, industrialisasi dan urbanisasi, kehidupan
modern semakin terurai dalam spesialisasi dan pengontakan yang tidak
terintegrasi, hal tersebut mengakibatkan masyarakat semakin terpecah belah dan
sulit diatur.
Gangguan emosional dan
mental juga banyak timbul di masa transisi, dimana berlangsung peralihan
kebudayaan. Ketika hal itu terjadi menimbulkan ketidaksinambungan antara
loncatan-loncatan kultural.
Mengakibatkan tidak sedikit orang yang menjadi bingung dan sangat
ketakutan serta menderita gangguan mental dari stadium paling ringan hingga
berat dari kegilaan. Semua itu pada hakikatnya merupakan efek samping dari
modernisasi dan perkembangan zaman.
I.
Masalah
Kebutuhan Manusia dan Gangguan Mental
Setiap manusia selalu
mempunyai beragam kebutuhan untuk mempertahankan eksistensi hidupnya sehingga
timbul dorongan dan usaha untuk memenuhinya. Apabila kebutuhan hidup itu
terhalang maka timbul ketegangan-ketegangan dan konflik batin yang memicu gangguan
mental jika berlangsung terus-menerus.
Kebutuhan tersebut dapat
dibagi menjadi tiga kategori yaitu:
1.
Kebutuhan fisik biologis,
organis atau kebutuhan vital, misalnya makan, minum, udara segar, pakaian, dll,
jika tidak terpenuhi hal itumengakibatkan ancaman bagi eksistensi dirinya.
2.
Kebutuhan sosial, bersifat
kemanusiaan atau sosiokultural, terdiri atas kebutuhan bekerja, seksual,
mencari teman atau partner, berkumpul, kebebasan mengeluarkan pendapat, dll.
3.
Kebutuhan metafisis,
religius atau transendental, untuk memenuhi kebutuhan insaninya, ketegangan ini
cenderung akan berkurang atau menurun asalkan kebutuhan-kebutuhan diatas
terpenuhi.
Jika kebutuhan dasar ini
tidak terpenuhi, terabaikan, atau dengan sengaja dihilangkan maka manusia akan
mengalami kekosongan, kebingungan, ketakutan, dan kepanikan yang tidak
terhingga besarnya dan mengalami gangguan mental yang paling parah.
J.
Aspek-Aspek
Khusus Dari Dinamika Manusia
Berikut ini beberapa aspek-aspek khusus
peristiwa yang menentukan dinmika manusia:
1.
Otonomi fungsional
Di peristiwa otonomi
fungsional terjadi satu trauma atau luka jiwa berupa syok, penderitaan
jasmani-rohani yang hebat atau pengalaman hidup yang luar biasa besarnya. Sejak
mengalami penaikan atau penurunanpada kehidupannya. Erlebnis (peristiwa hidup yang dahsyat) atau trauma mempunyai arti
yang dinamis dan besar pengaruhnya sehingga menimbulkan satu kekuatan yang
secara fungsional terlepas dari pengalaman-pengalaman hidup sebelumnya dan
menjadi otonom.
Kejadian-kejadian
traumatis lain yang memberikan kejutan dan pengaruh yang positif antara lain
mendapatkan wawasan baru, berkenalan dengan pribadi yang memberikan inspirasi,
melihat keindahan dan kebesaran alam, menelaah hasil seni, dan lain-lain. Semua
kejadian itu memberikan pengaruh yang dominan terhadap kepribadian seseorang
yang menyebabkan reorganisasi sikap hidup dengan tiba-tiba.
Tidak
jarang pribadi bersangkutan yang mengalami peristiwa traumatis mengalami satu
bentuk gangguan mental yang serius dan mengalami krisis batin yang serius
sehingga bentuk karakternya berubah. Terjadi satu bentuk penyesuaian diri yamg
baru dalam menanggapi tahap kehidupan baru. Dinamika dari otonomi fungsuional
itu sedemikian dominannya hingga menguasai seluruh pola hidup yang lama, serta
mengubahnya secara total.
2.
Frustasi
Frustasi adalah suatu
keadaan dimana satu kebutuhan tidak bisa terpenuhi dan tujuan tidak bisa
tercapai. Biasanya terjadi pada seseorang yang mengalami satu halangan dalam
usahanya mencapai suatu tujuan. Frustasi ini bisa menimbulkan dua kelompok tingkah
laku atau respons yaitu: (a) Bisa melemparkan dan menghancurkan seseorang,
merusak atau mengakibatkan disorganisasi diri pada struktur kepribadian dan
mengalami gangguan mental parah. (b) menjadi satu titik tolak baru bagi satu
usaha baru, guna menciptakan bentuk adaptasi dan mekanisme kebutuhan yang baru.
Frustasi ini bisa menimbulkan situasi yang sifatnya membangun (positif) dan
merusak (negatif).
a.
Reaksi-reaksi frustasi yang
sifatnya membangun (positif)
1)
Mobilisasi dan penambahan
aktivitas
Karena mendapatkan
rintangan dalam usahanya, kemudian terjadi pengumpulan energi untuk mengatasi
halangan. Rintangan tersebut memanggil rangsangan untuk memperbesar energi,
potensi, kapasitas, sarana, keuletan dan keberanian untuk mengatasi semua
kesulitan.
2)
Besinung (berfikir secara
mendalam, disertai wawasan jernih)
Setiap frustasi akan
memberikan masalah. Kejadian ini memaksa orang untuk melihat realitas untuk
berfikir lebih objektif dan mendalam.
3)
Resignation (tawakal/pasrah
pada tuhan)
Artinya menerima situasi
dan kesulitan yang dihadapi dengan sikap rasional dan ilmiah. Semua bisa
dilakukan jika sudah mulai belajar menggunakan pola hidup yang positif dalam
menanggulangi setiap kesulitan sejak berusia muda.
4)
Membuat dinamis rill satu
kebutuhan
Kebutuhan-kebutuhan
tertentu bisa juga lenyap dengan sendiri karena sudah tidak diperlukan, juga
sudah tidak sesuai lagi dengan kecendrungan dan anspirasi pribadi.
5)
Kompensasi atau subsitusi
tujuan
Kompensasi ialah usaha
untuk mengimbangi kegagalan dan kelelahan dalam satu bidang dengan satu sukses
dan kemenangan dibidang lain. Penyelesaian ini bisa diganti dengan penggantian
bentuk tugas sehingga terjadi subsitusi atau kompensasi tugas. Jadi kompensasi
itu bisa disamakan dengan subsitusi yang sudah menjadi kebiasaan.
6)
Sublimasi
Sublimasi merupakan usaha
untuk mengganti kecendrungan egoistis, nafsu, dorongan biologis primitif dan
aspirasi sosial yang tidak sehat dalam bentuk tingkah laku terpuji yang bisa
diterima baik oleh masyarakat.
b.
Reaksi-Reaksi Frustasi Yang
Negatif
Bentuk-bentuk reaksi frustasi negatif atau penyelesaian
yang tidak real atau tidak menguntungkan itu dikenal pula dengan istilah escape
mechanisn (mekanisme penghindaran atau pelarian diri) atau defence mechanisn (mekanisme
pertahanan diri). Mekanisme-mekanisme negatif tersebut sebagai berikut:
1)
Agresi
Agresi adalah kemarahan
meluap-luap dan mengadakan penyerangan kasar karena mengalami kegagalan.
2)
Regresi
Regresi ialah kembali pada
pola reaksi yang primitif, serta kekanak-kanakan.
3)
Fiksasi
Fiksasi ialah reaksi atau
respon individu yang selalu memiliki pola tetap yaitu selalu memakai cara yang
sama untuk memecahkan kesulitan hidupnya.
4)
Pendesakan dan kompleks-kompleks
pendesak
Pendesakan ialah usaha
untuk menghilangkan atau menekankan dalam ketidaksadaran berupa kebutuhan,
pikiran yang jahat, nafsu dan perasaan yang negatif. Kompleks-kompleks pendesak
merupakan bagian pisikis yang terlepas dari kepribadian dan pengawasan
kesadaran, dan bergentayangan bebas dalam ketidaksadaran yang gelap yaitu
berupa mimpi yang menakutkan, halusinasi, delusi, ilusi, salah baca, salah ucap
dan lain-lain.
5)
Rasionalisasi
Rasionalisasi adalah cara
untuk menolong diri secara tidak wajar atau berbentuk teknik pembenaran diri
dengan jalan membuat sesuatu yang tidak rasional dan menyenangkan
6)
Autisme
Autisme ialah gejala
menutup diri secara total dari dunia real dan tidak mau berkomunikasi dengan
dunia luar karena dunia luar dianggap kotor dan jahat penuh kepalsuan dan
mengandung bahaya yang mengerikan.
K. Bentuk-Bentuk Gangguan
Mental
Bentuk-bentuk gangguan mental, berikut ini:
1.
Psikopat
Psikopat adalah bentuk
kekalutan mental yang ditandai dengan tidak adanya pengorganisasian dan
pengintegrasian pribadi. Pada umunya pada masa mudanya psikopat mendapatkan
kasih sayang yang minim sekali, bahkan hampir sama sekali tidak pernah
mendapatkan kasih sayang dari lingkungannya. Dia tidak mampu menjalin relasi
dengan siapapun, jiwanya senantiasa diliputi rasa kebencian, dendam dan curiga,
penolakan, dikejar-kejar dan dituduh sehingga dia selalu menjadi gelisah,
tegang, penuh ketakutan serta diliputi bayangan pikiran dan perasaan yang
kegila-gilaan.
2.
Psikoneurosis
Psikoneurosis ialah
sekelompok reaksi psikis yang ditandai secara khas dengan unsur kecemasan dan
secaratidak sadar ditampilkan dengan penggunaan mekanisme pertahanan diri.
Psikoneurosis merupakan bentuk gangguan atau kekacauan fungsional pada sistem
saraf, termasuk disintegrasi dari sebagian kepribadiannya. Sebab-sebab
timbulnya psikoneurosis senagai berikut:
a)
Tekanan-tekanan sosial dan
tekanan kultural yang sangat kuat menyebabkan ketakutan dan keteganggan dalam
batin.
b)
Individu mengalami
frustasi, konflik emosional dan internal yang serius.
c)
Individu sering tidak
rasional dan memiliki pertahanan diri secara fisik dan mental yang lemah.
d)
Pribadi sangat labil.
Gejala-gejala psikis
sebagai berikut:
a.
Histeria
b.
Disosiasi kepribadian
c.
Psikastenia
d.
Gangguan berupa gerak wajah
e.
Hipokondria
f.
Neurastania
g.
Anxietyneurosis
h.
Psikosomatik
3.
Psikosis fungsional
Psikosis fungsional
merupakan gangguan mental secara fungsional yang non organis sifatnya, ditandai
oleh kepecahan kepribadian dan sosial yang berat. Terdapat pula gangguan kepada
karakter dan fungsi intelektual. Penderita menjadi sangat tak bertanggung jawab,
reaksinya terhadap stimulus ekternal dan internal selalu merugikan. Pada
umumnya penderita dihinggapi gangguan efektif yang serius menutup diri secara
total dan realitas hidup, dan tidak mampu menilai realitas dunia sekitar.
Seringkali pasien menderita
ketakutan hebat, serta dihinggapi depresi, delusi, halusinasi dan ilusi optis.
Gejala lain ialah sering mengamuk disertaikekerasan serta serangan, sehingga
membahayakan dan mengancam keselamatan orang lain[5]
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Gangguan
mental (mental disorder) yaitu adanya gangguan klinis yang berupa sindrom atau
pola prilaku dan psikologi, gejala tersebut menimbulkan penderitaan, antara
lain dapat berupa rasa nyeri, tidak nyaman, tidak tentram, dan disfungsi organ
tubuh. Munculnya gangguan mental dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya
sebagai berikut: Faktor Biologis
dan Faktor Psikologis.
Stigma
berasal dari kecenderungan manusia untuk menilai orang lain. Gangguan mental
yang kemungkinan lebih besar untuk dikenai stigma adalah jenis gangguan mental
yang menunjukkan penyimpangan pada pola perilakunya.
Setiap manusia selalu
mempunyai beragam kebutuhan untuk mempertahankan eksistensi hidupnya sehingga
timbul dorongan dan usaha untuk memenuhinya. Apabila kebutuhan hidup itu
terhalang maka timbul ketegangan-ketegangan dan konflik batin yang memicu
gangguan mental jika berlangsung terus-menerus.
DAFTAR
PUSTAKA
Alodokter.
2019. Penyebab Gangguan Mental(https://www.alodokter.com/kesehatan-mental (online) diakses pada 20 september 2019).
Kartini Kartono.2001. Patologi Sosial, jilid 1, Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Paisol Burlian. 2006. Patologi Sosial. Jakarta: Bumi Aksara.
[2]
Alodokter. 2019. Penyebab Gangguan
Mental(https://www.alodokter.com/kesehatan-mental (online) diakses pada 20 september 2019)
No comments:
Post a Comment